1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Menurut George Orwell dalam bukunya 1984 yang ditulis pada tahun 1948 meramalkan, televisi akan membuat dunia menjadi semacam penjara, karena semua akan dikontrol oleh seorang penguasa melalui alat – alat elektronis. Kita tidak dimasukkan dalam penjara, tetapi dalam tempat hiburan, bukan dengan paksaan, melainkan atas kemauan kita sendiri.1 Pada perkembangan pertelevisian ini pun berdampak pada program dari tayangan – tayangan yang disiarkannya. Setiap stasiun televisi berhak menayangkan program informasi sampai dengan program hiburan. Program hiburan ini adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permaian. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, musik dan permaian (game).2 Kebanyakan dari audience akan memilih program hiburan, khususnya drama. Dapat dilihat telah banyaknya judul – judul drama yang menghiasi layar stasiun televisi. Selain dapat menghibur, program drama ini terkadang juga dapat menjadi acuan beberapa majalah untuk menjadi topik utama.
1
Baksin, Askurifai., Jurnalis Televisi Teori dan Praktek, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006. Hal 55 Morissan., Manajemen Media Penyiaran Srategi Mengelola Radio dan Televisi, Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2007. Hal 216
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Selain itu program hiburan ini juga banyak diminati, karena sifatnya yang utama, yaitu menghibur. Sering kali program ini menjadi program andalan sebuah stasiun televisi. Di Indonesia sendiri program tayangan drama mendapatkan rating yang sangat tinggi. Namun program drama di Indonesia dikenal dengan sebutan Sinetron. Yaitu drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing – masing tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri – sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir cerita sinetron cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa pengelesaian (open-ended). Cerita cenderung dibuat berpanjang – panjang selama masih ada audien yang menyukainya.3 Isi dan cerita drama pada umumnya sama yaitu mengenai kehidupan sebuah tokoh yang didalamnya terdapat konflik dan emosi. Drama bukan hanya dikenal di negara Indonesia saja, diluar negeri sendiri sudah terlebih dahulu memproduksi tayangan – tayangan drama di stasiun televisi mereka. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir abad kesembilan belas, tetapi apa yang didapat diberikan sebenarnya tidak terlalu baru dilihat dari segi isi atau fungsi.4
3 4
Ibid. McQuail, Denis., Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar : Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga. Hal 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Film membuka kemungkinan bagi kelas pekerja untuk menikmati unsur budaya yang seluruhnya telah dinikmati oleh orang – orang yang berbeda di “atas” mereka5. Tidak jarang film yang menceritakan tentang kebudayaan dari tempat asal pembuatannya. Film juga selalu dikemas dengan mengemukakan tiga aspek, yaitu seks, uang, dan kekuasaan. Yang dimaksud seks disini adalah cinta. Dalam film pasti tidak akan terlewati aspek yang paling mendukung ini, mungkin ini merupakan standar audience merasa tertarik dengan sebuah film. Namun pengemasan aspek cinta dalam sebuah film akan tidak selalu sama. Didalam sebuah kebudayaan Indonesia saja ada beragam cerita cinta yang dikemas dengan berbeda – beda. Ketertarikan inilah yang dapat menimbulkan beberapa peran pada film, salah satunya film berperan sebagai pembentuk budaya massa bukannya semata – mata mengharapkan media lainnya sebagaimana peran film pada masa kejayaannya yang lalu.6 Maka dari itu dibutuhkan pemanfaatan film dalam pendidikan sebagian, sebagian ini didasari oleh pertimbangan bahwa film memiliki kemampuan untuk menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film memiliki kemampuan mengantar pesan secara unik. Film dibilang sebagai alat pengantar sebuah pesan, namun film tidak memiliki batasan dalam penyampaian pesannya. Maka dari itu sering kali
5 6
Ibid. Ibid. Hal 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
audience yang belum memiliki tingkat kedewasaan, serta pendidikan yang menunjang dapat menerima pesan tersebut dengan baik. Dalam budaya memiliki beberapa karakteristik yang dapat membedakan antara negara. Yang pertama sudah pasti adalah komunikasi dan bahasa, yang kedua adalah pakaian dan penampilan, dan yang ketiga adalam makanan dan kebiasaan makan. Didalam film pun budaya menjadi referensi dasar, baik mulai dari pakaian sampai makanan. Salah satunya adalah negara Korea dan Indonesia. Walaupun kedua negara ini sama – sama dibenua Asia, tetapi budaya dan norma – normanya sangatlah berbeda. Karakteristik budaya mengenai pakaian dan penampilan ini juga berpengaruh7. Pakaian yang biasa dikenakan pemain – pemain serial drama antara Indonesia dan Korea sangat berbeda, selain dikarenakan cuaca yang berbeda. Umumnya para wardrobe serial drama korea sangat suka dengan eksperimen. Maka tak jarang gaya berpakaian para pemain serial Korea menjadi panutan para audiencenya. Karena dinilai memiliki suatu keunikan tersendiri dari beberapa drama yang tayang di stasiun televisi. Makanan dan kebiasaan makan, cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antar budaya yang satu dengan budaya lainnya. Orang Korea dalam filmnya digambarkan sering mengobrol saat mulut mereka penuh berisi makanan. Kadang kala makanan tersebut muncrat kearah
7
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat., Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang – orang Berbeda budaya, Bandung: Rosda, 2006. Hal 58
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
lawan bicaranya. Sepertinya dalam kebudayaan Korea hal tersebut tidak dianggap tabu, atau suatu hal yang tidak sopan dan memalukan. Waktu dan kesadaran akan waktu antara budaya yang satu dengan budaya lainnya juga termasuk dalam karakteristik budaya. Seperti dalam contoh orang – orang Korea akan bangun siang ketika musim dingin datang. Suatu budaya menetapkan norma – norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan8. Umumnya orang Korea memiliki beberapa norma dan ketentuan. Seperti adat istiadat didalam negaranya. Pembuatan cerita drama ini biasanya mengikuti budaya dari masing – masing
negara.
Karena
kebudayaan
adalah
kompleks
yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat, dan kemampuan – kemampuan serta kebiasaan – kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat9. Maka dari itu drama atau sinetron yang disajikan disetiap negara itu tidak sama, walaupun masih mengambil satu tema yang sama. Kita bisa ambil contoh pada drama serial Jepang yang diangkat dari komik yaitu “Hana Yori Dango”, “Meteor Garden” yang dibuat kembali sebagai serial Taiwan dan yang paling terakhir adalah “Boys Before Flower” yang dibuat menjadi serial Korea. Ketiga drama ini mempunyai alur cerita yang sama, namun dalam penyajiannya sangat berbeda. Ini dikarenakan kebudayaan dari ketiga negara ini berbeda, walaupun sekilas tampak hampir sama.
8
9
Ibid. Hal 61 Komsiah, Siti., Modul Pengantar Sosiologi Universitas Mercu Buana. Hal 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Sebut saja ada “Great Queen Seon Deok” di Indosiar, “City Hall” di O’channel, “Still Marry Me” di Indosiar, “Princess Hours 1 dan 2” di Bchannel, “Cruel Tamptation” di Indosiar, “Thank You” di Bchannel, “On Air” di O’channel, “Personal Taste” di Trans7 dan lain – lain. Penonton sangat menikmati serial drama Korea ini, disamping para pemainnya yang memiliki wajah – wajah yang menarik. Juga didukung oleh kualitas akting yang tidak kalah oleh artis – artis Hollywood. Dan pada dasarnya produser Korea baru akan melirik untuk membuat sebuah drama, apabila telah sukses di Jepang dan Taiwan. Bukan hanya dilihat dari fenomena – fenomena diatas, dapat dilihat pula dari salah satu drama Korea yang pernah mewabah di Indonesia “Boys Bofore Flower” yaitu “Lee Min Ho” yang selalu dibahas berita – beritanya mulai dari film yang akan diperankan kembali sampai dengan masalah pribadinya. Audience dengan antusiasnya yang tinggi selalu ingin mengetahui bagaimana perkembangan dari para idolanya. Dan para produksi film korea berlomba – lomba membuat sebuah drama serial dengan menggunakan para aktor dan aktris yang saat ini sedang naik daun. Nilai budaya Korea selalu kental didalam sebuah dramanya, seolah para produser film ingin berlomba – lomba untuk membuat sebuah film yang berisikan nilai – nilai dari budayanya. Dapat kita lihat beberapa judul film yang bertemakan tentang suatu nilai budaya Korea, “Great Queen Seon Deok”, “Jumong”, “Princess Hours”, “Woochi” dan lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
“Princess Hours” secara sekilas ini merupakan drama serial Korea dengan segmentasi remaja biasa. Namun setelah dilihat lebih jauh lagi ternyata didalamnya sebuah nilai – nilai budaya yang terselipkan. Sebelumnya “Princess Hours” adalah sebuah kisah tentang seorang Pangeran korea yang diharuskan untuk mencari seorang pendamping hidup, dikarenakan kesehatan Raja yang kian lama semakin memburuk. Kondisi ini mengharuskan Pangeran memilih beberapa orang bangsawan ataupun wanita manapun untuk diperistri. Awalnya Pangeran ini memiliki seseorang calon sebagai pendampingnya, namun ternyata calon mempelainya itu lebih memilih untuk meraih cita – citanya menjadi seorang balerina. Karena keadaan sudah terdesak Pangeran ini akhirnya memasrahkan jodohnya pada Raja dan Ratu. Raja dan ratu ternyata memiliki sebuah pemikiran tersendiri, Pangeran haruslah menikah dengan cucu dari teman Raja yang terdahulu. Karena tidak memiliki pendapat lagi, Pangeran pun bersedia. Pesta pernikahan Pangeran berjalan lancar sampai akhirnya datang sepupu dari Pangeran yang mengiginkan istri Pangeran. Perebutan secara politik maupun secara cinta pun terjadi. Ditambah lagi pacar Pangeran berniat ingin kembali kepada Pangeran. Pemain dalam film drama seri ini adalah Shin Chae Kyung –wanita yang dijodohkan oleh sang Pangeran- (Yoon Eun Hye), Lee Shin –Pangeran- (Joo Ji Hoon), Pengeran Lee Yul (Kim Jeong), dan Min Hyo Rin –balerina cinta pertama Pengeran Shin- (Song Ji Hyo).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Tercatat telah banyak penghargaan terhadap beberapa pemain yang memerankan film drama seri korea ini, diantaranya Yoon Eun Hye, saat ini menjadi salah satu ikon iklan kosmetik dikorea, serta memenangkan beberapa penghargaan atas aktingnya yang memukau difilm drama seri ini. Didalam pembuatannya drama ini diperkirakan memakan banyak biaya. Apalagi pada saat acara pernikahan Pangeran dan Putri, dibuat seperti sebenarnya. Pangeran dan Putri memakai pakaian khas Korea dan diarak keliling kota Seoul untuk menyapa rakyatnya. Bukan hanya sampai disitu nilai – nilai budaya Korea pun muncul disaat Putri yang baru saja masuk kedalam Istana. Mulai dari harus mengenakan Hanbok. Hanbok merupakan pakaian tradisional masyarakat Korea yang sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan terus dipakai hingga sekarang. Pakaian pria terdiri dari sebuah “chogorl” (jaket), sebuah “pajl” (celana) dan “turumagi” (mantel). Jaket pria tanpa lengan dengan celana longgar yang diberi karet pada pergelangan kakinya. Pakaian wanita terdiri dari, sebuah “chogorl” (jaket pendek dengan dua pita panjang) dan sebuah “chima” (pakaian panjang hingga kaki dan lebar di bagian bawah).10 Tidak hanya itu dalam hal bertata krama terhadap sang Pangeran pun diperlihatkan secara detail di drama ini, seperti harus mengenakan kedua tangan pada saat akan memberikan suatu benda ke pada Pangeran ataupun Ibunda Ratu.
10
Widiyanti, Neni., Cepat Bisa! Bahasa Korea Satu Buku Belajar Sampai Bisa, Jakarta: Pustaka Widiyatama, 2010. Hal 77
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Karena di Korea sendiri postur yang layak ketika duduk atau berdiri perlu diperhatikan. Gunakan keua tangan ketika memberikan sesuatu kepada orang lain. Dan bukan hanya itu saja dalam pertemuan, kacamata gelap dilepaskan ketika berbicara. Acara kegiatan minum teh yang secara tradisi istana Korea pun tampak terlihat didalam drama ini. Masyarakat Korea khususnya orang – orang didalam istana menyukai acara minum teh yang biasa disebut rakyat Korea (darye). Dalam pelaksanaannya darye ini memiliki tatanan cara tersendiri yang diwariskan oleh nenek moyang mereka sejak ribuan tahun yang lalu. Acara minum teh ini dimaksudkan untuk ketenangan dalam hati, harmoni yang selalu berubah – ubah didalam masyarakat Korea zaman dahulu, serta meneruskan tradisi lama bangsa Korea. Didalam darye biasanya terdapat pansori yaitu jenis musik tradisional Korea. Pansori dibentuk oleh seorang penyanyi (sorikkun) dan seorang penabuh gendang buk (gosu). Karena ini adalah drama serial yang bertema tentang kerajaan, maka tidak jarang kita akan disuguhkan beberapa kegiatan, tata tertib, pakaian serta ornamen – ornamen dalam setting lokasi yang kebanyakan memiliki nilai budaya. Tidak hanya itu lokasi pengambilan gambarnya pun juga termasuk dalam unsur nilai budaya juga, karena memiliki sejarah yang cukup panjang. Karena ini drama yang bertemakan istana, lokasi pengambilan gambarnyapun juga diadakan didalam sebuah istana kuno Gyeonghuigung di Jeong-dong, Seoul.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Biasanya drama serial Korea yang memiliki nilai budayanya adalah drama yang bertemakan kepahlawanan. Namun kali ini rumah produksi Eight Peaks korea menginginkan sesuatu yang baru. Munculnya drama serial yang biasanya difokuskan pada segmen remaja merupakan fenomena baru sehingga perlu dikaji lebih jauh lagi seberapa banyak kecenderungan nilai – nilai budaya yang ada didalam sebuah drama Korea ini. Karena apabila film ini memiliki isi pesan yang baik dan dibalut dengan adanya dari budaya tempat asalnya. Maka film ini akan dapat berguna dalam pembelajaran remaja terhadap budaya luar. Dari latar belakang itulah penulis ingin mengetahui kecenderungan nilai – nilai budaya dalam sebuah drama serial Korea “Princess Hours”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah: “Bagaimana kecenderungan nilai – nilai budaya didalam drama serial Korea Princess Hours”?”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini betujuan untuk mengetahui bagaimana isi nilai – nilai budaya Korea dalam drama seri “Princess Hours”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
1.4 Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi akademis dan juga praktisi khususnya dalam kajian ilmu komunikasi bidang studi Broadcasting.
1.4.1
Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi akademis dan
juga praktisi dalam kajian ilmu komunikasi bidang studi Broadcasting, khususnya penelitian tentang nilai – nilai budaya dalam sebuah tayangan film, serta dapat bermanfaat dalam penelitian – penelitian berikutnya, khususnya dalam menggunakan metode analisis ini.
1.4.2
Signifikansi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi stasiun –
stasiun televisi dalam menayangkan tayangan dalan genre drama, khususnya film drama serial yang lebih informatif, edukatif dan menghibur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/