BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Demam pernak-pernik aksesoris mewabah dikalangan anak muda dengan adanya modernisasi disegala bidang termasuk didalamnya bidang ketertarikan remaja akan dunia fashion semakin menarik minat tersendiri khususnya pada remaja untuk berkreasi dalam masalah penampilan (Purnadi, 2006). Pergeseran nilai pada remaja pada saat ini semakin mendukung timbulnya gejala tindakan konsumtif yang berlebihan berdasarkan hasil survei disimpulkan bahwa dewasa ini remaja cenderung menilai sesuatu berdasarkan materi. Pada remaja bukan hanya merupakan hobi semata melainkan sebagai pendongkrak kepercayaan diri (Tinambunan, 2006) Sehubungan dengan ini, Surya, (2003) juga menyatakan bahwa seiring dengan adanya perubahan sosial dan ekonomi muncul pula pola perubahan cara berfikir di masyarakat, salah satunya ialah mengenai fashion dan stylist. Menurut Dhiesta, (2002) penampilan sebenarnya tanpa dirubah-rubah sebenarnya sudah sempurna dengan kelengkapan panca indera yang dimiliki, tapi kebanyakan di make-over karena ingin mencari identitas baru dan pencapaian-pencapaian tertentu. Dalam hal ini Arienta, (2006) melakukan sebuah penelitian melalui telesurvei. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa semakin berkembangnya informasi saat ini makin berkembang pula fitur-fitur yang diusung dalam perombakan penampilan. Perkembangan informasi merangsang para remaja untuk terus melakukan perubahan 1
Pada penampilan mereka agar tampak lebih modis dan menarik. Kemudian Mamed, (2006) mengemukakan bahwa konsep ubahan paling mudah diwujudkan adalah melakukan modifikasi penampilan pada diri sendiri “ Anak-anak muda sekarang sangat hobby pada trend berpakaian dan make-up, khususnya pada remaja putri. Mayoritas konsumen tidak mau memiliki pakaian dan dandanan yang sama dengan remaja lain, umumnya yang berada di lingkungannya, makanya harus ada sentuhan khusus dalam penampilannya agar tetap kelihatan paling modis dan berbeda dengan yang lainnya sesuai dengan trend sekarang. Sebagian besar salon, penjahit dan butik sering menganggap hal ini sebagai peluang untuk penambahan pemasukan ( Jose, 2007). Bagi remaja terutama pada remaja akhir, memodifikasi penampilan dan menjadikan tampil beda sudah menjadi hal yang luar biasa. Memodifikasi penampilan dapat diartikan sebagai pengubahan penampilan standart menjadi penampilan berbeda dari yang lain sesuai dengan yang diinginkan. Dalam modifikasi tersebut dapat terjadi penambahan item penampilan misalnya aksesoris seperti gelang, kalung, jepitan rambut, jaket, topi, pin dll, maupun perawatan seperti creambath, rebounding, facial, menggunakan krim pemutih, cat kuku dll agar penampilannya menjadi semakin cantik sehingga berbuntut eksistensi jati diri. Menurut paroni (Diesta, 2002) pada rentang usia 15-40 tahun seseorang mengandalkan penampilan luar untuk menunjukan eksistensinya, sedangkan usia diatas 40 tahun cenderung menikmati kualitas asal misalnya kesehatan agar mendapatkan kenyamanan pada dirinya sendiri Pada kelompok usia remaja lebih mengandalkan penampilan luar karena 2
Pada proses pencarian jati diri itulah remaja banyak mencoba-coba mengekspresikan dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa remaja akan mencoba meniru orang lain sesuai dengan apa yang dirasakan bagi dirinya yaitu berusaha untuk mempercantik dirinya seperti kebanyakan teman-temannya. (Diesta, 2002) remaja memang sering dijadikan target pemasaran berbagai produk kosmetik antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar (Nurjayadi & Sebua, 2001) Selain itu remaja merupakan pasar sasaran yang harus diperhatikan selain dari jumlahnya yang besar. Sementara itu Gianto, (1998) ada tiga alasan mengapa remaja merupakan sasaran pasar yang harus diperhatikan selain dari jumlahnya yang besar pertama remaja bisa dipandang sebagai konsumen langsung, dengan mengalikan ratarata uang saku remaja dengan jumlah populasi mereka akan didapatkan jumlah besar dana yang harus dipertimbangkan oleh produsen. Kedua remaja dapat dipandang sebagai pembujuk orang tua remaja bisa mengusulkan membeli mobil , barang elektronik, perhiasan dan lain-lain semua barang tersebut dapat dibeli sesuai dengan bujukan remaja ketiga remaja dapat dipandang sebagai konsumen masa depan dengan bertambahnya waktu remaja yang sekarang masih dibiayai orang tua kelak akan mempunyai penghasilan sendiri. Selanjutnya Gerungan, (1998) mengemukakan bahwa dengan perkembangan sosial umumnya remaja cenderung memisahkan diri dari orang tua menuju kearah teman sebaya. Remaja umumnya membeli barang-barang yang sedang menjadi 3
kegemaran dikelompoknya. Dengan membeli atau mempunyai barang-barang yang sedang menjadi trend tersebut remaja merasa dapat lebih percaya diri (Diesta, 2002) hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (1991) yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja mengalami berbagai macam perubahan pada aspek-aspek fisik maupun psikologi sehingga belum mempunyai pertimbangan yang matang dalam sikap maupun bertingkah laku. Selanjutnya (Hakim, 2002) menyatakan bahwa salah satu cara remaja menutupi rasa tidak percaya diri adalah dengan melakukan hal-hal yang kurang wajar dan mereka cenderung melakukan hal-hal yang menunjukan eksistensinya. Salah satu caranya ialah dengan membelanjakan uang dengan berlebihan untuk barang-barang yang sedang trend dan merawat diri sekedar menunjukan bahwa dirinya mampu sama dengan orang lain bahkan lebih dari orang lain sebagai kompensasi dari rasa kurang percaya diri yang dimilikinya. Kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri, sehingga orang yang bersangkutan tidak perlu cemas dalam tindakan-tindakannya dan dapat dengan bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab pada perbuatannya, hangat, sopan, ramah, dapat berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai kelebihan dan kekurangan (Darajat, 1990) kepercayaan diri merupakan suatu perasaan cukup aman cukup nyaman serta tau segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan individu tanpa membandingkan dengan orang lain menurut bandura, kepercayaan diri dapat 4
diartikan sebagai keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan maupun yang diinginkan. (Adianti & Martinah,1991) Sementara itu, Burns, (1993) juga menyatakan bahwa tiap individu memiliki kepercayaan diri yang berbeda-beda. Sebagian individu ada yang merasa penuh percaya diri , individu yang memiliki percaya diri akan mampu menilai lingkungan sekitarnya dengan lebih baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan situasi sosial sehingga akan menimbulkan sikap tenang dan seimbang dalam situasi sosial menurut Hurlock, (1999) kepercayaan diri tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial individu yang berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif nyaman dan memuaskan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang (Abiatin dan Martaniah, 1998) kepercayaan diri sangat diperlukan oleh setiap individu terutama bagi remaja dengan adanya percaya diri seseorang akan dapat bertindak tegas ketika mengalami kegagalan dan akan selalu optimis dalam menghadapi sesuatu.(Surya, 2003) Seseorang yang tidak percaya diri akan merasa rendah diri karena orang tersebut akan memiliki kebiasaan membanding-bandingkan dirinya dan selalu merasa kalau orang lain lebih baik dari dirinya. Selain itu selalu merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu padahal belum berusaha mencobanya Vallet dan Jatmiko, (2002). Sehubungan dengan kepercayaan diri dan perilaku membeli Codler, (1990) menyatakan banyak sekali proses pembelian tanpa pertimbangan yang matang melainkan hanya meninggikan atau menimbulkan rasa percaya diri bukan 5
berdasarkan kebutuhan. Hal ini seperti perilaku membeli aksesoris dan perawatan diri yang berlebihan, yang biasanya dilakukan oleh remaja akhir. Perilaku membeli merupakan kebiasaan individu baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam mendapatkan barang dan jasa. Banyak orang yang tidak peduli dan tanpa berpikir dua kali rela membelanjakan uangnya untuk membeli aksesoris dan perawatan mahal, bahkan meskipun mereka dengan terpaksa harus mengesampingkan kebutuhan mereka yang lain
(dalam Shandi 2006) dalam membeli barang biasanya remaja kurang
mempunyai pertimbangan yang matang karena remaja masih berada dalam masa transisi yaitu perpindahan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa (Iskhak,2000) Menurut manager pemasaran Kymco Cempaka Putih Jose Anri Gunawan, (2007) yang terpenting adalah tampilan pada dirinya serta kepuasan dan rasa percaya diri ketika ia dapat disebut sebagai trend-setter. Untuk mengubah penampilan ini relatif banyak mengeluarkan biaya, yang terpenting konsepnya harus jelas, karena apabila terlalu mencolok dan berlebihan atau tidak pas dengan situasi justru akan kelihatan aneh dan tidak bagus. Apalagi kalau memakai barang-barang yang sedang in, bermerk dan mahal pasti akan semakin percaya diri. Perilaku membeli aksesoris dan melakukan perawatan mahal pada remaja banyak dilakukan untuk mengikuti trend yang sedang marak saat itu serta agar mereka lebih diterima di kelompoknya (Mahardayani, 1998). Pembelian aksesoris dan perawatan mahal yang tidak sesuai kebutuhan akan menimbulkan masalah. Remaja akan kurang percaya diri apabila tidak menampilkan sesuatu yang berbeda 6
dan cantik minimal seperti teman-temannya, dengan penampilan yang modis para remaja akan lebih percaya diri, bangga karena dirinya dapat menarik perhatian orang lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu tidak jarang para siswa di sekolah memakai aksesoris-aksesoris yang beraneka ragam dan make-up yang terlihat jelas dan mencolok, serta membawa alat-alat make-up disekolah. Bahkan juga sekarang banyak terbit toko-toko atau outlet kecantikan yang menawarkan harga khusus pelajar sehingga mendorong remaja untuk semakin menggandrungi dunia fashion (Loekmono 1993) Perilaku membeli merupakan suatu fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutaman yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif juga banyak melanda kehidupan remaja dikota-kotaaa besar yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya (Nurdjayadi & Sebua, 2001). Membeli dalam hal ini tidak lagi dilakukan namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial, ingin menjunjung rasa percaya diri dan sebagainya (Nurdjayadi & Sebua, 2001). Menurut Engel dkk, (1994) kecenderungan membeli produk, biasanya akan menjadi penuh arti dan berorientasi pada tujuan, karena diharapkan produk tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tetapi juga dengan persyaratan mempunyai nilai lebih. Perilaku membeli dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ; pertama faktor lingkungan (kebudayaan, kelas sosial, pengaruh pribadi, kelompok awam dan 7
keluarga).
Kedua
faktor
perbedaan
individu
(sumber
daya
konsumen,
motivasi,pengetahuan konsumen,sikap,kepribadian,dan gaya hidup). Ketiga faktor psikologi (belajar, pengolahan informasi, dan faktor produk harga, karakteristik, kualitas). Hal yang dikemukakan oleh Engel dkk di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Wuri Suhasti dan Qodirotun Ni’mah) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan membeli produk, biasanya berorientasi pada tujuan. Dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, biasanya berorientasi pada tujuan. Dalam pengambilan keputusan untuk membeli suatu produk, seseorang cenderung mempertimbangkan terlebih dahulu faktor –faktor yang ada pada dirinya serta menimbang keuntungan yang didapat setelah membeli dan kemudian mengkonsumsi produk yang sudah dibelinya. Dalam studi kasus yang dilaksanakan oleh Wuri Suhasti dan Qodirotun Ni’mah ini menyebutkan bahwa kepercayaan diri menjadi salah satu keuntungan yang didapatkan setelah konsumen membeli dan mengkonsumsi produk ponds. (dirangkum dalam jurnal ekonomi, 2003). Sehubungan dengan ini Nafisah, (2001) menyatakan bahwa individu yang memiliki sikap konsumtif akan mengambilan keputusan membeli secara tidak realistis. Keputusan membeli bukan karena memenuhi kebutuhan utama melainkan untuk memperoleh status yang lebih baik. Hal in menunjukan bahwa individu yang bersikap konsumtif cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah, karena seperti yang dikemukaakn oleh Lauster, (1992) bahwa irrasional dan tidak realistis adalah 8
ciri individu yang berkepercayaan diri rendah. Bagi Hanimon, (2000) mengemukakan, bahwa bila remaja hanya memenuhi kebutuhan penampilan, maka untuk kebutuhan lain akan terabaikan, seperti kebutuhan sekolah atau kuliah atau kebutuhan lain yang mendesak. Selain itu bila hanya mengejar aksesoris tanpa memperhatikan kenyamanan akan menimbulkan masalah pada diri sendiri. Pernyataan itu sendiri didukung oleh hasil penelitian yang lebih memfokuskan pada faktor kepribadian yaitu peningkatan kepercayaan diri karena remaja sering melakukan usaha-usaha tertentu agar dapat tampil lebih percaya diri di kalangan mereka. Di dalam kehidupan, kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki individu. Tanpa adanya kepercayaan diri maka akan banyak timbul permasalahan dalam diri manusia (Loekmono, 1983). Hal diatas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kotler, (1997) disebabkan oleh adanya pengaruh atau referensi dari teman-teman dalam kelompoknya, dimana teman di dalam kelompoknya tadi akan memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Berikutnya adalah sub budaya merupakan identifikasi dan rasionalisasi yang khas dari perilaku anggotanya. Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Setiap kelompok masyarakat mempunyai suatu budaya dan pengaruh kebudayaan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Setiap kelompok 9
masyarakat mempunyai suatu budaya dan pengaruh kebudayaan pada perilaku membeli yang sangat besar (Kotler, 1997). Seseorang ingin agar diterima didalam lingkungannya untuk itu ia akan melakukan hal –hal yang biasanya dilakukan oleh komunitas di dalam kelompok tersebut (Nata Widjaya,1998). Karena apabila seseorang merasa bahwa dirinya diterima didalam suatu kelompok, maka rasa kepercayaan dirinya akan semakin besar. Kepercayaan diri juga membutuhkan hubungan dengan orang lain disekitar lingkungannya dan semua itu mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri (Drajat, 1990). Akan tetapi, apabila remaja memiliki kecenderungan pembelian yang berlebihan, maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik, yang menjadi asumsi dan pemikiran penulis yaitu mengapa dengan sangat mudahnya remaja membuat penampilannya penuh dengan modifikasi, padahal untuk memodifikasi penampilan akan mengeluarkan biaya yang relatif besar. Ada beberapa kemungkinan yang mempengaruhi perilaku membeli serta rasa kepercayaan diri pada seorang remaja tingkat akhir. Mungkin disebabkan oleh adanya keinginan untuk diterima didalam kelompoknya. Serta adanya pengaruh atau referensi teman-teman didalam kelompoknya. Dimana teman dalam kelompok tadi akan memberikan pengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Individu seringkali dipengaruhi oleh kelompok referensi yang ia sendiri menjadi anggotanya. Pentingnya pengaruh kelompok ini bervariasi untuk produk dan merk, pengaruh ini cenderung paling kuat kalau produk ini terlihat oleh orang lain yang dihargai (Kotler, 1997). 10
Pendapat di atas sama seperti pendapat yang dikemukakan oleh Engel, (1994) yaitu kemungkinan besar perilaku membeli dipengaruhi oleh kelompok, dimana pendapat dari suatu kelompok kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada keterlibatan yang tinggi. Kelompok acuan adalah jenis apa saja dari sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku, termasuk kelompok primer, sekunder dan kelompok aspirasional. Seseorang akan merasa lebih percaya diri apabila bisa menyesuaikan diri dan berperilaku sama seperti kelompoknya. Menurut Loekmono (1983), bahwa rasa percaya diri pada individu dipengaruhi dalamnya hubungannya dengan orang-orang yang dianggap penting dalam lingkungan dan kehidupan dan kehidupan sehari-hari . Pendapat ini didukung Nata Widjaya (dikutip Afiatin dan Martiniah,1998). Untuk meningkatkan percaya diri seorang remaja membutuhkan pihak lain yang dipercayainya untuk mendorong keberaniannya dalam mengambil keputusan. Kemungkinan juga dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang akan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk berdasarkan status dalam masyarakat. Contohnya, dengan selalu mengikuti trend yang sedang in seseorang akan lebih mudah terpengaruh oleh informasi dari berbagai media (Kotler,1997). Seperti pada kejadian yang muncul yang penulis amati, yaitu kecenderungan remaja tingkat akhir di salatiga terutama siswi kelas XI Jurusan Sekertaris, SMK Kristen 1 Salatiga. Memiliki kegemaran dan minat yang berlebihan mengenai hal-hal 11
yang berkaitan dengan modifikasi penampilan. Ada kecenderungan di kalangan siswi yang merasa bangga apabila memiliki aksesoris sebelum orang lain memilikinya apalagi aksesoris tersebut adalah aksesoris yang mahal, bermerk dan terkenal. Membeli aksesoris tertentu yang sedang menjadi trend akan menimbulkan rasa percaya diri pada remaja, maka tak jarang para remaja seringkali mengabaikan kebutuhan penting lain demi memiliki aksesoris yang mereka inginkan. Berkaitan dengan hal tersebut,penulis juga menemui beberapa hal berkenaan dengan masalah kepercayaan diri siswi SMK Kristen I Salatiga.Siswi yang tidak begitu mencolok dalam hal penggunaan aksesories terlihat lebih pasif dalam pergaulan dan kurang terlihat antusias dalam bersosialisasi dengan temantemanya.Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kepercayaan diri sehingga seperti timbul rasa minder untuk berkumpul dengan teman – temanya dan hanya memilih beberapa teman saja yang dirasa sesuai dengan dirinya menurut Drajat (1990).Kepercayaan diri juga membutuhkan hubungan dengan orang lain disekitar lingkunganya dan semua itu mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul hubungan Antara faktor pendorong perilaku membeli aksesoris yang sedang menjadi trend dengan kepercayaan diri Siswi Kelas XI Jurusan Sekertaris, SMK Kristen 1 Salatiga.
12
B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan signifikan antara faktor pendorong perilaku membeli aksesoris yang sedang menjadi trend dengan kepercayaan diri pada Siswi Kelas XI Jurusan Sekertaris, SMK Kristen 1, Salatiga? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara faktor pendorong perilaku membeli aksesoris yang sedang menjadi trend dengan kepercayaan diri pada remaja tingkat akhir Siswi Kelas XI Jurusan Sekertaris, SMK Kristen 1 Salatiga.
D. Manfaat penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain sebagai berikut :
13
!
" #
$
14
#
% &
#
& '
$ #
#
(
#
((
#
(((
#
(*
)
15
#
*
16