BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pakaian sejak jaman dulu dikenal sebagai usaha untuk melindungi diri dari pengaruh iklim dan cuaca. Pada masa itu, pakaian hanya sekedar menutup tubuh saja. Seiring dengan kemajuan jaman, pakaian berkembang kegunaannya. Pakaian tidak lagi hanya berfungsi sebagai penutup tubuh saja tetapi juga merupakan sarana aktualisasi diri pemakainya (Minggu Pagi No. 19, Agustus 2004). Berbicara tentang pakaian tentu akan menyinggung tentang mode. Mode adalah tentang gaya hidup dan semangat jaman (Kompas, Minggu 24 Juni 2001). Manusia selalu ingin menunjukkan tingkat kehidupan dan perkembangan dunia melalui trend mode, sehingga tidak akan muncul ungkapan ketinggalan jaman. Perubahan-perubahan yang sangat cepat di era globalisasi menuntut orang untuk tampil beda, lebih-lebih lagi pada bidang fashion. Sehingga mereka memerlukan suatu style atau mode yang dapat beradaptasi dengan suatu keinginan si pemakai serta mode-mode yang selalu baru. Yogyakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia yang sangat berpotensi dengan daya tarik seni dan budaya. Hal ini tentunya akan sangat mendukung perkembangan mode, yang juga merupakan salah satu bentuk seni budaya. Perkembangan mode di Yogyakarta juga harus didukung oleh pelaku dan peminat modenya. Untuk Yogyakarta, hingga tahun 2003, ada sekitar 14 orang perancang busana (desainer) yang tergabung dalam sebuah organisasi mode
1
APPMI (Asosiasi Pengusaha dan Perancang Mode Indonesia) Yogyakarta. Pada tahun 2004 jumlah perancang busana yang tergabung dalam APPMI Yogyakarta sudah bertambah menjadi 21 orang. Mereka mempresentasikan karya-karya mereka pada tanggal 8 Oktober 2004 dalam pagelaran busana yang bertajuk ‘Fashion Tendance’. Pagelaran busana ini diadakan setiap menjelang akhir tahun untuk memprediksi tren mode pada tahun yang akan datang (Minggu Pagi No. 27, Oktober 2004). Peminat mode di Yogyakarta tidak kalah dengan peminat mode di Jakarta, dilihat dari jumlah pengunjung yang dengan antusias mengikuti pagelaran busana yang diadakan di Yogyakarta, yaitu sekitar 350 – 400 orang dalam setiap pagelaran busana (wawancara dengan Ramadhani Abdul Kadir, anggota APPMI Yogyakarta). Respon kota Yogyakarta terhadap perkembangan mode sangat pesat, sehingga mempengaruhi orang untuk ikut terjun di dalamnya. Modelling semakin lama menjadi salah satu profesi impian di kalangan masyarakat kita. Model telah menjadi salah satu unsur penting dalam produksi sarana pemasaran di majalah, televisi, bahkan dalam dunia cyber (Fotomedia, 2002). Untuk itulah, Yogyakarta membutuhkan sebuah sekolah model yang dapat menelorkan model-model andal yang mempunyai wawasan yang luas tentang dunia mode. Di Yogyakarta, model belum dapat dikatakan sebagai profesi seperti yang sudah terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta. Tetapi dengan perkembangan mode yang terjadi saat ini, profesi sebagai seorang model lama kelamaan dapat digunakan sebagai lahan mata pencaharian yang dianggap sangat menguntungkan.
2
Peminat untuk menjadi model pun menjadi semakin mengingkat. Banyak remaja yang mulai berlomba-lomba untuk menjadi model baik itu secara otodidak maupun dengan mengikuti kursus. Melihat kebutuhan desainer akan model dan juga kebutuhan masyarakat akan sebuah wadah yang dapat menyalurkan potensi dan bakat dalam bidang modelling, maka dibutuhkan sebuah bangunan yang dapat menampung kegiatan tersebut, yaitu sekolah model. Sekolah model merupakan salah satu lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menciptakan model-model yang berkualitas dalam bidang mode. Di sekolah model ini, calon model tidak hanya diberi materi berjalan (catwalk), tetapi juga diberi pelajaran lain, seperti materi tentang etika berbusana, etika makan (table manner), etika pergaulan, dan cara merias wajah dan rambut. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas tentunya membutuhkan adanya ruangruang yang dapat menampung setiap aktifitas yang berbeda. Ruang-ruang yang dibutuhkan untuk beberapa aktifitas tersebut belum dapat dipenuhi oleh sekolah model yang ada di Yogyakarta karena kondisi ruangan kurang memberikan kenyamanan yang dapat menunjang keaktifan siswa. Hal ini disebabkan keterbatasan ruang yang membuat satu ruangan digunakan untuk beberapa kegiatan. Faktor di atas menggambarkan bahwa fasilitas untuk mendalami bidang modelling belum tersedia dengan baik, sehingga dibutuhkan bangunan sekolah model yang dapat menampung kegiatan belajar-mengajar dalam bidang modelling, khususnya kegiatan yag berhubungan dengan model catwalk. Dimana
3
dalam melakukan kegiatan tersebut, baik siswa maupun pengajar dapat merasa nyaman. Bangunan sekolah model ini berorientasi pada arsitektur modern, yaitu arsitektur Richard Meier. Arsitektur Richard Meier tidak menampilkan ornamen dan dekorasi lama tetapi menonjolkan tektonika (The Art of Construction). Tampilan bangunannya didominasi oleh bentuk geometri, tidak menonjolkan warna dan tekstur. Warna dan tekstur hanya ditampilkan sebagai aksen. “The aesthetic grows from the white architecture.” (J. Green, 1990).
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana merancang Sekolah Model di Yogyakarta yang dapat mewadahi potensi masyarakat dalam bidang modelling dengan arsitektur Richard Meier sebagai acuan perancangan bangunan.
1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan ini adalah merancang Sekolah Model di Yogyakarta yang dapat mewadahi potensi masyarakat dalam bidang modelling dengan arsitektur Richard Meier sebagai acuan perancangan bangunan.
1.4 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dalam pembahasan ini adalah :
Melakukan studi tentang sekolah model
4
Melakukan studi tentang Yogyakarta
Melakukan studi tentang potensi masyarakat dalam bidang modelling
Melakukan studi tentang kegiatan modelling
Melakukan studi tentang arsitektur Richard Meier
1.5 Lingkup Pembahasan
Sekolah model dibatasi pada sekolah untuk model catwalk
Yogyakarta dibatasi pada hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk gedung tersebut
Kegiatan modelling dibatasi pada kegiatan modelling yang berhubungan dengan model catwalk
Arsitektur modern Richard Meier dibatasi pada ciri umum Richard Meier dalam membuat karyanya
1.6 Metode 1. Mencari data
Wawancara Ditujukan pada para pengajar / instruktur sekolah model, agency model, pengelola sekolah model di Yogyakarta
Obervasi Pengamatan langsung pada sekolah model di Yogyakarta (New Next Models, LPK PAPMI Yogyakarta)
Studi pustaka / literatur
5
Mempelajari buku-buku tentang modelling, sekolah model, arsitektur Richard Meier
Studi banding Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Jakarta (Look Model Inc, OQ Modelling, dan Flash Model)
2. Metode analisis data
Kuantitatif, temuan-temuan dikomunikasikan dengan angka-angka (numerik) dan atau deengan statistik
Kualitatif,
temuan-temuan
dilomunikasikan
secara
naratif
(mempergunakan kata-kata) 3. Metoda perancangan
Menggunakan prinsip-prinsip arsitektur Richard Meier
1.7 Sistematika penulisan Bab 1 PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistematika penulisan
Bab 2 TINJAUAN SEKOLAH MODEL DI YOGYAKARTA Mengungkapkan tentang perkembangan mode, potensi masyarakat dalam bidang modeling, peranan sekolah model dalam perkembangan mode di Yogyakarta
6
Bab 3 TINJAUAN TEORITIS SEKOLAH MODEL DAN ARSITEKTUR RICHARD MEIER Mengungkapkan tinjauan teoritis sekolah model, pengertian peragaan busana dan elemen terkait, studi banding mengenai bangunan serupa yang ada di Jakarta dan arsitektur Richard Meier sebagai acuan perancangan bangunan
Bab 4 ANALISIS
KONSEP
PERENCANAAN
DAN
PERANCANGAN
Mengungkapkan mengenai analisis perencanaan dan pendekatan konsep perencanaan untuk bangunan Sekolah Model di Yogyakarta
Bab 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Mengungkapkan konsep-konsep dasar yang nantinya akan diwujudkan dalam gambar
7