BAB 1 PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Undang-undang No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan
dan
pusat
penelitian
medik
bagi
tenaga
kesehatan
yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit khususnya Instalasi Gawat Darurat (IGD) mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat kegawatdaruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to save life and limb) dengan respond time selama 5 menit dan waktu definitif < 2 jam (Basoeki et al., 2008). Kematian dan kesakitan pasien sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan, dimana salah satunya adalah dengan meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan. IGD memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya pasien kesuatu rumah sakit dimana pasien tersebut membutuhkan pelayanan rumah sakit secara intensif atau sering disebut juga sebagai penderita gawat darurat. Keadaan gawat darurat merupakan keadaan klinis dimana pasien membutuhkan tindakan medis
1 Universitas Sumatera Utara
2
segera guna menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut (UU RI nomor 44 tentang rumah sakit, 2009). IGD adalah unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin (Depkes RI, 2005). Jumlah dan kasus pasien yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan saja, dimana saja, serta menimpa siapa saja. Karena kondisinya yang tidak terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka diperlukn triage sebagai langkah awal dalam penanganan pasien di unit gawat darurat dalam kondisi sehari-hari, kejadian luar biasa maupun bencana. Kegagalan
dalam
penanganan
kasus
kegawatdaruratan
umumnya
disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis dalam mengenal keadaan resiko tinggi secara dini, masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, maupun kondisi ekonomi (Ritonga, 2007). Perawat dalam institusi rumah sakit merupakan suatu bagian dari seluruh proses pelayanan yang mempunyai peranan sangat besar. Selain itu perawat juga memiliki tempat yang penting dalam persentase layanan kesehatan, secara alami perawat mengembangkan model seperti: sikap terhadap organisasi rumah sakit dalam profesi keperawatan dan sikap terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja (Damiler & Sarlak, 2009). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), perawat merupakan salah satu petugas kesehatan IGD dalam suatu rumah sakit
yang
juga
dapat
berperan
penting
dalam
penanganan
pasien
Universitas Sumatera Utara
3
kegawatdaruratan di IGD. Seorang perawat IGD harus mampu bekerja dalam menanggulangi semua kasus gawat darurat, maka dari itu dengan adanya pelatihan kegawatdaruratan diharapkan setiap perawat IGD selalu mengupayakan efisiensi dan efektifitas dalam memberikan pelayanan. Sikap dan keterampilan petugas kesehatan IGD sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemilihan berdasarkan triage sehingga dalam penanganan pasien bisa lebih optimal dan terarah (Oman, 2008). Keterampilan
adalah
suatu
kemampuan
untuk
menerjemahkan
pengetahuan kedalam praktik sehingga tercapai hasil kerja yang diinginkan (Suprapto, 2009) Triage diambil dari bahasa perancis “trier” artinya pengelompokan atau memilih (Ignatavicius, 2006 dalam Krisanty, 2009). Florence Nightingale menggunakan konsep triage selama perang crime dengan cara memilah korban perang yang mungkin atau tidak mungkin bertahan hidup dan memerlukan perawatan lebih lanjut. Pada tahun 1960 triage mulai berkembang dan dilakukan di unit gawat darurat. Awalnya triage dilakukan oleh dokter atau tim yang terdiri dari dokter dan perawat, saat ini triage umumnya dilakukan oleh seorang perawat unit gawat darurat yang telah berpengalaman (Kartikawati, 2011). Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan prioritas penanganan pasien (Depkes RI, 2005). Sistem triage merupakan salah satu penerapan sistem manajemen risiko di unit gawat darurat sehingga pasien yang datang mendapatkan penanganan dengan cepat dan
Universitas Sumatera Utara
4
tepat sesuai kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Triage juga membantu mengatur pelayanan sesuai dengan alur pasien di unit gawat darurat. Penilaian triage merupakan pengkajian awal pasien unit gawat darurat yang dilakukan oleh perawat (Kartikawati, 2011). Triage memiliki fungsi penting di IGD terutama apabila banyak pasien yang datang pada saat waktu yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan kegawatannya untuk keperluan intervensi. Triage juga diperlukan untuk penempatan pasien ke area penilaian dan penanganan yang tepat serta membantu untuk menggambarkan keragaman kasus di IGD (Gilboy, 2005). Sesuai standar Depkes RI perawat yang melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan PPGD (Penanggulangan Pasien Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Support) (Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Rumah Sakit, 2005). Selain itu perawat triage sebaiknya mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang memadai karena harus terampil dalam pengkajian serta harus mampu mengatasi situasi yang kompleks dan penuh tekanan sehingga memerlukan kematangan profesional untuk mentoleransi stres yang terjadi dalam mengambil keputusan terkait dengan kondisi akut pasien dan mengahadapi keluarga pasien (Elliot et al., 2007, hlm 466). Berdasarkan kondisi tersebut menggambarkan bahwa tidak mudah bagi perawat untuk melaksanakan atau melakukan penerapan tindakan triage. Triage pada dasarnya memiliki 4 kategori warna dan Patient Acuity Categoriy Scale (PACS) yaitu kategori merah atau P1 (gawat darurat) dengan
Universitas Sumatera Utara
5
respon time 0-5 menit, kategori kuning atau P2 (gawat tidak darurat/ darurat tidak gawat) dengan respon time 5-15 menit, kategori hijau atau P3 (tidak gawat dan tidak darurat) dengan respon time 30-45 menit, kategori hitam atau P0 (meninggal sebelum sampai di IGD/ DOA Dath Of Arrival) dengan respon time 30-60 menit (Depkes, 2004). Menurut Sunaryo (2010) pada hasil penelitiannya tentang beberapa hasil pelaksanaan triage oleh perawat di IGD Rumah Sakit Immanuel Bandung antara lain memperlihatkan kegiatan survei awal sesuai dengan standard prosedur diantaranya sesuai dengan standard prosedur dengan kriteria baik 100%, penilaian prioritas sesuai prosedur dengan kriteria baik 96%, kegiatan tindakan triage sesuai prosedur dengan kriteria cukup sebesar 66%. Penelitian Gurning (2013) di RS Eka Hospital Provinsi Riau menyatakan bahwa. Hasil observasi awal 5 dari 10 tenaga kesehatan IGD dan termasuk perawat didalamnya melakukan kesalahan dalam penempatan pasien. Penempatan pasien yang dilakukan tidak sesuai dengan hasil triage. Observasi selanjutnya, peneliti menemukan bahwa terdapat sebagian petugas kesehatan IGD tidak melakukan triage pada saat menerima pasien baru, sebagian petugas juga melakukan triage pada saat pasien masih berada didepan pintu IGD atau pada saat pasien turun dari kendaraan padahal pasien yang mereka terima tidak dalam keadaan gawat darurat, kemudian pasien langsung di tempatkan berdasarkan hasil triage yang mereka lakukan didepan pintu IGD secara kasat mata dan tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu di tempat tidur.
Universitas Sumatera Utara
6
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui sikap dan keterampilan perawat dalam penerapan triage di IGD RSUD Dr. pirngadi Medan. 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap dan keterampilan perawat dalam penerapan triage di IGD RSUD Dr. pirngadi Medan. 3.
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana sikap perawat dalam penerapan triage di RSUD Dr. Pirngadi Medan? 2. Bagaimana keterampilan perawat dalam penerapan tindakan triage di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan?
4.
Tujuan Penelitian
4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui sikap dan keterampilan perawat dalam penerapan triage di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan. 4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi sikap perawat pada penerapan triage dalam upaya penanganan pasien di IGD RSUD Dr. Pirngadi. 2. Untuk mengidentifikasi keterampilan perawat pada penerapan triage dalam upaya penanganan pasien di IGD RSUD Dr. Pirngadi .
Universitas Sumatera Utara
7
5.
Manfaat
5.1 Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber ilmu keperawatan terkait dengan penerapan triage agar mampu memilah pasien berdasarkan prioritas untuk mencegah kematian dan kecacatan lebih lanjut. 5.2 Pelayanan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan tambahan informasi bagi perawat yang akan bekerja dalam praktek keperawatan, sehingga akan selalu menerapkan standar prosedur keperawatan yang telah ditetapkan dalam melakukan tidakan keperawatan terutama dibidang sikap dan keterampilan perawat dalam penerapan triage di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan. 5.3 Penelitian Keperawatan Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber data yang baru bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan sikap dan keterampilan perawat dalam penerapan triage di IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Universitas Sumatera Utara