BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Kurikulum 2013 kini sedang hangat dibicarakan oleh para guru, wali murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.Ada beragam pernyataan yang dilontarkan oleh masyarakat, baik ungkapan yang buruk ataupun yang baik.Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) karena telah memberikan porsi yang lebih besar kepada Pendidikan Agama dan Akhlak Mulia dalam Kurikulum 2013 dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Ada juga yang bilang bahwa “setiap ganti menteri ganti kurikulum”.
Mayoritas anggota Komisi X mengkritik pendampingan yang diberikan oleh Kemendikbud terhadap para guru terkait implementasi kurikulum ke peserta didik hingga buku ajar.Kurikulum 2013 banyak prakteknya, jadi banyak peralatan untuk praktek yang harus dibeli, jadi tambah biaya lagi orang tua bingung lagi. Kurikulum 2013 prakteknya susah dan membutuhkan kreatifitas guru dalam mengajar. Itulah beberapa komentar baik serta buruknya mengenai kurikulum 2013 dan masih banyak komentar dari masyarakat yang belum penulis sertakan.
Dari Kemdikbud,Indonesia diberkahi bonus demografi pada 20102035, yaitu jumlah penduduk usia produktif berada pada titik tertinggi. Agar
1
bonus tersebut tidak menjadi bencana demografi, pendidikan berperan penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. "Itulah kenapa kurikulum 2013 dikembangkan, untuk menjawab tantangan tersebut," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, saat sosialisasi kurikulum 2013 di Kediri.
Arah dari kurikulum 2013 adalah peningkatan kompetensi yang seimbang antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Tiga ini harus dimiliki. Yang dirisaukan orang bahwa anak-anak kita hanya memiliki kognitif saja, ini yang kita jawab. Kompetensi nantinya bukan urusan kognitif saja namun ada sikap, dan ketrampilan. Kompetensi ini didukung 4 pilar yaitu : produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Meskipun inovatif ini gabungan sifat produktif dan kreatif, namun kita taruh berdiri sendiri saja. Kalau seseorang produktif dan kreatif, tidak serta merta menjadi inovatif, tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk kalau ada dua hal tersebut. Kalau ada beras ada ikan belum tentu otomatis bisa dimakan,tapi kalau tidak ada beras tidak ada ikan otomatis tidak ada yang bisa dimakan. Syaratnya ada berasada ikan, imbuh mentri pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan karakter (sikap) penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan
2
belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter (sikap). Menyadari pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai
wadah
resmi
pembinaan
generasi
muda
diharapkan
dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Perubahan-perubahan kurikulum dibuat karena negara merasa output dari pendidikan masih banyak kekurangan pada siswa, terlebih pada perilaku siswa yang kurang beradab, sepertitidak sopan dengan guru dan orang tua, tidak jujur dalam ujian, tawuran, memakai narkoba, mengkonsumsi pornografi dan melakukan seks bebas, berbuat kekerasan terhadap teman, pemalakan, pedofilia, bahkan melakukan praktek prostitusi.Adapun alasan di luar kenakalan remaja dan bonus demografi adalah persepsi masyarakat terhadap kurikulum sebelumnya yang hanya mengedepankan aspek kognitif saja. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
3
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter secara terpadu di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Kurikulum 2013 bertujuan agar output siswa dari pendidikan selain memiliki pengetahuan juga memiliki karakter(sikap) dan ketrampilan.Dengan harapan yang sangat tinggi bahwa karakter siswa bisa berubah menjadi lebih baik, maka
pada tahun 2013 pula kurikulum 2013 mulai diterapkan di
sekolah. Penanaman karakter menjadi sangat penting dan bisa dijadikan pedoman pendidikan karakter pada masa mendatang, karena penanaman karakter anak akan berkembang ke sifat-sifat anak selanjutnya setelah dewasa.
4
Hanya saja, hasil dari pendidikan itu membutuhkan waktu beberapa lama.(Sumarna,2013). Kurikulum 2013 resmi diberlakukan di 6.329 sekolah dari jenjang SD hingga SMA di Indonesia mulai 15 Juli 2013. Di Jawa Tengah, berdasar data Sistem Elektronik Pemantauan Implementasi Kurikulum 2013 (Epik), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjuk 877 sekolah sebagai sekolah sasaran pemberlakuan kurikulum baru. SMP Al-Irsyad merupakan salah satu dari 6 sekolah sasaran pelaksana kurikulum 2013 di Surakarta yang ditunjuk sebagai pelaksana kurikulum 2013 ini. Memang sangat menarik pembahasan terkait pendidikan terlebih pada karakter siswa, sehingga penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan dari penerapan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika, khususnya di SMP Al-Irsyad Surakarta. B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, focus penelitian ini yaitu penerapan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter Siswa pada pembelajaran matematika di SMP Al-Irsyad Surakarta. Focus penelitian kemudian dirinci menjadi tiga sub focus. 1. Bagaimana cara (strategi) pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika? 2. Karakter apa saja yang ditanamkan pada siswa melalui pembelajaran matematika?
5
3. Kendalaapa saja saat pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan penerapan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan cara/strategi pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika. b. Mendeskripsikan karakter apa saja yang ditanamkan pada siswa melalui pembelajaran matematika. c. Mendeskripsikan kendala saat pelaksanaan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika, sehingga bisa dicari solusinya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan
pengetahuan tentang strategi penerapan kurikulum 2013 dalam penanaman karakter siswa pada pembelajaran matematika.Pengalaman yang telah
6
diperoleh dari penelitian ini diharapkan bisa memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran untuk kedepanya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memotivasi bagi peneliti dan guru khususnya guru matematika, untuk mempersiapkan diri menjadi pendidik yang mampu mengimplementasikan kurikulum 2013 khususnya pada pembelajaran matematika, sehingga menanamkan karakter siswa selain dibentuk dari belajar agama juga bisa melalui pembelajaran di sekolah. E. Daftar Istilah 1. Penerapan Penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. 2. Kurikulum 2013 Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan
7
sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. 3. Penanaman Penanaman adalah proses, cara, perbuatan menanam, menanami, atau menanamkan. 4. Karakter Siswa Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Karakter siswa adalah cara berpikir dan berperilaku siswa yang menjadi ciri khasnya untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 5. Pembelajaran Matematika Pembelajaranmatematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang didalamnya terkandung upaya guru ntuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa kemudian interaksi siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika.
8