BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis, terlebih dalam hal cita-cita
Cita-cita yang tidak realistis ini berasal tidak hanya dari keinginan diri sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, sehingga menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistis terhadap cita-citanya mengakibatkan remaja mudah menjadi marah dan menimbulkan sakit hati dan kecewa terhadap orang mengecewakannya atau kalau remaja tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan masalah dan tekanan. Ketika menjalani proses kehidupannya individu selalu berusaha mencari dan menemukan apa yang disebut dengan kebahagiaan. Berkaitan dengan hal tersebut Shaver dan Friedman (dalam Hurlock,2004) menyebutkan bahwa “beberapa esensi kebahagiaan atau keadaan sejahtera, kenikmatan atau kepuasan, diantaranya adalah sikap menerima (acceptance), kasih sayang (affection), dan prestasi (achievement)”. Sikap menerima orang lain dipengaruhi sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang baik.
Shaver dan
Feedman (dalam Hurlock, 2004) lebih lanjut mengatakan, “ kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaaan orang lain dan apa yang dimilikinya, mempertahankan keseimbangan antara harapan dan prestasi.
1
Berkaitan penerimaan diri sendiri, agar merasa puas dengan kehidupannya sehingga dapat mengganggap dirinya sendiri bahagia, remaja tidak hanya menyukai dan menerima diri sendiri tetapi merasa bahwa ia diterima orang lain. Ellis (2006) merumuskan penerimaan diri sebagai Unconditional Self Acceptance (USA), yang menggantikan Conditional Self Acceptance (CSA) atau penerimaan diri yang bersyarat. Dimana individu menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan diri dapat menggunakan layanan konseling kelompok. Konseling kelompok menurut Prayitno (2004) merupakan layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam kelompok. Dimana ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalahan, jika perlu menerapkan metodemetode khusus, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut. Konseling kelompok yang dapat digunakan untuk penerimaan diri adalah konseling realita. Glasser (1975) menyebutkan konseling realita adalah konseling yang mengarahkan semua klien terhadap realitas menuju keberhasilan dengan aspek nyata dan tidak nyata dari dunia. Jadi konseling realita dirancang untuk membantu individu dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dan dapat digunakan dalam konseling kelompok. Melalui penerapan prosedur-prosedur konseling kelompok realita proses kelompok menjadi kuat untuk membantu konseli dalam melaksanakan rencana-rencana dan komitmen-komitmennya. Pada konseling realita, perilaku bermasalah disebut dengan istilah yang dikemukakan Glessser (dalam Latipun 2006), yaitu ” identitas kegagalan”.
2
Identitas kegagalan itu ditandai dengan keterasingan, penolakan diri, dan irrasionalitas, perilaku kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan. Seperti halnya fenomena dalam penelitian ini, dimana siswa cenderung mengembangkan identitas kegagalan dan sulit menerima dirinya dengan kenyataan yang dialaminya. Keterkaitan penerimaan diri dan konseling realita dikaji dalam penelitian Akbar Heriyadi (2013) dengan judul Meningkatkan Penerimaan Diri (Self Acceptance) Siswa Kelas VIII melalui Konseling Realita di SMP Negeri 1 Bantarbolang Kabupaten Pemalang. Hasil menunjukkan bahwa self acceptance siswa sebelum mendapatkan konseling realita termasuk dalam kriteria rendah dengan presentase 48%. Setelah mendapatkan konseling realita mengalami peningkatan menjadi 64% dengsn kriteria sedang. Dengan demikin terjadi perubahan positif sebesar 16%. Hasil perhitungan uji wilcoxon sebelum dan setelah mendapatkan treatment, diperoleh Zhitung = 2,20>Ztabel = 0 dengan taraf signifikansi 5% sehingga dinyatakan bahwa Ha diterima. Dengan kata lain bahwa konseling realita dapat mengubah self acceptance rendah pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bantarbolang. Sedangkan penelitian Agis Setyaningsih (2012) yang berjudul Peningkatan Penerimaan Diri melalui Konseling Kelompok pada Siswa Kelas XI di MAN Pakem. Dari hasil pre-test dengan hasil post-test II subjek mengalami peningkatan penerimaan diri yait dengan hasil pre-test 71, setelah dilakukan tindakan dan posttest II meningkat menjadi 100,9. Skor 100,9 telah mencapai batas patokan
3
minimal yang ditetapkan yaitu 89,6 sebagai skor minimal penerimaan diri kategori penerimaan diri. Penulis melakukan penelitian kepada siswa SMP Negeri 9 Salatiga yang berdasarkan wawancara dengan guru BK yang mengampu kelas VIII, ternyata sebagian anak di kelas VIII, terutama kelas D memiliki penerimaan diri rendah. Pernyataan guru BK, antara lain latar belakang keluarga kurang mampu atau miskin menyebabkan siswa menjadi nakal dan sebagaian menutup diri, keadaan fisik yang tidak diterima membuat siswa menjauhkan diri dari pergaulan temannya, adanya rasa putus asa saat bersaing dalam mengejar prestasi, dan sebagian besar siswa tidak bisa menerima keunggulan prestasi dari temannya menyebabkan terjadinya permusuhan dalam kelas. Dari hasil pra-penelitian data awal tentang penerimaan diri siswa, penulis membagikan skala penerimaan diri berdasarkan aspek-aspek jersild kepada siswa kelas VIII D SMP Negeri 9 Salatiga, yang hasilnya sebagai berikut: Tabel 1.1 Tabel Hasil Skala Penerimaan Diri di Kelas VIII D Interval 56 – 90 91 – 125 126 - 160 161 - 195 196 - 230
Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Total Minimum Maximum
Frekuensi 4 8 8 6 7 33 56 230
Presentase 12,12% 24,24% 24,24% 18,2% 21,2% 100%
Dari tabel 1.1 dari penyebaran skala penerimaan diri masih ditemukan siswa yang memiliki penerimaan diri rendah dan sangat rendah yaitu 12 siswa.
4
Jadi 36,36% siswa membutukan konseling kelompok realita dan 63,64% siswa sudah mempunyai penerimaan diri. Untuk mengatasi penerimaan diri dapat menggunakan layanan konseling kelompok realita. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bawa konseling kelompok realita berpengaruh cukup signifikan terhadap peserta didik dalam penerimaan diri, oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian eksperimen dengan judul “Meningkatkan Penerimaan Diri (Self Acceptance) melalui Konseling Realita untuk Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Apakah layanan konseling kelompok realita dapat meningkatkan penerimaan diri (self acceptance) untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Salatiga tahun pelajaran 2013/2014?”
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan signifikansi penerimaan diri (self acceptance) melalui layanan konseling kelompok realita untuk siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Salatiga tahun pelajaran 2013/2014.
5
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritik Manfaat teorotik penelitian ini adalah memberi sumbangan teori bagi guru
BK mengenai layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan penerimaan diri. Apabila penelitian ini berhasil sejalan dengan hasil penelitian Akbar Heriyadi (2013) dengan judul judul Meningkatkan Penerimaan Diri (Self Acceptance) siswa kelas VIII melalui konseling realita di SMP Negeri 1 Bantarbolang Kabupaten Pemalang serta penelitian Agis Setyaningsih (2012) yang berjudul Peningkatan Penerimaan Diri melalui konseling kelompok pada siswa kelas XI di MAN Pakem.
1.4.2 1.4.2.1
Manfaat Praktis Bagi Guru Pembimbing Penelitian ini bermanfaat bagi guru pembimbing SMP Negeri 9 Salatiga dalam memanfaatkan layanan konseling kelompok realita untuk meningkatkan penerimaan diri siswa.
1.4.2.2
Bagi Peneliti Dapat
menerapkan
layanan
konseling
kelompok
realita
untuk
meningkatkan penerimaan diri siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Salatiga. 1.4.2.3
Bagi Siswa Dapat bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan penerimaan diri dan sebagai bahan evaluasi apakah selama ini siswa sudah memiliki kemampuan penerimaan diri.
6
1.5
Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu; Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penilitian dan Sistematika Penelitian. Bab II Landasan Teori, berisi tentang teori yang melandasi yaitu berisi penerimaan diri, konseling kelompok realita, penelitian yang terkait dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang Jenis Penelitian, Desain Penelitian, Prosedur Penelitian, Definisi Operasional, Subjek Penelitian, Variabel Penelitian, Instrumen Penelitian, Uji Coba Instrumen, Uji Homogenitas, Teknik Analisis Data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil dan pembahasan penelitian. Bab V Penutup berisi, Simpulan dan Saran
7