BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Penelitian Informasi akuntansi yang berhubungan dengan kegiatan operasional
perusahaan merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Salah satu sumber informasi tersebut adalah laporan keuangan. Laporan keuangan menunjukkan
apa yang telah
dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan juga
dapat memberikan
informasi yang berguna bagi investor dan kreditur untuk meramalkan, membandingkan, dan menilai potensi arus kas menurut jumlah, waktu, dan dengan memerhatikan ketidakpastian lainnya (Harahap, 2004). Walaupun semua isi dari laporan keuangan yang ada bermanfaat bagi para pemakai, namun biasanya perhatian lebih banyak ditujukan pada informasi laba. Laba yang meningkat dari periode sebelumnya mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan adalah bagus dan hal ini dapat mempengaruhi peningkatan harga saham perusahaan.
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1
menyebutkan bahwa informasi laba pada umumnya merupakan faktor penting dalam menaksir kinerja atau pertanggung-jawaban manajemen dan informasi laba tersebut membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas “earning power” perusahaan pada masa yang akan datang. Perhatian investor yang sering terpusat pada informasi laba, tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earnings
Universitas Sumatera Utara
management) (Agriyanto, 2006). Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia. Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma, Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal,2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian laporan keuangan PT Kimia Farma, Tbk, yaitu kesalahan dalam penilaian persediaan barang
jadi
dan
kesalahan
pencatatan
penjualan.
Kesalahan
tersebut
mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar 32,7 miliar. Kasus lainnya terjadi pada PT Indofarma, Tbk pada tahun 2004. Bapepam menemukan bahwa terdapat nilai barang dalam proses PT Indofarma Tbk lebih tinggi dari nilai yang seharusnya overstated sebesar 28,8 miliar dalam laba perusahaan (http://www.bapepam.go.id). Namun demikian praktik manajemen laba cukup banyak mengundang kontroversi. Di satu sisi manajemen laba merupakan tindakan yang tidak menyalahi peraturan yang ada dan berlaku umum, di sisi lain manajemen laba dipandang sebagai bentuk pemanipulasian akuntansi (Juniarti dan Carolina, 2005). Fitriyani, at al (2012) mengatakan Fraudalent Accounting adalah salah satu bentuk manajemen laba, dimana hal ini merupakan pilihan akuntansi yang melanggar General Accepted Accounting Principles (GAAP). Informasi laba penting dalam proses pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan keuangan. Hal tersebut mendorong manajemen berusaha untuk mengelola laba dalam usahanya membuat entitas tampak lebih bagus secara finansial. Salah satu tindakan manajemen atas laba yang dapat dilakukan oleh manajemen adalah tindakan perataan laba. Kazemi dan Nouri (2012) menuliskan: Purposeful intervention in external financial reporting to meet one 's own
Universitas Sumatera Utara
interests is called earning management whose one aspect is earning smoothing ; It refers to a purposeful action and using specific tools in accounting to reduce volatility in earnings by management. Dengan kata lain bahwa intervensi tujuan dalam pelaporan keuangan eksternal untuk memenuhi kepentingan sendiri disebut manajeman laba yang salah satu aspeknya adalah perataan laba. Hal ini mengacu pada sebuah tindakan sengaja dan menggunakan alat akuntansi tertentu untuk mengurangi fluktuasi laba oleh manajemen. Dalam hal ini, manajemen menggunakan celah-celah dalam prinsip akuntansi untuk mencapai tujuannya yaitu: mengurangi fluktuasi pelaporan penghasilan dengan cara memanipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil, stabilitas posisi manajemen yang bersangkutan, kemakmuran pribadi dan keamanan kerjanya, (Wijayanti dan Rahayu , 2008). Selain itu Beidleman (1973). Menyatakan Perataan laba merupakan upaya manajemen untuk mengurangi variasi abnormal earning dalam konteks prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang masih diijinkan
Ada beberapa motivasi manajemen dalam melakukan perataan laba, (1) Evaluasi kinerja seorang manajer: Manajer akan meningkatkan kinerja dengan perataan laba. (2) Sebuah stabilitas nilai saham pasar: Perusahaan yang tertarik dalam memenuhi kebutuhan keuangan mereka dengan penjualan saham
akan
terlibat
dalam
perataan,
karena
fluktuasi
laba menyebabkan fluktuasi harga saham yang dapat mencegah investor untuk membeli saham. (3) Motivasi Pajak: Dengan perataan laba, perusahaan mungkin membayar sedikit pajak (Hejazi at al.). Motivasi manajemen menurut penelitian lainnya adalah bahwa faktor-faktor yang memotivasi manajer melakukan
Universitas Sumatera Utara
manajemen laba, yaitu: bonus purpose (rencana bonus), debt convenant (kontrak utang jangka panjang), political motivation (motivasi politik), taxation motivation (motivasi perpajakan), pergantian ceo (chief executive officer), initial public offering (penawaran saham perdana), (Scott, 2000). Penelitian mengenai perataan laba sudah banyak dilakukan. Di Indonesia antara lain dilakukan oleh Juniarti (2005), Agriyanto (2006), Wijayanti dan Rahayu (2008), Budiasih (2009), Restuningdiah (2010), Noviana dan Yuyetta (2012). Penelitian internasional juga telah banyak dilakukan antara lain, Hejazi at al., dan Kazemi dan Nouri (2012). Hal ini menunjukkan bahwa praktik perataan laba terdapat pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dan begitu juga di pasar saham di berbagai Negara. Beberapa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perataan laba memberi pengaruh positif dan pengaruh negatif terhadap reaksi pasar. Restuningdiah (2010) menyimpulkan adanya pengaruh negatif perataan laba terhadap reaksi pasar, sedangkan Khaldoum menyimpulkan adanya efek positif dari perataan laba pada peningkatan abnormal return. Konsep perataan laba mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak risiko. Reaksi pasar terhadap praktik manajemen laba akan positif jika manajemen laba mengisyaratkan kondisi perusahaan yang lebih baik, dan sebaliknya pasar akan memberikan reaksi negatif jika manajemen laba mengisyaratkan kondisi perusahaan yang lebih buruk (Wahyuningsih, 2007). Kondisi perusahaan salah satunya bisa dilihat dari informasi pengumuman laba. Menurut Jogiyanto (2003) pengumuman laba perusahaan dapat dengan mudah diinterpretasikan sebagai kabar baik atau kabar buruk. Jika laba meningkat dari laba
Universitas Sumatera Utara
periode sebelumnya, maka dapat diartikan sebagai kabar baik, dan sebaliknya jika laba menurun dapat diartikan sebagai kabar buruk.
Oleh karena itu
investor
biasanya lebih cenderung menyukai laba yang tidak terlalu berfluktuasi (Januar dan Suryono, 2007). Pengumuman laba dapat menyebabkan pelaku pasar bereaksi secara signifikan terhadap pengumuman laba (Istikhorah, 2001). Reaksi pelaku pasar modal terhadap informasi yang dipublikasikan di pasar modal dapat diproksikan dengan variabel abnormal return dan volume perdagangan saham. Perubahan harga saham akan dapat menggambarkan bentuk efisiensi pasar modal. Semakin efisien pasar, maka semakin cepat informasi tersebut terefleksi dalam harga saham (Subekti, 2005). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ball dan Brown (1968) yang menyatakan bahwa pengumuman laporan keuangan memiliki kandungan informasi, yang reaksinya ditunjukkan dengan
variabilitas return saham pada minggu saat
pengumuman laporan keuangan.
Beberapa penelitian mengenai perataan laba terhadap reaksi pasar memberikan hasil yang berbeda-beda. Assih dan Gudono (2000)
dalam
Restuningdiyah (2010) mengungkapkan bahwa antara perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba mempunyai reaksi laba yang berbeda, sedangkan Subekti (2005) memberi kesimpulan bahwa reaksi pasar modal Indonesia tidak berbeda untuk perusahaan yang melakukan perataan laba maupun yang tidak melakukan perataan laba. Restuningdiyah (2010) menyatakan adanya pengaruh negatif perataan laba terhadap reaksi pasar yang berarti semakin tinggi tindakan perataan laba maka semakin rendah reaksi pasar terhadap informasi laba perusahaan. Agriyanto (2006) mengungkapkan bahwa tidak terdapat perbedaan reaksi pasar antara kelompok perusahaan perata laba dan bukan perata laba.
Universitas Sumatera Utara
Mudjiono (2010) menyimpulkan penelitiannya bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara perataan laba terhadap CAR secara parsial, artinya tidak ada bedanya antara perilaku perataan laba dengan non perataan laba terhadap reaksi pasar. Selain itu penelitian Khafid (2002) memberikan kesimpulan jika reaksi pasar atas pengumuman laba ditentukan melalu cumulative abnormal return selama periode pengamatan I (enam hari sebelum pengumuman laba sampai dengan pada saat pengumuman laba), maka hasilnya tidak terdapat perbedaan reaksi pasar antara kelompok perusahaan perata dan bukan perata laba terhadap pengumuman laba. Jika reaksi pasar atas pengumuman laba ditentukan melalui cumulative abnormal return selama periode pengamatan III (saat dilakukan pengumuman laba sampai dengan enam hari setelah pengumuman laba), maka diperoleh hasil bahwa terdapat perberdaan reaksi pasar antara kelompok perusahaan perata laba dan buka perata laba. Terdapatnya perbedaan hasil berbagai penelitian mengenai pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar, memotivasi peneliti untuk menguji peran variabel moderating terhadap hubungan perataan laba dengan reaksi pasar. Serta masih sedikitnya penelitian yang mengkaji variabel-variabel yang dapat memoderasi hubungan tersebut menjadi motivasi dilakukannya penelitian ini. Dalam penelitian ini memberikan variabel pemoderasi yaitu komite audit dan komisaris independen yang mungkin dapat mempengaruhi hubungan perataan laba dengan reaksi pasar. Penelitian Suaryana (2005) menunjukkan bahwa pasar menilai laba yang diperoleh oleh perusahaan yang membentuk komite audit memiliki kualitas laba yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
membentuk komite audit. Demikin juga halnya dengan komisaris independen, penelitian Gantyowati dan Nugroho (2009) menunjukkan bahwa keberadaan Komisaris Independen memiliki pengaruh terhadap penurunan asimetri informasi di sekitar tanggal pengumuman laba. Sehingga dengan informasi tersebut, diharapkan investor tidak mengambil kesalahan dalam bereaksi di pasar modal.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh positif perataan laba, komite audit, komisaris independen terhadap reaksi pasar secara parsial maupun simultan? 2. Apakah komite audit
memoderasi pengaruh perataan laba terhadap reaksi
pasar? 3. Apakah komisaris independen memoderasi pengaruh perataan laba dengan reaksi pasar?
1.3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh perataan laba, komite audit, dan komisaris independen terhadap reaksi pasar secara parsial dan simultan. 2. Untuk menganalisis komite audit sebagai variabel pemoderasi pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar. 3. Untuk menganalisis komisaris independen sebagai variabel pemoderasi pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapakan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi investor, calon investor dan pelaku pasar lainnya berguna sebagai pengetahuan dalam memandang dan menilai laba yang dilaporkan dalam pengambilan keputusan. 2. Bagi peneliti sendiri dapat digunakan sebagai pembanding hasil riset penelitian yang berkaitan dengan reaksi pasar pada Bursa Efek Indonesia. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian tentang reaksi pasar pada Bursa Efek Indonesia.
1.5 Originalitas Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Mudjiono (2010) yang menganalisis tindakan perataan laba terhadap reaksi pasar dengan kualitas auditor dan kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan yang listed di bursa efek Indonesia periode 2004 sampai dengan 2006. Penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara perata laba terhadap cummulative abnormal return (CAR) secara parsial, artinya tidak ada bedanya antara perilaku perata laba dengan bukan perata laba terhadap reaksi pasar. Penelitian ini juga memberi kesimpulan bahwa kualitas audit dan kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi terhadap CAR. Berdasarkan saran dari penelitian Mudjiono untuk menemukan aspek lain yang mempengaruhi investor dalam merespon tindakan perataan laba, maka dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini penulis meneliti apakah komite audit dan komisaris independen sebagai variabel pemoderasi pengaruh perataan laba dengan reaksi pasar. Komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan. Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan (Suaryana, 2005). Hal itu sejalan dengan fungsi komisaris independen yaitu mengawasi kinerja manajemen perusahaan agar perusahaan berjalan sesuai dengan harapan pemilik (Gantyowati dan Nugroho, 2009). Perbedaan lainnya adalah populasi dalam penelitian sebelumnya hanya terbatas pada perusahaan manufaktur, tambang dan agro bisnis. Penelitian ini memperluas populasi menjadi perusahaan non perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Universitas Sumatera Utara