BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk meraih keterampilan kognitif dan sikap saja, sekolah juga merupakan tempat berlangsungnya perkembangan kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas dan mengembangkan pemahaman diri yang telah muncul semenjak masa bayi. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang mesti dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Pemenuhan terhadap tugas perkembangan dapat dibantu melalui proses pendidikan. Menurut Averoz (2008) diharapkan setiap siswa memperoleh pendidikan secara wajar menuju proses pendewasaan. Proses pendewasaan hakikatnya adalah tugas keluarga dengan lingkungan yang kondusif. Kendatipun demikian sekolah merupakan salah satu lembaga yang membantu proses pendewasaan serta membentuk manusia muda menuju kematangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK di SMK Saraswati Salatiga, masalah yang dimiliki siswa cukup beragam. Salah satunya masalah yang disebabkan oleh faktor emosi. Pada saat kegiatan belajar mengajar dan kegiatan lain di lingkungan sekolah yang sering terjadi antara lain siswa suka mencari alasan bila melakukan kesalahan agar dapat menghindar dari hukuman. Di karenakan siswa belum mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik. Contoh nyata yang terjadi di sekolah ini 1
ketika siswa berpakaian tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan oleh sekolah, padahal siswa sudah mengerti bahwa itu melanggar tetapi mereka masih melakukannya. Hal ini terjadi karena emosi siswa yang cenderung belum matang atau masih labil, sehingga dengan layanan teknik role play diharapkan bisa membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh siswa. Metode simulasi (role playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera kedalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi (Sudjana, 2009). Menurut Havighurst (dalam Monks,1991) perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang dapat dipenuhi. Tugas ini dalam masa tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Ada sejumlah tugas perkembangan remaja berusia 12-18 tahun yaitu: perkembangan aspek-aspek biologis, menerima peranan dewasa berdasarkan dengan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri, mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan atau orang dewasa yang lain, mendapatkan pandangan hidup sendiri, merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri. Tercapai atau tidaknya tugas perkembangan seseorang ditentukan oleh tiga faktor yaitu, kematangan fisik, desakan dari masyarakat dan motivasi dari individu sendiri yang bersangkutan. Remaja atau “Adolescence” yang berarti “tumbuh” menjadi dewasa”. Istilah “adolescence” mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan
2
mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Piaget (dalam hurlock,1994) secara psikologis, masa remaja adalah masa usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi sosial. Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), kematangan emosi adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal. Berdasarkan pendapat diatas kematangan emosional remaja adalah kondisi dimana remaja mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik tanpa terpengaruh oleh rangsangan dari dalam maupun dari luar dirinya di tengah-tengah situasi sosial, sebaliknya dimana remaja yang belum mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya belum bisa dikatakan matang emosinya, remaja tersebut perlu mendapat layanan lebih lanjut.
3
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah teknik role play dapat meningkatkan kematangan emosional pada siswa kelas X Teknik Mesin SMK Saraswati Salatiga tahun ajaran 2013/2014? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kematangan emosional pada siswa kelas X Teknik Mesin SMK Saraswati Salatiga tahun ajaran 2013/2014 menggunakan teknik role play. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritik Manfaat teoritik dari penelitian ini apabila dalam penelitian ini ditemukan hasil bahwa ada peningkatan yang signifikan kematangan emosional siswa kelas X Teknik Mesin di SMK Saraswati Salatiga tahun ajaran 2013/2014 melalui teknik role play tentang kematangan emosional. Maka temuan ini sejalan dengan penelitian Kristiyani (2010) dan Heydemans (2009) yang menyatakan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kematangan emosional remaja.
4
1.4.2. Manfaat praktis a. Bagi Guru 1) Dapat
digunakan
oleh
guru
pembimbing
untuk
merencanakan layanan BK dalam membantu meningkatkan kematangan emosional siswa. 2) Adanya
pelayanan
meningkatkan
bimbingan
kesadaran
guru
kelompok
dapat
pembimbing
untuk
menerapkan dan mengembangkan pelatihan ini. b. Bagi Peneliti Dapat menerapkan layanan teknik role play untuk meningkatkan kematangan emosional pada siswa kelas X Teknik Mesin SMK Saraswati Salatiga. c. Bagi Siswa Dapat bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kematangan emosional dan sebagai bahan evaluasi apakah selama ini siswa sudah mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik dalam situasi sosialnya.
5