1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate Governance (GCG) atau lebih dikenal dengan tata kelola perusahaan.Bermanfaat sebagai suatu perangkat yang dapat menciptakan pengelolaan bisnis sesuai dengan prinsip – prinsip di era globalisasi sekarang.Dengan adanya hal ini, diharapkan bisnis perusahaan lebih berkembang, dapat menangani persaingan bisnis yang semakin ketat tiap harinya, yang diharapkan dapat memberikan manfaat langsung terhadap kelangsungan hidup perusahaan.Ini dikarenakan sistem di dalam perusahaan yang lebih tertata, sehingga membuat kegiatan dalam perusahaan lebih dapat terarah dan terkendali. Pengertian good corporate governance secara umum adalah sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit, hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi (Triwahyuningtias, 2012). Menurut Bodroastuti (2009) mekanisme corporate governance dapat menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga konflik antara pihak agen dan principal yang berdampak pada agency cost dapat dihindari.
1
2
Menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD), terdapat lima pilar dalam prinsip-prinsip corporate governance yaitu fairness (keadilan), transparancy (transparansi), accountability (akuntabilitas), responsibility (pertanggungjawaban), dan independency (independensi). Kelima pilar tersebut penting karena dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan secara konsisten dan juga dapat menjadi penghambat dalam aktivitas rekayasa kinerja yang dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan, selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan (disclosure) semua informasi kinerja keuangan perusahaan secara akurat, tepat waktu dan transparan. Corporate governance diperlukan untuk mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar bertindak tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri namun juga menguntungkan seluruh stakeholder termasuk pula pemilik perusahaan, atau dengan kata lain untuk menyamakan kepentingan antara pengelola dengan stakeholder perusahaan. Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 – 1998, dimana perusahaan – perusahaan yang mendominasi pasar di Indonesia mengalami kebangkrutan, karena krisis ekonomi yang berkepanjangan banyak perusahaan yang ditutup (dilikuidasi) hal ini terjadi bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya Good Corporate Governance (GCG).
3
Lemahnya penerapan Corporate Governance ini di Indonesia diyakini sebagai faktor yang menyebabkan kondisi perekonomian memburuk, diantaranya adalah perusahaan kurang transparan terkait kinerja keuangan, tidak efektifnya kinerja komite audit, hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen semakin terpisah, dan pengembalian keputusan perusahaan terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan serta semakin tidak terkendali pengelolaannya. Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para perilaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan good corporate governance (GCG) suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan penandatanganan perjanjian Letter of Intent (LOI) dengan IMF tahun 1998 (Emirzon, 2007:32). Crutcley (dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006) menyatakan bahwa di Indonesia, isu tentang penerapan good corporate governance cukup berkembang pesat, hal ini disebabkan karena walaupun dalam penerapannya membutuhkan biaya namun dengan adanya kontrol yang ketat, menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan . Dengan adanya penerapan corporate governance yang baik, manajer perusahaan akan selalu mengambil tindakan yang tepat dan tidak mementingkan diri sendiri, serta dapat melindungi stakeholders perusahaan. Penerapan mekanisme corporate governance yang baik akanmemperbaiki tingkat kesehatan keuangan.Dimana tolak ukurnya mengarah kepada financial distress.
4
Penelitian Deviacita dan Achmad (2012) serta penelitian Mayangsari (2015) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan keahlian komite audit berpengaruh positif terhadap financial distress.Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Wardhani (2006). Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya likuidasi atau kebangkrutan (Platt dan Platt 2002). Apabila masalah ini terus dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Dalam permasalahan keuangan perusahaan akan ada beberapa pihak yang tertekan yaitu stakeholder dan shareholderperusahaan. Hal ini dapat menjadi latar belakang dari pengembangan penelitian model financial distress untuk dapat memprediksi tingkat kesehatan keuangan perusahaan lebih awal yang selanjutnya dapat dilakukan tindakan antisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Sering kali masalah keuangan perusahaan terjadi karena beberapa faktor misalnya, penundaan pengiriman, kerugian penjualan yang terjadi terus-menerus, penurunan kualitas produk, bencana alam yang membuat aset perusahaan rusak, penundaan pembayaran tagihan pada kreditor, kondisi perekonomian negara yang kurang stabil, atau bahkan disebabkan karena sistem tata kelola perusahaan yang kurang baik. Jika beberapa faktor penyebab permasalahan keuangan tersebut dapat
5
diketahui lebih awal melalui beberapa model financial distress yang telah dikembangkan, maka perusahaan dapat menghindari terjadinya kebangkrutan. Corporate governance sudah cukup mampu menjelaskan perbedaan kinerja antar perusahaan dan perbedaan kinerja antar negara selama periode krisis dalam suatu negara tertentu.Pada kondisi krisis corporate governance dapat memberikan pengaruh yang signifikan. Perusahaan dengan penerapan GCG akan mengalami perbaikan dalam hal perbaikan citra dan peningkatan nilai perusahaan. Hanya saja penelitian tentang variasi penerapan corporate governance di tingkat perusahaan masih sangat sedikit dilakukan. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme corporate governance sendiri, peneliti akan menguji pengaruh ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran komite audit. Ukuran dewan direksi memberi pengaruh terhadap mekanisme corporate governance.Dewan direksi merupakan salah satu organ perusahaan yang menentukan kebijakan strategi yang diambil oleh perusahaan baik kebijakan strategi jangka panjang maupun strategi jangka pendek. Ukuran dewan komisaris dalam perusahaan berperan dalam fungsi pengawasan atas implementasi kebijakan dan tindakan direksi, dan memberikan nasihat kepada direksi bila diperlukan.Dengan begitu, antara pihak dewan direksi dan pihak pemegang saham permasalahan keagenan yang terjadi dapat diminimalisir.Oleh sebab itu, fungsi pengawasan dewan komisaris merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian.
6
Oleh karena itu, dewan komisaris diharapkan dapat mengawasi kinerja dewan, sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Wardhani, 2006). Kepemilikan manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan (Nur’aeni, 2010). Peningkatan efektivitas aktivitas monitoring perusahaan akan timbul dengan adanya kepemilikan manajerial dalam sebuah perusahaan. Selain itu, Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.Kepemilikan institusional merupakan proporsi atau jumlah saham biasa yang dimiliki oleh para pihak institusional. Adanya tingkat kepemilikan oleh pihak investor institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih tinggi agar dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatian terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi perilaku memetingkan diri sendiri. Di sisi lain, adanya komite audit juga memberikan pengaruh terhadap mekanisme good corporate governance. Komite audit bertugas mengurangi intervensi direksi terhadap angka akuntansi sampai tingkat minimal sehingga laporan keuangan disajikan secara wajar dan dapat lebih diandalkan bagi pemegang saham dalam mengambil keputusan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Struktur pengendalian internal perusahaan dijalankan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dijalankan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dijalankan oleh manajemen.
7
Untuk menilaitingkat kesehatan keuangan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan. Sebagai dasar acuan pengukuran kesehatan suatu
perusahaan,
laporan keuangan dapat digunakan melalui rasio keuangan yang ada di perusahaan tersebut. Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan – keputusan investasi dan pendanaan. Ukuran kesehatan suatu perusahaan dapat dilihat dari distribusi aktiva, hasil usaha yang telah dicapai, keefektivan penggunaan aktiva, kemampuan dalam menjalankan usaha, kewajiban yang harus dilunasi, dan potensi kebangkrutan yang akan terjadi. Sementara itu, untuk menilai kinerja perusahaan dapat menggunakan rasio keuangan, karena dalam rasio keuangan mengandung informasi penting mengenai kondisi dan kinerja yang telah dicapai suatu perusahaan untuk suatu periode tertentu. Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak (Almilia, 2003) Pihak – pihak yang menggunakan model tersebut meliputi : 1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
8
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan. 4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust regulation. 5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan. 6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan. Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan telah dikembangkan oleh beberapa penelitian untuk mengetahui manfaatnya.Edward I Altman pada tahun 1968 telah melakukan penelitian pertama kali untuk mengkaji tentang manfaat analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan.Banyak peneliti yang mengembangkan penelitian untuk memperbaiki model kebangkrutan Altman sejak tahun itu.
9
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya Almilia (2003) menyatakan bahwa hanya tiga persamaan merupakan model terbaik dengan empat rasio keuangan yang dominan yaitu rasio profit margin (laba bersih dibagi dengan penjualan); rasio financial leverage (hutang lancar dibagi dengan total aktiva); rasio likuiditas (aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar); dan rasio pertumbuhan (pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva). Penelitian Mayangsari (2015) menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap financial distress dan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widarjo dan Setiawan (2009) yang menunjukkan bahwa current ratio tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan tiga rasio keuangan yang diambil berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi acuan bagi peneliti. Rasio tersebut yaitu rasio profitabilitas, rasio financial leverage dan rasio likuiditas. Rasio tersebut akan digunakan untuk menguji pengaruh dari rasio keuangan terhadap financial distress. Rasio profitabilitas diukur dengan menggunakan laba bersih dibagi dengan total aset. Rasio ini akan menunjukkan seberapa efekif pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Menurut teori, apabila rasio ini semakin tinggi maka semakin efisien pula perusahaan dalam menekan biaya-biaya yang ada, sehingga laba perusahaan dapat meningkat.
10
Rasio financial leverage diukur dengan menggunakan hutang lancar dibagi dengan total aset. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis terhadap risiko ini diperlukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Menurut teori, rasio hutang lancar dibagi dengan total aset mempunyai hubungan dengan financial distress karena semakin besar nilai rasio ini menandakan semakin besar jumlah aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang lancar, sehingga kemungkinan perusahaan terhadap kondisi financial distress akan semakin tinggi (Pattynasarani, 2010). Rasio Likuiditas diukur dengan menggunakan aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar.Rasio Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek.Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar.Menurut teori, rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban – kewajiban lancar.Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar maka semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya dan semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, peneliti ingin mengambil judul Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap Kemungkinan Financial Distress.
11
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh mekanisme
good corporate governance terhadap
tingkat kesehatan keuangan? 2. Apakah ada pengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap tingkat kesehatan keuangan?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk
menguji
pengaruh
mekanisme
good
corporate
governance
terhadaptingkat kesehatan keuangan
2. Untuk menguji kinerja keuangan perusahaan terhadap tingkat kesehatan keuangan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut a. Kontribusi Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kondisi tingkat kesehatan keuanganperusahaan, guna diharapkan mendorong
12
pihak perusahaan untuk melakukan pengungkapan laporan keuangan secara jujur dan terbuka serta menyajikan dengan sebenarnya. b. Kontribusi Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan informasi terkini bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengetahui Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap Tingkat Kesehatan Keuangan.Perusahaan yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Periode penelitian yang digunakan selama 5 tahun mulai tahun 2010 sampai 2014.