BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. Dengan semakin berkembangnya perekonomian didunia ini, secara tidak langsung persaingan akan semakin banyak dan beragam, para produsen juga dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi akibat persaingan yang semakin ketat. Persaingan yang semakin ketat potensial memunculkan pesaing – pesaing serupa yang semula tidak ada, perusahaan juga dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa perusahaan bukan lagi pemain tunggal dalam suatu bisnis. Persaingan yang timbul bukan hanya dari produk yang berbeda tetapi juga dari produk serupa, dalam hal ini tentunya hanya mengandalkan suatu metode lama tidak akan lagi efektif didalam merebut pasar, persaingan yang semakin ketat telah mengakibatkan konsumen memiliki semakin banyak pilihan, dengan semakin banyaknya pilihan konsumen akan mencoba untuk melakukan suatu perbandingan, dalam hal ini perbandingan tidak hanya berupa harga tetapi juga kualitas. Perusahaan P.T. X merupakan suatu perusahaan yang juga bermasalah dengan hal yang berkaitan dengan mutu. P.T. X selama ini tidak menjalankan suatu perlakuan yang dianggap bisa meningkatkan mutu dari produk perusahaan. P.T. X juga mempunyai suatu keinginan untuk meningkatkan mutu dari produk
2
perusahaan, hal ini jelas berkaitan dengan pembahasan di mana pesaing yang semakin banyak bermunculan menimbulkan persaingan tersendiri dalam pasaran. Peningkatan mutu juga didukung dengan salah satu target maupun rencana jangka panjang dari perusahaan yakni mampu melakukan ekspor, minat perusahaan terhadap pasar luar negeri memberikan dorongan tersendiri bagi perusahaan untuk selalu mencoba memperbaiki dan meningkatkan mutu dari perusahaan. P.T. X selama ini tidak melakukan suatu upaya untuk memperbaiki mutu produk perusahaan, hal ini tercermin dari tidak adanya suatu metode untuk mengendalikan mutu dalam perusahaan. Berbicara tentang pengendalian yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu, maka dalam hal ini P.T. X mengendalikan mutu hanya pada sebatas periksa dan tolak, tetapi tidak mempunyai suatu batasan penerimaan terhadap suatu produk output. Dari beberapa pengamatan yang telah dilakukan terlihat dengan jelas bahwa jumlah produk cacat tidak mendapatkan suatu perhatian dari pihak perusahaan, perhatian dalam hal ini yang dimaksud adalah penelusuran tentang penyebab kecacatan yang terjadi dan juga suatu batasan penerimaan produk. Perusahaan menurut penuturan dari pihak Direktur Utama yakni Bapak Dedi Husni Lie, MBC, pihaknya sedang mempunyai suatu rencana jangka panjang untuk melakukan ekspor. Keinginan yang kuat untuk melakukan ekspor terhambat oleh satu faktor yang bernama “mutu”, pihak perusahaan mengakui bahwa mutu produk perusahaan masih jauh dari layak jika diinginkan untuk melakukan ekspor, bahkan untuk sekedar bersaing untuk pasar dalam negeri juga
3
perusahaan mengalami kesulitan. Menurut penuturan dari General Manager P.T. X yakni Ibu Lanny, beliau mengakui bahwa dampak dari permasalahan mutu adalah perusahaan tidak mampu lagi memperluas pasar bisnis implikasi hasil tersebut adalah profit perusahaan terus menerus menurun, sehingga perusahaan terus memforsir untuk produksi aluminium profil untuk kelas bawah yang memang tidak terlalu diperhatikan masalah mutu tetapi masalah harga, dan satu permasalahan lainnya yakni target awal perusahaan yaitu aluminium profil yang digunakan sebagai bahan bangunan, namun terbatas pada masalah mutu sehingga aluminium profil perusahaan sekarang hanya terfokus pada beberapa keperluan rumah tangga seperti (rak handuk, rak piring, kusen pintu, dll.). Pengawasan dan pelaksanaan secara serius terhadap mutu mutlak dilakukan oleh perusahaan – perusahaan di zaman sekarang. Salah satu perkembangan ilmu yang mengantisipasi masalah tersebut adalah Statistical Process Control atau dikenal juga dengan singkatan SPC. Dimana penerapan SPC diharapkan bisa mengatasi sebagian masalah mengenai mutu yang timbul di perusahaan P.T. X
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah. Mutu seperti yang sudah dibahas pada sub bab sebelumnya merupakan suatu elemen yang vital bagi suatu perusahaan, mutu didalam perwujudannya seringkali dipengaruhi oleh ada atau tidaknya suatu pengawasan yang secara benar terhadap proses penghasilan suatu produk. Didalam pembahasan ini topik yang menjadi bahasan produk aluminium dari perusahaan P.T. X. Produk dari perusahaan
4
umumnya tidak melalui suatu pengawasan yang benar akan mutu tersebut dan juga tidak adanya suatu batasan mengenai jumlah cacat dari produk tersebut, satu fenomena lagi yang ada adalah bentuk cacat pada produk perusahaan umumnya tidak hanya satu tetapi juga banyak bentuknya. P.T. X tidak memberlakukan suatu produk cacat sebagaimana mestinya, dalam hal berupa tidak adanya pencatatan mengenai produk tersebut. Identifikasi dan perumusan masalah yang dilakukan terbatas pada produk output perusahaan, dalam hal ini output produk berasal dari dua bagian atau proses, yakni bagian ekstrusi dan anodizing, hal ini disebabkan karena produk hasil dari ekstrusi maupun anodizing langsung diperiksa begitu produk diproduksi, setelah diperiksa baru dilanjutkan ke bagian lainnya, hal tersebut menimbulkan 2 pengamatan kecacatan pada 2 proses yang ada. Diharapkan dari pembahasan topik ini akan dihasilkan suatu solusi yang berupa pencacatan yang lebih terkoordinir dan juga suatu solusi yang lebih konkret mengenai batasan mutu dari perusahaan. Solusi yang diusulkan lebih kepada bagaimana suatu pengawasan yang lebih rapi dan terkontrol, untuk mengurangi terjadinya “lost control” atas produk-produk yang cacat tersebut. Solusi yang diususlkan berupa pengendalian produk cacat dengan sistematika yang lebih baik, dengan menggunakan ilmu Statistical Process Control, dimana dengan solusi tersebut akan terlihat bagaimana produk cacat yang seharusnya mendapatkan prioritas utama, kemudian bisa memberikan batasan akan kualitas dari suatu lot produk secara jelas.
5
Secara umum identifikasi permasalahan yang ada yakni: 1. Apa saja jenis cacat yang ditemukan pada produk aluminium siku 3/8 inchi?. 2. Cacat jenis apa yang harus mendapatkan perhatian lebih?. 3. Bagaimana proporsi produk cacat dari keseluruhan jumlah produksi selama masa pengamatan?. 4. Bagaimana proporsi ketidaksesuaian produk yang dihasilkan?. 5. Bagaimana meningkatkan kualitas produk aluminium siku 3/8 inchi?.
1.3 Ruang Lingkup. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai salah satu produk yang cukup populer dikalangan konsumen aluminium dan juga merupakan produk yang mendapat porsi yang cukup besar dari perusahaan, sekitar 20% produksi perusahaan berorientasi pada produk yang bernama siku 3/8 inchi (gambar 1.1) .
Gambar 1.1 Aluminium Siku 3/8 Inchi. Pada pembahasan selanjutnya produk ini akan menjadi sumber pembahasan utama, terutama mengenai kecacatan pada produk aluminium siku 3/8 inchi, yang dikarenakan proporsi dari produk ini terhadap produksi dari perusahaan sangat dominan dan merupakan sumber produk utama bagi perusahaan.
6
1.4 Tujuan dan Manfaat. Tujuan dari pembahasan topik ini adalah : 1. Mengetahui cacat apa yang saja yang terjadi pada produk aluminium 3/8 inchi dan juga cacat mana yang harus mendapatkan prioritas. 2. Mengetahui bagaimana proporsi kecacatan yang terjadi dan jika dikendalikan dengan menggunakan peta P. 3. Meningkatkan mutu produk aluminium 3/8 inchi dengan cara mengendalikan dan meningkatan mutu dengan metode SPC. Manfaat dari pembahasan topik ini adalah: a. Bagi Penulis. •
Mengetahui secara lebih jelas mengenai kondisi kerja yang sebenarnya dilapangan.
•
Mencoba mencari solusi atas kondisi yang dilapangan dengan berbasiskan pada ilmu yang didapatkan penulis.
•
Memperkaya pengetahuan penulis mengenai berbagai macam kondisi yang mungkin terjadi dikondisi lapangan nyata, dan sekaligus mempersiapkan kondisi mental akan kondisi serupa jika terjadi.
b. Bagi Jurusan. •
Mengetahui apakah ilmu yang selama ini diturunkan pada mahasiswa sesuai dengan kondisi dilapangan yang sebenarnya.
7
•
Menguji sejauh mana mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang dipelajari selama diperkuliahan.
•
Sebagai feedback bagi jurusan atas prestasi dan kinerja dari mahasiswa jika diterjunkan pada masyarakat, serta melihat kesiapan dari mahasiswa akan kondisi kerja yang sebenarnya.
c. Bagi Perusahaan. •
Sebagai salah satu masukkan untuk memperbaiki kondisi yang tidak optimal diperusahaan.
•
Merupakan ide-ide baru yang jika tepat bisa menjadi suatu strategi yang tepat bagi perusahaan didalam menghadapi persaingan.
•
Mendapatkan solusi yang lebih objektif
yang dikarenakan
pengamatan dilakukan oleh orang luar dari perusahaan.
1.5 Gambaran Umum Perusahaan. Berdiri pada tahun 1993 P.T. X yang berlokasi di PALEM MANIS II NO.20, KAWASAN INDUSTRI, TANGERANG merupakan salah satu produsen yang memproduksi aluminium dalam skala yang cukup besar. P.T. X pada awalnya hanya merupakan satu perusahaan atau pabrik kecil yang pada mulanya hanya memproduksi aluminium dalam bentuk batangan, namun sekarang P.T. X telah meningkatkan kemampuan produksi perusahaan hingga mampu memproduksi berbagai jenis dari aluminium yang diperlukan.
8
P.T. X selain berlokasi di PALEM MANIS II, KAWASAN INDUSTRI, TANGERANG, juga mempunyai perwakilan kantor di Jakarta yang berlokasi di Jln. Swadaya Kav. 1620 Blok G. P.T. X pada awal berdiri hanya memiliki 2 unit mesin ekstrusi untuk menjalankan roda bisnisnya, 2 unit mesin potong, 1 unit mesin penglurus, 1 unit Heating Machine, dan 1 unit heating fearness machine, namun sekarang jumlah mesin tersebut telah bertambah dengan kalkulasi lengkap dari permesinan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mesin Ekstrusi 7 unit. 2. Mesin Potong 6 unit. 3. Mesin Penglurus 5unit. 4. Heating Machine 5 unit 5. Heating Fearness Machine 1 Disamping mesin – mesin tersebut juga terdapat beberapa peralatan yang membantu perusahaan dalam proses produksinya. P.T. X pada awal berdirinya hanya mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 20 orang, namun pada saat ini jumlah tenaga kerja perusahaan bertambah menjadi 300 orang dengan pembagian kerja 3 shift, pabrik beroperasi selama 24 jam sehari. Produk – produk yang dihasilkan perusahaan adalah berupa aluminium profil, aluminium profil tersebut antara lain berupa: aluminium siku, aluminium tabung, aluminium hollow, tangga aluminium, dsb., kapasitas produksi dari perusahaan adalah sebesar 5 ton perhari, namun angka tersebut bukan merupakan suatu gambaran yang sebenarnya mengenai kemampuan produksi dari perusahaan, hal
9
ini disebabkan kurang optimalnya kemampuan produksi dari perusahaan. Perusahaan memproduksi dan juga membeli aluminium ingot, untuk kemudian diproduksi menjadi aluminium profil. Proses produksi dari perusahaan akan ditampilkan pada gambar 1.1 berikut ini.
10
Peta Proses Operasi Nama Proyek : Produksi Aluminium. Dipetakan Oleh : Irwan Sutejo Tanggal Dipetakan : 08 Desember 2005
Gambar 1.2 Peta Proses Operasi Dari P.T. X
11
Sebagian besar pasar dari perusahaan adalah perusahaan – perusahaan yang tersebar di wilayah Jabodetabek ( Jakarta – Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi ), beberapa lokasi lainnya didaerah Sumatera serta beberapa kawasan lainnya seperti kawasan Indonesia bagian timur (Surabaya, Makassar). Secara umum bentuk organisasi dari perusahaan adalah sebagai berikut:
Gambar 1.3 Struktur Organisasi dari P.T. X Tugas dan wewenang dari masing – masing personel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komisaris.
12
•
Mengambil keputusan yang berkaitan dengan pembelian bahan baku dan juga mesin-mesin, dalam skala besar.
•
Mengambil keputusan mengenai deal bisnis jika memang kondisi memaksakan.
2. Direktur Utama. •
Menyampaikan laporan bulanan mengenai kondisi keuangan dari perusahaan kepada komisaris.
•
Mengamati laporan mengenai kinerja dari para manajer yang disampaikan oleh General Manager.
•
Menetapkan target-target dari perusahaan.
•
Mengambil semua keputusan yang bersifat non teknis dari perusahaan.
3. General Manager. •
Mengawasi kinerja dari para manajer-manajer untuk disampaikan kepada direktur utama.
•
Mengambil semua keputusan harian yang bersifat teknis, dan tidak dalam skala besar atau memerlukan dana yang besar.
•
Menyampaikan laporan mingguan kepada direktur utama mengenai masalah teknis maupun non teknis.
4. Manajer-Manajer. •
Membawahi bagian-bagian yang menjadi wewenangnya.
•
Memastikan target dari perusahaan tercapai.
13
•
Menyampaikan laporan harian kepada General Manager mengenai kondisi kerja dilapangan.
Beberapa tugas dan wewenang dari para personel perusahaan telah dijabarkan secara sederhana, namun dalam penjabaran tersebut mungkin akan ditemukan suatu kondisi kerja dan wewenang yang tidak lazim, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perusahaan merupakan perusahaan keluarga yang memang mempunyai kekhasan tersendiri didalam pembagian tugas dan wewenang dari para personel diperusahaan. Namun sejak tahun 2004, kondisi terakhir dari gudang perusahaan yang terletak didaerah Daan Mogot Jakarta, sudah secara resmi tidak berfungsi lagi yang dikarenakan masalah internal dari perusahaan. Berkaitan dengan produk dari perusahaan maka secara umum lini produksi dari perusahaan terbagi menjadi 3 bagian yakni : Peleburan, Produksi, dan Anodizing.
1.5.1 Proses Peleburan Pada bagian ini proses peleburan yang terjadi pada perusahaan tersebut, proses peleburan yang berlaku dipabrik tersebut dimulai dari proses penyeleksian bahan baku atau bahan dasar dari aluminium ingot, umumnya bahan dasar tersebut berasal dari aluminium bekas yang ditampung maupun bahan baku aluminium yang memang dipesan kepada produsen, dalam hal ini sering kali terlihat suatu nama yang tertera pada aluminium ingot pesanan tersebut yakni tulisan “ AlSi 20
14
“ atau “ AlSi 30 “, hal ini ternyata bermakna sebagai aluminium 80 % dan silikon 20 % untuk AlSi 20 dan juga demikian untuk AlSi 30 (gambar 1.5).
Gambar 1.4 Proses Peleburan
Gambar 1.5 AlSi 30 Dari bahan dasar yang merupakan bahan bekas atau aluminium bekas, bahan tersebut diseleksi secara manual atau secara umum, penyeleksian bahan dasar tersebut dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin, dimana para pekerja hanya mengamati dan memperhatikan aluminium tersebut untuk mencari apakah terdapat bahan lain yang terkandung didalam bahan tersebut, umumnya pencarian tersebut bertujuan untuk menemukan bahan yang berupa besi, hal ini disebabkan karena jika suatu aluminium ingot mempunyai kandungan besi maka pada saat
15
proses ekstrusi tersebut, mesin ekstrusi akan mengalami tekanan yang berlebihan yang bisa mengakibatkan tidak optimalnya kinerja dari mesin tersebut. Kemudian dari hasil seleksi tersebut bahan baku kemudian dimasukkan kedalam tungku peleburan, biasanya perusahaan melakukan proses peleburan mulai dari pagi sampai dengan sore hari, kemudian pada malam harinya baru akan dilakukan proses pembentukkan aluminium tersebut menjadi aluminium ingot (gambar 1.6).
Gambar 1.6 Aluminium Ingot Proses pembentukkan ini dilakukan dengan menuangkan leburan aluminium kedalam suatu celah yang sedalam 12 meter didalam tanah, celah ini terbuat dari tanah dan dikelilingi oleh air sebagai pendingin. Setelah didiamkan lebih kurang 30 menit, leburan aluminium yang terdapat didalam celah tersebut sudah menjadi dingin dan menggumpal sehingga membentuk tabung yang sepanjang 12 meter, lalu dilakukan proses penarikan dari aluminium ingot tersebut, pada saat ini leburan aluminium sudah bisa disebut sebagai aluminium ingot.
16
Kemudian proses penarikan tersebut dilakukan secara perlahan – lahan dengan bantuan dari mesin, sesudah ditarik aluminium ingot yang berbentuk tabung dengan panjang 12 meter kemudian dipotong – potong sepanjang 60 cm untuk kemudahan dan keefektifan pembawaan, aluminium ingot tersebut dibuat pada malam hari untuk menjadi stok produksi pada keesokan harinya. Mengenai aluminium ingot yang sudah dipesan jadi oleh perusahaan, juga mengalami permasalahan serupa yakni diproses kembali, hal ini dilakukan karena pihak perusahaan tidak ingin mengambil resiko mengenai apakah aluminium ingot pesanan tersebut mengandung bahan lainnya, sehingga diputuskan untuk dilakukan peleburan ulang terhadap aluminium ingot pesanan tersebut. Pembelian aluminium ingot jadi juga merupakan salah satu daya upaya dari pihak perusahaan untuk memenuhi pesanan yang semakin membludak.
1.5.2 Proses Produksi / Extrussion Process Pada proses produksi ini dimulai dari proses dimana aluminium ingot dibawa dari tempat peleburan menuju ke bagian ekstrusi aluminium kemudian aluminium siap diekstrusi menghasilkan aluminium profil seperti yang diinginkan. Secara sederhana proses produksi mungkin hanya sesederhana itu namun pada kenyataannya proses produksi jauh lebih rumit dibandingkan dengan itu. Proses aluminium ingot sebelum mengalami proses ekstrusi adalah sebagai berikut : aluminium ingot terlebih dibawa kemesin penghangat atau mesin pemanas aluminium yang biasa disebut sebagai proses heating fearness (gambar 1.7), hal
17
ini sebagai wujud lain dari proses produksi aluminium, dimana aluminum merupakan suatu logam yang memiliki suatu kecenderungan yakni akan menempel pada segala sesuatu logam dengan suhu permukaan yang lebih dingin ( Dedi H. L. ).
Gambar 1.7 Proses Heating Fearness Tentunya proses pemanasan ini tidak hanya berlaku saja untuk aluminium ingot tetapi juga berlaku untuk cetakan aluminium tersebut, hal ini sebagai wujud dimana aluminium ingot akan diekstrusi melalui cetakan tersebut sehingga potensial akan menempel jika suhu dari cetakan lebih dingin dari suhu aluminium ingot. Dari proses Heating Fearness tersebut aluminium ingot kemudian dimasukkan kedalam mesin ekstrusi untuk diekstrusi, proses ekstrusi sebenarnya merupakan proses press, dimana aluminium ingot yang berbentuk tabung tersebut ditekan sehingga menghasilkan suatu bentuk aluminum profil, proses penekanan tersebut melalui celah dari cetakan tersebut. Proses ekstrusi memang menggunakan mesin, namun pada saat aluminium hasil produksi akan keluar dari mesin ekstrusi dibutuhkan bantuan dari tenaga
18
manusia untuk hal tersebut, dimana para pekerja akan membantu menarik hasil ekstrusi tersebut sehingga menghasilkan aluminium profil yang sepanjang ±15 meter, dari hasil penarikan tersebut kemudian didinginkan selama ± 3 - 5 menit, aluminium profil hasil ekstrusi selanjutnya akan dilanjutkan pada
proses
penglurusan, pada proses ini aluminium profil hasil ekstrusi masih berbentuk tidak teratur atau dengan kata lain belum lurus yang pada beberapa bagian masih mengalami perubahan bentuk akibat dari hasil ekstrusi tersebut, pada proses ini aluminium profil kemudian akan dikaitkan kedua ujungnya pada mesin penglurus tersebut, lalu mesin penglurus akan bekerja dimana satu ujung dengan ujung lainnya akan saling menjauh sekaligus menarik aluminium profil tersebut (gambar 1.8), sehingga aluminium profil akan berubah menjadi lurus dan bagian yang masih mengalami perubahan bentuk akan tertarik sehingga menjadi lurus disebabkan karena aluminium tersebut masih panas sehingga proses penglurusan mudah dilakukan, setelah proses ini selesai maka kedua ujung yang dijepitkan pada mesin penglurus tersebut akan dipotong dibuang.
Gambar 1.8 Proses Penglurusan Aluminium
19
Gambar 1.9 Proses Ekstrusi
Gambar 1.10 Proses Ekstrusi Dari proses penglurusan aluminium tersebut , aluminium profil akan dibawa ke mesin potong, mesin potong akan memotong aluminium profil tersebut sepanjang 6 meter sesuai dengan standar dari aluminium profil selama ini. Aluminiun profil hasil pemotongan kemudian akan dikumpulkan hingga mencapai ± 100 batang, lalu aluminium profil tersebut diikat dan diangkat dengan mesin untuk dilanjutkan keproses selanjutnya yakni kembali pada proses pemanasan, kenapa pemanasan ? hal ini dilakukan untuk menguatkan aluminium
20
tersebut sehingga bentuknya tidak mudah berubah – ubah ( Dedi H. L. ), hal ini juga untuk mencegah aluminium profil kembali mengalami perubahan bentuk. Hal tersulit dalam proses ekstrusi adalah bagaimana membuat cetakan untuk proses ekstrusi, di mana cetakan harus dibuat sesuai dengan ukuran produk aluminium yang akan diproduksi, ketelitian dalam hal ini sangat penting. Proses produksi aluminium hanya sampai ditahap ini, tahap selanjutnya adalah tahap anodizing.
1.5.3 Proses Anodizing Proses Anodizing adalah suatu proses pewarnaan aluminium dengan proses elektrolisis dan oksidasi, Anodizing merupakan temuan dalam pewarnaan aluminium yang pertama kali diterapkan di Inggris.
Gambar 1.11 Proses Anodizing
21
Gambar 1.12 Proses Anodizing Dalam proses Anodizing, aluminium profil yang sudah di produksi kemudian diikat menjadi satu, lalu di gantungkan pada mesin yang mengangkat aluminium tersebut, kemudian dicelupkan pada beberapa bak yang berisi cairan kimia yang berbeda, yang pada dasarnya bertujuan untuk mewarnai aluminium serta menghaluskan permukaan dari aluminium. Proses Anodizing dimulai dari aluminium dicelupkan pada bak pertama yang berisikan Coustic Soda atau yang sering juga disebut sebagai proses Etching yang bertujuan untuk menghilangkan bercak – bercak yang menempel pada permukaan aluminium, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya cacat pada permukaan aluminium yang disebabkan karena adanya bahan – bahan yang tercampur pada saat proses produksi dari aluminium profil itu sendiri. Kemudian setelah di rendam selama lebih kurang 10 menit, maka aluminium tersebut diangkat dan diteruskan ke bak yang berisikan cairan Tetrit, cairan ini bertujuan untuk membersihkan untuk kedua kalinya aluminium tersebut, proses ini memakan waktu selama lebih kurang 4 menit, aluminium yang sudah dibersihkan pada proses awalnya, akan dibersihkan untuk kedua kalinya dengan bantuan dari cairan
22
Tetrit. Hal ini dilakukan untuk semakin memperhalus permukaan dari Aluminium dan sekaligus juga sebagai persiapan agar aluminium siap untuk diwarnai pada proses selanjutnya. Proses pewarnaan aluminium dimulai ketika, aluminium direndam pada bak ketiga yang berisikan cairan asam sulfat dengan perantara tembaga, pada proses ini bak tersebut bukan hanya berisikan cairan asam sulfat, tetapi juga berisikan cairan lainnya yang merupakan rahasia dari perusahaan untuk mewarnai aluminium tersebut. Pada proses pewarnaan inilah yang sebenarnya disebut sebagai proses Anodizing dan proses ini memakan waktu selama lebih kurang 20 menit, permukaan aluminium tersebut kemudian ditempeli oleh zat –zat kimia dari cairan tersebut sehingga ketika aluminium yang sudah direndam kemudian diangkat maka permukaan aluminium akan menjadi berwarna, kilat, dan juga anti gores. Selain itu, proses anodizing juga menganut prinsip dimana perusahaan menghilangkan segala bentuk goresan maupun flek yang menempel pada permukaan
aluminium,
dengan
memanfaatkan
prinsip
elektrolisis
yang
menggunakan mikron – mikron untuk menutup cacat tersebut serta menhilangkan flek – flek yang mungkin muncul akibat dari proses sebelumnya. Proses selanjutnya adalah proses proses perendaman aluminium didalam cairan Cilin selama lebih kurang 10 menit, proses ini bertujuan memperkeras penempelan warna dari proses Anodizing, dimana campuran dari proses ini adalah Hardwel 46 dan Amonia 5 %.
23
Setelah proses pengerasan melalui cairan Cilin selesai, maka aluminium profil kemudian diangkat dan dijemur atau dikeringkan lebih kurang 20 menit, setelah proses pengeringan selesai aluminium akan dimasukkan kestorage dan kemudian siap dijual. Proses anodizing dilakukan dengan ketentuan berapa mikron yang diinginkan oleh pihak perusahaan berdasarkan pada spesifikasi produk. Secara umum ukuran untuk proses anodizing adalah sebesar 13 mikron dan disesuaikan dengan tegangan listrik yang ada serta waktu untuk proses perendaman. Semakin besar mikron untuk proses anodizing maka waktu perendaman yang dibutuhkan akan semakin besar, dengan ketentuan pada tegangan listrik yang sama. Beberapa faktor penting dalam proses andozing adalah: 1. Tegangan listrik. 2. Campuran bahan kimia. 3. PH air. Pada beberapa faktor yang telah disebutkan, terutama pada bagian PH air pengawasan terhadap sudah dilakukan tetapi tidak menyeluruh, dengan arti pengawasan hanya terjadi jika aluminium yang sudah diproses mengalami kecacatan dalam jumlah banyak, sehingga menimbulkan banyak produk yang harus ditolak, hal tersebut tidak berlaku untuk faktor tegangan listrik dan campuran bahan kimia, kedua bagian tersebut sudah dilakukan pengawasan yang cukup ketat.