BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan
merupakan
hal
yang
sangat
penting
untuk
mendukung
perkembangan dan pembangunan suatu negara baik dalam segi sosial, ekonomi, maupun budaya. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi penting dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tingkat kesehatan negara yang satu dengan negara yang lain berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi banyak faktor seperti lingkungan, perilaku, dan fasilitas kesehatan. Tingkat kesehatan masyarakat Indonesia saat ini masih tergolong buruk, dan kebanyakan disebabkan karena faktor ekonomi/ kemiskinan dan sarana prasarana yang belum cukup memadai. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup. AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup. (Peraturan Menteri Kesehatan No.2562 /MENKES /PER/XII/2011-lampiran). (Diakses dalam http://www.share.pdfonline.com/9f8341f8365b40c79f3ff6700 67a1c2a/BAB%201.htm pada tanggal 29 September 2013)
1
2
Bersumber dari data tersebut dapat dilihat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) cukup tinggi. Di sinilah peran negara sangat penting untuk mengurangi angka kematian tersebut. Pemerintah melakukan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud peningkatan kesehatan masyarakat. Upaya-upaya pembangunan kesehatan untuk dapat memenuhi jaminan kesehatan untuk mencakup semua penduduk (universal coverage) telah banyak diusahakan. Salah satu diantaranya yaitu dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tanggung jawab pemerintah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara umum dan menjamin masyarakatnya dapat hidup secara sehat. Titik tolaknya tergantung bagaimana negara itu memberlakukan jaminan kesehatan. Ada beberapa jaminan kesehatan di Indonesia saat ini seperti Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal. Kematian ibu terbanyak menurut WHO (World Health Organization) adalah kematian yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari pasca persalinan. Adapun penyebab ibu meninggal adalah tiga terlambat dan empat terlalu. Tiga terlambat meliputi: terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Sedangkan empat terlalu meliputi: terlalu muda punya anak (< 20 tahun), terlalu banyak melahirkan (> 3 anak), terlalu rapat jarak melahirkan (< 2 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun). Faktor resiko penyebab kematian bayi
3
disebabkan oleh gagal nafas secara spontan dan teratur, berat bayi kurang dari 2500 gram, umur kelahiran kurang dari 37 minggu serta perubahan warna kuning pada bayi baru lahir pada mata, kulit, dan lainnya. WHO memperkirakan bahwa di seluruh dunia lebih dari 585 ribu ibu meninggal setiap tahun saat hamil dan bersalin, artinya setiap hari ada 1 perempuan yang meninggal (BKKBN, 2009). Sedangkan menurut Laporan Rutin Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tahun 2010, AKI di Indonesia masih berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup atau sedikitnya 11.534 ibu meninggal setiap tahunnya. Hal ini berarti setiap jam terdapat 2 orang ibu hamil atau bersalin meninggal karena berbagai sebab. Demikian pula dengan AKB, khususnya angka kematian bayi baru lahir masih berada pada kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. (Hernawati, 2011:10) Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar 18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, angka kematian ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar 0,70%, cakupan rawat jalan puskesmas 16% sedangkan cakupan rawat inap rumah sakitsebesar 1,32%. (diakses dalam http://id.m.wikipedia.org/wiki/ Daerah_Istimewa_Yogyakarta pada tanggal 29 September 2013) Dalam rangka menurunkan tingginya AKI dan AKB serta untuk meningkatkan persalinan yang kompeten, maka pemerintah melalui Kementrian Kesehatan resmi pada tahun 2011 meluncurkan Program Jampersal (Jaminan Persalinan). Jampersal merupakan jaminan kesehatan yang baru-baru ini dilaksanakan Program Jampersal terintegrasi dengan Program Jamkesmas.
4
Jampersal adalah program pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, pemeriksaan masa nifas (postnatal) dan pelayanan KB. Jampersal ini diberikan kepada seluruh ibu hamil yang belum mempunyai jaminan kesehatan serta kepada bayi yg dilahirkannya pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan program. Berdasarkan data dari BPS, angka kematian ibu dalam 4 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup baik. Angka terakhir yang dikeluarkan oleh BPS adalah tahun 2008, di mana angka kematian ibu di DIY berada pada angka 104/100rb kelahiran hidup, menurun dari 114/100rb kelahiran hidup pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan kabupaten/kota pada tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas kesehatan Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu Dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun angka kematian ibu terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi fluktuasi dalam 3–5 tahun terakhir. Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka kematian Ibu nasional adalah 102/100rb kelahiran hidup, dan untuk DIY relatif sudah mendekati target, namun masih memerlukan upaya yang keras dan konsisten dari semua pihak yang terlibat. (Profil-Kes-DIY-2012.pdf) Pelaksanaan Jampersal dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan dikeluarkannya petunjuk
5
teknis
mengenai
Jampersal
oleh
Menteri
Kesehatan
Endang
Rahayu
Sedyaningsih. Juknis ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 631/Menkes/per/ iii/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Pelaksanaan Jampersal ini juga mendukung arah pembangunan kesehatan di DIY untuk mewujudkan DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi. Tabel 1. Data Jumlah kematian ibu dan bayi di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012
No.
Kabupaten/ Kota
Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Bayi
Jumlah Kelahiran
1 2 3 4 5
KULONPROGO BANTUL GUNUNG KIDUL SLEMAN YOGYAKARTA Jumlah
3 7 11 12 7 40
27 103 79 41 110 360
5.702 13.419 8.374 13.697 4.611 45.803
Sumber: Profil-Kes-DIY-2012.pdf Keterangan: Angka Kematian (dilaporkan) tersebut di atas belum tentu menggambarkan Angka Lahir Mati yang sebenarnya di populasi. Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Kota Yogyakarta masih cukup tinggi. Hal itu bisa dilihat dari jumlah angka kematian bayi yaitu 110 jiwa dengan jumlah kelahiran 4.611. Angka tersebut menunjukkan bahwa angka kematian bayi di Kota Yogyakarta lebih besar dengan jumlah kelahiran yang lebih sedikit dibandingkan dengan
6
kabupaten/ kota lain. Maka dengan adanya Kebijakan Jampersal ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi tersebut. Pelaksanaan Jampersal di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di Kota Yogyakarta bekerjasama dengan bidan, puskesmas, dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan 18 puskesmas, 13 bidan praktek swasta (BPS) dan 12 rumah sakit negeri maupun swasta yang menyebar di seluruh wilayah Kota Yogyakarta. Syarat untuk mendapatkan pelayanan Jampersal juga mudah karena hanya menyediakan fotokopi KTP yang masih berlaku (kemudian akan diurus oleh petugas puskesmas tempat orang tersebut melahirkan). Sedangkan untuk menggunakan Jampersal di rumah sakit yang bekerjasama dengan Program Jampersal cukup membawa surat rujukan dari bidan atau puskesmas yang juga bekerjasama dengan Program Jampersal. Namun dalam pelaksanaan Jampersal ini masih banyak kendala atau hambatan baik dari Dinas Kesehatan maupun masyarakat. Mengingat kebijakan ini masih terhitung baru karena kebijakan Jampersal diimplementasikan sejak tahun 2011. Kendala yang banyak ditemui adalah adanya kesalahpahaman antara masyarakat dengan bidan, puskesmas atau rumah sakit. Kebanyakan masyarakat ingin langsung melahirkan di rumah sakit, padahal untuk melahirkan bayi di rumah sakit yang menyediakan Program Jampersal. Ibu yang melahirkan harus mendapat surat rujukan dari bidan atau puskesmas terlebih dahulu. Hal ini juga
7
dikarenakan kurangnya sosialisasi pemerintah kepada masyarakat tentang kebijakan Jampersal. Kendala lain yang muncul adalah masalah sumber dana dan pendanaan Jampersal. Sistem klaim biaya yang berbelit-belit membuat penyedia layanan Jampersal seperti bidan praktek mandiri (BPM), puskesmas, dan rumah sakit kesulitan dalam mencairkan dana pelayanannya. Belum lagi keterlambatan pencairan dana dari pemerintah menjadi kendala yang seharusnya tidak terjadi. Berdasarkan masalah-masalah yang ada di atas, maka dari itu perlu diadakan penelitian untuk implementasi kebijakan Jampersal (Jaminan Persalinan) di Kota Yogyakarta
tahun 2013. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat didentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Kebijakan Jampersal merupakan kebijakan kesehatan yang baru, jadi baik pemerintah, masyarakat serta lembaga yang bersangkutan masih banyak kesalahan dalam pelaksanaannya. 2. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang masih tinggi di Kota Yogyakarta. 3. Kurangnya sosialisasi program baru dari pemerintah yang membuat masyarakat belum seluruhnya tahu akan program baru yaitu Jampersal.
8
4. Masalah pencairan dana yang terlambat untuk penggantian klaim dana dari bidan, puskesmas dan rumah sakit. C. Pembatasan Masalah Dari identifikasi permasalahan, karena keterbatasan waktu, cakupan wilayah yang luas dan banyaknya permasalahan yang ada, sehingga peneliti membatasi dan memfokuskan penelitian ini pada implementasi Kebijakan Jampersal (Jaminan Persalinan) di Kota Yogyakarta tahun 2013. D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah: 1. Bagaimana implementasi Kebijakan Jampersal (Jaminan Persalinan) di Kota Yogyakarta tahun 2013? 2. Apa saja hambatan atau kendala yang ada dalam implementasi Kebijakan Jampersal (Jaminan Persalinan) di Kota Yogyakarta tahun 2013?
E. Tujuan Penelitian Sebagaimana yang diuraikan dalam rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan Jampersal di Kota Yogyakarta tahun 2013, serta hambatan atau kendala yang dihadapi.
9
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan serta kepustakaan untuk penelitian lanjutan terkait dengan tema dan topik dalam penelitian ini. Selain itu, juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu administrasi negara dalam implementasi kebijakan Jampersal. 2. Manfaat Praktis 1) Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. 2) Bagi Universitas Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan kepustakaan bagi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. 3) Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. 4) Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat berguan untuk masyarakat dalam mengetahui tentang kebijakan-kebijakan dari pemerintah khususnya Jampersal, serta masyarakat dapat menikmati Kebijakan Jampersal secara nyata.