1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pertambangan merupakan sektor primer (ekstraktif) yang melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Undang - Undang Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah mengalami pertumbuhan luar biasa di sektor pertambangan batubara yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan meningkatnya produksi dan ekspor batu bara sebesar lima kali lipat antara tahun 2000 dan 2012 (www.greenpeace.com). Sejak era 2010 perlahan industri pertambangan batubara kian merosot. Gencarnya aksi penertiban dan razia yang dilakukan aparat keamanan membuat aktifitas pertambangan batubara tanpa izin terus berkurang. Semakin ketatnya persyaratan yang ditetapkan pemerintah dengan syarat clean and clear (CnC) menyebabkan terganjalnya ratusan izin usaha pertambangan. Penyebab lain dari lesunya industri pertambangan batubara ini adalah terus merosotnya harga batubara di pasaran dunia dalam beberapa tahun terakhir. “Sektor pertambangan di Kalsel belum pulih, kondisi ini juga dialami provinsi penghasil tambang batubara
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
lainnya di Indonesia,” ungkap Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalsel, Kustono Widodo. Terpuruknya bisnis pertambangan batubara ini sudah berlangsung sejak empat tahun terakhir, dan belum ada tanda-tanda kembali pulih dalam waktu dekat ini. Banyak perusahaan tambang batu bara bangkrut dan yang masih
bertahanpun
terpaksa
melakukan
efisiensi
besar
-
besaran.
(www.penahijau.com) Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang ditulis oleh Bank Indonesia dalam laporan perekonomian Indonesia tahun 2014, pertumbuhan sektor pertambangan berada dalam tren melambat sejak tahun 2011 hingga 2014. Tren melambat dalam pertumbuhan Produk Domistik Bruto (PDB) menunjukkan melambatnya pertumbuhan produksi sektor pertambangan yang membuat investor memerlukan kepastian akan keberlangsungan hidup perusahaan yang berada pada sektor ini. TABEL 1.1 PERTUMBUHAN PDB SISI SEKTORAL (PERSEN, YEAR ON YEAR)
Hasil Survei BPS dalam Laporan Perekonomian Indonesia, Bank Indonesia 2014 (www.bi.go.id)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
TABEL 1.2 EKSPOR NON MIGAS BERDASARKAN KOMODITI
Hasil Survei BPS dalam Laporan Perekonomian Indonesia, Bank Indonesia 2014 (www.bi.go.id) Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan indikator penting untuk mengukur perekonomian. PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (www.bi.go.id). Pada sektor pertambangan pertumbuhan PDB mulai tahun 2011 hingga tahun 2014 pertumbuhan PDB sektor ini terus melambat yaitu 4,3 persen di tahun 2011, 3,0 persen ditahun 2012, 1,7 persen di tahun 2013 dan 0,5 persen ditahun 2014. Perlambatan pertumbuhan lapangan usaha pertambangan disebabkan oleh permintaan ekspor batubara yang menurun dan penerapan UU Minerba. Kinerja lapangan usaha pertambangan melambat pada 2014 disebabkan oleh permintaan ekspor batubara yang menurun dan kebijakan pembatasan ekspor mineral tambang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
mentah dan juga dipengaruhi oleh turunnya harga batubara dan permintaan dari Tiongkok yang lemah. (www.bi.go.id) Tidak kondusifnya perkembangan ekonomi global yang mengakibatkan pelemahan kinerja ekspor merupakan sumber utama rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2014. Selain itu, adanya kendala dalam penerapan UU Minerba (Mineral dan Batu bara) yang menyebabkan terhentinya ekspor mineral tambang pada paruh pertama 2014 semakin memperlemah kinerja ekspor. Indonesia sebagai salah satu pengekspor batubara di dunia tentu terkena dampak penurunan harga ini. (www.bi.go.id) GRAFIK 1.3 HARGA BATUBARA ACUAN (HBA) 2014 DALAM USD/TON
Indeks Harga Batubara Periode Januari - Agustus 2014 (www.google.com)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Kondisi harga batubara dunia saat ini belum mengalami tanda-tanda perbaikan. Harga Batubara Acuan (HBA) untuk penjualan langsung (spot) yang berlaku tanggal 1 Agustus 2014 hingga 31 Agustus 2014 pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB vessel) adalah USD 70,29/Ton, sebagaimana dirilis dalam portal (www.minerba.esdm.go.id). HBA bulan Agustus 2014 turun sebesar USD 2,16 atau turun 3% dibandingkan dengan HBA Juli 2014 USD 72,45. Penurunan HBA pada bulan Agustus 2014 ini lebih besar daripada penurunan HBA pada Juli 2014 yang hanya USD 1,19 atau 2%. Turunnya HBA Agustus 2014 melanjutkan kembali trend penurunan HBA yang sebelumnya terjadi pada 5 bulan pertama tahun 2014 yaitu: Januari 2014 hingga Mei 2014, dan sempat naik tipis saat HBA Juni 2014, namun kembali turun pada HBA Juli 2014 yang berlanjut turun pada HBA Agustus 2014. Bila dirinci sejak Januari 2014 maka HBA untuk 8 bulan pertama tahun 2014 adalah sebagai berikut: HBA Januari 2014 sebesar USD 81,90 yang turun pada Februari 2014 USD 80,44; kemudian turun kembali pada Maret 2014 USD 77,01; selanjutnya pada April 2014 turun menjadi USD 74,81; dan pada Mei 2014 turun menjadi USD 73,60; penurunan HBA terhenti pada HBA Juni 2014 yang naik tipis menjadi USD 73,64; kemudian trend penurunan berlanjut kembali pada HBA Juli 2014 menjadi USD 72,45 dan berlanjut turun pada Agustus 2014 menjadi USD 70,29. Bila dibandingkan dengan HBA bulan yang sama pada tahun 2013 yaitu Agustus 2013 USD 76,70 maka HBA Agustus 2014 turun cukup signifikan sebesar USD 6,41 atau turun 8%, (www.esdm.go.id).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia merespon dengan cara meningkatkan penjualan batubara mereka. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pendapatan mereka meningkat atau paling tidak sama di tahun ini dibandingkan tahun lalu, namun perusahaan tambang tersebut tetap mengalami kerugian. (Adjie, 2012). Seperti yang terlihat di Jambi, sejumlah perusahaan batubara di Kabupaten Sarolangun berhenti beroperasi akibat terkena dampak krisis ekonomi global yang menyebabkan turunnya harga jual batubara (Ridwan, 2012). Hampir 90 persen perusahaan tambang batubara di Jambi telah bangkrut akibat turunnya harga batubara dan naiknya biaya operasi. Hanya 5 dari 36 perusahaan tambang batubara yang masih beroperasi (Arto, 2013). Berdasarkan
fenomena
tersebut,
perusahaan
perlu
memprediksi
kebangkrutan dengan menganalisis laporan keuangan. Prediksi bahwa suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan di masa mendatang juga merupakan pertimbangan dalam mengeluarkan opini audit
going concern. Indikasi
kebangkrutan suatu perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk mengambil suatu langkah perbaikan (Ningtias, 2011). Analisis rasio keuangan ditunjukkan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi dimasa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan (Sumantri dan Teddy Jurnali, 2010).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Namun terdapat masalah dalam pemakaian analisis rasio karena masingmasing rasio memiliki kegunaan dan memberikan indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan. Terkadang rasio-rasio tersebut juga terlihat berlawanan satu sama lain. Oleh karena itu, jika hanya bergantung pada perhitungan rasio secara individual maka para investor akan mendapat kesulitan dan kebingungan untuk memutuskan apakah perusahaan dalam kondisi sehat atau sebaliknya. Untuk melengkapi keterbatasan dari analisi rasio tersebut dapat dipergunakan alat analisi yang menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Analisi ini dikenal dengan nama analisis Z-score (Altman,1968) Formula Z-Score diperkenalkan dan dipublikasikan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman. Pada saat itu Altman adalah Asisten Profesor Keuangan di Universitas New York.yang dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahan dan dapat juga digunakan sebagi ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan. Metode ini menggunakan rasio – rasio tertentu dalam rangka memprediksi resiko kebangkrutan sebuah perusahaan. Metode ini juga telah mengalami revisi pada tahun 1983 dan mengalami modifikasi di tahun 1993, dengan mengubah beberapa variable dalam formula Z-Score nya. Penggunaan model Altman sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan tidak bersifat tetap atau stagnan melainkan berkembang dari waktu kewaktu, dimana pengujian dan penemuan model terus diperluas oleh Altman hingga penerapannya tidak hanya pada perusahaan manufaktur publik saja tapi sudah mencakup perusahaan manufaktur non publik, perusahaan non manufaktur,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dan perusahaan obligasi korporasi (Ramadhani dan Lukviarman : 2009). Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian dengan menggunakan metode Altman Z-score tersebut di atas, Perkasa (2009) melakukan penelitian tentang “analisis laporan keuangan sebagai alat prediksi kebangkrutan dengan model diskriminan altman pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2005-2009”, hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa secara keseluruhan perusahaan telekomunikasi di BEI dalam kondisi stabil/baik pada tahun 2006- 2007 kemudian secara keseluruhan mengalami masalah dengan kondisi keuangannya pada tahun 2008-2009 dikarenakan terjadinya krisis finansial. Selain itu menurut Dwiatmanto dan Endang (2015), meneliti mengenai sektor industri rokok periode yang diteliti dari tahun 2009-2013 yaitu membandingkan perusahaan yang perusahaan yang belum bangkrut dengan perusahaan yang sudah bangkrut dan hasilnya selama pariode penelitian hampir semua tahun perusahaan mengalami resiko kebangkrutan. Adapun perbedaan dari penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya adalah penulis memilih untuk melakukan penelitian pada Perusahaan Batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berjudul: “PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALTMAN Z-SCORE MODIFIKASI 1993” ( Studi Kasus pada Perusahaan Batu Bara yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 )
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
B. Rumusan Masalah Penelitian Dalam membahas penelitian ini, penulis membatasi masalah pada pendapat yang dihasilkan sehubungan dengan masalah going concern. Adapun masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana prediksi tingkat kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z- Score modifikasi 1993 pada Perusahaan Batu Bara periode 2010 – 2014 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prediksi tingkat kebangkrutan menggunakan model Altman Z-Score modifikasi 1993 pada Perusahaan Tambang Batu Bara periode 2010-2014 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Kontribusi Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini untuk kontribusi pembaca dan penulis adalah sebagai berikut : 1) Kontribusi Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis baik dari segi teori maupun praktek dalam menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai alat perbandingan bagi penelitian sejenis selanjutnya untuk menjadi bahan referensi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2) Kontribusi Praktis a) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajer perusahaan maupun untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. b) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi perusahaan yang go public untuk terus memberi laporan keuangan secara benar dalam memberikan masukan pada investor untuk penanaman modal bagi calon investor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/