BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Penelitian budaya merupakan topik yang sangat menarik, hingga kapan pun tema budaya tidak akan pernah habis untuk diteliti dan dikaji. Salah satunya adalah budaya dalam wastra batik yang sampai saat ini masih sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Wastra batik merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat Indonesia secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar (Depperindag,1997:47). Kata “wastra” dalam wastra batik yang dimaksud merupakan kata serapan dari bahasa sansekerta yang berarti sehelai kain yang sarat makna dan mengandung simbol-simbol (Utomo, 1999:14). Indonesia memperoleh pengakuan dan penghargaan Unesco pada tanggal 2 oktober 2009, sebagai Masterpiece of The Oral and Intangible Humanity. Makna penghargaan tersebut menarik untuk diperhatikan bahwa Unesco memberikan penghargaan kepada wastra batik Indonesia sebagai masterpiece of humanity. Tersirat dalam istilah itu pengertian bahwa penghargaan kepada batik Indonesia tidak didasari oleh penilaian artistik semata, melainkan terlebih pada nilai kemanusiaan yang terbentuk dalam dan melalui seluruh rangkaian proses (Lastoro, 2013: V). 1
2
Wastra batik merupakan sebuah hasil karya seni terpadu yang indah dan unik, yang menjadikannya bagian dari warisan leluhur yang sangat dibanggakan. Keunikannya sudah dimulai dari kata batik itu sendiri. Kata yang sangat singkat yang menurut lafal aslinya seharusnya diucapkan sebagai bathik, ternyata memiliki begitu banyak segi, yang masing-masing serba unik (Siswomiharjo, 2011: 1). Siswomiharjo menuturkan bahwa keagungan wastra batik terletak pada proses panjangnya, yaitu sejarah, tradisi, dan filosofi. Jadi bukan hanya sekedar mengecap dan mencetak. Hal ini yang merupakan pembeda dari kain bergambar lainnya. Seperti halnya sebuah karya sastra lainnya pasti mempunyai latar belakang dan tujuan tertentu dalam membuat sebuah corak atau motif, begitu pula wastra batik. Wastra batik mempunyai beribu-ribu motif yang ditemukan sampai sekarang. Keunikan motif wastra batik bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan perkembangan jaman sesuai dengan pengalaman psikologis dari pembatik sendiri (Laksono, 2005: 5). Wastra motif batik merupakan wujud keseluruhan kerangka gambar. Motif-motif batik disebut juga corak batik atau pola batik. Polapola batik juga sangat beragam dan sangat detail dengan pembuatannya yang sangat rumit dan sulit membuat batik menjadi karya bernilai seni tinggi. Begitu beragamnya motif atau pola batik sehingga penggunaannya pun beragam. Kegunaan batik pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang merupakan aset budaya yang memiliki dinamika tersendiri.
3
Dinamika
ini
akan
membuat
batik
mampu
beradaptasi
sesuai
perkembangan zaman. Hal ini memberikan menjelaskan bahwa dalam tradisi membatik sangat dinamis dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Batik terutama di pulau Jawa memiliki ragam yang berbeda-beda, di antaranya yakni batik pesisir dan batik pedalaman. Batik pesisir adalah batik dari utara pulau Jawa yakni Cirebon, Pekalongan, Madura, Lasem, Indramayu, Semarang, Tuban, Kendal, Banten dan Madura yang sampai sekarang trus mengalami perkembangan dengan berbagai kreasi secara bebas dan terbuka. Batik pedalaman atau sebut wastra batik klasik berasal dari Yogyakarta dan Surakarta berbeda jika dibandingkan dengan batik pesisir. Motif wastra batik klasik atau pedalaman merupakan motif yang cukup disakralkan karena banyak sekali menyimpan sejarah dan latar belakang yang unik pada masanya. Wastra batik klasik sampai saat ini masih menjadi topik yang menarik untuk dipelajari karena masih menyimpan banyak kekayaaan makna tersirat secara filosofis dalam motif-motifnya dan cenderung memiliki makna yang lebih dalam dibanding dengan batik pesisir (Djoemena, 1986: 9). Wastra batik Klasik diperkirakan sudah berkembang pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma di Mataram awal abad ke17. Pada masa itu Sultan agung menciptakan pola yang sebagian besar
4
kemudian dikenal sebagai pola larangan (Asmaramurti, 2005: 1). Wastra batik klasik sebagai karya seni para pembatik merupakan pengejawantahan kondisi yang melingkarinya, yaitu apa yang diungkapkan merupakan curahan perasaan dan pemikiran terhadap kekuatan dari luar dirinya. Para pembatik menghasilkan rancangan batik melalui proses pengendapan diri, meditasi untuk mendapatkan bisikan-bisikan hati. Membatik dalam arti batik tulis bukan hanya aktifitas fisik tapi mempunyai dimensi kedalaman, mengandung do’a atau harapan dan pelajaran (Laksono, 2005: 20). Wastra batik klasik, tidak sekedar keindahan yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan atau disebut sebagai keindahan visual, namun juga tersirat keindahan spiritual atau makna berupa pesan atau ajaran para leluhur pencipta pola yang disampaikan lewat motif besar maupun kecil, yang masing-masing merupakan lambang (Prasetyo, 2010: 49). Hal ini dapat dipahami bahwa keindahan motif batik klasik melampaui apa yang dilihat secara visual, karena di dalamnya mengandung keindahan intuitif yang mendalam, sarat akan makna. Wastra batik klasik dengan segala perlambang dari hasil pengendapan diri dari penciptanya, menghasilkan sebuah karya yang dapat ditelusuri sebagai “serat-serat” kehidupan. Pembatik merangkainya dalam kerangka anyaman peristiwa selaras dengan kenyataan hidup sehingga menjadikan batik tidak hanya indah dan tinggi nilainya tetapi juga menunjukkan betapa bangsa Indonesia kaya perbendaharaan simbolik (Anas, 1995: 32).
5
Wastra batik klasik memiliki corak yang banyak, corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikan kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis wastra batik klasik dengan ciri kekhususannya masing- masing, Wastra batik merupakan budaya secara turun - temurun penuh makna filosofi mendalam yang merupakan salah satu warisan luhur bangsa Indonesia (Prasetyo,2010: 2). Hal ini membuat batik semakin perlu dikembangkan dan upayakan agar benar-benar menjadi milik Indonesia agar menuju pada cita-cita tersebut perlu upaya pengenalan ragam batik, corak batik, pola batik dan pesan luhur yang tersirat di dalamnya. Wastra batik klasik atau batik pedalaman seperti yang telah dijelaskan memiliki banyak jenis, salah satu wastra batik tertua adalah wastra batik kawung (Prasetyo, 2010: 50). Wastra batik kawung sangat dikenal di kalangan masyarakat karena bentuknya yang sederhana dan khas, bentuk dasarnya berupa empat lingkaran oval yang hampir menyentuh secara simetri yang sarat akan makna perlambang. Hal ini dibuktikan bahwa bentuk motif ini sudah terpahat pada candi-candi yang menurut catatan sejarah didirikan berabat-abad yang lalu (Prasetyo, 2010: 10). Wastra batik kawung merupakan salah satu motif batik klasik yang memiliki banyak keunikan dibandingkan motif batik lainnya, dengan bentuk sangat sederhana namun mimiliki kekayaan makna.
6
2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada bagian pendahuluan tersebut maka peneliti dapat merincikan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa makna yang tersimpan dalam wastra batik kawung ? 2. Apa pandangan tentang manusia dalam filsafat manusia? 3. Apa hakikat wastra batik kawung dalam perspektif filsafat manusia? 3. Keaslian Penelitian Setelah peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitianpenelitian yang ada, terdapat berbagai penelitian yang serupa baik dalam objek materialnya maupun objek formalnya, beberapa tulisan yang terkait dengan tema penelitian ini antara lain : a. Suprianti, Upik. 1988. Ajaran Moral Masyarakat Jawa yang Terkandung dalam Keindahan Motif Semen Tradisional, Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini mengulas tentang batik semen secara spesifik mulai dari ornamen, macam-macam motif ditinjau dari ajaran moral dalam masyarakat Jawa, analis dalam skripsi ini lebih condong pada etika.
7
b. Laksono, D. 2005. Nilai Estetika Seni Batik Tulis Klasik Jateng. Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini memaparkan tentang nilai, estetika, namun dalam penelitian ini hanya mengulas secara umum dan garis besar semua yang masuk dalam kategori batik pedalaman. Tidak ada ulasan spesifik mengenai masing-masing jenis-jenis batik. c. Prasetyo, Anindito. 2010. Batik Karya Agung Warisan Budaya indonesia. Yogyakarta: Pura Pustaka, buku ini membahas mengenai sejarah batik, jenis-jenis batik berdasarkan daerah, dan menjelakan pola-pola batik secara umum. d. Anas. 1996. Batik Indonesia. Yogyakarta: PT Golden Trayon Press, buku ini membahas mengenai sejarah, macam-macam batik, dan penggolongan batik menurut wilayah. e. Djoemena.1986. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djembatan, buku ini membahas mengenai makna-makna yang terkandung dalam setiap motif batik, namun dalam buku ini makna yang disampaikan hanya makna-makna secara garis besar, tidak dibahas secara detail dan spesifik. f. Kawendrasusanta,K.2010.Motif Batik dalam Pandangan Hidup Masyarakat Jawa. Jakarta: Lentera, buku ini membahas tentang
8
keragaman batik yang terdapat di Jawa dan mengungkap makna filosofi hanya mencakup secara garis besar. g. Pramono, K. 2012. Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional Kawung. Laporan Penetilian, Yogyakarta: Fakutas Filsafat UGM. Penelitian ini mengungkap nilai-nilai dari batik kawung berdasarkan kearifan lokal. 4. Manfaat Penelitian Penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : a. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih besar dalam ilmu pengetahuan dalam memahami pesan-pesan luhur yang tersirat dalam wastra batik kawung. b.
Bagi Filsafat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu kajian pustaka filsafat bagi mahasiswa dan akademisi filsafat terutama pada filsafat yang membahas mengenai manusia dan kearifan luhur tentang batik terutama wastra batik kawung
9
c.
Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan budaya tentang makna yang terkandung di dalam wastra batik kawung. B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini berupaya untuk menjawab persoalan yang telah dipaparkan rumusan masalah yang terdapat pada bagian pendahuluan. Berikut adalah tujuan dari penulisan untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini adalah : 1.
Menjelaskan makna yang terkandung dalam wastra batik kawung.
2.
Memaparkan secara deskriptif pandangan tentang manusia dalam filsafat manusia.
3.
Mengungkap hakikat yang terkandung dalam wastra batik kawung. C. Tinjauan Pustaka Batik tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Sejak
masih ada di kandungan, lahir, remaja, dewasa, menikah, berumah tangga sampai meninggal dunia, batik selalu menyertai dalam ritual-ritualnya. Pentingnya peranan batik ini dipahami dari seringnya kehadiran batik dalam berbagai kegiatan adat, tradisi, dan ritual budaya kehidupan masyarakat. Motif batik sebagai wastra diciptakan dengan pesan dan
10
harapan yang tulus dan luhur, semoga akan membawa kebaikan dan kesejahteraan serta kebahagiaan bagi pemakai (Pramono, 2012: v). Wastra motif batik tradisional kebanyakan bersifat monumental dari alam dan lingkungan sekelilingnya, hal tersebut merupakan imajinasi dari agama dan kepercayaan pencipta (Indarmaji, 1983: 12). Pada waktu motif batik tradisional diciptakan, terkandung keindahan dan makna filosofis yang berguna yang berguna bagi kebaikan hidup manusia (Susanto, 1980, 212-213). Hamzuri (2000:55) dalam bukunya “Warisan Tradisional itu Indah dan Unik”, menerangkan secara luas tentang keindahan ragam hias, terutama ragam hias tradisional atau ragam hias Klasik. Ragam hias tradisional diketahui bahwa manusia dalam sejarahnya tidak membuang apa saja kesempatan yang dilihat, dirasa, dipikirkan. Semua yang dilihat di alam dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan hidup jasmaniah maupun kebutuhan hidup rohaniah. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah Ajaran Moral Masyarakat Jawa yang Terkandung dalam Keindahan Motif Semen Tradisional, oleh Upik Supriyati,1988. Nilai Estetika Seni Batik Tulis Klasik Jateng, oleh Sartono Dwi Laksono, 2005. Laporan Penelitian berjudul Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional Kawung.
11
Hasil Penelitian yang telah dicapai oleh Upik Supriyati,1988, Program studi ilmu filsafat, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini mengulas tentang seluk beluk batik semen secara spesifik mulai dari ornamen, macam-macam motif ditinjau dari ajaran moral dalam masyarakat Jawa, analisis dalam skripsi ini lebih condong pada etika. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dalam batik semen tercermin pandangan hidup masyarakat jawa yang mempunyai konsep kosmologi yaitu sikap yang memandang kosmos sebagai kesatuan kekuasaan antara alam, masyarakat dan adi kodrati yang didalamnya manusia menempatkan diri dalam keselarasan terhadap kosmos, sedang dalam antropologi yaitu sikap yang memandang pengalaman keakuan yang terpusat pada batin sebagai proses untuk menuju titik persatuan dengan Tuhan, konsep kekuasaan yaitu sikap yang memandang kekuasaan sebagai ungkapan kekuasaan Illahi yang bersifat satu dan meresapi seluruh kosmos, serta konsep moral yaitu sikap yang memandang perbuatan manusia merupakan ungkapan budi yang mengacu pada perbaikan, keutamaan, dan keluhuran. Konsep –konsep tersebut diatas didapatkan dari orgamen dan warna yang tergambar pada batik semen. Hasil penelitian yang dicapai oleh Sartono Dwi Laksono, 2005, menjelaskan tentang estetika dan seni dari berbagai sudut pandang dan aliran-aliran, dalam segi estetis mengungkap dimensi keindahan seni batik klasik dari segi fisual maupun simbolisnya. Seni ornamen mengandung banyak makna perlambang terutama mengenai kepercayaan, namun dalam
12
penelitian ini hanya mengulas secara umum atau garis besar dari semua ragam batik yang masuk dalam kategori batik pedalaman, tidak ada ulasan spesifik mengenai masing-masing jenis-jenis batik, hanya ulasan umum mengenai sejarah kemunculan dan perkembangan dikelompokkan berdasarkan daerah asal batik. Hasil penelitian yang dicapai oleh Kartini Pramono tahun 2012, penelitian ini mengungkap nilai-nilai dari batik kawung berdasarkan kearifan lokal, bahwa dalam batik kawung mengandung makna tentang tatanan dalam masyarakat terkait sistem pemerintahan, perekonomian, dan sedikit pandangan etika mengenai manusia bahwa manusia harus senantiasa berbuat baik dengan sesama. D. Landasan Teori Penelitian tentang hakikat manusia sudah dimulai sejak zaman Yunani Kuno dan penelitian tentang manusia tidak akan berhenti selama manusia itu ada. Hal yang menarik dari penelitian atas hakikat manusia adalah kedudukan manusia dalam penelitian tersebut. Kedudukannya sangat unik, yaitu bahwa manusia menyelidiki kedudukannya sendiri di dalam lingkungan yang diselidiki pula (Poedjawiyatna, 1970: 50). Kata ”manusia” menurut Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat dalam bahasa Inggris disebut man yang berasal dari bahasa Anglo- Saxon, man. Arti dari kata ini tidak jelas, tidak ada arti yang pasti, namun pada
13
dasarnya bisa dikaitkan dengan mens (Latin) yang berarti “ada yang berfikir” (Bagus, 1967: 564). Manusia dalam pembahasannya sebenarnya sama saja kalau membicarakan tentang pandangan hidup seseorang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disesuaikan dengan ragam sifat manusia dan latar belakang kehidupan sehari-hari yang mempengaruhinya. Manusia dalam kesadarannya adalah individu yang mampu melihat terhubungan dan saling berkaitan antara alam, sesama dan sebagai mahkluk Tuhan. Manusia selalu berupaya mewujudkan harapan kearah yang luhur, oleh karena itu, kemampuan manusia mencakup cipta, karsa dan rasa (homo
sapiens), kemampuan yang ini berpenaruh pada
pemenuhan hidup manusia bagi dirinya dan sesuatu di luar dirinya. Homo sapiens mencakup dua tesis, yaitu animal rasionale yaitu manusia adalah binatang yang berakal. Animal symbolicum maksudnya yaitu manusia adalah binatang yang mengenal, menggunakan simbol, salah satunya diwujudkan dalam bentuk hasil karya dan budaya yang tidak dapat terlepas dengan peradaban manusia, seperti hal dalam seni membatik, batik bukan hanya seni yang hanya dapat dinikmati keindahannya namun juga keunikannya yang mengandung pemahaman filosofis mendalam. Manusia dengan segala tindakan dan upayanya menciptakan sesuatu dengan penuh kesadaran, sehingga akan menegaskan eksistensi kediriannya. Eksistensialisme merupakan tekanan pada eksistensi manusia,
14
yang
membedakan
kualitas-kualitas
secara
individual
dan
tidak
memandang manusia secara abstrak dan umum. Inti dari pandangan eksistensialisme adalah cara pengada manusia yang khas di tengah-tengah makhluk yang lain, bagi kaum eksistensialis, keunikan manusia merupakan tekanan manusia sebagai eksistensi (Snijders, 2004: 23). Manusia merupakan ukuran segala sesuatu yang ada di dunia ini, maka terdapat hubungan antara manusia sebagai pemberi nilai dengan hal di luar dirinya, sehingga mampu berkomunikasi penuh arti membentuk simbol-simbol tertentu, seperti halnya dalam budaya wastra batik terdapat unsur rupa dan unsur visual. Keberadaan karya seni rupa adalah karena tampilnya unsur-unsur rupa yang secara fisik dapat dilihat antara lain terdapat pada garis, bidang, bentuk, ruang warna, tekstur dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut tercipta dalam karya seni untuk mewujudkan citra tertentu sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan atau ingin dikemukakan
(Yudhoseputro,
1994:
167).
Unsur-unsur
tersebut
mengungkap makna bahasa perlambangan dari penciptanya. Bagi orang yang telah terbiasa berkomunikasi dengan karya seni, nilai sebuah karya seni rupa tidak hanya terbatas pada keindahan rupa semata-mata, melainkan juga melalui makna secara filosofis (Yudhoseputro, 1994: 164). Manusia dalam hubungaan dengan berbagai dimensi dalam masyarakat bukan merupakan dua realitas yang asing, melainkan membentuk horison dinamis dalam hubungan yang dialektis, saling memajukan dan saling memperkembangkan, merupakan sebuah upaya
15
mewujudkan tujuan, menciptakan, menggali potensi, gagasan, ide dan kesanggupan manusia untuk mewujudkan dirinya membentuk kebudayaan objektif dalam realitas nilai-nilai budaya, meningkatkan derajat manusia dalam berakal budi, yang mampu mempertanggungjawabkan segala tindakannya, segala kebebasannya dan bahkan keterbatasannya. Manusia terus melakukan aktualisasi untuk menemukan dan mengembangkan identitas (Siswanto, 2005: 98-99). E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Bahan penelitian didapatkan dari pustaka yang berkaitan dengan objek material dan objek formal penelitian. Data kepustakaan dapat dibagi menjadi kepustakaan primer dan kepustakaan sekunder: a. Bahan data primer objek material 1)
Anas.1996. Batik Indonesia, jakarta: PT Tarakan Press.
2)
Djoemena. 1986.
Ungkapan Sehelai
Batik, Jakarta:
Djambatan. 3)
Hamzuri. 1994. Batik Klasik (Classical Batik), Yogyakarta: Djambatan.
4)
Kawendrasusanta. 1985. Motif
Batik dalam Pandangan
Hidup Masyarakat Jawa, Yogyakarta: Lembaga Javanologi.
16
5)
Siswomiharjo,D.
2011.
Pola
Batik
Klasik
Pesan
Tersembunyi yang Dilupakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 6)
Musman, Asti & Ambar, B. 2011. Batik Warisan Adi Luhung Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Andi
b. Bahan data primer objek formal 1)
Adelbert. 2004. Antropologi Filsafat, Manusia, Paradoks dan Seruan, Yogyakarta: Kanisius.
2)
Siswanto, Dwi. 2005. Alam Pemikiran Filsafat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Raya.
3)
Poejawiyata.1970. Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia). Jakarta: Bina Aksara.
4)
Sujarwa.1999. Manusia dan Fenomena Budaya: Menuju Perspektif Moralitas Agama, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
5)
Sudarminto.1974.”Sebuah Refleksi Atas Manusia Sebagai Pribadi ” dalam Driyarkara, STF,Jakarta, Tahun III No.4,30 September.
c. Bahan sekunder 1)
Skripsi
yang
mengangkat
tema
yang
sama
dan
menggunakan objek material mengenai wastra batik klasik atau pedalaman. 2)
Artikel, jurnal, karya ilmiah, majalah dan media lain yang mengulas tentang wastra batik.
17
2. Tahapan Penelitian Penelitian ini dijalankan berdasarkan beberapa tahapan yaitu: 1. Inventarisasi
dan
kategorisasi,
yaitu
pengumpulan
dan
kepustakaan sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang bersangkutan dengan mengkategorikan data yang dikumpulkan sesuai objek material berupa wastra batik kawung dan objek formal penelitian berupa konsep filsafat manusia. 2. Tahap pengolahan data, yaitu mencakup pengolahan data-data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan penguraian masalah sesuai dengan objek formal wastra batik kawung dan material
konsep
filsafat
manusia
yang
selanjutnya
dideskripsikan dan dilakukan analisis kritis 3. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian, yaitu melakukan penyusunan data ke dalam bentuk laporan penelitian yang sistematis dan objektif. Pada tahapan ini peneliti melakukan refleksi kritis atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian. 3. Analisis Hasil Analisis data pada penelitian ini mengacu pada buku “Metodologi Penelitian Filsafat” karangan Anton Bakker dan Achmad
18
Charris Zubair tahun 1990. Adapun unsur-unsur yang digunakan sebagai berikut: 1. Deskripsi Menguraikan hasil pemahaman secara sistematis tentang data mengenai wastra batik kawung dan konsep manusia dalam filsafat manusia. tujuan adalah memperoleh gambaran yang jelas mengenai topik penelitian. 2. Interpretasi Melalui unsur metodis ini mampu menginterpretasikan dan memahami secara mendalam tentang konsep manusia yang terkandung dalam wastra batik kawung. 3. Holistika Data yang telah dikumpulkan akan dilihat secara keseluruhan sehingga diperoleh pemahaman dan analisis yang tepat. 4. Analisis Melalui unsur metodis ini, peneliti menganalisis tentang makna dalam wastra batik kawung dalam perspektif filsafat manusia. F. Hasil Yang Dicapai 1. Konsep makna yang terkandung dalam wastra batik kawung disamping mempunyai keindahan rupa (visual) yang diperoleh bila
19
dipandang mata, wastra batik kawung juga memiliki makna secara filosofis (kejiwaan) yang terkandung dalam sejarah, nama batik, warna, dan motif. 2. Pandangan mengenai manusia dalam filsafat manusia yang terkandung dalam wastra batik kawung. 3. Pandangan mengenai manusia dalam wastra batik kawung, bukan hanya sebagai karya semata, melainkan juga merupakan hasil kebudayaan yang mempunyai makna simbolik konsep manusia dalam menjalani hidup. G. Sistematika Penulisan Penulisan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1 berisi pendahuluan yang mulai dari latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin dicapai dan sistematika penulisan. Bab II berisi tentang pembahasan objek material yang terdiri dari pengertian, sejarah, dan penggolongan wastra batik secara umum, kemudian secara lebih spesifik mengulas sejarah asal usul dan ragam motif wastra batik kawung.
20
Bab III berisi uraian sistematis mengenai objek formal filsafat manusia meliputi tesis-tesis tentang manusia, uraian konsep komunikasi manusia melalui simbol, dan dimensi-dimensi manusia. Bab IV berisi tentang analisis kritis pandangan tentang manusia secara utuh mulai dari dalam berbagai dimensi yang mencakup tahapan kehidupan mansuia kelahiran, menjalani kehidupan sampai pada kematian dalam wastra batik kawung. Bab V berisi penutup yang memuat kesimpulan dengan meringkas secara garis besar pembahasan penelitian dan saran.