BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan Ruang publik pada dasarnya adalah pasar ide yang seharusnya bersifat
dinamis, dimana ledakan-ledakan kreatifitas dapat muncul ke permukaan dan merupakan sumber dari lahirnya karya-karya yang dapat memberikan kontribusi dalam hidup bermasyarakat. Ridwan Kamil (2008), selaku Walikota Bandung, pernah bertutur tentang ruang publik yang memang menjadi salah satu fokus pembangunan kota Bandung, bahwa ruang publik sendiri sejatinya adalah ruang demokratis tempat bertemunya semua khalayak. Ia milik semua orang. Ia menjadi tempat manusia bertoleransi terhadap perbedaan. Ia menjadi tempat manusia berlatih menghadapi kejutan-kejutan sosial. Pada puncaknya, toleransi pluralisme pada ruang publik ini akan mendorong lahirnya konsep public domain, yaitu wacana tempat kita mendiskusikan ruang publik atau bertukar pikiran antar grup sosial yang berbeda. Media publik seperti koran, televisi dan ruang maya di internet, kemudian menjadi sarana dalam bernegosiasi di ruang publik tadi. Syaratnya, public domain ini haruslah independen. Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau taman kota merupakan salah satu bentuk dari ruang publik. Idealnya, sebuah kota memiliki ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan segala aktivitasnya sekaligus mengendalikan kenyamanan iklim dan keserasian estetika kota. Taman kota dipahami sebagai ruang yang berisi unsur-unsur alam dan pemandangan yang ditimbulkan oleh keragaman vegetasi, aktivitas dan unsur-unsur buatan yang disediakan sebagai fasilitas sosial dan rekreasi, serta sebagai paru-paru kota. Dua unsur yaitu alam dan masyarakat merupakan unsur-unsur yang harus diakomodasikan dalam suatu perencanaan dan perancangan taman karena dalam merancang suatu taman harus diyakinkan bahwa keberadaan masyarakat berperan penting untuk dapat melindungi lingkungan alami ketika pada saat yang sama menyediakan kebutuhan yang bervariasi bagi masyarakat itu sendiri sebagai penggunanya. (Oktorina, 2004:1) Menurut Karen Tambayong (2011), selaku Ketua Umum Yayasan Bunga Nusantara, Sekjen Dewan Hortikultura Nasional, Ketua Komisi Green City International Association Horticulture Producer, serta Komite Tetap Bidang 1
2 Pengembangan Pasar Pertanian Kadin dan pendiri Forum Pangan dan Pertanian Indonesia (FPPI), menekankan bahwa taman kota itu penting, karena buruknya lingkungan dan pencemaran udara yang semakin merajalela di kota-kota besar di Indonesia memberi dampak buruk yang sangat nyata, yakni kriminalitas yang semakin meningkat dan orang-orang yang semakin sadis karena tekanan psikologis yang disebabkan oleh beban hidup. Taman kota yang berfungsi sebagai ruang hijau akan sangat berpengaruh, selain sebagai pengendali banjir, menyelamatkan pohon untuk mereduksi emisi, penghalang kebisingan (sound barrier), meningkatkan kualitas air dan kesehatan, juga mampu menyembuhkan masyarakat dari tekanan psikologis yang mereka alami. Bagi masyarakat saat ini, keberadaan ruang hijau sudah menjadi suatu kebutuhan, sama seperti kebutuhan kita untuk makan. Kita tidak ingin masyarakat sakit, karena biaya menyembuhkan orang sakit akan lebih besar daripada biaya pencegahannya. Bandung adalah kota yang memiliki taman-taman yang tersebar di sudutsudut kotanya. Saat ini, taman-taman itu telah dihadirkan kembali dengan berbagai visual dan fungsi-fungsi yang dikhususkan atau ditekankan, seperti: Taman Film, Taman Fotografi, Taman Musik, Pet Park, Taman Gesit, Taman Kandaga Puspa, Taman Superhero, Taman Jomblo, dsb.
Gambar 1 Taman Film Sumber: Livina Intania
3
Gambar 2 Taman Foto Sumber: Livina Intania
Gambar 3 Taman Pasupati (Jomblo) Sumber: Livina Intania
4
Gambar 4 Taman Lansia Sumber: Livina Intania
Kemunculan taman-taman yang memiliki wajah baru ini mendapat sambutan cukup baik dari publik. Namun pertanyaannya adalah, apakah peruntukan khusus taman-taman itu sesuai dengan kebutuhan atau keinginan publik? Apakah warga memanfaatkannya? Apakah kemudian warga ikut serta dalam menjaga atau memelihara taman-taman tersebut? Jika taman yang telah dibangun dan disediakan itu ternyata tidak dimanfaatkan dan tidak menjadi bagian dalam keseharian hidup warga, maka perannya sebagai ruang publik menjadi sia-sia belaka. Taman yang telah disediakan ini, berarti tidak berhasil menjalankan fungsinya secara efektif. Seorang budayawan, seniman sekaligus tokoh masyarakat Bandung, Tisna Sanjaya bahkan pernah menyatakan di media, bahwa pembangunan di kota Bandung itu bersifat gimmick belaka, hanya sampai kulit luarnya saja, belum menyentuh esensi permasalahan masyarakat Bandung. Menurut beliau, mungkin pemerintah kota sebaiknya tidak main sendiri. Saat ingin melakukan pembangunan, sebaiknya pemerintah membiarkan warga tahu dan turut memberikan pendapat. Sejalan dengan pemikiran itu, maka alangkah baiknya bila perancangan taman-taman itu disertai partisipasi dari publik. Warga diajak bersama-sama mewujudkan ruang-ruang yang akan digunakan bersama. Keterlibatan itu akan menimbulkan ikatan emosional yang dapat melahirkan perilaku positif terhadap keberadaan dan kelanggengan ruang-ruang publik itu. Tanpa keterlibatan,
5 maka tak ada keterikatan. Maka taman-taman yang indah itu tidak akan dijaga dan tidak akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Ia hanya menjadi dekorasi sebuah kota, tak pernah menjadi ruang publik sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya, melalui observasi langsung, penulis mendapati bahwa taman-taman itu memang tak selalu didatangi pengunjung. Beberapa, kondisinya tampak kurang terawat dan agak kotor. Merupakan sebuah ironi, melihat tamantaman ini tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ruang terbuka hijau yang selama ini begitu didambakan orang di mana-mana, ternyata hanya dimanfaatkan oleh segelintir orang saja. Taman-taman ini tidak akan mampu bertahan tanpa dihidupkan oleh warganya, lama kelamaan keindahannya akan meredup dan terbengkalai. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, penulis tergerak untuk menemukan solusi agar bagaimana kehadiran ruang publik yang sudah ada tersebut tidak menjadi sia-sia. Bahwa orang-orang diharapkan datang dan memanfaatkan ruang publik tersebut secara berkelanjutan, bukan hanya sekali bertandang. Taman-taman yang telah terlanjur hadir di tengah masyarakat ini diharapkan dapat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Mengiringi setiap momentum sosial budaya yang membawa perkembangan dan kemajuan masyarakat, hingga akhirnya dapat terbangun ikatan emosional yang dapat melahirkan korelasi positif antara masyarakat dan ruang publiknya.
1.2
Lingkup Proyek Tugas Akhir Berdasarkan latar belakang tersebut dan dilihat dari pendekatan Desain
Komunikasi Visual, pertama-tama pertama-tama penulis akan mengumpulkan informasi sebagai data faktual seputar taman-taman di Bandung sehubungan dengan fungsinya
sebagai
ruang
publik,
merumuskan
permasalahannya,
mencari
kemungkinan-kemungkinan solusinya, lalu mempersiapkan kampanye secara strategis dengan target sasaran yang lebih spesifik sebagai manifestasinya.
6