B. Metodologi Pembelajaran Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metodologi berarti ilmu tentang metode dalam bahasa Arab disebut minhaj, wasilah, kaipiyah, dan thoriqoh, semuanya adalah sinonim, namun yang paling populer digunakan dalam dunia pendidikan Islam adalah thoriqoh, bentuk jama’ dari thuruq yang mempunyai arti jalan atau cara yang harus ditempuh. Maka metodologi dalam pengertian ini adalah ilmu tetang metode yaitu ilmu yang mempelajari cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk mencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Berdasarkan pengertian di tersebut, maka dijumpai dalam buku metodologi pengajaran lebih banyak membahas bermacam-macam metode, seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi dan lain-lain. Pengertian yang lebih luas tentang metodologi adalah pengajaran ialah ilmu yang mempelajari segala hal yang akan membawa proses pengajaran bisa lebih efektif dari segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkan, ciri-ciri perkembangan murid-muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh maklumat, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan. Hal ini sesui dengan fiman Allah SWT
Artinya: Serulah (Manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik, serta berbantahlah mereka dengan cara yang baik (QS.An-Nahl : 125). Dengan demikian, metodologi pembelajaran tidak hanya membahas metode semata, tapi kajiannya lebih luas yaitu mengaitkan cara mengunakan metode dengan bahan yang diajarkan. Guru mempunyai peranan penting dalam mendorong terjadinya proses belajar. Maka oleh sebab itu guru dituntut untuk menanamkan pengetahuan dan kecakapan kepada pelajar dalam menyampaikan dan membahas ilmu dalam proses belajar mengajar. Maka persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan mengajar, bagaimana terjadinya proses belajar pada pelajar, bagaimana agar murid dapat dengan mudah menerima bahan pelajaran. Sementara itu membahas cara-cara guru menyajikan bahan pelajaran kepada pelajar. Pembahasan dimaksudkan untuk mencari cara penyajian yang cepat dan tepat. Cara-cara yang digunakan guru dalam mengajar ada yang dapat diterapkan kepada semua bahan pelajaran dan semua sekolah; ada pula yang berlaku khusus untuk suatu bahan pelajaran, seperti agama dan bahasa. Ilmu yang membahas cara-cara pertama disebut metodik umum. Sedangkan yang membahas cara-cara kedua disebut metodik khusus. Dari pembagian terakhir inilah diperoleh Metode Khusus Pengajaran Agama Islam atau Metodologi Pengajaran Agama Islam. Persoalan-persoalan yang dibahas di dalamnya terutama meliputi rencana pelajaran (kurikulum), bentuk pengajaran, jalan pelajaran, alat pelajaran dan evaluasi. Karenanya mempelajari Metodologi pengajaran merupakan hasil pengkajian pengalaman yang mempunyai kebenaran yang di
landasi dengan metode ilmiahyang merupakan prasyarat yang mutlak dalam profesi keguruan. Dengan demikian,memberikan kemudahan kepada guru dalam menjalankan tugas mengajar dalam mentranfermasi ilmu terhadap peserta didik. Maka dengan menggunakan metodologi pendidikan guru akan menambahkan wawasan dan ilmu pengetahuan yang sesaui dengan perkembangan zaman. Karna realita yang terjadi kebanyakan guru dalam mentranfermasikan ilmu yang baik tanpa didukung metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Atas dasar itu, perhatian dan harapan yang besar terhadap masalah pendidikan Islam. Dalam metode pembelajaran pendidikan Islam guru harus bisa mecapai suatun kepribadian muslim yang seluruh aspek dijiwai oleh ajaran agama Islam, sehingga perhatian dan pedoman pengajaran menjadi penentuan untuk mencegah atau untuk menghindari penyimpangan. Karana dalam materi pendidikan agama islam banyak pengembangan dan penjabaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah nabi. Dalam pendidikan agama islam mengajarkan hubungan keserasian, keselarasan dan keseimbangan manusia dengan Allah SWT, manusia dengan sesama manusia,manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan mukluk lain dan lingkungannya. Maka perlu pemahan yang mendasar bagi pendidik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Pendidik merupakan pembawa stagnesi dan penentu kemajuan masa kebodohan atau kemajuan bukanlah karena tidak adanya orang-orang jenius, melainkan metode penelitian dan cara melihat sesuatu. Maka dalam metode pembelajaran perlu adanya pengembangan, penyaluran, pencegahan, penyesuaian dan perbaikan. Sehingga dalam pembelajar bisa berjalan dengan aktif di perlukan pendekatan dengan cara pemprosesan subjek atas objek dalam bercara pandang dengan
konteks yang lebih luas. Melihat dari perlunya pendekatan harus adanya strategi yang digunakan peserta didik untuk menunjang keefektifan, keefesien dalam proses pembelajaran materi tertentu. Dalam proses pembelajaran peserta didik dan yang mendidik harus memiliki karakteristik dan fungsinya yang perlu dipahami secara lebih terinci, yakni komponen guru dengan fungsi mengajar dan komponen peserta didik dengan fungsi belajar. Dengan demikian selanjutnya akan dapat dirumuskan kemungkinan interaksi antara keduanya, yang pada keduanya sangat menentukan upaya pencapaian tujuan pembelajaran yang telah digariskan dalam pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi antara guru dan peserta didik. C. Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan berasal dari kata didik. Dengan diberi awalan pend dan akhiran kan, yang mengandung arti perbuatan, hal, dan cara. Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan pada feeling attituted, personal ideals, aktivitas kepercayaan. Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu ta’lim (mengajar.ta’dib (mendidikdan tarbiyah (mendidik. kata ta’dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama Islam, karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas, sebagaimana kata terbiyah juga digunakan
untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara. Dalam perkembangan selanjutnya, bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata adab dipakai untuk kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam hingga populer sampai sekarang. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam untuk usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai. Peserta didik harus disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Dalam konteks Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, mempnyai nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode, yaitu : pertama, membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadaNya semata. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an dan Alhadist. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran al-Qur’an yang disebut pahala dan siksaan. Berangkat dari beberapa penjelasan tersebut, dapat dikemukan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan / atau latihan yang dilakukan GPAI secara berencana dan sadar dengan tujuan agar peserta didik bisa menumbuh kembangkan akidahnya melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT yang pada akhirnya mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama
dan berakhlak mulia. 2. Dasar-Dasar Pendidikan Setidaknya dasr-dasr pendidikan agama Islam dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: a. Dasar Yurudis Indonesia yang telah memberikan landasan bagi pendidikan tidak terkecuali pendidikan agama Islam. Secara yuridis agama Islam memiliki tiga dasar yaitu: 1) Dasar ideal, pancasila sila pertama: ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. 2) Dasar Struktural/ Konstitusi; dalam UUD ’45 yang telah diamandemen, BAB XIII, tentang pendidikan pasal 31, ayat 1-5 dikatakan: 3) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. 4) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. 5) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. 6) Negara memprioritaskan pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional. 7) Pemerintah memajukan ilmu pengetahun dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Dalam Undang-Undang tentang SISDIKNAS tahun 2003 terdapat beberapa bab dan pasal yang dapat dijadikan dasar bagi pendidikan agama di Indonesia, yaitu: 1) Bab II Dasar, Fungsi dan Tujuan, Pasal 2; ”Pendidikan Nasional berdasrkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 2) Bab III prinsip penyelenggaraan pendidikan pasal 4 ayat (1) satu: ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. 3) Bab V Peserta Didik, Pasal 1a; ”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. 4) Bab VI Jalur dan jenis pendidikan, bagian kesembilan, Pendidikan Keagamaan, pasal 30; 5) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. 7) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal. 8) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. 9) Sedang untuk pendidikan dasar (SD dan SMP) disebutkan dalam bab VI jenjang, jalur, dan jenis pendidikan, bagian kedua, Pasal 18 yang berbunyi:
a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. b) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. b. Dasar Religius 1) Al-Qur’an Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang telah diwahyukan kepada Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspekm kehidupan manusia termasuk pendidikan. Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan agama Islam, memiliki perbendaharaan yang luas dan besar bagi pengembangan kebudayaan umat manusia. Ia merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spirtual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada sumber yang termuat dalam al-Qur’an. Dari penjelasan di atas tidaklah berlebihan jika kitab al-Qur’an dijadikan sebagai sumber utama bagi pendidikan Islam. 2) Al-Sunnah Seperti al-Qur’an, al-Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Selain itu sunnah juga berisi petunjuk
untuk menciptakan kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasulullah SAW menjadi guru dan sekaligus pendidik utama. Hal ini pernah dicontohkan olehnya; pertama, dengan menggunakan rumah alArqam ibn Abi al-Arqam sebagai tempat menuntut Ilmu, kedua, dengan memanfaatkan satu tawanan perang untuk mengajar cara membaca dan menulis 10 orang Islam, ketiga, dengan mengirim para sahabat ke faerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. 3)
Ijtihad Secara etimologi kata ijtihad berarti kemampuan dan kesulitan, dan ijtihad secara terminologi adalah mencurahkan kesanggupan yang ada dalam membahas (menyelidiki) suatu masalah untuk mendapatkan suatu hukum yang bertitik tolak kepada kitab dan sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang seolah-olah akal sehat dari para ahli pendidikan agama Islam. Ijtihad tersebut harus dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.
c. Dasar Sosial Psikologis Seluruh manusia dalam kehidupannya ini selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama,
disadari atau tidak, setiap manusia membutuhkan kepercayaan kepada Tuhan yang akan menolongnya menghadapi kekurangan atau kegelisahan, akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam hidup, terutama kebutuhan psikis adalah kebutuhan utama dan pokok. Menurut al-Syaibani sebagaimana ditulis oleh Ahmad Tafsir, manusia mempunyai kecenderungan beriman kepada kekuasaan tertinggi, yang menguasai jagad raya ini, yang mana kecenderungan itu dibawa sejak lahir. Bagi seorang muslim, ia akan merasa tenang dan tenteram hatinya apabila ia selalu mendekat dan mengabdi kepada Allah SWT 3. Tujuan Pendidikan Islam Dalam pendidikan Islam tujuan adalah suatu hal yang mutlak, karena tanpa adanya sebuah tujuan tertentu, maka pendidikan Islam tidak akan terarah dan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Indonesia telah merumuskan tujuanpendidikan nasional, disebutkan dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab II: ”Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yag beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Adapun tentang tujuan pendidikan Islam Menurut Imam Ghazali, sebagaimana ditulis oleh Abudin Nata, bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah: Tercapainya insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT.
Tercapainya insani yang bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akherat. D. Implementasi Metodologi Pembelajaran PAI Di Kelas Agar hal ini tercapai dituntut mampu mengembangkan kemampuannya dalam pembelajaran PAI, agar prinsip metodologi pembalajaran PAI terpusat pada guru dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam pembelajaran PAI sangat di perlukan metode dalam sistem pengajaran ketika tujuan dan materi baik tanpa didukung dengan metode penyampaian yang baik dapat menghasilkan yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan agama Islam sangat memperhatikan terhadap masalah metodologi pembelajaran ini. Sebagaimana hadits nabi, yang artinya sebagai berikut: Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya). Dan metode masuk surga, adalah ilmu (H.R. Dailami). Pola komunikasi yang harus dipertimbangkan dalam menentukan proses pembelajaran adalah kemampuan guru, karakteristik kelas, sumber belajar yang tersedia dan pencapian. Agar komunikasi antara pendidik dan peserta didik serta antara peserta didik dengan sesamanya terlaksana secara maksimal dan sempurna, maka ruang kelas harus Aksebilitas ( Peserta didik mudah menjangkau alat ), Mobilitas, Interaksi , Variasi kerja didik ( Memungkinkan peserta didik bekerja sesama antara
perorangan berpasangan atau kelompok). Agar pola komunikasi dalam pembelajaran efektif dan efesian gru harus memahami metode pembelajaran yaitu : 1. Metode ceramah adalah suatu cara penyajian atua penyampaian imformasi melalui penerangangan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswa. 2. Metode diskusi yaitu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada peserta didik atau kelompok untuk mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan. 3. Metode tanya jawab adalah cara guru mentransformasikan materi pelajaran melalui tanya jawab dengan siswa agar Situasi kelas akan hidup dalam menjawab pertanyaan berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang di dapatnya atas pribadi individu masing-masing. 4. Metode sosiodrama adalah penyajian bahan dengan memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya dalam bertuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya. Metode ini dapat merangsang jiwa belajar peserta didik dan melihat atau mereka langsung aktif dalam kelas, misalnya tentang salat berjamaah; ada muadzin, jamaah, imam, dalam hal ini, guru tinggal mengawasi dan mengoreksinya. 5. Metode demonstrasi adalah cara pembelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan sesuatu di hadapan siswa untuk memperjelas pengertian, misalnya cara shalat, tayamum, dan lain-lain. metode demonstrasi Dapat mempertinggi perhatian dan kekhusukan peserta serta Keaktifan mereka termotivasi karena seluruh panca indera berfungsi dan mempercepat penguasaan ilmu dan keterampilan yang diajarka
6. Metode eksperimen adalah upaya didalam melakukan tentang suatu hal didalam suatu ilmu pembelajaran. 7. Metode ini merupakan suatu cara dalam proses belajar mengajar, dimana guru memberi tugas tertentu dan siswa mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggung jawabkan kepada guru sehingga tertananam rasa responsibility. Namun dari semua implementasikan juga metode mengajar kontekstual dengan penayangan melalui laptop dan infocus sesuai dengan perkembangan zaman yang mengharuskan penggunaan teknologi canggih dengan penggunaan (IT) berdampak positif bagi mahasiswa ternyata dengan menggunakan cara ini, terlihat bahwa mahasiswa tidak jenuh menerima materi kuliah, bahan ajar yang saya sampaikan bahkan mahasiswa tertantang untuk lebih pintar dari dosennya. E. Kesimpulan Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan dan pendidikan agama Islam adalah Tercapainya insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT. Tercapainya insani yang bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akherat. Maka dalam pembelajaran PAI sangat di perlukan metode dalam sistem pengajaran supaya anak didik mampu menguasai materi yang dismpaikan oleh pendidik.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman Mas’ud, 2002, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ; Humanisme Raligius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta, Gama Media. Abdurrahman Saleh Abdullah,1994, Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an, cet. kedua, Jakarta, Rineka Cipta. Abu Taudhied, 1990, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ahmad tafsir, 2004, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet ke delapan. Bandung, Remaja Rosdakarya. Arif Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: CIPUTAT PRES. Hasan Langgulung, 2000, Asas-asas Pendidikan Islam, edisi revisi, Jakarta, Al-Husna Zikra. Nazarudin Rahman, 2009, Manajemen Pembelajaran ; Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Cet I, Yogyakarta, Pustaka Felicha. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Alih bahasa Hasan Langgulung, cet. pertama. Jakarta, Bulan Bintang. Zuhairini, et, al, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Usaha Nasional; 1983) Jimly Ash-Shiddiqy, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 2002)