12
B AB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi oleh Tuhan Yang
Maha Esa berupa wilayah yang luas, berkedudukan pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera, dengan kondisi alam yang memiliki banyak keunggulan, serta kaya akan keanekaragaman sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Salah satu sumber daya alam yang sangat besar pengaruhnya bagi kepentingan bangsa Indonesia adalah minyak bumi dan gas bumi. Minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional, dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata dalam segi materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Minyak bumi dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang strategis bagi negara. Penggolongan tersebut termuat dalam pengaturan mengenai bahan galian, yaitu PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian, yang pada intinya membagi bahan galian menjadi tiga golongan, yaitu: 1.
Golongan A : golongan bahan galian yang strategis.
2.
Golongan B : golongan bahan galian yang vital.
13
3.
Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian A dan B.
Berdasarkan penggolongan bahan galian yang mengklasifikasikan minyak bumi dan gas bumi sebagai kekayaan alam yang strategis bagi negara tersebut, maka berdasarkan Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyebutkan : (1) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. maka penyelenggaraan kegiatan usaha minyak bumi dan gas bumi di Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh negara. Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel, yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada PT. Pertamina (Persero)
untuk
melaksanakan
kegiatan
yang
mencakup
pengusahaan
14
pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke seluruh pelosok tanah air. Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN. Permina dan setelah merger dengan PN. Pertamin di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. Pertamina. Setelah bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi Pertamina. Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. Pertamina (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 4 PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak
4
PT.PERTAMINA (persero), “Sejarah PERTAMINA”, diakses dari http://www. pertamina.com, tanggal 14 Oktober 2010.
15
Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) . 5 Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud didirikannya Pertamina adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tujuan dari PT. Pertamina adalah : 1.
Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara efektif dan efisien.
2.
Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pertamina melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi: 6 1.
Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya.
2.
Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
5
PT. PERTAMINA (persero), “Tentang PERTAMINA”, diakses dari http://www. pertamina .com, tanggal 14 Oktober 2010. 6 Ibid
16
(PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik Pertamina. 3.
Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
4.
Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.
Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pertamina, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya, maka Pertamina memproduksi antara lain produkproduk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak (yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan). 7 Pertamina kemudian melaksanakan pendistribusian dan pemasaran atas keseluruhan produknya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan pendistribusian produk Pertamina, khususnya BBM, Pertamina dituntut untuk melaksanakan pendistribusian ke seluruh pelosok tanah air dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, mutu yang baik dengan harga yang layak (sesuai ketentuan yang berlaku). 8
7
Sejarah Pertamina, Op.cit Repository, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21870/4/ Chapter%20I. pdf, tanggal 14 Oktober 2011 8
17
Luasnya
wilayah
yang
harus
dijangkau
oleh
Pertamina
dalam
pendistribusian BBM mengharuskan Pertamina melakukan kerja sama dengan pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan menyalurkan BBM dan BBK, serta produk lain yang disediakan dan dijual oleh Pertamina. Pengusaha pemilik SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Umum) sebagai salah satu mitra kerja Pertamina dalam kegiatan penyaluran BBM mengemban tugas dari Pertamina untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotor dengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Kehadiran SPBU sebagai lembaga penyalur retail BBM, yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, lebih memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM. 9 Setelah bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli industri MIGAS. Menghadapi persaingan bebas tersebut, khususnya di sektor retail BBM, Pertamina saat ini sedang berbenah untuk melakukan transformasi di segala bidang, termasuk di fungsi Retail Outlet SPBU. Upaya yang dilakukan dalam transformasi tersebut adalah pemberian standarisasi pelayanan SPBU Pertamina. Pertamina berkomitmen memberikan pelayanan terbaik, dengan istilah “Pertamina Way”, SPBU yang telah sukses menerapkan Pertamina Way berhak mendapatkan Sertifikasi Pasti Pas. 10 Pertamina Way merupakan standar baru yang diterapkan untuk seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU Pertamina) di seluruh 9
Ibid SPBU, diakses dari http://sppbe.pertamina.com/off/spbu.aspx, tanggal 27 Mei 2011
10
18
Indonesia, dengan menempatkan konsumen sebagai stakeholder yang utama. Berbagai aspek juga ditingkatkan baik dari segi pelayanan, jaminan kualitas dan kuantitas termasuk kenyamanan di lingkungan SPBU. Penjabaran Pertamina Way adalah STAF (pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi), Kualitas dan Kuantitas, Peralatan dan Fasilitas, Format Fisik, dan Produk dan Pelayanan. Pengusaha yang berminat untuk menjalin kerjasama dengan Pertamina dengan mendirikan SPBU, sekaligus mengikuti program ”Pertamina Way” harus memenuhi persyaratan awal sebagai berikut: 11 1.
Warga negara Indonesia
2.
Memiliki modal berupa: a.
penguasaan atau kepemilikan lahan untuk lokasi SPBU ( buktibukti kepemilikan atau penguasaan atas lahan yang ditunjukkan melalui Sertifikat Tanah, Surat Kontrak, dan dokumen pendukung lainnya), dan
b.
modal investasi SPBU dan pembangunannya (dengan menyertakan bukti-bukti ketersediaan modal investasi dan operasional berupa fotocopy sertifikat deposito (dilegalisir), giro,ataupun fotocopy dokumen pendukung lainnya )
3.
Bersedia mengikat perjanjian dengan Pertamina
4.
Bersedia mengelola dan mengendalikan SPBU sesuai standar Pertamina. Prosedur yang harus dilalui untuk permohonan pendirian SPBU yang telah
disetujui (approved) adalah: 12 11 12
ibid Repository, Op.cit.
19
1.
Pengusaha
dapat
menghubungi
Region
setempat
dengan
menunjukkannsurat persetujuan yang diterima, yang selanjutnya oleh region setempat akan diterbitkan Surat untuk melengkapi berkas yang terdiri atas : a. IMB b. Surat izin timbun c. SIUP, SITU d. NPWP e. UKL/UPL f. Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga dan lingkungan sekitar g. Layout, gambar perspektif dan bestek sesuai dengan standar PT Pertamina (PERSERO) 2.
Menyampaikan Kelengkapan Berkas kepada Region setempat, yang selanjutnya diterbitkan surat izin membangun SPBU baru.
3.
Pelaksanaan pembangunan SPBU sesuai dengan ketentuan Pertamina.
4.
Pelaksanaan bisnis SPBU harus melalui prosedur audit sebagaimana telah ditentukan Pertamina.
Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi Pasti Pas adalah SPBU harus lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh Pertamina. Audit ini mencakup : 13 1.
standard pelayanan 13
PT.PERTAMINA (persero), “ ‘PASTI PAS!’ Dapat Dipercaya ”, diakses dari http://pastipas.pertamina.com, tanggal 21 Oktober 2010
20
2.
jaminan kualitas dan kuantitas
3.
kondisi peralatan dan fasilitas
4.
keselarasan format fasilitas
5.
penawaran produk dan pelayanan tambahan
Apabila SPBU lolos audit sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pertamina, SPBU berhak mendapatkan sertifikasi. Seluruh proses sertifikasi dilakukan secara independen oleh Bureau Veritas, institusi auditor independen internasional yang memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU. 14 Setelah mendapatkan sertifikat Pasti Pas, SPBU akan tetap diaudit secara rutin. Apabila tidak lolos audit, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU Pertamina Pasti Pas. Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, kerjasama antara Pertamina dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas diatur dalam suatu perjanjian yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU, dengan jangka waktu perjanjian yaitu selama dua puluh tahun. Surat perjanjian kerjasama yang mengikat Pertamina dengan SPBU Pertamina Pasti Pas merupakan perjanjian bentuk baru yang sama sekali berbeda dengan perjanjian pengusahaan SPBU sebelumnya (yang tidak bersertifikasi Pasti Pas). Pada perjanjian kerjasama ini Pertamina menerapkan prosedur monitoring yang lebih ketat, mulai dari proses pembangunan SPBU, pemeliharaan, pengoperasian, hingga pengelolaan SPBU. Selain itu, Pertamina juga menetapkan 14
Mengenal SPBU Pertamina “Pasti Pas”,diakses dari https://berdikaricita sejahtera.Word press.com/ category/tentang-pertamina/page/2/, tanggal 27 Mei 2011
21
standar tertentu, yaitu ”standar pelayanan” yang harus dipatuhi oleh seluruh SPBU yang telah bersertifikasi Pasti Pas. Selama masa perjanjian berjalan, SPBU Pertamina Pasti Pas wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pertamina. Perjanjian kerjasama dalam bentuk baru tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak seperti diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undangundang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, selanjutnya disebut BW) yang tetap tak terlepas dari keharusan untuk memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 BW. Mengingat bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang terformat dalam bentuk baru, maka hubungan hukum yang terjalin antara Pertamina sebagai produsen, dengan pengusaha SPBU Pertamina Pasti Pas sebagai “middle man” atau pedagang perantara perlu dikaji lebih dalam sehingga pada akhirnya dapat ditentukan karakter dari perjanjian ini. SPBU di sini juga berperan dalam memperlancar transportasi dan mobilisasi barang dan jasa, kebutuhan bahan bakar sangat tinggi. untuk itu diperlukan kegiatan pengadaan Bahan Bakar Bensin. Yang dalam hal ini baik tempat maupun pengadaan bahan bakar bensin dilakukan kerja sama antara Koordinator Pengecer dari Pertamina dengan Stasiun Pengisian bahan Bakar untuk Umum (SPBU), kerjasama pengadaan bensin tersebut dituangkan dalam Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Umum (SPBU) sebagai dasar untuk melaksanakan
22
kerjasama pengadaan bahan bakar bensin dan agar terjalin hubungan serta koordinasi yang baik antara koordinasi Pengecer dari Pertamina dengan SPBU. Berbagai pengalaman selama ini dengan bertambahnya jumlah perusahaan jasa pengisian bahan bakar bensin (SPBU), maka dirasakan adanya penurunan pendapatan dari penjualan yang disebabkan karena semakin berkurangnya pasokan bensin dari pihak Pengecer Pertamina. Dalam hal ini ketentuan atau peraturan yang menjamin para pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan bahan bakar bensin masih belum berkembang, karena perjanjian pengadaan bahan bakar yang dibuat oleh Pertamina dan SPBU hanya terbatas pada perjanjian jual beli saja, dimana pedagang dalam hal ini pihak Pertamina sabagai pemberi kredit atau penjual dan SPBU sebagai debitur. Namun mengenai hal-hal yang telah dijanjikan sudah merupakan suatu perjanjian yang sah meskipun hubungannya hanya terbatas pada penjual dan pembeli saja. Dalam praktek pengadaan bahan bakar banyak sekali hambatan – hambatan yang terjadi, antara lain lemahnya posisi SPBU dalam menghadapi (Pertamina). Sebagai contoh, karena perjanjian telah dibuat secara tulis atau standar maka sering kali terjadi masalah dimana isi perjanjian kurang sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu sering kali dalam pelaksanaan pengadaan bahan bakar tersebut timbul perselisihan diantara para pihak dan bukan hal yang luar biasa jika pihak Pertamina atau Pemerintah melakukan praktek wanprestasi yang merugikan pihak SPBU. Tetapi jika hal ini dilakukan oleh pihak SPBU akibatnya akan fatal. Permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan bahan bakar seperti bentuk
23
wanprestasi
yang
dilakukan
para
pihak
dan
penyelesaiannya
dapat
diketahui,jugauntuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik PERTAMINA maupun SPBU Nomor 818/FIII00/2008.S3 ini. Oleh karena itu agar tercipta keteraturan dalam ketertiban dalam kerjasama pengadaan bahan bakar, peran hukum diuji kemampuannya umtuk dapat mengayomi kepentingan-kepentingan para pihak. Sebab jika kita kembali kepada proporsinya betapa hukum itu merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagi sarana untuk melayani hubungan di antara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat kepastian hukum dalam lalu lintas hubungan tersebut. 15 Maka jelaslah bahwa peran Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) perjanjian pengadaan bahan bakar dengan Pertamina yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Penunjukan Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian
Bahan
Bakar
Minyak
Untuk
Umum
(SPBU)
Nomor
818/FIII00/2008.S3 sangat penting. Di samping itu juga untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul seputar pelaksanaan perjanjian karja sama pengadaan bahan bakar seperti bentuk wanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya serta untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan para pihak baik Pertamina maupun SPBU. Alasan yang mendasari penulis mengambil judul “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan 15
11
Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung : Angkasa Bandung, 1980), hal.
24
Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)” adalah karena saat ini di sektor bisnis retail BBM sedang marak dipromosikan pada berbagai media adanya SPBU dengan sertifikasi Pasti Pas yang menjamin pelayanan terhadap konsumen setaraf dengan standar kelas dunia, yang merupakan perwujudan Pertamina dalam meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Sebagaimana lazimnya suatu hubungan bisnis, tentunya kerjasama pengusahaan SPBU Pasti Pas ini terbingkai dalam suatu perjanjian. Oleh karena perjanjian kerjasama ini tergolong baru, melibatkan perusahaan besar yaitu PT.Pertamina (persero), serta banyak melibatkan pengusaha SPBU sebagai pedagang perantara atau middle man, maka karakteristik perjanjian tersebut perlu dikaji dari sudut pandang hukum ekonomi secara lebih dalam, serta bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama ini dapat berjalan didalam penyaluran dan pemasaran BBM kepada konsumen dalam hak ini masyarakat. Bahkan ketika adanya wanprestasi dari salah satu pihak, maka bagaimana hukum ekonomi menyelesaikan sengketa antara para pihak dalam perjanjian kerjasama ini. Maka dari itulah penulis terdorong untuk menguji dan meneliti permasalahan tersebut dengan memberikan judul ”Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina (Persero) dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)” (Studi Kasus pada SPBU Nomor 14 201 1110)
25
B.
Permasalahan Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina “Pasti Pas” antara PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha SPBU ?
2.
Bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama penyaluran dan pemasaran BBM?
3.
Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a.
Untuk mengkaji karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina ( Persero ) dengan Pengusaha SPBU.
b.
Untuk mengkaji kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama penyaluran dan pemasaran BBM.
c.
Untuk mengkaji penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi. Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas,
antara lain : a.
Manfaat teoritis, sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan untuk memperluas atau memperdalam hasil penelitian
26
yang telah ada terhadap perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina (Persero) dengan Pengusaha SPBU. b.
Manfaat praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dalam perlindungan hukum para pihak yang melaksanakan perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU ini.
D.
Keaslian Penulisan Penulisan mengenai “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT. Pertamina
(Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM)” ini belum pernah dilakukan dalam topik permasalahan yang sama, baik di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maupun di lingkungan lainnya. Hal ini diketahui penulis setelah melakukan pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui penjelajahan di media internet. Tulisan ini mengfokuskan penelitiannya terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan antara PT. Pertamina dan Herin Manurung selaku Pengusaha SPBU yang berlokasikan pada SPBU.
E.
Tinjauan Kepustakaan Judul skripsi ini adalah “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama PT.
Pertamina (Persero) dengan Pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) dalam Penyaluran dan Pemasaran Bahan Bakar Minyak (BBM).”
27
Adapun uraian dari judul skripsi ini adalah : Perjanjian menurut Pasal 1313 BW didefinisikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Para sarjana menyatakan bahwa rumus pasal 1313 KUH Perdata diatas memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal tersebut adalah sebagai berikut : a.
16
Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya datang dari satu pihak saja,tidak
dari
kedua
belah
pihak.Seharusnya dirumuskan
saling
mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak. b.
Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa,tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus. Seharusnya digunakan kata “persetujuan”
c.
Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan,janji kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitor dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III
16
78
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1990), hal.
28
KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. d.
Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdul Kadir Muhammad merumuskan definisi perjanjian,yaitu persetujuan antara dua orang yang saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 17 Dalam kehidupan sehari-hari istilah perjanjian sering juga disebut sebagai persetujuan, hal ini dapt dilihat dari adanya persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan atau tidak untuk melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan memliki arti yang sama. Perkataan kontrak merupakan pengambilan-alihan dari perkataan bahasa latin contactus,yang berarti perjanjian, Istilah kontrak yang semula hanya merupakan padanan kata dari perjanjian tertulis. 18 Pengusaha SPBU menurut Pasal 1 angka 18 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah suatu proses pekerjaan oleh Badan Hukum atau perorangan yang memiliki dan mengelola bisnis di SPBU atau hanya memiliki SPBU. Perjanjian kerjasama antara Pertamina dan pengelola SPBU ini merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara Pertamina dengan pengusaha swasta
17
Ibid, hal.79 P.J.Supratignyo, Metode dan Teknik Pembuatan Akta Kontrak, (Semarang: Unika Soegiyapranata, 1997), hal.1 18
29
(SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan bahan bakar minyak bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku. Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum. Sektor migas sangat berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Karena itu pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, yang pada intinya Pertamina sebagai BUMN mempunyai wewenang untuk mengelola migas. Karena keterbatasan modal dan jangkauan wilayah Indonesia yang sangat luas, pertamina menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu bentuknya yaitu kerjasama pengelolaan SPBU.
F.
Metode Penelitian
a.
Studi Kepustakaan (Library Research) Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) , dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jawaban atas rumusan masalah dipecahkan dengan mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut BW), pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, PP nomor 27 tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian, Undang Undang nomor 22 tahun
30
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan konsep-konsep yang dikemukakan para sarjana. Bahan hukum yang dijadikan sumber penulisan ini terdiri dari : 1.
Bahan hukum primer, yaitu Burgerlijk Wetboek, Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, PP Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). serta Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU.
2.
Bahan hukum sekunder, yang menjadi sumber bahan penunjang penulisan skripsi ini berupa kepustakaan yang terdiri dari buku-buku hukum, jurnal hukum, handout, media cetak, website internet, serta kamus hukum.
Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan melalui prosedur pencarian data, studi kepustakaan, kemudian melakukan identifikasi bahan hukum menurut permasalahan yang diajukan. Bahan hukum yang ada tersebut untuk selanjutnya diinventarisasi dan disistematisasikan dengan baik, dalam bab dan sub bab sesuai dengan pokok bahasan.
31
Seluruh
bahan
hukum
primer
dan
sekunder
yang
terkumpul
diklasifikasikan berdasarkan rumusan masalah, kemudian dilakukan analisis pada perjanjian kerjasama terkait berdasarkan aturan serta teori hukum yang relevan untuk ditemukan jawaban atas setiap rumusan masalah, dan hasil analisis tersebut dipaparkan oleh penulis secara deskriptif.
b.
Studi Lapangan (Field Research) Penelitian dilakukan langsung pada SPBU Nomor 14 201 1110 yang
terletak di Jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota Medan. Dalam pengumpulan data di lapangan, maka alat yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut melalui studi dokumen dalam hal ini Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU antara PT. Pertamina (Persero) dengan Herin manurung (Pengusaha SPBU) Nomor: 818/F11100/2008.S3, dan wawancara terhadap Pengelola SPBU Nomor: 14 201 1110 di jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia, Kecamatan medan Sunggal, Kota Medan. Setelah memperoleh data, maka dilakukan analisis data dalam penulisan skripsi ini.
G.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam empat bab. Mengenai
uraian sistematika pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut : Bab I :
Pendahuluan. Merupakan latar belakang dan perumusan masalah, penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan
32
dan pertanggungjawaban sistematika. Bab ini merupakan landasan dari penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, sehingga kerangkakerangka dasar yang berhubungan dengan rumusan masalah dalam skripsi dijabarkan dalam bab ini. Bab II :
Karakteristik Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas. Pada skripsi ini menjawab mengenai karakteristik perjanjian pengusahaan SPBU Pertamina Pasti Pas. Bab ini terdiri dari dua sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai jenis-jenis perjanjian dan membandingkan perjanjian kerja sama yang pada umumnya denga perjanjian kerja sama pengusahaan SPBU Pertamina itu yang merupakan bentuk perjanjian baku, dengan cara dibandingkan dari segi bentuk perjanjiannya dan isi pasal-pasalnya.
Bab III :
Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kerja Sama Penyaluran dan Pemasaran BBM. Mengenai kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja sama penyaluran dan pemasaran BBM. Pada bab ketiga tersebut, antara lain dibahas mengenai hak dan kewajiban para pihak hingga upaya hukum yang ditempuh jika terjadi permasalahan atau perselisihan selama kurun waktu perjanjian masih berjalan.
Bab IV :
Upaya Hukum yang dapat Ditempuh Para pihak dalam Perjanjian Penyaluran dan Pemasaran BBM Ketika Terjadi Wanprestasi.
33
Menguraikan mengenai penyelesaian sengketa dalam perjanjian penyaluran dan pemasaran BBM apabila terjadi wanprestasi diantara PT. Pertamina dan Pengusaha SPBU, dan apabila terjadinya force major, dimana wanprestasi terjadi bukanlah kesalahan debitor, tetapi karena keadaan memaksa (force majeur). Bab V :
Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan atas hasil pembahasan dari bab kedua dan bab ketiga yang telah diuraikan. Selain itu, bab ini juga berisikan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat untuk perkembangan hukum di Indonesia terutama dalam bidang hukum kontrak.