PILLAR OF PHYSICS EDUCATION, Vol. 2. Oktober 2013, 57 - 64
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR FISIKA BERORIENTASI METODE PEMECAHAN MASALAH DALAM IMPLEMENTASI STANDAR PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMAN 7 PADANG Azianul Aslam*), Asrizal**), Hidayati**) *)
Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA UNP Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNP
[email protected]
**)
ABSTRACT Learning in process standard asks learning material. In fact, the use of learning materials is not optimal yet. A solution to solve this problem is using learning material oriented problem solving method. This research aims to investigate the effect of using teaching material oriented problem solving method in implementation of process standard toward students’ learning outcomes in SMAN 7 Padang. Type of this research is Quasi Experimental Research which is designed by using Randomized Control Group Only Design. The population in this research consisted of 4 classes from XI IPA 3 to XI IPA 6 in SMAN 7 Padang. The technique used to take the sample is purposive sampling. The sample of the research is grade XI IPA 5 as experimental class and XI IPA 6 as control class. The technique of data collection are written test for cognitive aspect and observation sheet for affective and psychomotor aspect. The technique of data analysis is done in hypothesis test through t-Test in real level 0,05 for cognitive, affective, and psychomotor aspect. The results obtained from this research as follows: first, the students’ score for each aspects is 76,182 in cognitive, 81, 333 in affective, and 78, 182 in psychomotor. The result of students score is above KKM that is standardized by the school 75. Second, physics learning material oriented problem solving method is not very influential to increase students’ score in cognitive aspect but it has been influence in affective and psychomotor aspect. Keywords: Learning Material, Problem Solving Method, Process Standard, Learning Outcomes
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu aspek dari program pemerintah yang perlu mendapat perhatian serius dalam pembangunan bangsa. Pendidikan juga merupakan proses pembelajaran, yaitu suatu proses untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan tentang sesuatu hal dan proses dimana seseorang dilatih dan dibimbing untuk menjadi pribadi yang lebih berilmu dan berakal sehat serta dapat berpikir secara rasional. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah sesuai dengan standar proses pendidikan. Standar proses pendidikan merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran yang baik harus ada interaksi antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran merupakan interaksi siswa dengan sumber belajar baik guru, materi, media, maupun sumber belajar lainya[1]. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada upaya guru untuk mendorong dan
memfasilitasi siswa untuk belajar, sehingga dapat dapat membentuk kemandirian pada diri siswa. Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan penerapan dari rencana proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang terdapat pada jenjang pendidikan formal di sekolah menengah adalah Fisika. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang gejala alam. Fisika juga merupakan mata pelajaran yang berada dalam rumpun sains dimana ilmu Fisika dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara analitis, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Sebagian besar teknologi yang diciptakan oleh manusia merupakan aplikasi dari Fisika, sudah seharusnya siswa lebih dapat memahami pembelajaran Fisika itu sendiri. Memahami pembelajaran Fisika membutuhkan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sumber belajar merupakan semua sumber baik berupa data, orang maupun bentuk tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran 57
atau mencapai kompetensi tertentu. Sumber belajar juga merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru karena sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu seorang guru dalam pembelajaran dan menampilkan kompetensinya. Sumber belajar yang beraneka ragam disekitar kehidupan siswa belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Salah satu contoh sumber belajar yang digunakan siswa di sekolah adalah bahan ajar. Bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Penggunaan bahan ajar dapat memberikan manfaat yaitu guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam memahami materi pelajaran. Bahan ajar yang dibuat dan dikembangkan oleh guru harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakterisitik materi ajar yang disajikan. Guru perlu membuat bahan ajar karena ketersediaan bahan ajar merupakan tuntutan kurikulum. Ketersediaan bahan ajar dalam pembelajaran akan membuat proses pembelajaran menarik dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru. Manfaat lain dari ketersediaan bahan ajar yaitu memberikan kemudahan bagi siswa dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya. Kenyataannya sebagian besar siswa belum mampu menguasai konsep-konsep pembelajaran Fisika karena dianggap susah untuk dipelajari dan dipahami. Salah satu penyebab Fisika belum dikuasai oleh sebagian besar siswa adalah penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari siswa terkesan pasif dalam menerima pelajaran. Siswa belajar hanya mengandalkan materi yang disampaikan guru. Walaupun banyak buku pelajaran Fisika yang dapat dipelajari, siswa lebih memilih mendengarkan ceramah guru. Hal ini disebabkan oleh motivasi siswa untuk membaca yang masih rendah. Ini dapat terlihat dari sedikitnya siswa yang berkunjung ke perpustakaan baik untuk membaca maupun meminjam buku dan hanya sedikit siswa yang menjawab pertanyaan guru pada saat memberikan apersepsi di awal pembelajaran. Kendala lain adalah materi pelajaran yang ada dalam buku sulit dicerna oleh siswa dan struktur isinya yang belum sesuai dengan kurikulum. Mencermati permasalahan ini, salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah. Secara umum proses pembelajaran di sekolah mengacu kepada standar proses pendidikan. Standar proses merupakan salah satu dari delapan standar nasional pendidikan yang berhubungan dengan proses pembelajaran di sekolah atau satuan
pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan[2]. Standar proses merupakan kriteria mininal proses pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Proses pembelajaran menurut standar proses terdiri dari empat kegiatan yaitu: perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan yang terakhir pengawasan proses pembelajaran [3]. Pada prinsipnya proses pembelajaran membutuhkan sumber belajar yang dapat memberikan kemudahan untuk melaksanakan pembelajaran. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah bahan ajar. Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan oleh guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas[4]. Bahan ajar dan materi pembelajaran pada umumnya mencangkup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Pada umumnya bahan ajar bersifat mandiri, artinya bahan ajar dapat dipelajari dan dipahami oleh peserta didik secara mandiri karena bahan ajar disusun secara sistematis dan materi pelajarannya lengkap[5]. Jadi, bahan ajar dapat mempermudah dan memandirikan peserta didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar berbeda dengan buku teks. Perbedaan antara bahan ajar dengan buku teks tidak hanya terletak pada format, tata letak, dan perwajahannya, tetapi juga pada orientasi dan pendekatan yang digunakan dalam penyusunannya. Penyusunan bahan ajar umumnya mencangkup: petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihanlatihan, petunjuk kerja, evaluasi, dan umpan balik[6]. Bahan ajar yang baik dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional. Guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang ingin digunakan dalam kegiatan pembelajaran, namun guru juga dapat memanfaatkan buku teks atau bahan dan informasi lainnya yang sudah ada di pasaran untuk dikemas kembali atau ditata sedemikian rupa sehingga dapat menjadi bahan ajar. Guru harus mampu memilih dan menyiapkan bahan ajar agar siswa dapat mencapai komptensi tertentu. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam bahan ajar adalah metode pemecahan masalah. Metode pemecahan masalah adalah suatu cara dalam menyajikan bahan pelajaran yang dimana masalah sebagai inti dari metode pembelajaran ini yang harus dianalisis dan disintesis oleh siswa dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya [7]. Metode pemecahan masalah juga merupakan salah satu dari kegiatan metode inkuiri yang paling sering digunakan, metode inkuiri juga disebut metode penyelesaiaan masalah atau discovery[8]. Suatu masalah yang disajikan harus berkaitan dengan pokok bahasan dalam pelajaran, dimana masalah ini 58
harus diselesaikan oleh siswa dengan bimbingan guru. Masalah yang dipilih mempunyai sifat kontroversional, artinya masalah tersebut dianggap penting dan dapat diselesaikan. Ada empat langkah pemecahan masalah melalui kegiatan kelompok yaitu: mendefenisikan masalah, mendiagnosis masalah, merumuskan alternatif strategi, menetukan dan menerapkan strategi [8]. Metode pemecahan masalah menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah itu sendiri. Kelebihan metode ini mendorong peserta didik untuk berpikir secara ilmiah, praktis, intuitif, bekerja atas dasar kemauan sendiri, menumbuhkan sikap jujur, objektif, dan terbuka. Sementara itu kelemahannya dari metode ini yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, memerlukan perencanaan yang teratur, tepat, dan matang, serta tidak efektif jika dalam proses penyelsaian masalahnya terdapat beberapa siswa yang pasif. Tujuan akhir dari bahan ajar berorientasi metode pemecahan masalah ini yaitu untuk menyelidiki hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan kapabilitas atau kemampuan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dapat dikategorikan dalam lima macam yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual strategi kognitif sikap, dan keterampilan motorik[9]. Dalam proses pembelajaran hasil belajar siswa terdiri dari tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor[8]. Pada ranah kognitif ini dapat dikelompokkan atau dapat dibagi atas beberapa tingkatan atau level yang meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran. Pada ranah afektif terdiri dari 5 aspek yaitu: menerima, menanggapi, menilai, mengelola, dan mengahayati[10]. Pada ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada ranah psikomotor terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap hasil[11]. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental Research). Dalam penelitian eksperimen ini digunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah, sedangkan kelas kontrol hanya diberi pembelajaran sesuai dengan standar proses. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design yaitu perlakuan diberikan kepada kelas
eksperimen dan kedua kelas sama-sama diberikan tes akhir. Populasi dasar penelitian ini adalah kelas XI IPA 3 sampai kelas XI IPA 6 di SMA N 7 Padang yang terdaftar pada semester 2 tahun ajaran 2012 / 2013. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sampel terdiri dari dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 33 siswa dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 36 siswa. Variabel penelitian terdiri dari: variabel bebas yaitu bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah, variabel terikat yaitu hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor selama dan setelah perlakuan diberikan, variabel kontrol yaitu guru, materi pelajaran, standar proses, waktu dalam proses pembelajaran yang sama. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Data ini tergolong data primer. Untuk ranah kognitif diambil melalui tes tertulis. Untuk ranah afektif dan ranah psikomotor digunakan lembaran observasi yang dilengkapi dengan rubrik penskoran. Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, perlu disusun prosedur penelitian yang sistematis. Secara umum, prosedur penelitian dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Pada tahap persiapan., peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, seperti: menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah, menyusun instrumen penelitian yaitu soal-soal tes akhir, lembar observasi ranah afektif dan psikomotor. Selanjutnya tahap pelaksanaan, pada tahap ini pembelajaran yang diberikan kepada dua kelas sampel berdasarkan standar proses, sedangkan perlakuan terhadap kedua sampel ini berbeda. Perlakuan diberikan peneliti pada kelas eksperimen dengan menggunakan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah. Pada kelas kontrol, peneliti menerapakan pembelajaran berdasarkan standar proses. Terakhir yaitu tahap penyelasaian, pada tahap ini di lakukan analisis data yang didapat selama penelitian kemudian ditarik suatu kesimpulan. Instrumen penelitian dirancang untuk mendapatkan data hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran. Instrumen ini mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu: pertama, lembar tes hasil belajar untuk ranah kognitif. 59
Sebelum melakukan tes akhir kepada siswa. Lembaran tes harus diuji cobakan ke sekolah lain, kemudian dilakukan analisis terhadap soal uji coba untuk melihat apakah soal tersebut valid, reliabel, memiliki daya beda, dan tingkat kesukarannya. Kedua, lembaran observasi untuk ranah afektif dan psikomotor. Pada lembaran ini berisikan aspekaspek yang dinilai pada setiap pertemuan untuk ranah afektif dan pada saat melakukan pratikum untuk ranah psikomotor. Langkah-langkah dalam menganalisis data yang diperoleh yaitu analisis deskriptif untuk mengetahui serta menggambarkan informasi yang telah diperoleh seperti data hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis memliki syarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan rumus Liliefors. Selanjutnya, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F. Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, kemudian melakukan uji hipoesis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dari hasil belajar kelas sampel akibat dari diberikan perlakuan pada kelas eksperimen, maka digunakan uji kesamaan dua rata-rata hasil belajar kedua kelas sampel, dengan statistik penguji[12]. Pada penelitian ini sampel terdistribusi normal dan kedua kelompok data homogen, maka digunakan uji t. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil belajar Fisika siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Data penelitian ini diperoleh melalui penilaian yang dilakukan baik dalam proses pembelajaran maupun pada akhir pembelajaran. Data hasil belajar Fisika siswa pada masing-masing ranah tersebut dijelaskan berikut ini. Data hasil belajar ranah kognitif diperoleh melalui tes akhir yang dilakukan di akhir penelitian pada kedua kelas sampel. Tes akhir yang diberikan berupa tes objektif dengan 5 pilihan jawaban sebanyak 32 soal untuk materi Fluida dan 17 soal untuk materi Teori Kinetik Gas. Hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Nilai Ranah Kognitif Kelas Sampel
No. 1 1 2 3
Kelas Eksperimen (XI IPA 5) Jumlah Nilai siswa 2 3 61 1 65 1 67 2
Kelas Kontrol (XI IPA 6) Jumlah Nilai siswa 4 5 61 1 62 1 64 2
1 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2 68 70 71 73 74 76 77 79 80 82 83 88 89
3 1 2 2 3 2 2 3 4 2 3 2 1 2
4 65 67 68 71 74 76 77 79 80 82 85 86 88
5 2 4 3 5 2 3 1 3 3 2 2 1 1
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa hasil tes akhir di kelas eksperimen menunjukan nilai terendah yaitu pada nilai 61 dengan jumlah siswa 1 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 89 dengan jumlah siswa 2 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 79 dengan jumlah siswa sebanyak 4 orang. Pada kelas kontrol, nilai terendahnya yaitu pada nilai 61 dengan jumlah siswa sebanyak 1 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 88 dengan jumlah siswa sebanyak 1 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 71 dengan jumlah siswa sebanyak 5 orang. Dari data skor hasil belajar tes akhir dilakukan perhitungan terhadap skor rata-rata, simpangan baku (S), dan varians (S2) kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diperoleh yaitu nilai rata-ratanya sebesar 76,18, simpangan bakunya sebesar 6,82, dan variansnya sebesar 46,472. Pada kelas kontrol diperoleh yaitu nilai rata-ratanya sebesar 73,50, simpangan bakunya sebesar 7,42, dan variansnya sebesar 55,116. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata ranah kognitif kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, namun simpangan baku kelas eksperimen lebih rendah dibandingkan dengan kelas kontrol ,artinya nilai pada kelas kontrol lebih bervariasi dibandingkan dengan nilai kelas eksperimen. Sebelum menarik kesimpulan dari hasil penelitian, dilakukan analisis data melalui uji hipotesis secara statistik. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji hipotesis adalah melalui uji normalitas dan uji homogenitas kedua kelas sampel terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji hipotesis. Untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel terdistribusi normal, maka dilakukan uji normalitas. Pada uji normalitas ini, digunakan uji Lilliefors terhadap nilai tes hasil belajar pada kedua kelas sampel pada taraf nyata 0,05. Pada kelas eksperimen diperoleh L0 sebesar 0,068 dan Lt sebesar 0,154, sedangkan pada kelas kontrol diperoleh L0 sebesar 0,133 dan Lt sebesar 0,148. Hal 60
ini menunjukkan bahwa nilai L0 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol kurang dari nilai Lt. Ini berarti data pada kedua kelas terdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pada uji homogenitas digunakan uji F. Setelah dilakukan perhitungan pada kedua kelas sampel diperoleh hasil pada taraf nyata() = 0.05 yaitu Fhitung untuk kedua kelas sampel sebesar 1,19 dan untuk FTabel sebesar 1.78. Hal ini menunjukkan bahwa Fhitung kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari FTabel (Fhitung < FTabel). Berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen. Pengujian hipotesis didasarkan pada data hasil belajar ranah kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk pengujian hipotesis pada ranah kognitf dalam penelitian ini digunakan uji-t. Berdasarkan jumlah siswa, nilai rata-rata, dan varians kedua kelas sampel diperoleh nilai thitung untuk ranah kognitif adalah 1,558. Untuk menentukan harga ttabel, dapat dilihat pada tabel distribusi t pada taraf nyata 0,05 dengan derajat kebebasan 67 adalah 1,998. Berdasarkan data yang didapatkan dapat dikemukakan bahwa thitung berada berada di dalam daerah -tt < th < tt. Ini berarti bahwa thitung berada di dalam daerah penerimaan Ho dan di luar daerah penerimaan Hi. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas sampel pada ranah kognitif tidak berbeda secara signifikan. Karena itu penggunaan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar ranah kognitif. Data hasil belajar ranah afektif diperoleh melalui pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu dua belas kali pertemuan. Hasil belajar afektif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Nilai Ranah Afektif Kelas Sampel
No. 1 1 2 3 4 5 6 1 7 8 9
Kelas Eksperimen (XI IPA 5) Jumlah Nilai Siswa 2 3 71 2 72 2 77 2 80 3 81 3 82 4 2 3 83 6 84 6 85 1
Kelas Kontrol (XI IPA 6) Jumlah Nilai Siswa 4 5 68 1 71 3 72 1 73 1 74 2 75 3 4 5 76 3 77 1 78 4
10 11 12 13 14 15 16 17
86 87 -
2 2 -
79 80 81 82 83 84 85 87
2 1 3 2 4 2 2 1
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa hasil belajar ranah afektif di kelas eksperimen menunjukan nilai terendah yaitu pada nilai 71 dengan jumlah siswa 2 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 87 dengan jumlah siswa 2 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 83 dan 84 dengan jumlah siswa masing-masing sebanyak 6 orang. Pada kelas kontrol, nilai terendahnya yaitu pada nilai 68 dengan jumlah siswa sebanyak 1 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 87 dengan jumlah siswa sebanyak 1 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 78 dan 83 dengan jumlah siswa masing-masing sebanyak 4 orang. Dari data skor hasil belajar ranah afektif tersebut dapat dilakukan perhitungan terhadap skor rata-rata, simpangan baku (S), dan varians (S2) kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diperoleh yaitu nilai rataratanya sebesar 81,33, simpangan bakunya sebesar 4,38, dan variansnya sebesar 19,167. Pada kelas kontrol diperoleh yaitu nilai rata-ratanya sebesar 78,28, simpangan bakunya sebesar 3,56, dan variansnya sebesar 12,696. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata ranah afektif kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Nilai simpangan baku kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, artinya nilai pada kelas eksperimen lebih bervariasi jika dibandingkan dengan nilai pada kelas kontrol. Sebelum menarik kesimpulan dari hasil penelitian, dilakukan analisis data melalui uji hipotesis secara statistik. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji hipotesis adalah melalui uji normalitas dan uji homogenitas kedua kelas sampel terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji hipotesis. Untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel terdistribusi normal, maka dilakukan uji normalitas. Pada uji normalitas ini, digunakan uji Lilliefors terhadap nilai tes hasil belajar pada kedua kelas sampel pada taraf nyata 0,05. Pada kelas eksperimen diperoleh L0 sebesar 0,139 dan Lt sebesar 0,154, sedangkan pada kelas kontrol diperoleh L0 sebesar 0,128 dan Lt sebesar 0,148. Hal ini menunjukkan bahwa nilai L0 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol kurang dari nilai Lt. Ini berarti data pada kedua kelas terdistribusi normal.
61
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pada uji homogenitas digunakan uji F. Setelah dilakukan perhitungan pada kedua kelas sampel diperoleh hasil pada taraf nyata = 0.05 yaitu Fhitung untuk kedua kelas sebesar 1,51 sedangkan untuk FTabel sebesar 1.78. Hal ini menunjukkan bahwa Fhitung kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari FTabel (Fhitung < FTabel). Berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen. Pengujian hipotesis didasarkan pada data hasil belajar ranah kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk pengujian hipotesis pada ranah afektif dalam penelitian ini digunakan uji-t. Berdasarkan jumlah siswa, nilai rata-rata, dan varians kedua kelas sampel diperoleh nilai thitung untuk ranah kognitif adalah 3,192. Untuk menentukan harga ttabel, dapat dilihat pada tabel distribusi t pada taraf nyata 0,05 dengan derajat kebebasan 67 adalah 1,998. Berdasarkan data yang didapatkan dapat dikemukakan bahwa thitung berada berada di luar daerah -tt < th < tt. Ini berarti bahwa thitung berada di luar daerah penerimaan Ho dan di dalam daerah penerimaan Hi. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas sampel pada ranah afektif berbeda secara signifikan. Hal ini diyakini akibat daari pengaruh penggunaan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah terhadap hasil belajar ranah afektif. Data hasil belajar ranah psikomotor diperoleh melalui pengamatan oleh peneliti beserta guru Fisika sebagai observer dengan menggunakan format penilaian psikomotor siswa. Penilaian dilakukan pada saat melakukan pratikum sebanyak 1 kali pratikum. Hasil belajar psikomotor siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Nilai Ranah Psikomotor Kelas Sampel
No. 1 1 2 3 4 5 1 6 7 8 9 10
Kelas Eksperimen (XI IPA 5) Jumlah Nilai Siswa 2 3 60 1 63 1 65 1 68 2 70 1 2 3 73 3 78 3 80 10 83 4 85 5
Kelas Kontrol (XI IPA 6) Jumlah Nilai Siswa 4 5 58 2 63 2 65 2 68 2 70 5 4 5 73 2 75 4 78 5 80 6 83 4
11
88
2
85
2
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa hasil belajar ranah psikomotor di kelas eksperimen menunjukan nilai terendah yaitu pada nilai 60 dengan jumlah siswa 1 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 88 dengan jumlah siswa 2 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 80 dengan jumlah siswa sebanyak 10 orang. Pada kelas kontrol, nilai terendahnya yaitu pada nilai 58 dengan jumlah siswa sebanyak 2 orang dan nilai tertinggi yaitu pada nilai 85 dengan jumlah siswa sebanyak 2 orang, serta nilai yang paling dominan yaitu pada nilai 80 dengan jumlah siswa sebanyak 6 orang. Dari data skor hasil belajar ranah afektif tersebut dapat dilakukan perhitungan terhadap skor rata-rata, simpangan baku (S), dan varians (S2) kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diperoleh yaitu nilai rata-ratanya sebesar 78,18, simpangan bakunya sebesar 76,16, dan variansnya sebesar 51,278. Pada kelas kontrol diperoleh yaitu nilai rata-ratanya sebesar 74,33, simpangan bakunya sebesar 6,98, dan variansnya sebesar 48,698. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata ranah psikomotor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Nilai simpangan baku kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, artinya nilai pada kelas eksperimen lebih bervariasi jika dibandingkan dengan nilai pada kelas kontrol. Sebelum menarik kesimpulan dari hasil penelitian, dilakukan analisis data melalui uji hipotesis secara statistik. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji hipotesis adalah melalui uji normalitas dan uji homogenitas kedua kelas sampel terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji hipotesis. Untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel terdistribusi normal, maka dilakukan uji normalitas. Pada uji normalitas ini, digunakan uji Lilliefors terhadap nilai tes hasil belajar pada kedua kelas sampel pada taraf nyata 0,05. Pada kelas eksperimen diperoleh L0 sebesar 0,124 dan Lt sebesar 0,154 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh L0 sebesar 0,094 dan Lt sebesar 0,148. Hal ini menunjukkan bahwa nilai L0 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol kurang dari nilai Lt. Ini berarti data pada kedua kelas terdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah data hasil belajar kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pada uji homogenitas digunakan uji F. Setelah dilakukan perhitungan pada kedua kelas sampel diperoleh hasil pada taraf nyata = 0.05 yaitu Fhitung untuk kedua kelas adalah 1,05 sedangkan untuk FTabel adalah 1.78. Hal ini menunjukkan bahwa Fhitung kelas 62
eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil dari FTabel (Fhitung < FTabel). Berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen. Pengujian hipotesis didasarkan pada data hasil belajar ranah kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk pengujian hipotesis pada ranah psikomotor dalam penelitian ini digunakan uji-t. Berdasarkan jumlah siswa, nilai rata-rata, dan varians kedua kelas sampel diperoleh nilai thitung untuk ranah psikomotor adalah 2,260. Untuk menentukan harga ttabel, dapat dilihat pada tabel distribusi t pada taraf nyata 0,05 dengan derajat kebebasan 67 adalah 1,998. Berdasarkan data yang didapatkan dapat dikemukakan bahwa thitung berada berada di luar daerah -tt < th < tt. Ini berarti bahwa thitung berada di luar daerah penerimaan Ho dan di dalam daerah penerimaan Hi. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas sampel berbeda secara signifikan. Hal ini diyakini akibat dari pengaruh penggunaan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah terhadap hasil belajar ranah psikomotor. 2.
Pembahasan Berdasarkan analisis data hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dan pengujian hipotesis diperoleh hasil yang menyatakan bahwa untuk hasil belajar ranah kognitif hipotesis kerja ditolak, namun untuk hasil belajar ranah afektif dan psikomotor hipotesis kerja diterima. Ini menunjukkan terdapat pengaruh yang berarti penerapan bahan ajar berorientasi metode pemecahan masalah terhadap hasil belajar Fisika siswa pada ranah afektif dan psikomotor, sedangkan pada ranah kognitif tidak terdapat pengaruh yang berarti penerapan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah. Secara umum ada lima faktor penyebab penggunaan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah belum memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar pada ranah kognitif. Pertama, bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah masih kurangfokus dalam penyajian permasalahannya sehingga siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Akibatnya siswa belum bisa secara maksimal memahami konsep Fisika yang dipelajari. Untuk itu perlu dilakukan analisis kembali secara menyeluruh terhadap bahan ajar Fisika berorientasi metode pemcahan masalah. Kedua, proses pembelajaran di sekolah selama ini lebih banyak berpusat kepada guru, sehingga tidak mudah untuk mengubah pola belajar siswa yang terbiasa belajar mengandalkan materi yang disampaikan oleh guru melalui catatan di papan tulis menjadi belajar mandiri menggunakan bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah. Akibatnya, siswa belum mampu untuk berpikir kreatif dalam menyelesaikan permasalahan di dalam
pembelajaran Fisika. Untuk mengatasinya, guru sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi yang menuntun siswa untuk belajar secara mandiri. Ketiga, siswa mengalami kesulitan dalam mengaitkan konsep Fisika dengan permasalah yang telah dikemukakan di dalam bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah. Hal ini disebabkan sebagian siswa belum memahami konsep-konsep Fisika di dalam bahan ajar. Untuk mengatasinya, guru harus kreatif dalam pembelajaran, artinya guru dapat menggunakan berbagai cara sederhana atau mudah dalam menyampaikan konsep-konsep Fisika agar dapat dimengerti oleh siswa. Keempat, siswa tidak mengulang kembali meteri yang dipelajari. Ini dapat terlihat hanya beberapa siswa yang membawa kembali bahan ajar Fisika berorientasi metode pemecahan masalah dalam pembelajaran selanjutnya. Pada prinsipnya materi Fisika saling berkait, dimana untuk mendapatkan suatu konsep, kita membutuhkan konsep-konsep yang lain untuk mendapatkannya. Pada kendala ini, siswa terkesan tidak mengulang kembali materi pelajarannya di rumah. Untuk mengatasinya permasalahan dapat dilakukan dengan pemberian tugas rumah kepada siswa. Dengan tugas ini siswa dituntut untuk lebih memahami materi pelajaran yang telah dipelajari di rumah. Kelima, peneliti masih menemukan beberapa siswa yang berusaha untuk melakukan kecurangan pada saat ujian tes akhir meskipun sudah di awasi oleh peneliti. Hal ini di sebabkan kurangnya persiapan siswa sebelum melakukan tes akhir. Untuk mengatasinya yaitu siswa lebih mempersiapkan diri sebelum ujian akhir. Persiapan ini dapat dilakukan dengan cara belajar efektif dan efisien yang dilakukan secara teratur terhadap berbagai materi pelajaran dan usahakan untuk tidak membiasakan belajar hanya ketika menjelang ujian saja, dimana kegiatan belajar harus dilakukan setiap hari. Hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotor yang tinggi, belum tentu juga dapat membuat hasil belajar siswa pada ranah kognitif tinggi. Pada ranah kognitif membicarakan kemampuan otak siswa itu sendiri. Ada siswa yang aktif dalam pembelajaran tetapi belum tentu siswa tersebut mengerti dan memahami materi yang di ajarkan oleh guru, ini disebabkan dalam penggunaan metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif, contohnya metode eksperimen. Metode eksperimen bertujuan untuk menemukan suatu konsep, meskipun siswa telah melakukan percobaannya dengan antusias tetapi hasil dari percobaan itu belum menunjukan konsep yang akan ditemukan atau percobaannya gagal, artinya aspek afektif dan psikomotor siswa telah terpenuhi, namun aspek kognitifnya belum. Hal ini menunjukan 63
belum tentu hasil belajar siswa pada ranah afektif dan psikomotor tinggi, dapat membuat hasil belajar siswa pada ranah kognitif juga ikut tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dapat dikemukakan kesimpulan dari penelitian ini yaitu hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar berorientasi metode pemecahan masalah pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor masingmasing 76,182, 81,333, dan 78,182. Ini berarti hasil belajar siswa telah melewati batas KKM yang ditetapkan di sekolah penelitian yaitu sebesar 75. Penggunaan bahan ajar berorientasi metode pemecahan masalah belum memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar Fisika siswa pada ranah kognitif, namun sudah memberikan pengaruh yang berarti pada ranah afektif dan psikomotor. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
Anwar, Kasful. Harmi, Hendra. 2011. Perencanaan Sistem Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Alfabeta. Mulyasa, E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian
Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. [3] BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta. [4] Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. [5] Panen, P & Purwanto, 2004. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud. [6] Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta. [7] Sadirman, N . dkk. 1991 Ilmu Pendidikan. Bandung, Remaja Rosdakarya. [8] Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Grasindo. [9] Zahara D, Tengku. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar. Jakarta: Universitas Negeri Padang. [10] Juknis. 2010. Penyusunan Perangkat Penilaian Afektif di Sekolah Menengah Atas. Jakarta. Kementrian Pendidikan Nasional. [11] Juknis. 2010. Penyusunan Perangkat Penilaian Psikomotor di Sekolah Menengah Atas. Jakarta. Kementrian Pendidikan Nasional. [12] Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
64