ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
FORMULASI DAN EVALUASI SIFAT SENSORIS DAN FISIKOKIMIA PRODUK FLAKES KOMPOSIT BERBAHAN DASAR TEPUNG TAPIOKA, TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) DAN TEPUNG KONJAC (Amorphophallus oncophillus) FORMULATION AND EVALUATION SENSORY CHARACTERISTIC AND PHYSIC CHEMICAL OF COMPOSITE FLAKES PRODUCT WHICH MADE FROM TAPIOCA FLOUR, RED BEANS FLOUR (Phaseolus vulgaris L.) AND KONJAC FLOUR (Amorphophallus oncophillus) Novia Rakhmawati*), Bambang Sigit Amanto*), Danar Praseptiangga*) *)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Received 1 Desember 2013; Accepted 15 Desember 2013; Published Online 1 Januari 2014
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi dan evaluasi sifat sensoris dan fisikokimia produk flakes komposit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor berupa variasi formula yaitu dari tepung tapioka, tepung kacang merah, dan tepung konjac. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pada analisis karakteristik fisik seperti uji daya patah 1,59 N - 2,19 N dan uji penyerapan air mulai dari 117% - 171,28%. Analisis kimia seperti kadar air 3,50% - 4,85%, kadar abu 3,73% 4,86%, kadar protein 13,48% - 16,84%, kadar lemak 4,17% - 6,45%, kadar karbohidrat 71,83% - 77,66% dan kadar serat pangan 2,75% - 4,97%. Analisis uji sensoris pada parameter warna 2,07-4,07, aroma 2,13-4,00, rasa 2,17-4,03, kerenyahan 2,07-4,07 and overall 2,03-4,10. Kata kunci: Flakes, Komposit, Tapioka, Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.), Konjac (Amorphophallus oncophillus) ABSTRACT This research aimed to know formulation and evaluation sensory characteristic and physic chemical of composite flakes product .This study used a completely random design with one factor constituting the formula variation namely the ratio of tapioca flour, red bean flour and purple konjac flour. The result were obtained from physical characteristic analysis such as fracture data test 1,59 N – 2,19 N and weight addition of water absorption starts from 117% - 171,28%. Chemical analysis such as water content 3,50% 4,85%, ash content 3,73% - 4,86%, protein content 13,48% - 16,84%, fat content 4,17% - 6,45%, carbohydrate content 71,83% 77,66% and dietary fiber content 2,75% - 4,97%. Sensory test analysis on color parameter 2,07-4,07, smell 2,13-4,00, flavor 2,174,03, crispness 2,07-4,07 and overall 2,03-4,10. Keywords :Flakes, Composite, Tapioca, Red Bean (Phaseolus vulgaris L.), Konjac (Amorphophallus oncophillus) *)
Corresponding author: [
[email protected]]
menyebabkan sering terabaikannya kegiatan sarapan pagi.Seperti yang dikemukakan Faridi (2002) bahwa alasan pelajar Sekolah Dasar tidak makan pagi sebagian besar berkaitan dengan waktu. Seperti diketahui, di kota-kota besar seperti Jakarta,
PENDAHULUAN Sarapan penting bagi tubuh karena dapat membuat kadar gula darah menjadi normal sehingga gairah dan konsentrasi kerja menjadi baik. Namun padatnya kegiatan masyarakat dewasa ini 63
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Bandung, Bogor, dan lain-lain, hampir setiap hari terjadi kemacetan. Hal ini mendorong masyarakat untuk berangkat pagi sekali dan cenderung melupakan sarapan. Produk sereal sarapan siap santap merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat yang semakin menginginkan kepraktisan serta kemudahan. Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam bentuk serpihan. Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan serealia seperti beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain (Marsetio, 2006). Flakes umumnya di pasaran dibuat dari bahan baku berupa tepung terigu. Pembuatan produk flakesyang memiliki tujuan optimalisasi bahan pangan lokal sudah di lakukan pada beberapa penelitian. Contohnya seperti pembuatan flakes berbasis jagung dan kacang hijau sebagai sumber protein untuk perbaikan gizi anak usia tumbuh (Suarni, 2009), pembuatan flakes dengan subtitusi tepung pisang (Triyono, 2010) dan pembuatan flakes labu kuning guna mempertinggi kadar vitamin A (Latifah, 2011). Indonesia merupakan salah satu negara yang mengimpor gandum. Selain itu terdapat beberapa orang yang intoleran akan gluten atau gluten intolerance yang dapat menimbulkan efek buruk pada beberapa orang yang sensitif terhadap gluten yang ditandai dengan terjadinya radang mukosa usus halus sehingga mukosa tidak dapat berfungsi secara normal (Winarno, 2008). Pembuatan flakes dalam penelitan ini yaitu menggunakan tepung komposit yang terdiri dari tepung tapioka, tepung kacang merah dan tepung konjacsebagai salah satu alternatif mengurangi impor gandum, membuat produk bebas gluten dan memanfaatkan bahan pangan lokal. Tepung komposit merupakan tepung yang dibuat dari dua atau lebih bahan pangan (Widowati, 2009). Tepung tapioka berperan sebagai sumber karbohidrat, tepung kacang merah berperan sebagai sumber protein dan tepung konjac berperan sebagai sumber serat. Tapioka merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI (1996), karbohidrat tepung tapioka memiliki nilai 86,9 gram dari 100 gram. Sedangkan pada tepung terigu bernilai 77,3 gram. Selain itu tapioka memiliki kandungan amilopektin yang tinggi yaitu 69,06% (db) yang dapat memberikan kerenyahan pada produk (Supriyadi, 2012). Namun
tepung tapioka memiliki kadar protein yang sedikit dibandingkan dengan tepung terigu. Tepung terigu memiliki sumber protein yang bernilai 8,9 gram sedangkan tepung tapioka hanya memiki nilai protein 0,5 gram. Oleh karena itu digunakan kacang merah sebagai penambah sumber protein. Protein pada kacang merah memiliki kandungan yang tinggi berkisar antara 22,00-23,10% (Astawan, 2009; Departemen Kesehatan RI, 1992). Data produksi kacang merah pada tahun 2011 di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik yaitu sebesar 92.508 ton. Kacang merah memiliki keunggulan dibandingkan dengan kacang-kacangan yang lain yaitu memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik merupakan indeks (tingkatan) pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Nilai glikemik pada kacang merah yaitu 26, kacang hijau 76, kacang tunggak 51, kacang kapri 30 dan kacang kedelai 31. Nilai indeks glikemik yang rendah baik untuk penderita diabetes mellitus karena peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan puncak kadar gulanya rendah. Serat pada kacang merah merupakan serat larut air yang mampu menurunkan kadar kolestrol dan kadar gula darah (Marsono, 2004). Pada beberapa perusahaan industri makanan melakukan diversifikasi pada produknya dengan mengkombinasikan protein nabati seperti kacangkacangan dan protein hewani yaitu berupa susu, seperti produk es krim, Miso (produk makanan Jepang), dan Kishk (produk makanan Eropa Timur) (Nestares, 2001). Oleh karena itu pemilihan kacang merah merupakan sumber protein yang baik yang digunakan untuk subtitusi dalam pembuatan readyto-eat cereal atau flakes. Konjac merupakan umbi yang banyak tumbuh di daerah Indonesia. Umbi konjac banyak dibudidayakan di kawasan hutan Jawa Timur oleh masyarakat yang bekerjasama dengan Perum Perhutani II. Sampai saat ini telah dikembangkan budidaya tanaman konjac atau porang dengan luas areal mencapai lebih dari 1.600 hektar, yang meliputi beberapa wilayah KPH yaitu Nganjuk 759,8 Ha, Madiun 70,0 Ha, Bojonegoro 35,3 Ha, Jember 121,3 Ha dan Padangan 3,9 Ha (Data Perhutani Unit II Jawa Timur 2010). Di Indonesia pemanfaatan konjac untuk menjadi produk masih jarang. Indonesia masih memanfaatkan konjac hanya dengan mengekspor ke negara lain yang memanfaatkannya menjadi produk makanan seperti negara Jepang. Jepang merupakan negara yang 64
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
memanfaatkan konjac menjadi produk makanan, seperti mie, tahu, puding, agen pengental, dan lainlain. Konjac memiliki beberapa peran dan fungsi dalam makanan seperti gelling agent yang diterapkan pada produk bakery, mengurangi kolestrol, mengurangi lemak dalam tubuh, dan sebagai sumber serat (Tang, 2009). Nilai serat pada tepung konjac yaitu 9-11% (Wahjuningsih, 2012). Pembuatan produk termasuk flakesdengan menggunakan tepung komposit adalah merupakan alternatif untuk memanfaatkan konjac. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan flakes dari berbagai tepung komposit berbahan dasar tepung tapioka, tepung kacang merah dan tepung konjac diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi serta mengoptimalkan bahan pangan lokal.
jam dan terdapat penggantian air setiap 12 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir, ditiris selama 15-20 menit, kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 16 jam dengan suhu 60oC mencapai kadar air < 10%, dikupas kulitnya secara manual, kemudian disangrai pada suhu 80oC-90oC dalam waktu 5 menit, digiling menggunakan blender, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh dan didapatkan tepung kacang merah. 2. Proses Pembuatan Flakes Komposit Proses pembuatan flakes mula-mula dilakukan pencampuran pertama yaitu tepung tapioka, tepung kacang merah, tepung konjac, susu skim 10% (b/b), garam 2% (b/b), telur 2,5% (b/b). Pencampuran kedua ditambahkan dengan air 50% (b/b) dan Pencampuran ketiga dengan margarin 4%(b/b). Kemudian pencetakan dan pemipihan ke dalam loyang dengan ketebalan ± 0,5-1,0 mm dan dilakukan pemotongan 1 cm x 1 cm. Kemudian pengovenan suhu 1900C selama 20 menit
METODE PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain cabinet dryer, blender, ayakan 80 mesh, oven, loyang, kurs, desikator, cawan penjepit, tanur, tabung kjedhal, destruktor, tabung destilasi, soxhlet, kertas saring, erlenmeyer, alumunium foil, penangas air, crucible kering, Lloyd Universal Testing Machine, borang.
3. Analisis pengaruh penambahan gum arab pada fruit leather nangka Berikut metode analisis yang digunakan yaitu; uji sensoris dengan uji hedonik(Kartika dkk., 1988), analisa kadar air dengan Thermogravimetri (Sudarmadji dkk., 2007), kadar abu dengan metode penetapan total abu (Sudarmadji dkk., 2007), kadar protein dengan metode kjehdahl (Sudarmadji dkk., 2007), kadar lemak dengan metode soxhlet (Sudarmadji dkk., 2007), kadar karbohidrat dengan metode by difference (Winarno, 1992), kadar serat pangan dengan metode enzimatik gravimetri (Asp et al., 1983), uji penyerapan air (Hubeis, 1984 dalam Widowati 2010) dan uji daya patah dengan metode Lloyd Universal Testing Machine (Nourian and Ramaswamy, 2003). Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), faktor tunggal (variasi formulasi tepung tapioka, tepung kacang merah dan tepung konjac) dengan 2 kali ulangan sampel dan 2 kali ulangan analisis.
Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah tepung tapioka, tepung kacang merah, tepung konjac. Tepung tapioka “Rose Brand” dan kacang merah diperoleh dari pasar legi Surakarta (distribusi dari daerah Parakan, Temanggung), tepung konjac di peroleh dari CV Alif Jaya di Sidoarjo.Bahan penunjang berupa garam “Refina”, margarin “Blue Band” dan telur diperoleh di toko bakery Ramajaya, Surakarta. Susu skim “Tropicana Slim” diperoleh dari toko Luwes Loji Wetan, Surakarta. Untuk analisa penelitian bahan-bahan yang digunakan meliputi H2SO4 pekat, K2SO4, NaOH 45%, indikator PP 1%, HCl 0,1 N, butir Zn. Petroleum Benzene dan kertas saring. Na-phosphat 0,1 M pH 6, enzim termamyl, HCl 4 N, enzim pepsin, NaOH, enzim pankreatin, etanol 95%, etanol 78%. A. Tahapan Penelitian 1. Pembuatan Tepung Kacang Merah Tahap pertama dalam pembuatan tepung kacang merah adalah direndam dengan air pada suhu kamar dalam waktu 48 65
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014 *Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α = 5% *keterangan : F1: Tepung Tapioka 40%, Tepung Kacang Merah 57% dan Tepung Konjac 3% F2: Tepung Tapioka 40%, Tepung Kacang Merah 50% dan Tepung Konjac 10% F3: Tepung Tapioka 50%, Tepung Kacang Merah 47% dan Tepung Konjac 3% F4: Tepung Tapioka 50%, Tepung Kacang Merah 40% dan Tepung Konjac 10%
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kimia Bahan Baku Tabel 1.1. Nilai Gizi Bahan Baku Tepung Kacang Merah Air Abu Protein Lemak Karbohidrat (%wb) (%db) (%db) (%db) (db%) a 10,69 2,47 23,15 1,56 72,83 b 8,86 2,84 24,10 1,84 71,22 c 11,39 4,42 24,88 2,84 67,86 d 11,99 4,80 24,98 1,73 68,49 e 11,08 3,57 22,81 3,43 70,19 f 9,91 3,04 23,57 3,12 70,33
F break berhubungan dengan daya patah pada suatu produk (fracturability). Daya patah sangat penting untuk mengetahui karakteristik tekstur dari kerapuhan dan kerenyahan seperti snack dan produk sereal (Barrett, 1998). Nilai F max sebanding dengan F break. F max merupakan gaya maksimal yang dibutuhkan untuk menekan produk sampai produk patah pertama kali dan berhubungan dengan hardness suatu produk. Semakin tinggi nilai kekerasan (hardness) maka produk tersebut mempunyai tekstur relatif keras dan bersifat kurang renyah dibandingkan produk yang memiliki nilai kekerasan rendah (Apriyani, 2009).Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Meliana (2011) bahwa seiring meningkatnya nilai protein maka menyebabkan hardness pada produk juga meningkat. Ketika air berinteraksi dengan protein maka akan menurunkan keberadaan air dan membuat adonan menjadi keras. Semakin tinggi konsentrasi tepung tapioka dan tepung konjac yang ditambahkan dan semakin sedikit tepung kacang merah, nilai F break semakin kecil. Dapat dikatakan semakin kecil nilai F break, maka tingkat kekerasan semakin menurun dan meningkatkan kerenyahan pada produk. Seperti pernyataan Supriyadi (2012) bahwa kerenyahan semakin meningkat seiring menurunnya tingkat kekerasan pada produk.Menurut Andarwulan et al. (2010) kerenyahan memegang peranan penting dalam penerimaan konsumen.Tingkat kekerasan ini juga berkorelasi dengan kadar air ketika tingkat kekerasan pada flakes meningkat maka kadar air nya menurun. Sampel F4 memiliki nilai F
Sumber : a Valencia, 2010 ; bHapsari, 2011; cShimelis et al., 2006 (Varietas Roba) ; dShimelis et al., 2006 (Varietas Awash) ; e Shimelis et al., 2006 (Varietas Beshbesh) ; fHasil Uji Bahan Baku
Tabel 1.2. Nilai Gizi Bahan Baku Tepung Tapioka Air Abu Protein Lemak Karbohidrat (%wb) (%db) (%db) (%db) (db%) a 11,10 0,65 0,30 0,11 98,93 b 9,0 1,1 0,5 88,2 c 14,49 0,31 0,37 d 14,10 0,16 4,38 0,23 95,21 Sumber : a Jepro, 2004 ; bSoemarno, 2007 ; cNuwamanya et al., 2009 ; d Hasil Uji Bahan Baku
Tabel 1.3. Nilai Gizi Tepung Konjac Air Abu Protein Lemak Karbohidrat (%wb) (%db) (%db) (%db) (db%) a 9,4 6,09 5,04 0,08 88,78 b 10,18 2,35 2,30 1,57 93,77 c 9,80 3,49 2,70 1,69 92,12 d 10,11 4,83 6,39 0,93 87,82 Sumber : a Widjanarko, 2007 ; bFaridah, 2012 ; cWidjanarko et al., 2011; d Hasil Uji Bahan Baku
Dari Tabel 1.1 – 1.3, analisis kimia bahan baku tidak jauh berbeda nilainya dengan beberapa referensi yang ada. B. Analisis Fisik Produk Flakes Komposit 1. Uji Daya Patah Tabel 1.4. Uji Daya Patah Flakes Komposit Formula F break (N) F1 2,19 ± 0,15c F2 2,02 ± 0,02c F3 1,78 ± 0,03b F4 1,59 ± 0,11a
66
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
break yang paling kecil sehingga sampel F4 merupakan sampel yang memiliki kerenyahan yang paling tinggi.
C. Analisis Kimia Produk Flakes Komposit Tabel 1.6. Hasil Analisis Kimia Flakes Komposit For mul a F1
2. Uji Penyerapan Air Tabel 1.5. Persen Penyerapan Air Produk Flakes Selama 4 Menit Menit Sampel Penyerapan (g) Air (%) 0 4 117,89a F1 2 4,35 169,59b F2 2 5,39 127,91a F3 2 4,55 171,28b F4 2 5,42
F2 F3 F4
Air (%wb)
Abu (%db)
Prot (%db)
Lemak (%db)
Karbo (%db)
3,50± 0,20a 4,30± 0,29b 4,70± 0,10c 4,85± 0,08c
4,86± 0,17b 5,22± 0,04b 3,73± 0,59a 4,66± 0,36b
16,84± 0,72b 15,94± 1,54b 15,16± 0,62ab 13,48± 0,86a
6,45± 0,13c 5,01± 0,14b 4,89± 0,50b 4,17± 0,32a
71,83± 0,99a 73,80± 1,45ab 76,20± 0,72bc 77,66± 1,26c
Serat Pangan (%db) 3,43± 0,59b 4,97± 0,09c 2.75± 0,12a 4,42± 0,94c
1. Kadar Air Kadar air pada sampel F1 dan F2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata.Hal ini dikarenakan pengaruh serat pangan didalamnya. Menurut Mulyani (2013) serat memiliki kemampuan mengikat air, air yang terikat kuat dalam serat pangan sulit untuk diuapkan kembali walaupun dengan proses pengeringan. Menurut Winarno (1995), serat dapat menyerap air. Pendapat ini juga diperkuat oleh Marsono (1996) yang menyatakan bahwa sifat fisiologi serat pangan mempunyai kemampuan untuk mengikat air dalam bahan, air yang terikat tersebut sulit untuk diuapkan kembali.Pada sampel F3 dan F4 tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini berarti penambahan tepung kacang merah dan penambahan tepung konjac tidak memiliki pengaruh pada kadar air flakes. Pada sampel F3 dan F4 memiliki persentase tepung tapioka 50% sedangkan F1 dan F2 memiliki persentase tepung tapioka 40%. F3 dan F4 memiliki kandungan kadar air lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan kandungan pati yang tinggi yang dimiliki oleh tepung tapioka.Pati juga memiliki sifat yang mampu mengikat air.Pati pada tepung tapioka mengandung sekitar 85% (Belitz, 1987). Semakin tinggi konsentrasi pati maka kadar air produk semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi pati, maka partikel bahan lebih padat, sehingga kemampuan panas pengeringan lebih rendah (Richana, 2010).
Pada Tabel 1.5. sampel F4 memiliki penambahan konsentrasi tepung tapioka paling tinggi yaitu 50% dan konsentrasi tepung konjac yang paling tinggi yaitu 10%. Tepung tapioka memiliki karakteristik yaitu kemampuan dalam menyerap air (Ariono, 2007). Konjac memiliki kandungan glukomannan di dalamnya. Menurut Widjanarko (2011), kandungan glukomannan pada tepung konjac yaitu sebesar 41,14%. Glukomannan merupakan serat alam kental yang paling mudah larut dan membentuk larutan yang sangat kental, memiliki berat molekul 200.000-2000.000 Dalton.Glukomannan memiliki kapasitas tampung air terbesar sampai 100 kali beratnya dalam air, dan merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan D-glukosa dan D-mannosa (Kurniawan, 2010).Penyerapan air pada produk flakes berhubungan dengan penyajian untuk dikonsumsi. Semakin cepat produk menyerap air maka semakin bagus karena semakin cepat untuk dikonsumsi.F4 memiliki persentase penyerapan paling tinggi. Menurut Kulp et al.(2006), sereal sarapan yang disukai masyarakat adalah jenis ready-to-eatkarena berkaitan dengan kepraktisan dan waktu penyajian yang cepat. Jenis sereal sarapan yang paling banyak dikonsumsi oleh konsumen adalah produk ekstrusi dan flakes. Produk tersebut merupakan produk instan yang waktu persiapannya kurang dari 3 menit.
2. Kadar Abu Pada Tabel 1.6.dijelaskan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi tepung kacang merah dan tepung konjac yang 67
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
ditambahkan, kadar abu semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh kadar abu bahan baku awal yang tinggi pada tepung kacang merah dan tepung konjac sehingga mempengaruhi produk akhir. Selain itu peningkatan kadar abu flakes juga dapat dipengaruhi oleh penambahan kadar abu dari bahan penunjang (Mustaqim, 2012). Bahan penunjang yang dipakai dalam pembuatan flakes yaitu air, susu skim, margarin, garam dan telur yang memiliki kandungan mineral-mineral yang menambah kandungan abu pada produk. Selain itu, kadar abu yang tinggi disebabkan oleh faktor proses pengeringan. Proses pengeringan mengakibatkan terjadinya penguraian komponen ikatan molekul air (H2O) dan juga memberikan peningkatan terhadap kandungan gula, lemak, mineral sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar abu (Hadipernata et al., 2006). Jika dilihat, kadar abu flakes memiliki persentase yang tinggi. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan. Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula kadar mineral dalam bahan pangan tersebut. Unsur mineral merupakan zat organik atau yang dikenal sebagai kadar abu. (Winarno, 1992). Selain itu, mineral cukup stabil selama pemanasan sehingga cenderung tidak berubah selama proses pemanggangan (Wijayanti, 2005).
Berdasarkan Tabel 1.7.dapat dilihat nilai absolutnya, protein mengalami penurunan dari bahan baku awal ke produk flakes. Hilangnya protein disebabkan proses pemanggangan yang dilakukan dalam pembuatan flakes. Panas membuat ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar menjadi tidak stabil.Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga merusak ikatan molekul tersebut dan membuat protein menjadi rusak (Ophart, 2003). Meskipun terjadi penurunan protein, kandungan protein formulasi bahan baku menjadi produk flakes pada semua formula tidak menunjukkan adanya beda nyata sehingga proses pengolahan tidak mempengaruhi kandungan proteinnya. 4.
3. Kadar Protein Pada Tabel 1.6.dapat dilihat bahwa nilai protein semakin menurun sebanding dengan penurunan konsentrasi kacang merah yang ditambahkan. Untuk evaluasi gizi dari bahan baku ke hasil produk, nilai protein dapat dilihat pada Tabel 1.7. Tabel 1.7. Perbandingan Kandungan Protein Formulasi Bahan Baku Dengan Hasil Analisis Flakes Protein (g) Formula Formulasi Hasil Analisis Bahan Baku Flakes F1 19,39a 18,65a b F2 18,20 18,27b F3 17,46c 16,94c d F4 16,25 15,20d 68
Kadar Lemak Pada Tabel 1.6.menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi kacang merah dapat mempengaruhi nilai dari kadar lemak. Persentase kadar lemak mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bahan baku awal. Kadar lemak semakin menurun dengan menurunnya konsentrasi kacang merah yang ditambahkan. Untuk evaluasi gizi dari bahan baku ke hasil produk, nilai lemak dapat dilihat pada Tabel 1.8. Tabel 1.8. Perbandingan Kandungan Lemak Formulasi Bahan Baku Dengan Hasil Analisis Flakes Lemak (g) Formulasi Hasil Formula Bahan Baku Analisis Flakes F1 5,87a 6,96a b F2 5,72 5,58b F3 5,58c 5,58c d F4 5,43 4,75d Pada Tabel 1.8.dapat dilihat terjadi penurunan kandungan lemak dari bahan baku awal ke produk flakes. Proses pemanggangan juga dapat menurunkan kandungan lemak. Menurut Suprapto et al., (2003) penurunan kadar lemak dapat disebabkan oleh adanya inisiasi atau faktor-faktor pemicu kerusakan lemak yaitu salah satunya adalah panas.
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Selain itu faktor pemicu kerusakan oleh panas diduga dapat menyebabkan degradasi lemak menjadi molekul-molekul yang lebih kecil seperti asam-asam lemak bebas dan senyawa keton. Meskipun terjadi penurunan lemak, kandungan lemak formulasi bahan baku menjadi produk flakes pada semua formula tidak menunjukkan adanya beda nyata sehingga proses pengolahan tidak mempengaruhi kandungan pada lemak. 5.
pada golongan polisakarida seperti pada pati terpecah menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yaitu oligosakarida, disakarida maupun monosakarida (Perwitasari, 2009). Selain itu terdapat golongan karbohidrat lainnya seperti oligosakarida yang berasal dari kacang merah. Menurut Berrior dan Pan (2002) proses pemanasan ekstrusi dapat mengurangi oligosakarida dan hal ini diperjelas oleh Borejszo dan Khan (1992) bahwa proses ekstrusi dapat mengurangi konsentrasi rafinosa dan stakiosa. Mekanisme penurunan oligosakarida yaitu putusnya 2 ikatan 1furanosidik pada sukrosa dan rafinosa selama proses pemanasan ekstrusi membentuk molekul gula sederhana (Berrios, 2010).
Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat naik seiring menurunnya konsentrasi kacang merah yang ditambahkan, meningkatnya konsentrasi tepung tapioka dan tepung konjac yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan kadar karbohirat pada bahan baku tepung tapioka yang tinggi yaitu sebesar 90,84% dan tepung konjac yaitu 87,42%, sedangkan pada tepung kacang merah sebesar 70,31%. Sehingga dengan kadar karbohidrat yang tinggi pada bahan baku akan mempengaruhi nilai karbohidrat pada produk akhir. Untuk evaluasi gizi dari bahan baku ke hasil produk, nilai karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 1.9. Tabel 1.9. PerbandinganKarbohidrat Formulasi Bahan Baku Dengan Hasil Analisis Flakes Karbohidrat (g) Formulasi Hasil Formula Bahan Baku Analisis Flakes a F1 80,03 78,86a F2 81,22b 80,51b c F3 82,08 82,86c F4 83,28d 84,97d Berdasarkan Tabel 1.9.dapat dilihat pada evaluasi gizi dari bahan baku ke produk flakes nilai karbohidrat mengalami penurunan pada F1 dan F2 dan mengalami kenaikan pada F3 dan F4. Tetapi nilai penurunan karbohidrat tersebut tidak berbeda jauh dari bahan dari bahan baku ke produk begitu juga dengan nilai kenaikan karbohidratnya. Hal ini juga dapat dilihat pada masing-masing formula tidak menunjukkan adanya beda nyata. Pada proses pemanggangan flakes, terdapat pengaruh pemanasan pada karbohidrat yaitu
6.
Kadar Serat Pangan Kadar serat panganyang memiliki nilai paling besar yaitu pada sampel F2. Pada sampel F2 memiliki kadar serat pangan yang tinggi karena penambahan tepung konjacyang semakin tinggi. Selain itu juga penambahan konsentrasi tepung kacang merah yang tinggi. Tepung konjac memiliki kandungan serat pangan sebesar 9-11% (Wahjuningsih, 2012), tepung tapioka memiliki kandungan serat pangan 0,9 gram dari 100 gram (Anonim1, 2013), sedangkan kacang merah memiliki kandungan serat pangan sebesar 3,76% (Pangastuti, 2012).
D. Uji Sensoris Produk Flakes Komposit Tabel 1.10. Uji Sensoris Flakes Komposit Formula
Warna
Aroma
Rasa
F1
2,07 ± 0,78a 2,77 ± 0,89b 4,07 ± 0,78d 3,23 ± 0,72c
2,13 ± 0,73a 3,13 ± 0,86b 4,00 ± 0,78c 2,77 ± 0,89b
2,17 ± 0,79a 2,70 ± 0,87b 4,03 ± 0,85c 3,10 ± 0,80b
F2 F3 F4
1.
69
Kerenyah an 2,07 ± 0,78a 3,23 ± 0,72b 2,87 ± 0,77b 4,07 ± 0,78c
Overall 2,03 ± 0,71a 2,83 ± 0,79b 4,10 ± 0,76c 3,20 ± 0,85b
Warna Pada Tabel 1.10. Formulasi F1 memiliki warna yang cenderung kurang cerah atau lebih gelap dibandingkan sampel lainnya. Hal ini dikarenakan sampel F1 memiliki komposisi kacang merah yang paling tinggi yaitu 57% dari 100% dalam pembuatan produk flakes.
ISSN: 2302-0733
2.
3.
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Aroma Aroma pada sampel F1 paling tidak disukai dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal ini dikarenakan pada sampel F1 memiliki penambahan konsentrasi kacang merah yang tinggi dibandingkan sampel yang lain. Aroma khas kacang merah belum begitu bisa diterima oleh panelis yang dikarenakan aroma langu pada produk flakes masih terasa.
KESIMPULAN Hasil analisis fisikokimia yang diperoleh dari flakes komposit tepung kacang merah, tepung tapioka dan tepung konjac yaitu pada analisis fisik uji daya patah memiliki nilai 1,59 N – 2,19 N ; nilai crush 6,63% 8,30% dan uji penyerapan air dengan pertambahan berat 2 g (menit ke-0) – 5,42 g (menit ke-4). Analisis kimia yang diperoleh dari flakes komposit tepung kacang merah, tepung tapioka dan tepung konjac yaitu kadar air 3,50% - 4,85% ; kadar abu 3,73% 4,86% ; kadar protein 13,48% - 16,84% ; kadar lemak 4,17%-6,45% ; kadar karbohidrat 71,83% 77,66% dan kadar serat pangan 2,75% - 4,97% dan hasil analisis uji sensoris, pada parameter warna memiliki nilai 2,07 – 4,07; aroma dengan nilai 2,13 – 4,00; rasa dengan nilai 2,17 – 4,03; kerenyahan dengan nilai 2,07 – 4,07 dan overall dengan nilai 2,03 – 4,10. Penerimaan flakes oleh panelis yaitu antara agak suka sampai agak tidak suka. Sampel F3 (Tepung Tapioka 50%, Tepung Kacang Merah 47% dan Tepung Konjac 3%) merupakan sampel yang terbaik untuk atribut sensoris.
Rasa Rasa yang disukai panelis yaitu rasa yang memiliki kadar tepung tapioka 50%, tepung kacang merah 47% dan tepung konjac 3%.. Hal ini karena pada sampel F3 formulasi kacang merah yang ditambahkan tidak begitu tinggi yang tidak seperti F1 dan F2 yang disebabkan karena terdapat rasa pahit yang terdapat pada kacang merah.
4. Kerenyahan Kerenyahan yang dipilih oleh panelis yaitu pada sampel F4 yang memiliki formulasi tepung tapioka 50%, tepung kacang merah 40% dan tepung konjac 10%. Tepung tapioka memiliki kadar amilopektin yang tinggi yaitu 69,06% (db). Amilopektin yang tinggi dapat memberikan tingkat kerenyahan yang tinggi dan kekerasan yang rendah pada produk dibandingkan kadar amilosa yang tinggi (Supriyadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N, Pangestuti dan S. Koswara. 2010. Potensi Kecambah Kedelai Sebagai Sumber Protein, Asam Folat, dan Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Produk Sarapan Bergizi Untuk Anak-Anak. Prosiding Seminar Nasional Inovatif Pascapanen. 1 Anonim . 2013. Be Fit and Stay Healthy. http://www.nutritionanalyser.com. Diakses Pada Tanggal 24 Juli 2013. Apriyani, R.N. 2009.Mempelajari Pengaruh Ukuran Partikel dan Kadar Air Tepung Jagung Serta Kecepatan Ulir Ekstruder Terhadap Karakteristik Snack Esktrusi.Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Ariono, D, L. Fajrinia, R. Julyana dan Manullang. 2007. Sifat Reologi Larutan Tapioka. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.Vol. 6 No. 2. Agustus 2007 : 602-608. Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halmer, and M. Siljestrom. 1983. Rapid Enzymatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary
5. Overall Untuk parameter overall, untuk parameter warna memiliki nilai 2,07 – 4,07 , untuk parameter aroma memiliki nilai 2,13 – 4,00, untuk parameter rasa memiliki nilai 2,17 – 4,03, untuk parameter kerenyahan memiliki nilai 2,07 – 4,07. Hampir semua parameter menunjukkan bahwa sampel F3 merupakan produk yang disukai oleh panelis Masingmasing sampel menunjukkan beda nyata kecuali pada sampel F2 dan F4. Nilai overall dimulai 2,03; 2,83; 3,20; dan 4,10. Range atau nilai 2,03 – 4,10 menunjukkan panelis cenderung ke agak tidak suka sampai agak suka.
70
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Fiber. J. Agric. Food. Chem. (31): 476 – 482.
Faridah A, S.B. Widjanarko , A Sutrisno dan B Susilo. 2012. Optimasi Produksi Tepung Porang dari Chip Porang Secara Mekanis dengan Metode Permukaan Respons.Jurnal Teknik Industri. Vol. 13 No.2. Agustus 2012 : 158-166. Faridah, A. 2008.Patiseri Jilid I dan 3.Direktorat Pembinaan. Jakarta. Faridi, A. 2002.Hubungan Sarapan Pagi dengan Kadar Glukosa Darah dan Konsentrasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar.Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor. Hadipernata M, R. Rachmat dan Widaningrum. 2006. Pengaruh Suhu Pengeringan Pada Teknologi Far Infrared Terhadap Mutu Jamur Merang Kering (Volvariella volvaceae). Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 2. Hapsari, A.H. 2011. Formulasi dan Evaluasi Sifat Sensoris, Fisik dan Kimia Produk Flakes Berbasis Tepung Kacang Merah. Skripsi Teknologi Hasil Pertanian. UGM.Yogyakarta. Hubeis, M. 1984. Pengembangan Metode Uji Kepulenan Nasi. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor dalam Widowati, S, R. Nurjanah dan W. Amrinola. 2010. Proses Pembuatan dan Karakterisasi Nasi Sorgum Instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional Pascasarjana IPB. Bogor. Jepro. 2004. Bab IV. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 1 September 2013. Kartika, B, B. Hastuti, W. Supartono. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.Yogyakarta. Kurniawan, F, E. Mulyono, W. Broto dan A.W. Permana.2010. Purifikasi Tepung Mannan dari Umbi Iles-Iles (Amorphophallus onchophyllus) Secara Enzimatis Untuk Peningkatan Mutu Menjadi Foodgrade.Balai Besar dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Astawan. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Sayuran di Indonesia. http://www.bps.go.id/. Diakses Pada Tanggal 18 Februari 2013. Barrett, A.H and G. Kaletunc. 1998. Quantitative Description of Fracturability Changes in Puffed Corn Extrudates Affected by Sorption of Low Levels of Moisture. Cereal Chemistry 75(5) : 695-698. Belitz, H.D. 1987. Food Chemistry 2nd Edition. Springer Verlag. New York. Berrios, J.D.J and J. Pan. 2001. Evaluation of Extruded of Extruded Black Bean (Phaseolus vulgaris L.) Processed Under Different Screw Speeds and Particel Sizes.Abstract 15D-9 #8704. p. 30.dalam Annual Meeting of The Istitute of Food Technologist. New Orleans.LA. June 23-27. Chicago. IL : Institute of Food Technologist. Berrios, J.D.J, P. Morales, M. Camara, M.C. Sanchez-Mata. 2010. Carbohydrates Composition of Raw and Extruded Pulse Flours. Food Research International 43 (2010) 531-536. Borejszo, Z.B and K.H. Khan. 1992. Reduction of Flatulence Causing Sugars by High Temperature Extrusion of Pinto Bean High Starch Fractions. Journal of Food Science 57(3) : 771-777. Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Akasara. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Akasara. Jakarta. Ekawati, D. 1999. Pembuatan Cookies Dari Tepung Kacang Merah (Phaseouls vulgaris L) Sebagai Makanan Pendamping Asi. Skripsi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.IPB. Bogor. FAO (Food Agriculture Organization). 1995. Shorghum and Millets in Human Nutrition. FAO Food and Nutrition Series No. 27.FAO.Roma. 71
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Latifah. 2011. Flake Labu Kuning dengan Kadar Vitamin A Tinggi. Department of Food Technology UPNV. Surabaya. Marsetio. 2006. Flake Labu Kuning (Curcubita moschata) Dengan Kadar Vitamin A Tinggi. Departmen of Food Technology UPNV. Surabaya Marsono, Y. 2004. Serat Pangan Dalam Perspektif Ilmu Gizi.Pidato Pengukuhan Guru Besar.Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Marsono. 1996. Dietary Fiber Dalam Makanan dan Minuman Fungsional. Kursus Singkat Makanan Fungsional PAU Pangan dan Gizi.UGM.Yogyakarta. Meliana. 2011. Aplikasi Oat Bran dalam Pembuatan Brownies. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Mustaqim, M. 2012. Pengembangan Produk Flakes dari Campuran Terigu, Pati Garut dan Tepung Koro Pedang Putih.Skripsi Teknologi dan Hasil Pertanian.UGM.Yogyakarta. Nestares, T. 2001. Nutritional Assesment of Protein From Beans (Phaseolus vulgaris L) Processed at Different pH Values, in Growing Rats. Journal of The Science of Food and Agriculture, Vol.81 : 1522-1529. Nourian, F. dan Ramaswamy, H.S. 2003.Kinetics of Quality Change During Cooking and Frying of Potatoes. Part I. Texture. Journal of Food Process Engineering, 26, 377-394. Nuwamanya, E, Y. Baguma, N. Emmambux, J. Taylor dan Rubaihayo. 2010. Physicochemical and Functional Characteristics of Cassava Starch in Ugandan Varieties and Their Progenies. Journal of Plant Breeding and Crop Science Vol 2(1) PP. 001011. Januari 2010.University of Pretoria. South Africa. Ophart, C.E. 2003. Virtual Chembook. Elmhurst.College Press. Pangastuti, H.A. 2012.Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan Beberapa Perlakuan
Pendahuluan.Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. UNS. Surakarta. Perhutani Unit II. 2010. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Jawa Timur. perumperhutani.com. Diakses Pada Tanggal 14 januari 2013. Perwitasari, D.S dan A. Cahyo.2009. Pembuatan Dekstrin Sebagai Bahan Perekat dari Hidrolisis Pati Umbi Talas dengan Katalisator HCl.Chemical Engineering Seminar Soebardjo Brotohardjono VI. Fakultas Teknologi Industri UPNV. Surabaya. Richana, N, F. Nursyarifa, Pujoyuwono dan H. Herawati. 2010. Optimasi Proses Produksi Maltodextrin dari Tapioka Menggunakan Spray Dryer. Balai Besar dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jurusan Teknologi Pangan. Universitas Pasundan. Bandung. Shimelis E.A, M. Meaza and S.K. Rakshit. 2006. Physico-chemical Properties, Pasting Behavior and Functional Characteristics of Flours and Starches from Improved Bean (Phaseolus vulgaris L.)Varieties Grown in East Africa.CIGR-E Journal Manuscript FP OS 015. Vol. VIII. Februari 2006.Food Engineering and Bioprocess Technology Program.Asian Institute of Technology. Thailand Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses Pengolahan Tapioka dan Produkproduknya. Kanisius. Jakarta. Suarni. 2009. Produk Makanan Ringan (Flakes) Berbasis Jagung dan Kacang Hijau Sebagai Sumber Protein Untuk Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh. Prosiding Seminar Nasional Serealia.ISBN : 978-979-8940-27-9. Sudarmadji, S, Suhardi dan B. Haryono.2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Suprapto, H, Rakhmat F dan Asih E.K. 2009. Sifat Fisikokimia Pada Pengemasan dan Penyimpanan Cassava Flakes Fortifikasi.Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor. Supriyadi, D. 2012. Study on Effects of AmyloseAmylopectin Ratio and Water Content 72
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
to Crispiness and Hardness of Fried Product Model. Department of Food Science and Technology.Faculty of Agricultural Engineering and Technology.IPB. Bogor. Tang, J.S. 2009.Composition and Methode of Preparing Ready-to-eat Ceral WithKonjac Flour as A Main Ingridient. United States Patent Application Publication. United States. Triyono, A. 2010.Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau.Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, LIPI. Yogyakarta Triyono, A. 2010.Pengaruh Maltodekstrin dan Subtitusi Tepung Pisang (Musa paradisiaca) Terhadap Karakteristik Flakes. Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, LIPI. Yogyakarta. Valencia, G. 2010. Formulasi dan Evaluasi Sifat Produk Tepung Bubur Kacang Merah Pratanak dengan Penambahan Tepung Agar-agar. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta Wahjuningsih, S.B. 2012. Pengaruh Blanching dan Ukuran Partikel (Mesh) Terhadap Kadar Glukomannan, Kalsium Oksalat dan Serat Makan Tepung Umbi Porang (Amorphophallus onchophyllus).Jurnal Litbang Vol.9 No.2.Desember 2011.Teknologi Hasil Pertanian Universitas Semarang. Semarang. Widjanarko, S.B dan P.A Eri.2007. Kandungan Porang. http://simonbwidjanarko.wordpress.co m/2008/05/21/kandungan-porang/. Diakses Pada Tanggal 28 April 2013. Widjanarko, S.B, A. Sutrisno dan A. Faridah. 2011. Efek Hydrogen Peroxide on Physicochemical Properties of Common Konjac (Amorphophallus oncophillus) Flour by Maceration and Ultrasonic Methods.Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No.3. Desember 2011 : 143-152
Widowati, T. 1987. Pembuatan Kerupuk Kimpul (Xanthosoma sagitifolium (L) SHCOOT). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Wijayanti, A. 2005.Pembuatan Cookies Dengan Penambahan Kecambah Kacang Hijau Untuk Meningkatkan Kadar Vitamin E. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. Winarno, F.G dan W. Agustinah. 2008. Pangan dan Autisme. www.lpsr.edu. Diakses Pada Tanggal 13 Oktober 2013. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
73