Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No. 2 Hal : 99-107 ISSN 2302-6308
Available online at:
http://umbidharma.org/jipp
ASPEK BIOLOGI DAN MORFOLOGI IKAN PAYUS (Elops hawaiensis) DARI PERAIRAN TAMBAK DI PROVINSI BANTEN (Biology and Morphology Aspect of Elops hawaiensis from Pond Water In Banten Province) Mustahal1*, Sakinah Haryati1, Suherman2 1Jurusan
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten 2Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 22 Agustus 2013/ Disetujui: 24 September 2013 ABSTRACT Morphology the lady fish reveals that their body shape were compressed with the vental area of their body were smoth without scale, the body colour was silver with symmetrical divided tale shape. The ventral part of the tail thre was a yellow spot, abdominal, cycloid scales, with single dorsal scale, and there was no even single hard radial. There was a single complete uninterrupted rib line, pelagic fish, predator. The lady fish in 10-40 cm body length range were in child hood, therefore, it was difficult to identify male and female fish based on their secondary characteristics visually. The different between male and female fish was clearly seen when the fish was in adult ages with total length about 84 cm. Reproduction Organ (Gonad) of the lady fish was found alongs its stomach with the gonadal weight about 2.7% of its body weight (1030 gr) with ovum size not clearly seen. The lady fish (Elops hawaiensis Regan) has their adult phase and its spawning habitat in the sea. The larvae can be found in the open sea, then moving to the coastal area following their development. While the young fishes were found in the seashore as well as in the pond, channels, as well as the wave tiding areas. Their distributin were almost allcoastal areas, lagoon, bays and estuarines, particularly with in mangrove areas. The distribution of the lady fish in Banten perovince were particularly in northern coastal areas where are a lot of milk ponds areas such as in the villages Mauk and Kronjo at Tangerang regency, and Domas village and Sawah Luhur Village in Serang regency. Keywords: biological aspects, Elops hawaiensis, habitat, fish distribution. ABSTRAK Ikan payus memiliki tubuh pipih dengan bagian bawah tubuh yang halus (tidak bersisik), warna tubuh keperakan, bentuk ekor cagak dengan bagian dorsal dan ventral simetris, ekor bagian ventral terdapat warna kuning, abdominal, bentuk sisik sikloid, memiliki sirip punggung tunggal dan tidak memiliki jari-jari keras, memiliki satu garis rusuk lengkap tidak terputus, dan termasuk ikan pelagis yang bersifat predator atau ikan pemangsa. Ikan payus dengan panjang total 10-40 cm merupakan ikan anakan, sehingga sulit untuk membedakan jenis kelaminnya berdasarkan ciri-ciri sekunder atau secara visual. Perbedaan ikan jantan dan betina
100
MUSTAHAL ET AL.
JIPP
akan terlihat jelas ketika dewasa pada ukuran panjang total 84 cm. Organ reproduksi ikan payus terdapat di sepanjang rongga perut dengan berat sekitar 2,7% dari total berat tubuh. Pada tingkat kematangan gonad (TKG) II, butiran telur berukuran sangat kecil dan belum terlihat jelas. Ikan payus (Elops hawaiensis Regan) dewasa hidup dan memijah di perairan laut. Larvanya biasa ditemukan di laut lepas dan akan bergerak ke arah pantai seiring perkembangannya. Ikan muda biasa ditemukan di tambak, kanal dan area pasang surut. Daerah penyebaran ikan payus meliputi hampir seluruh perairan pantai, laguna, teluk dan dan muara terutama daerah yang bermangrove. Penyebaran ikan payus di Propinsi Banten diduga disepanjang perairan utara Laut Jawa khususnya didaerah tambak ikan bandeng diantaranya di kawasan Tambak Mauk dan Kronjo Kabupaten Tangerang, Domas dan Sawah Luhur Kabupaten Serang. Kata kunci: aspek biologi, Elops hawaiensis, habitat, penyebaran ikan payus. PENDAHULUAN Sumber daya kelautan dan perikanan di Propinsi Banten memiliki potensi yang cukup besar diantaranya memiliki garis pantai sepanjang 517,42 km, luas perairan laut sebesar 11.500 kmĀ², memiliki 6 kabupaten/kota pesisir, kecamatan pesisir sebanyak 35 buah dan desa pesisir sebanyak 123 buah serta pulau-pulau kecil sebanyak 61 buah. Salah satu kabupaten/kota pesisir adalah Kota dan Kabupaten Serang yang memiliki potensi tambak yang cukup produktif (Abidin 2009). Salah satu produk unggulan Propinsi Banten khususnya Kota dan Kabupaten Serang adalah Bontot. Bontot merupakan salah satu produk gel ikan (fish jelly product) khas Banten yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten dan Kota Serang. Bontot terbuat dari campuran daging ikan dengan tepung tapioka dan bumbu melalui proses pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan dan penggorengan (Haryati 2010). Bahan baku utama bontot yang digunakan adalah ikan payus sebagai salah satu hasil ikutan budidaya ikan bandeng. Bontot bagi masyarakat Desa Domas, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang merupakan makanan keseharian selayaknya empek-empek bagi masyarakat Palembang. Keunggulan produk bontot adalah makanan halal dan sehat karena kaya gizi serta
mengandung omega tiga yang baik untuk kecerdasan dan kesehatan. Kelebihan lain produk bontot adalah dapat dimodifikasi menjadi produk gel ikan lainnya seperti bakso, empekempek, siomay, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan baku kerupuk. Umumnya bontot diproduksi pada industri rumahan (home industry) oleh penduduk menggunakan peralatan yang sederhana dan tradisional. Bontot merupakan produk diversifikasi hasil perikanan yang dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia khususnya di Propinsi Banten. Selain itu, bontot dapat menambah keragaman produk hasil perikanan sehingga masyarakat mendapatkan produk yang halal, sehat, dan bergizi. Salah satu kendala bagi pengrajin bontot adalah kontinuitas dan tingginya harga ikan payus. Hal tersebut menyebabkan harga jual produk yang relatif tinggi sehingga produk menjadi tidak kompetitif dengan produk perikanan lain di pasaran. Hal tersebut melatarbelakangi perlunya dilakukan kajian morfologi ikan payus (Elops hawaiensis) untuk menunjang keberlanjutan usaha pengolahan bontot di Kabupaten Serang. Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi aspek biologis yang meliputi morfologi habitat, dan penyebaran ikan payus sebagai langkah awal untuk melakukan upaya pembudidayaan ikan payus.
Vol. 2, 2013
Aspek Biologi dan Morfologi Ikan Payus
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2013, meliputi pengambilan sampel di lokasi tambak di Kecamatan Mauk dan Kronjo Kabupaten Tangerang, tambak di Desa Domas Kabupaten Serang dan analisis aspek bologi dilakukan di laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dan Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah formalin 70%, ikan payus berbagai ukuran mulai dari 10 cm sampai 40 cm yang diperoleh dari wilayah tambak pesisir utara meliputi Kecamatan Mauk dan Kronjo Kabupaten Tangerang dan Domas Kecamatan Pontang Kabupaten Serang dan ikan payus ukuran 84 cm yang diperoleh dari perairan laut Karangantu Teluk Banten. Peralatan yang digunakan meliputi pancing, cool box, stirofoam, alat bedah, penggaris, timbangan digital, freezer, mikroskop. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei. Data hasil survei berupa ikan payus hasil tangkapan di tambak sebanyak 200 ekor dilakukan identifikasi berdasarkan ukuran panjang dan berat badan. Identifikasi meliputi aspek biologis seperti pengukuran berat dan panjang total ikan, jenis makanan yang dikonsumsi dengan membedah dan menganalisa isi usus ikan dengan kaca pembesar dan mikroskop. Secara morfologi dilakukan pengamatan terhadap bentuk insang, bentuk tubuh serta dilakukan analisa jenis kelamin dengan melihat morfologi gonadnya. Perbedaan jantan dan betina ikan payus secara morfologi dan anatomis dilakukan dengan menggunakan metode pembedahan. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Data hasil penelitian dilakukan analisis secara deskriptif.
101
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Aspek Biologis Ikan Payus (Elops sp.) Variasi ukuran panjang total ikan payus disajikan pada Gambar 2. Hasil pengamatan terhadap ikan payus yang diperoleh dari lokasi tambak penelitian memiliki variasi ukuran berat dan panjang total yang beragam. Nilai ratarata berat dan panjang total ikan payus yang tertangkap adalah 75,24 gram dan 28,23 cm. Ukuran berat dan panjang total ikan payus paling rendah adalah sebesar 8 gram dengan panjang 11,9 cm yang berasal dari kawasan tambak Desa Domas, sedangkan ukuran berat dan panjang total ikan payus paling tinggi yaitu sebesar 381 gram dengan panjang total 39,6 cm dari kawasan tambak Kecamatan Kronjo Kabupaten Tangerang. Ikan payus memiliki ukuran yang bervariasi, ukuran panjang total ikan payus didominasi oleh ukuran panjang total dengan interval panjang antara (18,8-21,1) cm atau sebesar 28,5%. Ukuran panjang total tersebut menunjukkan bahwa ikan payus yang tertangkap pada penelitian ini tergolong ke dalam ikan payus anakan, bahkan secara umum sampel ikan secara keseluruhan masih termasuk anakan ikan payus (Elops hawaiensis). Panjang ikan payus (Elops hawaiensis Regan) dewasa dapat mencapai ukuran 120 cm dengan berat mencapai 10,1 kg (http://www.fishbase.org). Keragaman ukuran panjang total ikan payus pada penelitian ini diduga disebabkan oleh perbedaan umur dan lingkungan hidupnya seperti makanan, suhu, pH dan salinitas perairan. Affandi et al. (1992) menjelaskan bahwa ukuran mutlak setiap spesies ikan dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya seperti makanan, suhu, pH, dan salinitas. Karakteristik morfologi ikan payus Ikan payus merupakan jenis ikan hama atau predator yang paling sering terdapat di tambak tradisional. Ikan ini masuk ketika air laut pasang melewati
102
MUSTAHAL ET AL.
pintu air petakan yang dibuka oleh petani tambak dan dikenal sebagai pemangsa bibit bandeng (nener) dan
Survei dan Sampling Data
JIPP udang-udang kecil. Perbedaan ikan payus dan ikan bandeng dapat diihat pada Gambar 3.
Tambak Mauk dan Kronjo Kab. Tangerang Tambak Domas Kabupaten Tangerang
Identifikasi biologi dan morfologi ikan payus: -
Variasi ukuran ikan payus antara 10-40 cm
Variasi panjang /berat tubuh Identifikasi makanan dalam usus Pengamatan gonad Bentuk insang dan tubuh, habitat dll
Analisis Data
Gambar 1 Diagram alir penelitian
E(22%)
C(28.5%)
Gambar 2 Hasil pengamatan variasi ukuran panjang total (cm) ikan payus (Elops hawaiensis)
Ikan bandeng (Chanos chanos)
Ikan payus (Elops sp.)
Gambar 3 Perbedaan ikan payus dan ikan bandeng (dok. Haryati 2013)
Vol. 2, 2013
Aspek Biologi dan Morfologi Ikan Payus
Ciri-ciri morfologi ikan payus (Elops hawaiensis) adalah bentuk tubuh pipih (compress) dengan bagian bawah tubuh yang halus (tidak bersisik), warna tubuh keperakan, bentuk ekor cagak dengan bagian dorsal dan ventral simetris, ekor bagian ventral terdapat warna kuning, posisi sirip ventral (V) terhadap sirip pektoral (P) adalah abdominal, bentuk sisik sikloid, memiliki sirip punggung tunggal dengan jari-jari lemah bercabang sebanyak 24 buah dan terletak hampir di pertengahan tubuh serta memiliki satu garis rusuk lengkap tidak terputus. Menurut Saanin (1968) menjelaskan bahwa ciri-ciri morfologi ikan payus (Elops hawaiensis) diantaranya memiliki sirip punggung tunggal dan tidak berjari-jari keras, badan bersisik, tidak bersungut, berga-ris rusuk, bertulang dagu diantara cabang tulang rahang bawah, sirip perut jauh ke belakang (abdominal), sirip punggung tidak berjari-jari lemah yang memanjang. Ikan payus memiliki bentuk mulut yang relatif besar dengan rahang bawah terdapat dagu. Bentuk rahang besar dengan bukaan mulut cukup lebar
103
menunjukkan bahwa ikan payus merupakan ikan predator. Bentuk mulut ikan payus (Elops hawaiensis) disajikan pada Gambar 4. Menurut Webber dan Beaufort (1913) diacu dalam Fahmi (2000), tubuh ikan payus berwarna keperakan dan panjangnya dapat mencapai 90 cm, memiliki mulut sangat besar dengan rahang atas yang panjang dan ujung maxilla mencapai depan mata. Ikan payus sebagai ikan pemangsa atau predator juga ditunjukkan oleh bentuk insang yang memiliki tulang tapis insang jarang, keras, tajam, dan panjang. Bentuk tulang tapis insang ikan payus (Elops hawaiensis) disajikan pada Gambar 5. Bentuk kepala ikan payus adalah pipih, tidak terdapat sisik pipi, dan memiliki tulang tambahan (preoperkulum), bentuk mata ukuran sedang dan memiliki adipose eyelid. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan payus merupakan ikan pelagis. Bentuk kepala ikan payus (Elops hawaiensis disajikan pada Gambar 6.
Gambar 4 Bentuk mulut ikan payus (Elops hawaiensis Regan) Tulang tapis insang(Gill racker)
Gambar 5 Bentuk tulang tapis insang ikan payus (Elops hawaiensis)
104
MUSTAHAL ET AL.
Pada penelitian ini, ukuran ikan payus masih tergolong ikan anakan sehingga kesulitan dalam membedakan ikan payus jantan dan betina berdasarkan ciri-ciri sekundernya atau secara visual, sehingga untuk mengetahui ikan jantan dan betina dilakukan dengan pembedahan bagian perut untuk melihat organ reproduksinya. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap organ reproduksi ikan payus pada ukuran panjang total antara 30-40 cm terlihat bahwa ikan payus memiliki organ reproduksi ganda yaitu terdapat gonad jantan dan betina dengan gonad jantan lebih besar 50% dibandingkan gonad betina. Hal tersebut diduga fase jantan lebih dulu berkembang kemudian dengan semakin dewasanya ikan maka akan berubah dan terjadi perkembangan gonad betina. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan fase perkembangan gonad pada ikan kakap Lates calcarifer yang memiliki sifat Herma-phrodit Protogini yaitu pada waktu awal perkembangannya berkelamin jantan dan kemudian seiring
JIPP pertambahan umur berubah menjadi betina (Sunyoto dan Mustahal 2004). Perbedaan ikan jantan dan betina ikan payus akan terlihat jelas ketika ikan ukuran dewasa. Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap seekor ikan payus dengan ukuran panjang total sebesar 84 cm yang berasal dari Perairan Teluk Banten. Hasil pembedahan menunjukkan bahwa organ reproduksi ikan payus terdapat di sepanjang rongga perut ikan dengan berat gonad sekitar 2,7% dari total berat tubuh ikan (1.030 g) pada tingkat kematangan gonad (TKG) II yaitu butiran telur ukuran sangat kecil dan belum terlihat jelas. Letak dan bentuk gonad ikan payus dapat dilihat pada Gambar 7. Dengan mengetahui TKG tersebut diprediksi ikan payus memijah sekitar bulan Desember-Maret atau pada awal musim penghujan. Gonad ikan payus TKG II dapat dilihat pada Gambar 8. Karakteristik fisik ikan payus fase betina tersebut memiliki badan yang agak membuncit sedangkan pada fase jantan diduga memiliki badan lebih ramping dan warna tubuh lebih cerah.
Pre overculum Gambar 6 Bentuk kepala ikan payus (Elops hawaiensis)
Vol. 2, 2013
Aspek Biologi dan Morfologi Ikan Payus
105
Gambar 7 Letak dan bentuk gonad ikan payus (Elops hawaiensis)
Gonad TKG II
Gambar 8 Gonad ikan payus(Elops hawaiensis) TKG II Karakteristik Habitat Ikan Payus Ikan payus (Elops hawaiensis Regan) memiliki fase dewasa hidup di perairan laut dan melakukan pemijahan di perairan laut yang relatif dalam. Larvanya biasa ditemukan di laut lepas kemudian larva bergerak ke arah pantai seiring perkembangannya yang semakin besar. Ikan muda atau juvenilnya biasa ditemukan di empang air asin, kanal dan area pasang surut. Ikan ini biasa dijual dalam segar, keadaan beku, dan sering dijadikan ikan target dalam lomba memancing ikan. Karena ikan ini biasanya mau memakan berbagai jenis umpan seperti udang dan ikan kecil serta berbagai umpan tiruan lainnya. Habitat ikan payus adalah di perairan pantai dan tergolong dalam ikanikan pelagis. Ikan payus termasuk dalam ikan karnivora yang memangsa ikan-ikan kecil dan krustasea. Di dalam tambak tradisional, ikan ini masuk ketika air laut pasang melewati pintu air petakan yang dibuka oleh petani tambak dan dikenal sebagai pemangsa
bibit bandeng (nener) dan udang-udang kecil. Ikan ini tergolong ikan yang cukup rakus dalam hal makanan, karena dapat menghabiskan puluhan nener dalam waktu singkat Soeseno (1988) diacu dalam Fahmi (2000). Distribusi Ikan Payus Ikan Payus tersebar luas pada semua perairan tropis dan subtropis. Daerah penyebaran ikan payus meliputi hampir seluruh perairan pantai, laguna, teluk dan muara terutama daerah yang bermangrove. Penyebaran ikan payus di Propinsi Banten diduga disepanjang perairan utara Laut Jawa khususnya di daerah tambak ikan bandeng diantaranya di kawasan tambak Mauk dan Kronjo Kabupaten Tangerang, Domas dan Sawah Luhur Kabupaten Serang. Hal tersebut dtunjukkan dengan relatif banyak dijumpai ikan payus ditambaktambak tradisional pada saat panen ikan bandeng. Disamping itu masih terdapatnya tanaman mangrove dibeberapa kawasan tambak yang diduga
106
MUSTAHAL ET AL.
sebagai daerah asuhan ikan payus. Menurut Webber & Beaufort (1913) diacu dalam Fahmi (2000) menyatakan bahwa penyebaran ikan payus di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Madura, dan Sulawesi. Selain di perairan Indonesia, ikan payus terdapat di
JIPP perairan Hawai, Jepang, Philipina, sepanjang Laut Cina Selatan hingga pantai utara Australia, Perairan Afrika dan hampir tersebar luas di perairan dangkal dunia (FAO 1974). Distribusi ikan payus di Dunia dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Peta Penyebaran ikan payus Sumber : http://www.fao.org, 2013 Keterangan :
: Konsentrasi penyebaran ikan payus padat.
KESIMPULAN Ikan payus (Elops sp.) merupakan ikan pelagis yang bersifat predator atau ikan pemangsa. Morfologi ikan payus memiliki bentuk tubuh pipih dengan bagian bawah tubuh yang halus (tidak bersisik), warna tubuh keperakan, bentuk ekor cagak dengan bagian dorsal dan ventral simetris, ekor bagian ventral terdapat warna kuning, abdominal, bentuk sisik sikloid, memiliki sirip punggung tunggal dan tidak memiliki jari-jari keras, memiliki satu garis rusuk lengkap tidak terputus. Ikan payus dengan ukuran panjang total 10-40 cm masih tergolong ikan anakan, sehingga kesulitan dalam membedakan ikan payus jantan dan betina berdasarkan ciri-ciri sekundernya atau secara visual. Perbedaan ikan jantan dan betina ikan payus akan terlihat jelas ketika ikan ukuran dewasa yaitu dengan ukuran panjang total sebesar 84 cm. Organ reproduksi ikan payus terdapat di sepanjang rongga
perut ikan dengan berat sekitar 2,7% dari total berat tubuh ikan (1.030 g) pada tingkat kematangan gonad (TKG) II yaitu butiran telur ukuran sangat kecil dan belum terlihat jelas Ikan payus (Elops sp.) memiliki fase dewasa hidup perairan laut dan memijah di perairan laut yang relatif dalam. Larvanya biasa ditemukan di laut lepas. Kemudian larva bergerak ke arah pantai seiring perkembangannya yang semakin besar. Sedangkan ikan muda atau juvenilnya biasa ditemukan di empang air asin, kanal dan area pasang surut. Daerah penyebaran ikan payus meliputi hampir seluruh perairan pantai, laguna, teluk dan dan muara terutama daerah yang bermangrove. Penyebaran ikan payus di Propinsi Banten diduga disepanjang perairan utara Laut Jawa khususnya didaerah tambak ikan bandeng diantaranya di kawasan Tambak Mauk dan Kronjo Kabupaten Tangerang, Domas dan Sawah Luhur Kabupaten Serang.
Vol. 2, 2013
Aspek Biologi dan Morfologi Ikan Payus SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk uji adaptasi budidaya ikan payus untuk mendukung kelangsungan home industry produk perikanan (bontot) sebagai produk khas Propinsi Banten yang berbahan baku ikan payus. DAFTAR PUSTAKA Abidin ZA. 2009. Profil Pengolahan dan Diversifikasi Produk Hasil Perikanan di Provinsi Banten. Bahan Pelatihan Diversifikasi Nilai Tambah Produk Perikanan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Untirta. Serang. Affandi, R., D. S. Safei, M. F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Ikhtiologi : Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Bogor.
107
Fahmi. 2000. Beberapa Jenis Ikan Pemangsa Di Tambak Tradisional dan Cara Penanganannya. Jurnal Oseana. 25(1): 21-30. Haryati S dan A Munandar. 2010. Identifikasi Keragaman Bontot sebagai Upaya Diversifikasi Produk Perikanan di Desa Domas Kecamatan Pontang Kabupaten serang Propinsi Banten. Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan II. Jakarta: Balai Besar Riset Pengolahan dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Bagian I. Bina Cipta, Bandung. 256 hal. Sunyoto P dan Mustahal. 2004. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis, Kerapu, Kakap, Beronang. PT. Penebar Swadaya. Jakarta, 84 hal. www.Fishbase.org. Diakses tanggal 11 April 2013. www.fishbase.org. Diakses tanggal 2 September 2013.