JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
ARTIKULASI PERAN GERAKAN MAHASISWA DI ACEH (Studi Kajian Transisi Demokrasi dan Perdamaian Aceh Rentang Waktu 2004-2015) Joel Manalu, Radhi Darmansyah Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsyiah Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menunjukkan bahwa peranan gerakan mahasiswa Aceh pada masa transisi demokrasi dan perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015 sangat signifikan, ini dapat dilihat dari kampanye dan propaganda yang dilakukan mahasiswa guna menjaga perdamaian dan mengawal transisi demokrasi yang terjadi di Aceh. Peranan ini fluktuatif, disesuaikan dengan kondisi dan situasi keamanan Aceh. Bentuk gerakan mahasiswa pada masa transisi demokrasi dan perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015 adalah gerakan sosial. Keterlibatan mahasiswa di Aceh hadir sebagai respon atas kekerasan yang terjadi di Aceh dan menuntut perubahan sosial masyarakat. Disarankan kepada pemerintah pusat untuk tidak lagi memandang penyelesaian masalah konflik di Aceh dengan cara kekerasan. Cara-cara ini dapat menyinggung hati nurani dan memaksa mahasiswa Aceh untuk kembali menyuarakan perlawanan. Disarankan kepada mahasiswa Aceh, agar tetap menjaga perdamaian di Aceh dan mengawal transisi demokrasi di Aceh dengan cara memperbanyak diskusi, dan kajian-kajian kritis guna melibatkan diri dalam pembangunan Aceh Kata Kunci: Gerakan Mahasiswa Aceh, Transisi Demokrasi dan Perdamaian Aceh. ABSTRACK The result of the study showed that the role of student movements of Aceh in period of democratic transition and peace in Aceh during 2004-2015 was very significant. It could be seen from the campaign and propaganda made by the students to keep the peace and watch the democratic transition occurred in Aceh. The role was fluctuating, which suited the condition and security situation in Aceh. The form of student movements in period of democratic transition and peace in Aceh during 2004-2015 was social movement. The participation of students in Aceh came as a respond to the violence occurred in Aceh and asked for social changes in society. It is suggested to central government to do not look for the settlement of conflict issues in Aceh with violence. This way can offend the Acehnese people and force the students in Aceh to make resistance again. It is suggested to students in Aceh to keep maintaining peace in Aceh and watch democratic transition in Aceh by holding more discussion and critical reviews in order to participate in development of Aceh. Keywords: University of Syiah Kuala Perceptions of Student Leaders, Local Political Party. PENDAHULUAN Gerakan mahasiswa merupakan hal yang selalu saja terjadi di Indonesia sejak pra maupun pasca kemerdekaan 1945. Konsep gerakan mahasiswa di Indonesia adalah untuk bangkit dan melakukan perubahan agar kehidupan sosial menjadi lebih baik (Budiman, 2006: 23). Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang mengenyam bangku pendidikan di perguruan tinggi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi, bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar pada perguruan tinggi. (nasional). 1
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Namun demikian, kebijakan Orde Baru dengan kebijakan Normalisasi Kegiatan Kampus dan Badan Koordinasi Kegiatan Kemahasiswaan (NKK-BKK) berhasil menghegemoni gerakan mahasiswa. Birokrat kampus menjadi kaki tangan pemerintah, yang turut serta secara aktif melakukan tekanan-tekanan kepada kaum mahasiswa itu sendiri. Hal ini mengakibatkan mahasiswa kehilangan moralitasnya untuk tampil dalam aktivitas politik sebagai oposisi. Malahan angin stabilisasi yang ditiupkan Orde Baru juga berhasil mendoktrinkan sistem nilai baru pada mahasiswa. Mahasiswa hanyut pada arus mengejar kenikmatan dan kemajuan diri semata alias menjadi children of pragmatism. Berkenaan dengan hal ini, secara faktual menurut (Daniel Dhakidae, 2001: 74). Ada tiga macam aspirasi yang hidup dalam masyarakat Aceh, yaitu: (1) merdeka, yakni lepas dari negara Indonesia dan mendirikan negara Aceh yang berdaulat lazimnya seperti negara-negara lain, (2) referendum, yakni rakyat Aceh secara demokratis di beri pilihan, merdeka atau tetap bagian dan hidup dalam Negara Indonesia, (3) otonomi khusus, yakni rakyat Aceh diberikan hak seluasluasnya dan sesuai dengan kehendak mereka mengatur dan mengurus dirinya, mengeksploitasi dan mengolah sumber daya alam untuk kesejahteraan dan kemakmuran mereka dan siapapun yang tinggal dan hidup di Aceh. Gerakan intelektual organik di Aceh yang tumbuh pesat usai reformasi hingga masa peralihan konflik ke masa damai justru mulai menunjukkan titik beku. Banyak di antara elemenelemen kritis yang dulu ada lebih memilih menjadi bagian kekuasaan atau berpolitik praktis. Bekunya gerakan itu bisa dilihat dari sisi kemasan isu dan dana. Beberapa isu yang diangkat dalam hampir bisa dipastikan semuanya merupakan isu yang sudah dipesan lembaga donor internasional atau kelompok politik tertentu. Dengan demikian, isu yang diwacanakan lebih bersifat titipan, berhenti setelah program pendanaan selesai, meski ada juga yang bergerak dengan isu yang dikemas secara mandiri. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai gerakan mahasiswa ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah. Teori yang digunakan adalah perilaku bersama (collective behavior) dari Neil J Smelser untuk memahami gerakan mahasiswa yang terjadi di Semarang pada kurun waktu 1990-1998. Hasil penelitian Aryono menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa menemukan momentum penting pada saat terjadi krisis ekonomi (pertengahan 1997-1998). Aksi demonstrasi mahasiswa di Semarang mulai muncul pada bulan Februari 1998 hingga jatuhnya Soeharto bulan Mei 1998. Wacana utama yang diangkat pada aksi-aksi mahasiswa ini adalah pemulihan ekonomi dan mundurnya Soeharto. Sikap cerdas mahasiswa Semarang ditunjukkan dengan tidak terjebak pada isu nasional yang berkembang. Mahasiswa Semarang menolak pula pencalonan kembali Soewardi sebagai Gubernur Jawa Tengah. Kekhasan yang dimiliki gerakan mahasiswa di Semarang antara lain wacana krisis dan suksesi nasional, tidak ada PT dominan, pemanfaatan simbol kenegaraan dalam setiap aksi, dukungan penuh dari segenap elemen masyarakat, dan metode bentrok sebagai sebuah pilihan akhir dalam setiap aksi.
2
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah mengkaji gerakan mahasiswa dalam kurun waktu sejarah. Perbedaannya adalah, Aryono menganalisis gerakan mahasiswa yang terjadi di Semarang pada kurun waktu 1990-1998, sedangkan penelitian ini menganalisis gerakan mahasiswa Aceh dan peranannya pada masa transisi demokrasi dan perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015. Penelitian kedua ditulis oleh Kusumandita Gilar Prawista (2011) mahasiswi Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Sebelas Maret dalam skripsi yang berjudul “Gerakan Mahasiswa Makassar (Studi Kasus Mengenai Karakteristik Gerakan Mahasiswa dan Perilaku Kekerasan dalam Unjuk Rasa di Universitas Hasanuddin Kota Makassar”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik gerakan mahasiswa di Kota Makassar dan penyebab terjadinya perilaku kekerasan dalam unjuk rasa mahasiswa yang mengarah pada bentrokan mahasiswa dan polisi di Universitas Hasanuddin Kota Makassar. Penelitian Kusumandita menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Proses pengumpulan data diperoleh dengan beberapa cara, yakni: wawancara, observasi langsung dan mengkaji dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Penulis menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling sehingga sampel yang diambil benar-benar representatif. Informan berasal dari mahasiswa, pimpinan kampus, dan pihak kepolisian. Hasil penelitian Kusumandita, menunjukkan bahwa bentuk dan aktualisasi dari gerakan mahasiswa dalam menyikapi realitas secara prinsipil cenderung berbeda-beda baik dilihat dari perilaku personal maupun komunal. Hal ini berlaku pada perilaku mahasiswa dari yang paling lembut (soft level) sampai pada perilaku pada tingkat yang keras (hard level). Bentuk gerakannya, antara lain melalui dialog terbuka, penyampaian pernyataan sikap, aksi unjuk rasa turun ke jalan, mimbar bebas, aksi pemogokan, sabotase, hingga revolusi baik secara fisik, maupun sosial. Karakteristik gerakan mahasiswa Makassar secara umum, yakni 1) bersifat militan, 2) identik dengan sifat keras dan radikal, 3) kental dengan sisi ideologis dan spiritual, dan 4) pola gerakan kaku dan parsial. Dalam melakukan unjuk rasa, mahasiswa Universitas Hasanuddin rentan dengan perilaku kekerasan. 3
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Beberapa perilaku kekerasan yang dilakukan, yakni pengrusakan saran dan prasarana kampus serta umum, penutupan ruas jalan utama dengan membakar ban di tengah jalan, hingga bentrokan dengan aparat kepolisian. Beberapa penyebab perilaku kekerasan dalam unjuk rasa mahasiswa antara lain primordialisme mahasiswa terhadap komunitasnya dan menciptakan stereotype buruk terhadap pihak kepolisian, stereotype yang berkembang di mahasiswa dan anggota polisi, dendam lama akibat dari bentrokan sebelumnya yang kemudian diturunkan melalui proses perkaderan dari senior kepada junior, serta belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku dari kedua pihak. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah mengkaji mengenai gerakan mahasiswa di daerahnya. Perbedaannya adalah, Kusumandita menganalisis gerakan mahasiswa yang terjadi di Makassar dan perilaku kekerasan dalam unjuk rasa di Universitas Hasanuddin Kota Makassar, sedangkan penelitian ini menganalisis gerakan mahasiswa Aceh dan peranannya pada masa transisi demokrasi dan perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015. . METODE PENELITIAN Lokasi atau obyek penelitian adalah Aktifis dan Akademisi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry. Pada bulan September 2014, IAIN Ar-Raniry berganti status menjadi Universitas Islam Negeri Ar-Ranirry (UIN) Ar-Raniry. Kedua Lokasi tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry merupakan kampus dengan jumlah mahasiswa terbanyak di Aceh. 2. Unsyiah dan IAIN Ar-Raniry merupakan kampus yang dijadikan sentral gerakan mahasiswa di Aceh. 1. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (John W. Creswell, 1998: 15). Bogdan dan Taylor mengemukakan 4
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2007: 3). Dalam analisa kualitatif, terdapat tiga alur kegiatan yang bersamaan : 1. Menelaah sumber data, yang dimulai dengan keseluruhan data yang tersedia dari hasil wawancara, observasi, studi pustaka maupun sumber lain. 2. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan hasil penelitian di lapangan. Melalui kegiatan ini, maka peneliti dapat menggolongkan, mengarahkan, mengorganisasi data sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir. Menarik kesimpulan atau verifikasi, merupakan langkah terakhir dari kegiatan analisis kualitatif. Penelitian kesimpulan ini tergantung pada besarnya kumpulan catatan di lapangan (M. Manulang, 2004 : 35).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang apa dan bagaimana peranan gerakan mahasiswa pada masa transisi demokrasi dan perdamaian di Aceh, banyak hal kemudian yang dibicarakan. Bahwa peranan gerakan mahasiswa Aceh ternyata kemudian bersinggungan terhadap pengaruh rentang waktu: situasi sebelum tsunami atau lebih tepatnya massa pemberlakuan DOM (Daerah Operasi Militer), pasca tsunami dan penandatangan perdamaian, dan masa transisi demokrasi Aceh hingga sekarang. Dalam rentang waktu tersebut kemudian semangat gerakan mahasiswa mengalami pasang surut. Soal bagaimana bentuk gerakan, siapakah kemudian yang mempelopori gerakan mahasiswa tersebut, bagaimana dukungan dari luar Aceh, dan apa saran dari mantan aktivis mahasiswa pada gerakan mahasiswa di kampus IAIN-Ar Raniry (sekarang UIN) dan Unsyiah, serta bagaimana tanggapan terhadap peran-peran organ lainnya seperti LSM, NGO, dan partai politik lokal, akan dikaji dalam bentuk transkip wawancara. Untuk memudahkan penulisan maka penulis akan membagi kumpulan wawancara yang akan menjadi pembahasan ini dalam beberapa sub-bagian.
5
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Peran gerakan mahasiswa di Aceh sebelum hadirnya musibah bencana tsunami atau lebih tepatnya kita katakan pada masa pemberlakuan daerah operasi sipil dan militer jelas berbeda dengan peranan yang terjadi pasca tsunami dan perdamaian. Hal ini diutarakan oleh Firdaus, akademisi dan mantan aktivis Front Aksi Reformasi Mahasiswa Islam Daerah Istimewa Aceh (FARMIDIA): “Perjuangan mahasiswa di Aceh dengan di Jawa itu berbeda. Kalau bicara jawa tujuan gerakan mahasiswa masa Orba bertujuan melengserkan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Kalau di Aceh, gerakan mahasiswa adalah gerakan membebaskan masyarakat dari konflik, artinya: menolak DOM, menolak Kodam, menolak operasi-operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah. Pada masa konflik, mahasiswa merespon dengan penggabungan kekuatan dalam buffer aksi. Yang mengerakkan hampir semua gerakan mahasiswa saat itu adalah kampus IAIN, saya sendiri kala itu bergabung dalam FARMIDIA (wawancara tanggal 1 Maret 2016)”.Dari uraian hasil penelitian diatas maka peneliti menguraikan tentang teoriteori yang menjadi dasar pembahasan yang ada dalam penelitian ini . Penulis menggunakan tiga analisis teori, (1) teori partai politik lokal, (2) teori persepsi dan (3) teori elite. Teori tersebut akan menguatkan kesimpulan peneliti dalam persoalan yang dimuat dalam rumusan masalah. Bagian ini membicarakan lebih lanjut mengenai pemahaman tokoh mahasiswa Unsyiah terhadap partai politik lokal di Aceh dan persepsi tokoh mahasiswa Unsyiah terhadap Partai Aceh. Bagi Irwan Husein, gerakan mahasiswa di Aceh sudah dimulai sejak tahun 1998. Awalnya isu-isu yang mencuat adalah isu nasional, kemudian berubah menjadi isu-isu skala lokal. Menurut Darlis Aziz, yang merupakan kader KAMMI, perbedaan itu karena gerakan mahasiswa dalam kondisi fluktuatif. Kondisi yang sangat mencekam di Aceh, menyebabkan hanya beberapa elemen mahasiswa yang berani bersuara. “Pada masa DOM gerakan Mahasiswa cenderung fluktuatif, hal ini disebabkan kondisi yang sangat mencekam.Tapi masih ada beberapa elemen mahasiswa yang masih berani bersuara, saya pikir itu merupakan perjuangan yang sangat sulit. Bergerak di masa damai saja kita dinilai politik apalagi disaat konflik masih berlangsung otomatis akan diklaim memihak kepihak tertentu (wawancara dengan Darlis Aziz, tanggal 3 Maret 2016)”. Mengenai sulitnya pergerakan masa tersebut, Sri Wahyuni sebagai mantan aktifis Solidaritas Mahasiswi Islam Peduli Aceh (SMIPA) mengakui sendiri bagaimana beliau kala itu yang bekerja untuk Kontras guna mengumpulkan data-data terkait orang hilang dan korban kekerasan di kantor yang merupakan milik orang lain. Menurutnya situasi saat itu amat sulit. Banyak mahasiswa yang sekarang tidak mengalami dan merasakan masa tersebut. Sehingga wajar apabila daya juang mahasiswa tidak memiliki daya tahan sekuat mereka yang dahulu berjuang pada masa DOM di Aceh. 6
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
“Pada tahun 2003 sampai pertengahan akhir tahun 2004, kita lagi merasakan tiarap, saya saat itu bekerja di kontras, kami kerja sembunyi di kantor orang yang pamfletnya saja itu bukan nama kami. Masa DOM itu pergerakan kita amat terbatas, sehingga kita takut apabila orang kemudian mengetuk pintu rumah kita (wawancara dengan Sri Wahyuni, tanggal 8 September 2015)”. Aulianda Wafisah, pekerja LBH yang merupakan mantan kader SMUR kemudian menjelaskan secara rinci bentuk gerakan mahasiswa aceh kala itu: “Peran gerakan mahasiswa Aceh sebelum hadirnya tsunami atau bisa juga dikatakan setelah pemberlakuan DOM di Aceh itu polanya underground, itu dikarenakan militer sangat represif. Kebanyakan mahasiswa kemudian menjadikan kampus sebagai miniatur negara saat itu. Isu-isu yang kemudian dinaikan, misalnya: masalah SPP, masalah transparansi kampus, sampai bicara masalah anti privatisasi kampus. Jadi pada masa itu seperti latihannya lah, kita latihan demo rektor dahulu sebelum kemudian masuk dalam lingkup yang lebih besar. Alasannya ya demi keamanan (wawancara tanggal 7 September 2015)”. Menurut Aulianda Wafisah, pemberlakuan DOM membuat mahasiswa kemudian konsen dalam aksi-aksi skala kecil di kampus masing-masing. Demi keamanan mahasiswa kemudian membentengi diri dalam kajian isu-isu Aceh, fokusnya kemudian adalah kampus sebagai miniatur negara. Aksi-aksi dalam bentuk demo pada masa itu kemudian diartikan Aulianda Wafisah dalam istilah “tempat latihan”, sebelum kemudian mengkaji isu-isu yang lebih besar dalam lingkup Aceh. “Misalnya ada kondisi yang mengharuskan mahasiswa ini bergerak keluar kampus terkait dengan isu-isu Aceh, contohnya: masalah HAM, soal anti militerisme, soal komando teritorial TNI, masalah babinsa yang memata-matai masyarakat. Namun aksi-aksi SPP juga ada, aksi DPM dan BEMA juga ada karena struktur-struktur organisasi kampus itu ada, diciptakan oleh universitas. Terkesan memang ini melalaikan, tapi memang kita tidak bisa menutup mata ada kelompok-kelompok radikal yang lebih berani bermain di isu-isu Aceh (wawancara tanggal 7 September 2015)”. Berbeda dengan Teuku Banta Syahrizal yang mengatakan proses transisi demokrasi sudah berjalan dengan baik, Juanda Djamal selaku Sekretaris Jendral Achenese Civil Society Task Force (ACSTF) tidak menganggap demikian. Juanda Djamal menilai ada proses transisi demokrasi yang tidak tuntas terselesaikan.
7
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
“Kalau kita bicara proses perdamaian itu sudah bagus, tetapi kemudian transisi demokrasinya tidak tuntas. Misalnya transisi bersenjata GAM menjadi transisi politik. Katakanlah dalam proses demokrasi dalam peilu, GAM masih menggunakan strategi militer dalam memenangkan pemilu. Walaupun itu bisa kita nalarkan, tetapi pada prosesnya itu menciderai demokrasi”. Menurut Darlis Azis tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang merasa resah terhadap kondisi masa depan demokrasi di Aceh, kelompok-kelompok mahasiswa justru bertarung dengan kaumnya sendiri. “Saya melihat saat ini tidak ada lagi gerakan bersama dalam menyuarakan isu-isu kepentingan rakyat. Hal ini mugkin disebabkan tidak ada lagi musuh bersama, malah yang ada mahasiswa saling bermusuhan sesama mereka dan tidak ada keresahan bersama mahasiswa terhadap masa depan demokrasi Aceh hari ini (wawancara dengan Darlis Aziz, tanggal 3 Maret 2016)”.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan dan analisis data dalam penelitian tentang peranan dan bentuk gerakan mahasiswa Aceh pada masa transisi demokrasi dan Perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015, maka pada bab ini akan diuraikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Peranan gerakan mahasiswa Aceh pada masa transisi demokrasi dan perdamaian Aceh rentang waktu 2004-2015 sangat signifikan, ini dapat dilihat dari bagaimana mahasiswa terlibat sejak 1998 masa konflik di Aceh, referendum, pelaksanaan rekonstruksi dan rekonsiliasi, mengawal UUPA, serta dalam proses transisi demokrasi (memantau pemilu dan mendirikan partai politik lokal). Peranan ini fluktuatif, disesuaikan dengan kondisi dan situasi keamanan di Aceh. 2. Bentuk gerakan mahasiswa Aceh semula merupakan gerakan sosial. Karena keterlibatan mahasiswa di Aceh, hadir sebagai respon atas kekerasan yang terjadi di Aceh dan menuntut perubahan sosial masyarakat (dan bukan untuk mengejar kekuasaan). Namun pasca tsunami dan perdamaian di Aceh, gerakan mahasiswa Aceh berubah menjadi gerakan politik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana mahasiswa Aceh ikut serta dalam mengawal proses transisi politik di Aceh 8
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai berikut: 1. Disarankan kepada pemerintah pusat untuk tidak lagi memandang penyelesaian masalah konflik di Aceh dengan cara kekerasan. Cara-cara ini dapat menyinggung hati nurani dan memaksa mahasiswa Aceh untuk kembali menyuarakan perlawanan. 2. Disarankan kepada mahasiswa Aceh, agar tetap menjaga perdamaian di Aceh dan mengawal transisi demokrasi di Aceh dengan cara memperbanyak diskusi, dan kajiankajian kritis guna melibatkan diri dalam pembangunan Aceh..
9
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks A. Budiman. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan Jakarta: Pustaka Al Vabert & Freedom Institute.
1965-2005.
Amin Sudarsono. 2010. Ijtihad Membangun Basis Gerakan. Bekasi: Muda Cendekia. Anan,
Kofi. 2002. Prevention of Armed General. New York: United Nation.
Conflict,
Report
of
the
Secretary
Andik Matulesy. 1945. Model Kausal Partisipasi Politik Aktivis Gerakan Mahasiswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Anonim. 2006. Aceh Damai dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu. Jakarta: Kontras. Anonim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Daniel Dhakidae. 2001. Akar Permasalahan dan Alternatif Proses Penyelesaian Konflik Aceh Jakarta Papua. Jakarta: YAPPIKA. David Held. 1996. Model of Democracy. Stanford University Press: Cambridge. Dody Rudianto. 2010. Gerakan Mahasiswa: Dalam Prespektif Perubahan Politik Nasional. Jakarta: Golden Terayon Press. Gali,
Boutros-Boutros.1996. Nation.
An
Agenda
for
Peace.
New
York:
United
Huntington, Samuel. P. 1991. Political Science: An Introduction, 7th ed. New Jersey: Prentice Hall. Huntington, Samuel. P. 2001. Gelombang Demokrasi Ketiga. Diterjemahkan oleh Asril Marjohan. Jakarta: Grafiti. International Organization for Migration (IOM). Vulnerabilities, Stability, Displacement and Facing the Peace Process in Aceh. Indonesia: IOM-OIM.
2007. Meta Analysis, Reintegration: Issues
International Peace Academy. 2003. Transforming War Economies: Challenges for Peacemaking and Peace building: Report of the 27 th Wison Park Conference in association with the International Peace Academy. Sussex: Wiston House. John W Creswell. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. Los Angeles: Sage Publications. Julien Benda. 1999. Pengkhianatan Kaum Intelektual. Jakarta: Gramedia.
10
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Lambang Trijono. 2007. Pembangunan sebagai Indonesia Pasca-Konflik. Jakarta: the Padii Obor Indonesia.
Perdamaian, Rekonstruksi Institute dan Yayasan
Manulang. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Moch Nurhasim, dkk. 2003. Konflik Aceh: Analisis atas Sebab-sebab Konflik, Aktor Konflik, Kepentingan dan Upaya Penyelesaian. Jakarta : LIPI. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. O’Donnel, Guillermo. 1993. Transisi Menuju Demokrasi: Tinjauan Berbagai Perspektif. Jakarta: LP3ES. Pradipa Yoedhanegara. 2005. Desentralisasi Gerakan Mahasiswa. Jakarta: DPP Aliansi Wartawan Indonesia. Suharsih dan Ign Mahendra K. 2007. Bergerak Bersama Rakyat; Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan Perubahan Sosial Di Indonesia. Yogyakarta: Resist Book. Syamsul Hadi, dkk. 2007. Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Timur Mahardika. 2000. Gerakan Massa: Mengupayakan Demokrasi Dan Keadilan Secara Damai. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
B. Skripsi, Jurnal, Koran, dan Majalah Arie Sudjito, dkk. 1998. Di Tikungan Reformasi Mahasiswa Kebingungan, Majalah Basis, Nomor 07-08, tahun ke 47, edisi Juli- Agustus 1998. Aryono. 2009. Jalan Mendaki Menuju Reformasi: Gerakan Mahasiswa di Semarang Tahun 1990-1998. Skripsi. FISIP USU. Edy Suprianto. 1999. Edy Gerakan Mahasiswa Dalam Mewujudkan Demokrasi di Indonesia; Studi Terhadap Peranan HMI-MPO Cab. Yogyakarta Tahun 1998-2004. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Fak. Ushuluddin. Lambang Trijono. 2009. Pembangunan Perdamaian Pasca-Konflik di Indonesia: kaitan perdamaian, pembangunan dan demokrasi dalam pengembangan kelembagaan pascakonflik. Jurnal. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JSP) Volume 13, Nomor 1, Juli 2009. Kusumandita Gilar Prawista. 2011. Gerakan Mahasiswa Makasar: Studi Kasus Mengenai Karakteristik Gerakan Mahasiswa dan Perilaku Kekerasan Dalam Unjuk Rasa di Universitas Hasanuddin Kota Makassar. Skripsi.Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Nofia Lestiana. 2014. Peran Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Semarang dalam Meningkatkan Kepemimpinan Mahasiswa. Skripsi. Jurusan Politik dan Kewarganegaraan FIS Universitas Negeri Semarang.
11
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FISIP UNSYIAH VOLUME 1, Nomor 1: 1-12 Februari 2017
Hima Kurnia. 2009. Peran Gerakan Mahasiswa Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Di Indonesia (Studi terhadap Organisasi KAMMI Daerah Yogyakarta). Skripsi. Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Samuels, Kristi. 2006. Post-Conflict Peace Building and Constitution Making. Jurnal. Chicago Journal of International Law Vol 6, No.2.
C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi. Nota kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM tentang Perdamaian Aceh.
D. Internet Teuku
M
Kemal Fasya. Beban Transisi Demokrasi di Aceh. https://teukukemalfasya.wordpress.com/2009/04/07/beban-transisi-demokrasi-di-aceh/. Diakes pada 2 Januari 2016. Burhanuddin. Paradoks Demokrasi Aceh dan Problem Rekonsiliasi http://regional.kompas.com/read/2011/10/28/18131891/Paradoks.Demokrasi.Aceh.dan.Pr oblem.Rekonsiliasi. Diakes pada 2 Januari 2016.
PolMark Indonesia. Paradoks Demokrasi Aceh. http://www.polmarkindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3122 . Diakses pada 2 Januari 2016.
12