STUDI TENTANG PRAKTIK HIGIENE, SANITASI LINGKUNGAN DAN DUKUNGAN KELUARGA PENDERITA TB BTA POSITIF DAN TB BTA NEGATIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH
Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh :
DAIM ALFIATUN NADHIROH J 410 090 031
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
PROGRAM STUDT KESEHATAN MASYRAKAT FAKTJLTAS ILMU KESBHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH S URAKARTA A. Ya$i
Pab*elan Tm,rnol
I Pos Kartas,ura Telp {0271}7X741V $rpakarta SVIW
SURAT PERSETUJUAN ARTTKEL PUBLIKASI TLMIAII
Yang befiaada hngan dibawah ini: Pe"rnbinnbing
n
I.{oorA}is Setiyadi" SKM,, MKN(
NIK
1043
Pembimbing H
Farid Setyo Nugroho, SKM
NIK
Telah rnembaca dsn nrencermati Naskah Artiket Fuhtrilcasi llmiah, yatrg nnerupakon dngkasan *ripsi dari mahasiswa. Nama
Dairn Alfiatun Nadhiroh
NIM
J 410 090 03 I
Frograrn S.tudi
Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi
Sfildi Te&tarlg Praktik Higiene, Sanimsi Lingkungen dan Dukungan Kelu*rga Penderiu TB BTA positif den TB
BTA negatif di Wilayeh Kerja
Puskesrmas Ngemptrak
Kabupaten tsoyotrali Naskah futikel tersebut, Iayak dan dapet disetqlui unuk dipublikasikan" Demikian persetujuan ini dibuat selnog& dapat digunakan seperlunya
Su$ekert& Novemhe.r 20tr3 Pen*birnbing I
Pemb,irnbing Itr
N3pr*{Iis Sedyadi. ShdK* MKM NIK. 1043
NIK"
STUDI TENTANG PRAKTIK HIGIENE, SANITASI LINGKUNGAN DAN DUKUNGAN KELUARGA PENDERITA TB BTA POSITIF DAN TB BTA NEGATIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI Oleh: Daim Alfiatun Nadhiroh Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta 57162 Abstrak
Tuberkolusis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan praktik higiene, sanitasi lingkungan dan dukungan keluarga penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 bertempat di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali. Sampel pada penelitian ini yaitu 8 penderita TB BTA positif dan 8 penderita TB BTA negatif. Model analisis data yaitu fenomenologi menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa praktik higiene, dukungan keluarga dalam PMO, serta sanitasi lingkungan pada luas ventilasi rumah penderita TB BTA positif lebih baik dari pada penderita TB BTA negatif; sanitasi lingkungan pada kepadatan penghuni rumah; jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, memenuhi syarat rumah sehat, dan dukungan keluarga dalam pengobatan sudah baik.
Kata kunci: praktik higiene, sanitasi lingkungan, dukungan keluarga, TB BTA positif dan TB BTA negatif, Kualitatif
ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a kind of desease that is caused by Mycobacterium tuberculosis bacterial infection. This research is aimed to explain the difference between practice of hygiene, sanitation and family support through TB BTA possitive and TB BTA negative patients. This is a qualitative research which is done on September 2013 in Puskesmas Ngemplak’s work area. The data analysis fenomenology by usingtriangulation it is using data source such as documents, archives, interview results and observation results. The result explains that the difference between TB BTA possitive and TB BTA negative patients are on the practice of hygiene especially using mascer and disposing the scutum; and also family support on controlling drugs consuming. There is no difference between TB BTA possitive and negative on sanitation in the house occupant density, kind of floor, kond of wall, wide of ventilation, and family support on drugs consuming. Keywords: Practice of hygiene, sanitation, famly support, TB BTA possitive and TB BTA negative, qualitative.
PENDAHULUAN Tuberkolusis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet yang telah terinfeksi basil TB. TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya
menjadi
komitmen
global
dalam
MDGs
(Millenium
Development Goals). (DKK Boyolali, 2011). TB masih menjadi masalah kesehatan global yang menyebabkan kesakitan dan menjadi peringkat kedua sebagai penyebab kematian akibat penyakit menular di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi hampir 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat TB di dunia (WHO, 2012). Berdasarkan laporan Ditjen PP&PL Kemenkes, memperlihatkan bahwa prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 13%. Angka prevalensi TB di
Jawa Tengah yaitu 74,52%, dan angka kesembuhan TB paru (Cure Rate) di Jawa Tengah sebesar 82,90 % (Kemkes RI, 2011). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2012, angka prevalensi kasus TB di Kabupateb Boyolali sebesar 3.02%. Kasus TB tertinggi di Kabupaten Boyolali yaitu kecamatan Ngemplak dengan prevalensi sebesar 2,8%. Pencapaian angka kesembuhan (Cure Rate) kecamatan Ngemplak tahun 2012 ialah 84,6% dan hampir mencapai angka minimal 85% . CR (Cure Rate) merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Penemuan kasus TB di puskesmas Ngemplak dari tahun 2010-2012 ialah 80 kasus, terdiri dari BTA negatif 6 penderita, BTA positif 73 penderita. Pada tahun 2013 terdapat 14 penderita, diantaranya 11 penderita TB BTA positif dan 3 penderita TB BTA negatif. Dari survei awal yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali peneliti mengamati perilaku sehat penderita TB BTA positif tidak sehat seperti, membuang dahak di sembarang tempat, tidak memakai masker atau kebiasaan menutup mulut, serta sanitasi lingkungan rumah kurang sehat, ventilasi rumah kurang maksimal, lantai masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan. Keluarga juga belum maksimal dalam memberikan dukungan dan perhatian kepada penderita TB. Sedangkan penderita TB BTA negatif memper lihatkan perilaku sehat yang sedikit lebih baik dari penderita TB BTA positif, seperti membuang dahak
ditempat yang sudah disediakan, ventilasi rumah cukup, keluarga juga mendukung kesembuhan penderita. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis perbedaan pkraktik higiene, sanitasi lingkungan dan dukungan keluarga terhadap penderita TB paru BTA positif dan BTA negatif di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali. METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
jenis
penelitian
kualitatif
dengan
membandingkan antara penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif, menggunakan metode wawancara. Model analisis yang digunakan adalah fenomenologi yaitu meneliti pengalaman informan selama menderita TB. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ngeplak Kabupaten Boyolali. Waktu yang akan dilaksanan adalah bulan September 2013 dengan sampel penelitian ini yaitu 8 penderita TB BTA positif dan 8 penderita TB BTA negatif. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Penderita 1. Karakteristik umur penderita TB Rata-rata umur penderita TB BTA positif yaitu pada rentang 51 60 tahun yakni 3 orang (37,5%), dimana pada usia tersebut (setengah baya) keinginan seseorang dalam melakukan perubahan yang lebih baik sudah mulai menurun serta ketahanan tubuh pada usia tersebut sudah
mulai menurun, disisi lain rata-rata umur TB BTA negatif yaitu pada rentang usia 20 - 30 (masa dewasa) tahun yakni 4 orang (50%), dimana pada usia tersebut seseorang masih mampu untuk melakukan upaya pengobatan, masih mudah untuk menerima informasi dari berbagai media, serta ketahanan tubuh masih baik (Mappiare, 1983). 2. Karakteristik jenis pekerjaan penderita TB Jenis pekerjaan penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif paling banyak pada pekerja tani/buruh, yaitu 5 penderita TB BTA positif dan 6 TB BTA negatif, sedangkan penderita yang lain tidak bekerja. Seseorang yang pekerjaannya tani/buruh, lingkungan pekerjaannya berhubungan langsug dengan tempat-tempat yang kotor, kebanyakan dari mereka kurang memperhatikan higiene perorangan seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan upaya kesehatan lainnya. 3. Karakteristik pendidikan penderita TB Pendidikan penderita TB BTA positif paling dominan sebanyak SD 3 orang (57,5%), disisi lain pendidikan terahir penderita TB BTA negatif paling dominan sebanyak SLTP 4 orang (50%). Jika dilihat dari dominan pendidikan penderita, pendidikan penderita TB BTA negatif lebih tinggi dari pada penderita TB BTA positif. 4. Karakteristik pengetahuan penderita TB tentang pengertian TB Penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif tidak mengerti apakah mereka menderita TB BTA positif atau negatif, yang mereka tahu mereka menderita TB dan mengikuti pengobatan. berdasarkan keterangan
penderita, mereka tidak mendapat penjelasan dari instansi kesehatan bahwa mereka menderita TB BTA positif atau negatif. Hal ini mempengaruhi pengetahuan mereka menjadi kurang. B. Praktik higiene antara penderita TB BTA positif dan BTA negatif. 1. Praktik higiene penderita TB dalam menggunakan masker. Pada penderita TB BTA positif ada 5 penderita (62,5%) yang tidak menggunakan masker dengan alasan tidak nyaman jika menggunakan masker, kurang sabar dalam menggunakan masker serta 3 penderita (37,5%) menggudakan masker ketika pergi. Faktor yang mendukung kurangnya perilaku penderita dalam menggunakan masker yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menggunakan masker dalam pencegahan penularan penyakit TB. Dengan demikian penderita menjadi tidak memperhatikan praktik higiene mereka. Bakteri akan bertebaran di udara, dapat menular jika penderita bersin atau batuk. Kuman yang bertebaran di udara terhisap melalui saluran pernapasan dan masuk kedalam paru, kemudian masuk lagi ke saluran limfe paru (Kristanti, 2013).
Presentase penderita dalam menggunakan asker dapat diketahui pada tabel berikut: Tabel 1. Presentase Perilaku dalam Menggunakan Masker No
Penderita
1
TB BTA positif TB BTA negatif
2
Menggunakan Masker Jumlah % 3 37,5 8
100
Tidak Menggunakan Masker Jumlah % 5 62,5 -
-
Berdasarkan tabel 1. Diatas dapat diketahui bahwa presentase penderita TB BTA negatif dalam menggunakan masker sebesar 100%, sedangkan penderita TB BTA positif lebih banyak yang tidak menggunakan masker, yaitu sebesar 62,5%. 2. Praktik higiene antara penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif dalam perilaku membuang dahak. Pada TB BTA positif terdapat 3 (37,5%) penderita yang membuang dahak di ember, 5 (62,5%) penderita masih dibuang disembarang tempat, sedangkan pada penderita TB BTA negatif terdapat 7 (87,5%) penderita telah membuang dahak memenuhi syarat. Praktik higiene penderita TB BTA positif dalam membuang dahak masih cenderung belum baik, mereka membuang dahak disembarang tempat seperti halaman rumah, kebun, kamar mandi, dan tempat pembuangan sampah.
Sedangkan praktik higiene TB BTA negatif terdapat 1 penderita (12,5%) yang membuang dahak di sembarang tempat yakni diluar rumah, disisi lain 87,5% penderita sudah lebih baik dalam membuang dahak seperti menyiapkan tempat khusus untuk membuang dahak sesuai anjuran dari instansi kesehatan namun masih terjadi kelalaian penderita dengan alasan lupa dan tidak berada dirumah sehingga sulit untuk menyiapkan tempat khusus untuk menbuang dahak ditempat yang semestinya. Kemenkes (2010) menjelaskan bahwa membuang dahak atau ludah harus ditempat yang tertutup. Faktor yang mempengaruhi prilaku penderita masih kurang baik yakni tingkat pendidikan, dimana pendidikan penderita TB BTA positif lebih rendah. Hal ini didukung dengan penelitian Wahyuni (2008), yang menjelaskan bahwa ada pengaruh atau hubungan yang signifikan anatara tingkat pendidikan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit TB Paru. C. Sanitasi lingkungan antara penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif. 1. Jenis Lantai Rumah Tabel 6. Jenis lantai rumah penderita TB No
Penderita
1
TB BTA positif TB BTA negatif
2
Jenis Lantai Tanah semen Keramik 8 8
Jumlah Rumah 8 8
Berdasarkan tabel 6. Lantai rumah penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif yaitu lantai semen. lantai semen sudah termasuk baik menurut syarat rumah sehat. Penelitian ini didukung dengan penelitian Fatimah, (2008) yang menjelaskan bahwan jenis lantai rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru atau tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. 2. Jenis Dinding Rumah
No
Tabel 7. Jenis dinding rumah penderita TB Penderita Dinding Jumlah Rumah tembok Papan TB BTA 6 2 8 positif TB BTA 7 1 8 negatif TB BTA positif dan TB BTA negatif sebagian besar
berdinding tembok yakni 6 rumah TB BTA positif dan 7 TB BTA negatif, dan selebihnya berdinding papan dan sudah memenuhi syarat rumah sehat. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan, sebab meskipun jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi (Notoatmodjo, 2007).
3. Kepadatan Hunian Tabel 8. Kepadatan hunian rumah penderita TB No
Penderita
Padat
Tidak Padat
Jumlah Rumah
TB BTA positif
-
8
8
TB BTA negatif
-
8
8
Berdaraskan tabel 8. diatas Berdasarkan observasi kepadatan hunian penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif telah memenuhi kecukupan luas minimun yaitu antara 7,2 m2/orang – 12 m2/orang sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008. Penelitian Andani (2006), menjelaskan bahwa kepadatan penghuni bukan merupakan faktor risiko terjadinya TBC paru. 4. Luas Ventilasi
No
Tabel 9. Luas ventilasi rumah penderita TB Penderita ≤ 10% ≥ 10% TB BTA positif TB BTA negatif
Jumlah Rumah
jumlah 1
% 12,5
jumlah 7
% 87,5
8
-
-
8
100
8
Luas ventilasi rumah penderita TB BTA positif ada 1 (12,5%) yang belum memenuhi syarat rumah sehat dan TB BTA negatif sudah memenuhi syarat rumah sehat yaitu minimal 10% dari luas lantai. Sebagian besar luas ventilasi penderita TB sudah memenuhi syarat rumah sehat.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ayomi (2012) yang menjelaskan bahwa luas ventilasi rumah yang memenuhi syarat yaitu > 10% luas lantai, bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian penyakit tuberkulosis paru, tetapi menjadi faktor protektif terhadap kejadian penyakit tuberkulosis paru. D. Dukungan keluarga antara penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif. 1. Dukungan keluarga penderita TB dalam pengobatan. Keluarga
penderita
telah
memberikan
dukungan
dalam
pengobatan, seperti mengantar penderita melakukan pengobatan, menyiapkan alat trnasportasi, biaya dan sebagainya. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan dukungan keluarga dalam pengobatan antara penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif. Dalam penelitian Pare (2012), menjelaskan bahwa peran keluarga sangat
dibutuhkan
dalam
memperhatikan
pengobatan
anggota
keluarganya. 2. Dukungan keluarga penderita TB dalam pemantauan menelan obat (PMO) Dari hasil wawancara penderita TB BTA positif dan penderita TB BTA negatif diatas dapat diketahui perbedaan dukungan keluarga dalam pemantauan minum obat pada penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif terdapat pada seringnya keluarga dalam mengingatkan penderita untuk minum obat, keluarga penderita TB BTA negatif lebih sering dari pada keluarga TB BTA positif.
Penelitian didukung dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dhewi (2012), yang menjelaskan bahwa pasien dengan dukungan keluarga kurang, memiliki peluang untuk tidak patuh minum obat sebesar 5,800 kali. Penderita TB BTA negatif baik yakni 8 keluarga (100%), sedangkan keluarga TB BTA positif paling banyak pada dukungan yang kurang baik yakni 3 keluarga (37,5%). SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai studi tentang praktik higiene, sanitasi lingkungan dan dukungan keluarga penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Praktik higiene dalam perilaku menggunakan masker pada penderita TB BTA positif lebih rendah dari pada penderita TB BTA ngatif. 2. Sanitasi lingkungan penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif pada keadaan lantai rumah, keadaan dinding rumah, kepadatan penghuni rumah, pada penderita TB BTA positif dan TB BTA negatif sudah memenuhi syarat rumah sehat. 3. Sanitasi lingkungan pada ventilasi penderita TB BTA positif lebih rendah dari pada TB BTA negatif. 4. Dukungan keluarga dalam pengobatan pada penderita TB BTA positif dan TB BTA sudah baik.
5. Dukungan keluarga untuk PMO pada penderita TB BTA positif lebih rendah dari pada keluarga TB BTA negatif. B. SARAN 1. Bagi instalasi kesehatan. Dari hasil penelitian ini diharapkan para petugas kesehatan meningkatkan pemantauan kepada penderita TB dalam praktik higiene, sanitasi lingkungan dan dukungan keluarga, serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya TB baik dalam tingkat individu, keluarga, maupun kelompok. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan
acuan
dalam
pembuatan
program
pencegahan
dan
pemberantasan penyakit selanjutnya. 2. Bagi masyarakat Diharapkan pada masyarakat agar meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah terjadinya penyakit terutama penyakit menular. 3. Bagi peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai analisis perbedaan praktik higiene, sanitasi lingkungan dan dukungan keluarga antara TB BTA positif dan TB BTA negatif yang lebih mendalam, ditambah dengan variabel yang belum diteliti.
DAFTAR PUSTAKA Andani H. 2006. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Penyakit TBC Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003–2006. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 11. No. 2. November 2006:81-88 Ayomi AC. 2012. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol.11. No. 1 / April 2012 Dhewi GI. 2012. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB paru di BKPM Pati. Jurnal Kesehatan. Vol. 1. No. 2. April 2012:47-55 DKK Boyolali. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2011. Boyolali: Dinas Kesehatan Ditjen
PP&PL. 2012. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di Indonesia Januari-Desember 2012. Kemenkes RI
Kemenkes. 2010. Buku Saku Petugas Kesehatan di Puskesmas Untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB (PPI TB). Kemenkes RI Kemkes RI. 2011. Data/Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah. Kemkes RI Kristian H. 2013. Mencegah & mengobati 11 Penyakit Kronis. Yogyakarta: Citra Pustaka Mappiare. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional
Notoatmojdo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Permen RI No 22. 2008. Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta: Permen RI WHO. 2012. Global Tuberculosis Report. Prancis: World Health Organization