Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), 140-149
ARTIKEL PENELITIAN
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Metode Kromatografi Gas
Determination of Profenofos Pesticidal Residue in Lettuce (Lactuca sativa L.) by Gas Chromatographic Method Yohannes Alen, Zulhidayati & Netty Suharti Keywords: pesticide residue, profenofos, Lactuca sativa L., gas chromatography
ABSTRACT: The determination of profenofos pesticidal residue in the lettuce (Lactuca sativa L.) by using gas chromatography using flame photometric detector (FPD) had been investigated. The lettuce was collected from Padang Luar area, Agam distric, West Sumatera. Sample for determination of profenofos residue divided into three groups: unwashed (A), washed with water (B), and washed with detergent (C). Maceration with sonication was used for the extraction using ethylacetateas a solvent. The results showed that profenofos pesticide residue in sample A, B and C were 0.204, 0.080 and 0.061 ppm, respectively. These profenofos pesticidal residue are over than the Maximum Residue Limits (MRL) that established by The Japan Food Chemical Research Foundation (0.05 ppm) even though World Health Organization (WHO) has not established Maximum Residue Limits (MRL) profenofos on lettuce. Based on the statistical analysis one-way method (Anova) using SPSS 20.0 showed that there was a significant concentrations difference between lettuce A from lettuce B and lettuce C with p < 0.05.
Kata kunci: residu pestisida, profenofos, Lactuca sativa L, kromatografi gas
ABSTRAK: Telah dilakukan pemeriksaan residu pestisida profenofos pada selada (Lactuca sativa L.) menggunakan metode kromatografi gas detektor fotometri nyala. Sampel sayuran selada di ambil dari daerah Padang Luar, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampel untuk penentuan kadar residu profenofos dibagi atas tiga kelompok yaitu tidak dicuci (A), dicuci dengan air (B), dan dicuci dengan deterjen pencuci sayuran (C). Maserasi dengan sonikasi digunakan untuk ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu pestisida profenofos pada selada A, B dan C berturut-turut adalah 0,204; 0,080 dan 0,061 ppm. Residu pestisida profenofos ini melewati Batas Maksimum Residu (BMR) yang ditetapkan oleh The Japan Food Chemical Research Foundation (0,05 ppm) sedangkan World Health Organization (WHO) belum menetapkan Batas Maksimum Residu (BMR) profenofos pada selada. Hasil analisis statistik Anova satu arah menggunakan SPSS 20.0 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi yang signifikan antara selada A dengan selada B dan selada C dengan nilai p < 0,05.
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang Korespondensi: Yohannes Alen (
[email protected])
140
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
PENDAHULUAN
| Alen, dkk.
mengakibatkan penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan seperti dosis, waktu
Selada merupakan sayuran yang paling
pemberian, dan pencampuran pestisida.
banyak dikonsumsi segar. Konsumsi selada
Residu pestisida ini berdampak negatif
cukup tinggi karena memiliki nilai gizi yang
kepada manusia dan dapat mengakibatkan
tinggi (1). Selada di tanam secara tumpang
keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa
sari bersama tanaman lain seperti seledri
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
dan bawang daun. Pemberantasan hama
keracunan akut ringan, keracunan akut
dan penyakit tanaman pada proses budidaya
berat, dan kronis. Keracunan akut ringan
seledri
digunakan
menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi
pestisida (2). Penggunaan pestisida pada
kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare.
tanaman di dataran tinggi tergolong sangat
Keracunan akut berat menimbulkan gejala
intensif, disebabkan oleh kondisi iklim yang
mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas,
sejuk dengan kelembaban udara dan curah
keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut
hujan yang tinggi menciptakan kondisi
nadi meningkat (6). Keracunan kronis lebih
yang baik untuk perkembangbiakkan hama
sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
tanaman (3).
tidak menimbulkan gejala serta tanda yang
dan
bawang
daun
Salah satu golongan pestisida yang
spesifik. Namun, keracunan kronis dalam
paling banyak digunakan oleh petani adalah
jangka waktu yang lama bisa menimbulkan
organofosfat. Curacron® merupakan salah
gangguan kesehatan. Beberapa gangguan
satu produk golongan organofosfat yang
kesehatan yang sering dihubungkan dengan
mempunyai bahan aktif profenofos yang
penggunaan pestisida diantaranya iritasi
banyak digunakan petani. Profenofos ini
mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat
termasuk dalam kategori racun kontak
pada bayi, gangguan saraf, hati, ginjal dan
lambung
pernapasan (7).
dan
berspektrum
luas,
yang
mampu bereaksi cepat untuk mengendalikan
Pada
penelitian
ini
adalah
metode
yang
kromatografi
gas
serangan beragam hama (4). Penggunaan
digunakan
pestisida dapat meninggalkan residu yang
menggunakan
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
Detektor
dan gangguan pada kesehatan manusia (2).
detektor yang selektif mendeteksi senyawa
Pada penelitian Alen et al., (2013) (5)
yang mengandung fosfor dan sulfur tanpa
menemukan bahwa selada yang diperiksa
terganggu oleh adanya pengotor di dalam
menggunakan metode kromatografi gas-
matriks sampel. Maka detektor ini sangat
spektrometri massa di sentra sayur Pasar
tepat digunakan untuk pemeriksaan residu
Padang Luar positif mengandung residu
pestisida profenofos (8).
detektor
fotometri
fotometri
nyala
nyala.
merupakan
pestisida profenofos dengan kadar 5,92
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
ppm. Kadar ini melewati Batas Maksimum
apakah selada tidak dicuci, dicuci dengan air,
Residu (BMR) yang ditetapkan oleh The
dan dicuci dengan deterjen pencuci sayuran
Japan Food Chemical Research Foundation
yang didapat dari daerah Padang Luar,
(0,05 ppm). Hal ini dikarenakan pemahaman
Kec. Banuhampu, Kab. Agam, Sumatera
petani yang minim terhadap pestisida, yang
Barat memiliki kandungan residu pestisida
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
141
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
profenofos yang masih termasuk dalam
yang ditanam secara tumpang sari dengan
rentang Batas Maksimum Residu (BMR)
selada yaitu seledri dan daun bawang.
yang ditetapkan. Penyiapan Sampel METODE PENELITIAN
Sampel dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan cara perlakuan yaitu selada
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
tidak dicuci, selada dicuci dengan air
April-Agustus 2014 di Laboratorium Sentral
mengalir selama 1 menit, dan selada dicuci
dan Laboratorium Kimia Analisis Farmasi
dengan detergen larutan pencuci sayuran.
Universitas Andalas, serta Laboratoriumm Pestisida
Balai
Perlindungan
Tanaman
Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat.
Ekstraksi Sampel Daun selada yang telah dibagi dalam tiga kelompok tersebut, ditimbang 50 g kemudian
Alat dan Bahan
dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
air 50 ml, diblender selama 3 menit sampai
ini adalah blender, pisau, kertas saring
lumat. Hasil blender dimasukkan ke dalam
(Toyo Filter Paper ), corong, spatel, beker
Erlenmeyer (250 ml), kemudian ditambah
glas (Pyrex ), Erlenmeyer (Pyrex ), pipet
dengan 100 ml etil asetat, karena ada air
mikro, labu ukur (Pyrex®), Kromatografi Gas
maka ekstraksi kurang sempurna, dengan
(Shimadzu® Tipe AF 2010) menggunakan
bantuan sonikasi selama 10 menit sampel
detektor fotometri nyala, timbangan analitik,
dapat terekstraksi (9). Setelah itu didekantasi,
vial, kertas perkamen, oven, aluminium foil,
hasilnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
dan Sonikator (Elma®).
(250 ml), ditambah dengan natrium sulfat
®
®
®
Bahan-bahan yang digunakan adalah
anhidrat yang sebelumnya diaktivasi pada
selada tanpa dicuci, selada dicuci dengan
suhu 2000C selama 3 jam, dimasukkan
air, selada dicuci dengan deterjen pencuci
sebanyak 10 g, lalu aduk dan dienapkan.
sayuran, etil asetat, isooktana, natrium sulfat
Kemudian didekantasi ke dalam Erlenmeyer
anhidrat p.a, air, methanol, larutan standar
(250 ml) dan saring dengan kertas saring,
pestisida profenofos 10 ppm, dan deterjen
hasil
pencuci sayuran (Mama Lemon ).
Erlenmeyer (250 ml) dan volume dicukupkan
®
saringan
dimasukkan
ke
dalam
sampai 100 ml dengan etil asetat. Sampel siap dianalisis dengan kromatografi gas (10). Cara Kerja Ekstraksi untuk Perhitungan Perolehan Pengambilan Sampel
Kembali
Sampel diambil langsung dari ladang
Untuk perhitungan perolehan kembali
petani di daerah Padang Luar, Kecamatan
digunakan
Banuhampu, Kabupaten Agam. Tanaman
pestisida
selada yang digunakan untuk pemeriksaan
ditimbang sebanyak 50 g, dimasukkan ke
residu
penggunaan
dalam Erlenmeyer (250 ml), ditambahkan 1
pestisida, tetapi terkena paparan pestisida
ml larutan standar profenofos 10 ppm, dan
142
ini
dirawat
tanpa
selada
yang
profenofos.
tidak
terpapar
Sampel
dirajang,
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
Kadar
| Alen, dkk.
ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan
Penetapan
Residu
selama 2 jam. Setelah itu sampel dalam
dengan Kromatografi Gas.
Pestisida
Erlenmeyer tadi dimasukkan ke dalam blender, ditambahkan air 50 ml, diblender
Kondisi kromatografi gas :
selama 3 menit sampai lumat. Hasil blender
Detektor FPD (filter P),
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer (250
Column Name
ml), kemudian ditambah dengan 100 ml
Column Length : 30,0 m
etil asetat, karena ada air maka ekstraksi
Column Temp
: 106-280°C
kurang sempurna, dengan bantuan sonikasi
Injection Temp
: 250°C
selama 10 menit sampel dapat terekstraksi
Carrier Gas
: N2/Air
(9).
Injection Pressure: 127,0 kPa
Setelah
itu
didekantasi,
hasilnya
: RTX-5
dimasukkan ke dalam erlenmeyer (250 ml),
Detector Temp
: 300°C
ditambah dengan natrium sulfat anhidrat
H2 Flow
: 80 ml/menit
yang sebelumnya diaktivasi pada suhu
Air Flow
: 120 ml/menit
2000C selama 3 jam, dimasukkan sebanyak
Total Flow
: 169,4 ml/menit
10 g, lalu aduk dan dienapkan. Kemudian didekantasi ke dalam Erlenmeyer (250
Pengolahan Data
ml) dan saring dengan kertas saring. Hasil saringan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Penentuan kuantitatif dilakukan dengan persamaan :
(250 ml) dan volume dicukupkan sampai 100 ml dengan etil asetat. Sampel siap dianalisis
dengan kromatografi gas (10).
R=
Au Ab
x Cb x
Rumus persen perolehan kembali: x k
Vb Vu
x Akhir
Wu
Keterangan: R : Kadar residu pastisida (ppm)
x 100%
Au : Area kromatogram sampel Ab : Area kromatogram standar
Keterangan :
Cb : Konsentrasi standar (ng/μl)
x = nilai yang diperoleh
Vb : Volume larutan standar yang disuntikkan
k = nilai yang diketahui
(μl) Vu : Volume larutan sampel yang disuntikkan
Pembuatan Larutan Standar Pestisida Standar profenofos yang tersedia 10 ppm dalam 10 ml. Pengenceran standar profenofos
yang
akan
dibuat
(μl) Ve : Volume akhir ekstrak sampel (μl) Wu : Berat sampel (g)
dengan
konsentrasi 1 ppm. Pelarut yang digunakan
HASIL DAN DISKUSI
adalah isooktana. Pipet 1 ml larutan standar profenofos 10 ppm, masukkan ke dalam labu
Selada yang digunakan pada penelitian
ukur 10 ml, kemudian tambahkan pelarut
ini
diambil
dari
daerah
isooktana ke dalam labu ukur dan cukupkan
Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam
volumenya hingga 10 ml.
karena
merupakan
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
salah
Padang satu
Luar, daerah
143
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
penghasil sayur terbesar di Sumatra Barat.
pestisida profenofos dan bisa merusak
Pada penelitian ini digunakan selada yang
kolom kromatografi gas.
terdiri atas tiga perlakuan yaitu selada tidak
Pada penelitian ini metode ekstraksi
dicuci (Selada A), dicuci dengan air (Selada
yang digunakan maserasi dengan bantuan
B), dan dicuci dengan deterjen pencuci
sonikasi selama 10 menit menggunakan
sayuran (Selada C).
pelarut etil asetat, hal ini sesuai dengan
Metode
pada
adalah
hasil penelitian Susilowati et al. (2012) (9).
modifikasi dari metode penelitian Yulnefi
Namun, ada beberapa pengerjaan yang
(2001)
melakukan
berbeda seperti (1) sampel yang digunakan
pemeriksaan residu pestisida pada sayuran.
pada penelitian Susilowati et al. (2012)
Pada
dirajang sedangkan pada penelitian ini
(10) penelitian
penelitian
yang ini
ini
juga terdapat
beberapa
perlakuan yang berbeda yaitu:
diblender. Sampel yang diblender lebih
1. sayuran yang diblender dilumatkan
terekstraksi sempurna karena semua bagian
dengan bantuan air sedangkan penelitian
tanaman selada berkontak langsung dengan
terdahulu langsung menggunakan pelarut
pelarut
organik seperti etil asetat. Etil asetat dapat
NaCl, pada penelitian Susilowati et al.
melarutkan Poly Vinyl Chloride (PVC) pada
(2012) untuk memisahkan fase air dengan
blender, hal ini dapat mengganggu proses
fase organik. Sedangkan pada penelitian
analisis. Jika menggunakan pelarut organik
ini tidak menggunakan NaCl karena dengan
kita harus menggunakan blender khusus.
penggunaan Na2SO4 anhidrat sudah efektif
2. Pada penelitian Yulnefi (2001) (10) penambahan Na2SO4 anhidrat dilakukan
pengekstraksi
(2).
Penggunaan
untuk menghilangkan partikel air dari ekstrak etil asetat.
pada saat pemblenderan sampel. Maka
Pada penelitian ini digunakan etil asetat
penggunaan Na2SO4 anhidrat tidak bekerja
sebagai pengekstraksi sampel. Pemilihan
secara optimal mengikat partikel air di dalam
etil asetat karena sesuai dengan sifat
sampel. Sedangkan, pada penelitian ini
sampel dan kolom kromatografi gas yang
penambahan Na2SO4 anhidrat dilakukan
bersifat semipolar, harganya ekonomis, sifat
pada saat sudah didapatkan ekstrak etil
toksisitasnya tidak tinggi, dan tidak bersifat
asetat (sampel sudah didekantasi, ampas
karsinogenik (11). Pada penelitian ini didapat
dari sampel telah dibuang dan larutan
rata-rata nilai standar deviasi dan persen
air yang terlihat dapat dibuang terlebih
standar
dahulu). Maka penggunaan Na2SO4 anhidrat
dan 3,85%. Hal ini menunjukkan ketelitian
bekerja secara optimal mengikat partikel
metode analisis yang cukup baik, karena
air dan memberikan hasil yang baik dapat
simpangan baku relatif (koefisien variasi)
dilihat pada Gambar 5. Manfaat Na2SO4
maksimum yang diperbolehkan adalah 20%
anhidrat untuk mendapatkan ekstrak etil
untuk penelitian di alam (12). Semakin kecil
asetat yang murni dengan cara mengikat
persen simpangan baku relatif atau persen
pertikel air didalamnya. Pentingnya partikel
standar deviasi relatif maka ketelitian metode
air dihilangkan karena partikel air dapat
analisis semakin baik. Persen perolehan
melarutkan zat-zat selain semipolar yang
kembali
bisa mempengaruhi proses analisis residu
kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran
144
deviasi
relatif
digunakan
adalah
untuk
0,00443
menyatakan
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
sebesar 60,1%. Penurunan kadar terjadi
analisis dengan kadar analit sebenarnya
karena profenofos bersifat hidrofil yang
(13). Metode penelitian ini memberikan hasil
kelarutannya 1:20 tergolong kepada larut air
yang baik karena terlihat dari nilai persen
(17). Pestisida yang bersifat hidrofil dengan
perolehan kembalinya 86,5%. Nilai persen
pencucian air kadar residunya tentu dapat
perolehan kembali yang baik adalah 80-
berkurang.
115% (14). Keuntungan metode penelitian ini adalah efektif, praktis dan murah. Nilai Batas Maksimum Residu (BMR) residu pestisida profenofos selada yang dipakai
pada
penelitian
ini
ditetapkan
oleh The Japan Food Chemical Research Foundation (0,05 ppm) karena pemerintahan Indonesia dan World Health Organization (WHO) belum menetapkannya (15). Batas maksimum residu (BMR) adalah konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara
Gambar 1. Profenofos
hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil
Selada yang dicuci dengan deterjen
pertanian yang dinyatakan dalam miligram
pencuci sayuran (0,061 ppm) mengalami
residu pestisida per kilogram hasil pertanian
penurunan kadar dari selada yang tidak
(16).
dicuci
Berdasarkan
hasil
penelitian
residu
(0,204
ppm)
sebesar
70,1%.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan
pestisida profenofos pada selada yang tidak
Anova
dicuci, dicuci dengan air, dan dicuci dengan
residu profenofos selada yang tidak dicuci
deterjen pencuci sayuran didapatkan rata-
signifikan dibandingkan dengan selada yang
ratanya dengan 3 kali pengukuran adalah
dicuci dengan air dan dicuci dengan deterjen
0,204, 0,080 dan 0,061 ppm. Pada penelitian
pencuci sayuran (p<0,05), hal ini dapat
ini, residu profenofos pada selada tidak
dilihat pada Tabel 4. Kemudian dilanjutkan
dicuci yaitu 0,204 ppm, nilai ini melebihi
dengan uji statistik Duncan, kadar residu
nilai BMR (0,05 ppm) yang ditetapkan
profenofos pada selada yang dicuci dengan
sebesar 408%. Hal ini bisa terjadi karena
air dibandingkan dengan selada yang dicuci
pemahaman petani yang minim terhadap
dengan deterjen pencuci sayuran yang
pestisida yang mengakibatkan penggunaan
tertinggal terlihat signifikan, hal ini dapat
pestisida yang tidak sesuai aturan seperti
dilihat pada Tabel 5.
dosis,
waktu
pemberian,
pencampuran
satu
Beberapa
arah
(SPSS
20.0)
pestisida
kadar
golongan
pestisida, dilakukannya penyemprotan pada
organoklorin (Aldrin , Lindan , Heptaklor®,
saat akan panen, dan pengaruh iklim.
Heksaklorofen®, dll) memiliki lipofilisitas yang
®
®
Pada selada yang dicuci dengan air
tinggi maka tidak akan mudah larut dalam
(0,080 ppm) mengalami penurunan kadar
air, sehingga proses pencucian memerlukan
dari selada yang tidak dicuci (0,204 ppm)
surfaktan.
Surfaktan
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
adalah
senyawa
145
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
kimia yang dalam molekulnya memiliki
buah dan sayuran. Menurut Amvrazi (2011)
dua kutub yang masing-masing bersifat
(20), penurunan jumlah residu pestisida
hidrofil dan lipofil. Dalam proses pencucian
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1)
menggunakan air, bagian hidrofil akan
Daya larut. Residu pestisida dapat melarut
berinteraksi dengan air sedangkan bagian
pada air pencuci. Hal ini berkaitan dengan
lipofil akan berinteraksi dengan kontaminan
sifat fisik dan kimia, yaitu kelarutan dalam
bersifat lipofil termasuk pestisida. Dengan
air dan pH air pencuci (2) Hidrolisis. Residu
demikian,
sebagai
pestisida dapat terhidrolisis tergantung pada
jembatan dan dengan sendirinya akan
jumlah air yang ada, pH, dan konsentrasi
meningkatkan efektifitas pencucian pestisida
pestisida. Menurut Atmawidjaja (2004) (21)
menggunakan air (18).
ada beberapa faktor yang mempengaruhi
surfaktan
bertindak
Pada penelitian lain yang memeriksa
penurunan residu pestisida antara lain: (1)
residu pestisida adalah Miskiyah & Munarso
penguapan, (2) perlakuan mekanis dan fisik,
(2009) (19). Hasil analisisnya pada selada
pestisida berkurang karena terlarut akibat
yang diperoleh dari Bandungan Jawa Tengah
pencucian, dan (3) kimiawi (pencucian
menunjukkan
profenofos
dengan deterjen). Menurut Gonzales et al.
kadar 0,0045 ppm, sedangkan sampel yang
(2007) (22) residu pestisida dapat direduksi
diperoleh dari Cianjur Jawa Barat terdeteksi
melalui perlakuan teknologi pencucian dan
adanya residu pestisida profenofos dengan
kontrol analitik terhadap residu pestisida.
adanya
residu
kadar 0,0021 dan 0,04 ppm. Dibandingkan
Jika residu
pestisida profenofos yang
dengan penelitian ini, kadar residu pestisida
terdapat pada selada ini masuk ke dalam
profenofos di daerah Bandungan, Jawa
tubuh manusia
Tengah dan Cianjur, Jawa Barat di bawah
dapat
nilai BMR (0,05 ppm). Hal ini diduga karena
kesehatan manusia. Dampak kesehatan
tempat pengambilan sampel yang berbeda
akibat
dan petani disana sudah menggunakan
kandungan bahan kimia di dalam pestisida
pestisida sesuai aturan seperti dosis dan
dan level pemaparannya. Evaluasi dampak
waktu pemberian.
pestisida berdasarkan pada eksperimen
melalui
memberikan pestisida
mulut,
pengaruh
juga
maka
terhadap
tergantung
pada
Sedangkan pada penelitian Alen et
terhadap manusia dan hewan uji dimana
al. (2013) (5) residu pestisida profenofos
keracunan akut, sub-akut, semi-kronis dan
yang terdapat pada selada adalah 5,92
kronis ditentukan bersamaan dengan efek
ppm. Dibandingkan dengan penelitian ini,
pada kulit (iritasi dan sentisivitas kulit),
kadar residu pestisida profenofos di sentra
kandungan teratogenik dan karsinogenik
sayur Pasar Padang Luar melebihi nilai
serta pengaruhnya terhadap reproduksi (23).
BMR (0,05 ppm). Hal ini diduga karena
Senyawa organofosfat mempengaruhi
penggunaan
pestisida
profenofos
yang
sistem saraf dan menghambat kerja enzim
intens, masih dilakukannya penyemprotan
asetilkolinesterase sehingga asetilkolin tidak
pestisida sebelum panen, lokasi dan waktu
terhidrolisis. Enzim asetilkolinesterase secara
pengambilan sampel yang berbeda.
normal menghidrolisis asetilkolin menjadi
Beberapa penelitian telah dilakukan
asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat,
untuk mendegradasi residu pestisida pada
mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat
146
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
dan berikatan dengan reseptor muskarinik
Gejala keracunan ini baru kelihatan setelah
dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan
beberapa
perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
kemudian (25).
gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (24). atau
berkurang
atau
beberapa
tahun
Hasil yang diharapkan adalah tidak adanya residu pestisida profenofos pada
Jika aktifitas enzim asetilkolinesterase turun
bulan
karena
adanya
tanaman selada ini. Cara yang paling baik untuk
mencegah tidak
pencemaran
menggunakan
pestisida
pestisida organofofat dalam darah yang
adalah
pestisida
akan membentuk senyawa phosphorilated
sebagai pemberantas hama. Mengingat
cholinesterase, sehingga enzim tersebut
akibat samping yang terlalu berat, atau
tidak dapat berfungsi lagi. Maka kadar
bahkan menyebabkan rusaknya lingkungan
yang aktif dari enzim asetilkolinesterase
dan merosotnya hasil panen, sehingga
akan berkurang sehingga mengakibatkan
penggunaan pestisida mulai dikurangi (26).
kontraksi pupil, stimulasi otot saluran cerna, stimulasi
saliva
dan
kelenjar
keringat,
KESIMPULAN
kontraksi otot bronkial, kontraksi kandung kemih, nodus sinus jantung dan nodus atrio-
Dari
hasil
penelitian
didapatkan
ventrikular dihambat. Mula-mula stimulasi
bahwa sayur selada positif mengandung
disusul dengan depresi pada sel sistem saraf
residu pestisida profenofos. Berdasarkan
pusat (SSP) sehingga menghambat pusat
perhitungan didapatkan rata-rata kadarnya:
pernafasan dan pusat kejang. Stimulasi
selada tidak dicuci kadarnya 0,204 ppm,
dan blok yang bervariasi pada ganglion
selada dicuci dengan air kadarnya 0,080
dapat mengakibatkan tekanan darah naik
ppm, dan selada dicuci dengan deterjen
atau turun serta dilatasi atau miosis pupil.
pencuci sayuran kadarnya 0,061 ppm, kadar
Kematian disebabkan karena kegagalan
ini melewati BMR The Japan Food Chemical
pernafasan dan blok jantung (24).
Research Foundation (0,05 ppm). Metode
Dampak terhadap konsumen umumnya berbentuk
keracunan
langsung
dirasakan.
kronis yang tidak Namun,
yang digunakan lebih efektif, praktis dan murah. Berdasarkan uji statistik Anova satu
dalam
arah SPSS 20.0 kadar residu profenofos
waktu lama bisa menimbulkan gangguan
selada A signifikan dibandingkan dengan
kesehatan seperti gangguan terhadap saraf,
selada B dan C (p<0,05).
hati, perut, sistem kekebalan, dan hormon.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Rubatzky, V., & Yamaguchi, M. (1998).
2. Chen, C., Qian, Y., Chen, Q., Tao,
Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi
C., Li, C. & Li, Y. (2011). Evaluation
dan Gizi, Edisi 2. Penerjemah: Catur
of Pesticide Residues in Fruits and
Herison. Bandung: Institut Teknologi
Vegetables from Xiamen. Food Control,
Bandung.
22, 1114-1120.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
147
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
3. Munarso,
S.J.,
Miskiyah
&
Broto,
W. (2006). Studi Kandungan Residu
ed). London: Pharmaceutical Press.
N.
12. Wonnacott, R.J. & Wonnacott, T.H.
(2006). Bioremediasi
(1989).
Pengantar
Statistika
(Edisi
Lahan Tercemar Profenofos Secara
4). Penerjemah: Bambang Sumantri.
Ex-situ
Jakarta: Erlangga.
dengan Cara Pengomposan.
13. Harmita.
(2004).
Petunjuk
Alen, Y., Habazar, T., Syarif, Z. & Tajib,
Pelaksanaan Validasi, Metode, dan
G. (2013). Rancang Bangun Model
Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Pengembangan
Kefarmasian, I, 3, 117-135.
Agribisnis
Sayuran
Sehat melalui Sumber Daya Lokal
14. Association
of
Official
Analytical
untuk Peningkatan Daya Saing dan
Chemist. (2012). Guidelines for Single
Pendapatan
Laboratory
Petani
di
Kabupaten
Validation
of
Chemical
Agam (Laporan Penelitian Program
Methods for Dietary Supplements and
Penelitian Unggulan Strategis Nasional
Botanicals, Diakses 11 September 2014
No: 02/UN.16/PL-USN/2013). Padang:
dari
Universitas Andalas.
slv_guidelines.pdf.
6. Quijano, R. & Sarojeni, V.R. (1999).
www.aoac.org/official_methods/
15. The Japan Food Chemical Research
Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan.
Foundation.
Solo: Yayasan Duta Awam.
Profenofos.
7. Alavanja,
M.C.R.,
Hoppin,
J.A.
&
Kamel, F. (2009). Health Effects of Chronic Pesticide Exposure. Cancer
(2006).
Pesticides
Diakses 20 Mei 2014
dari http://www.m5.ws001.squarestart. ne.jp/ foundation/fooddtl.php. 16. Anonim.
(2008).
Batas
Maksimum
and Neurotoxicity Annual Review of
Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian.
Public Health, 25, 155-197.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Gandjar, I.G. & Abdul, R. (2007). Kimia
17. Anonim. (2007). Pesticide Residues in
Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Food (Report of the Joint Meeting of
Pelajar.
the FAO Panel of Experts on Pesticide
Susilowati, A.L., Primaharinastiti, R. &
Residues in Food and the Environment
Soerjono, J. (2012). Optimasi Metode
and the WHO Core Assessment Group,
Ekstraksi Untuk Analisis Triadimefon
18-27 September 2007). Geneva: Food
Pada
and Agriculture Organizations & World
Kubis
Secara
Gas-Spektrometri Penelitian).
Kromatografi
Massa
Surabaya:
(Laporan Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga. 10. Yulnefi. (2001). Pemeriksaan Residu
148
Martindale
Wartel di Malang dan Cianjur. Buletin
(Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
9.
11. Sweetman, S.C. (2009).
The Complete Drug Reference (36th
4. Indrayani,
8.
Padang: Universitas Andalas.
Pestisida pada Kubis, Tomat, dan Teknologi Pascapanen Pertanian, 2.
5.
| Alen, dkk.
Health Organizations. 18. Lukitaningsih, E., Sudarmanto, B.S.A. & Noegrohati, S. (2002). Uji Efektifitas Daya
Bersih
Beberapa
Sediaan
Pestisida Organofosfat Dalam Tanaman
Surfaktan Terhadap Residu Pestisida
Kubis (Brassica olerecea L.) dengan
Pada
Metoda Kromatografi Gas. (Skripsi).
Farmasi Indonesia, 13, 4, 200-206.
Buah
Apel
Segar.
Majalah
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Pemeriksaan Residu Pestisida Profenofos pada Selada (Lactuca sativa L.)…
| Alen, dkk.
19. Miskiyah & Munarso, S.J. (2009).
of Fungicide and Insecticide Residues
Kontaminasi Residu Pestisida pada
in Trades Samples of Leafy Vegetables.
Cabai Merah, Selada, dan Bawang
Food Chem, 107, 3, 1342-1347.
Merah. (Studi Kasus di Bandungan
23. De Vreede, J.A.F., Brouwer, D.H.,
dan Brebes Jawa Tengah serta Cianjur
Stevenson,
Jawa Barat. J. Hort, 19, 1,101-111.
(1998). Exposure and Risk Estimation
20. Amvrazi,
H.
&
Hemmen,
J.J.V.
E.G. (2011). Pesticides -
for Pesticides in High-volume Spraying.
The Impacts of Pesticide Exposure.
British Occupational Hygiene Society,
M. Stoytcheva (Ed). Fate of Pesticide
42, 3, 151-157.
Residues on Raw Agricultural Crops
24. Barile, F.A. (2003). Clinical Toxicology:
after Postharvest Storage and Food
Principles and Mechanisms. London:
Processing
CRC Press.
to
Edible
Portions,
Pesticides-Formulations, Effects, Fate. 576-588. Rijeka: Intech. 21. Atmawidjaja, &
Rudiyanto.
S.,
&
Rengam.
(1999). Awas
Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan.
Tjahjono, (2004).
25. Romeo
D.H.
Pengaruh
Solo: Yayasan Duta Awam. 26. Adriyani, R. (2006). Usaha Pengendalian
Perlakuan Terhadap Kadar Residu
Pencemaran
Pestisida Metidation Pada Tomat. Acta
Penggunaan
Pharmaceutica Indonesia, 29, 2, 72-82.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3, 1, 95-
22. Gonzales, R.M., Rial, O.R., Cancho,
Lingkungan Pestisida
Akibat Pertanian.
106.
G.B. & Simal, G.J. (2007). Occurrence
Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
149