APLIKASI SIDIK CEPAT DEGRADASI SUB DAERAH ALIRAH SUNGAI (SUB DAS) DENGAN MONITORING DAN EVALUASI 1 KINERJA SUB DAS (Lingkup Kabupaten Dominan) Oleh : 2 3 Nur Ainun Jariyah & Irfan Budi Pramono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. A. Yani PO Box 295 Pabelan. Telepon/Fax.: (+62 271) 716709/716959 Email:
[email protected] Email: 2
[email protected] & 3
[email protected]
ABSTRAK Kerusakan ekosistem daerah aliran sungai (DAS) yang semakin meningkat merupakan permasalahan yang perlu diselesaikan. Hal ini mengindikasikan kesalahan dalam pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS selama ini dilakukan masih bersifat parsial menurut wilayah administrasi atau kewenangan kelembagaan tertentu saja. Begitu juga faktor-faktor untuk mengukur monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS belum dilakukan secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aspek sosial ekonomi dan biofisik yang mendukung dalam monev kinerja Sub DAS. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif, dimana data yang diambil merupakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sosial ekonomi (sosek) dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Data biofisik diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansiinstansi terkait, Desa dan Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Padas (Kabupaten Sragen) dan Sub DAS Pengkol (Kabupaten Wonogiri). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Hubungan antara aspek sosial, ekonomi kelembagaan dan biofisik di Sub DAS Padas termasuk ke dalam kategori sedang sampai dengan rentan. Hubungan aspek sosial, ekonomi, kelembagaan dan biofisik di Sub DAS Pengkol termasuk ke dalam kategori sedang, agak rentan, dan rentan, (2) Parameter yang berpengaruh adalah kepadatan penduduk geografis, budaya adat, tingkat pendapatan dan konservasi tanah mekanis (non kawasan). Kata kunci : hubungan antar aspek, potensi dan kerentanan, aspek sosek, aspek biofisik, monev kinerja DAS
1
Makalah ini disampaikan pada Semiloka “Riset Pengelolaan DAS Menuju Kebutuhan Terkini” Surakarta, 27-28 Juni 2011. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi dengan Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
1
I.
PENDAHULUAN
Ekosistem daerah aliran sungai (DAS) beberapa dekade ini mengalami penurunan kualitas lingkungan seperti sering terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau, terjadinya sedimentasi, penurunan kualitas air, penurunan muka air tanah yang dapat mempercepat proses intrusi air laut, meningkatnya erosi pada lahan di dalam dan luar kawasan hutan yang menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dan semakin berkurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian DAS. Hal ini merupakan masalah yang perlu diselesaikan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (PP No.7 Tahun 2005) menyebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994), dan kemudian 62 DAS (1999). Kemudian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (SK 328/Menhut-II/2009) ditetapkan menjadi 108 DAS prioritas. Kondisi DAS yang kritis diakibatkan oleh banyaknya bencana mulai dari erosi, banjir, tanah longsor sampai hilangnya sumber mata air, kekeringan dan perubahan fungsi guna lahan sehingga dapat mengganggu kehidupan masyarakat. Sheng (1986) dalam Paimin et al., (2006) menyatakan bahwa permasalahan DAS tumbuh seiring dengan pertambahan penduduk dan waktu. Kepadatan penduduk yang sangat tinggi mendorong pemanfaatan sumberdaya alam yang intensif sehingga menyebabkan peningkatan lahan kritis. Adanya peningkatan lahan kritis ini adalah merupakan salah satu indikasi adanya kesalahan dalam pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS tidak bisa dilakukan hanya secara parsial saja menurut wilayah administrasi atau kewenangan lembaga tertentu. Namun harus dilakukan secara menyeluruh (holistik) sehingga semua aspek yang terkait dalam DAS dapat diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan, pengorganisasian, implementasi maupun kontrol terhadap seluruh proses pengelolaan yang telah dibuat.
2
Menurut Paimin et al., (2006), setiap DAS memiliki sifat atau karakter khas berbeda-beda dalam menanggapi atau merespon air hujan menjadi banjir, baik sifat alami maupun sifat yang terbangun sebagai hasil intervensi manusia. Karakter DAS terbangun sebagai hasil yang menyeluruh dari interaksi atau hubungan timbal balik antar unsur-unsur sumberdaya alam sendiri dan antara unsur alam dan manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi karakterisasi DAS mencerminkan kondisi air, lahan dan sosial ekonomi yang dapat diringkaskan dalam sifat DAS terhadap : (1) aliran banjir dan daerah rawan banjir, (2) kekeringan, (3) kekritisan lahan, (4) tanah longsor, dan (5) sosial, ekonomi dan kelembagaan. Daerah Aliran Sungai merupakan sistem yang kompleks yang terbangun atas sistem fisik, sistem biologis dan sistem manusia, dimana setiap sub sistem saling berinteraksi (Kartodihardjo et al., 2004). Selama ini aspek-aspek yang mempengaruhi monev kinerja DAS belum dilakukan secara menyeluruh (masih bersifat parsial) dan belum mengintegrasikan aspek-aspek monev secara komprehensif sehingga belum dapat memberikan informasi yang utuh untuk perbaikan perencanaan dan implementasi pengelolaan DAS. Selain itu monev DAS masih bersifat sektoral, yaitu dibatasi oleh batas-batas yang bersifat politis/administratif (negara, provinsi, kabupaten). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aspek sosial ekonomi dan biofisik yang mendukung dalam monev kinerja Sub DAS. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjawab hubungan aspek sosisl, ekonomi dan biofisik dalam monev kinerja DAS.
II.
BAHAN DAN METODE
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub DAS Pengkol di Kabupaten Wonogiri dan Sub DAS Padas di Kabupaten Sragen dari bulan Mei-November 2010. Sub Das Pengkol mempunyai luas 3.057,59 ha dan Sub DAS Padas mempunyai luas wilayah 3.349,12 ha. 3
Kedua lokasi tersebut mempunyai karakter biofisik yang berbeda. Lokasi penelitian Sub DAS Padas dan Sub DAS Pengkol dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 .
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Sub DAS Padas
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Sub DAS Pengkol
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam menjawab tujuan, setiap lokasi penelitian dibedakan menjadi hulu, tengah dan hilir. Walaupun pengelolaan DAS tidak melihat hulu, tengah, dan hilir tetapi sebagai satu kesatuan pengelolaan DAS, pembagian ini untuk mempermudah dalam pengamatan. Wilayah hulu Sub DAS Padas diwakili oleh Desa Denanyar, Kecamatan Tangen, wilayah tengah diwakili oleh Desa Slendro, Kecamatan Gesi dan wilayah hilir diwakili oleh Desa Poleng, Kecamatan Gesi. Sedangkan untuk Sub DAS Pengkol wilayah hulu diwakili oleh Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, wilayah tengah diwakili oleh Desa Karang, Kecamatan Slogohimo dan wilayah hilir diwakili oleh Desa Sugihan, Kecamatan Jatiroto. B.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kuisoner, notes, alat tulis kantor (ATK), alat dokumentasi, perekam, peta Rupa Bumi Indonesia, peta Digital Elevation Model (DEM), peta tanah, peta penggunaan lahan dan lain-lain. 4
C.
Prosedur Kerja
Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder baik untuk aspek sosial ekonomi dan biofisik. Parameter yang digunakan dalam mencari hubungan aspek sosek dan biofisik adalah menggunakan buku “Sidik Cepat Degradasi Sub daerah aliran sungai (Sub DAS)” (Siskardas) dalam Paimin et al., (2006). Dalam hal mencari hubungan antara aspek sosek dan biofisik adalah merupakan interaksi aspek sosek dan biofisik yang tertuang dalam tipologi catchment area (Daerah Tangkapan Air). Hubungan antar aspek dilihat dari masing-masing skor yang diperoleh dari lokasi penelitian. Kemudian hubungan antar aspek dilihat dari skala 1 sampai dengan 5, yaitu skala 1 : tidak rentan, skala 2 : agak rentan, skala 3 : sedang, skala 4 : rentan dan skala 5 : sangat rentan. Pembagian skala ini mengacu pada skala yang digunakan di Siskardas. Hubungan antar aspek bisa dilihat dari Tabel 1. Tabel 1. Hubungan Aspek Sosial Ekonomi Kelembagaan dan Aspek Biofisik dalam Pengelolaan DAS Aspek Agak Agak Rendah Sedang Tinggi soseklem rendah tinggi (1) (3) (5) Aspek Biofisik (2) (4) Rendah (1) 1 1,5 2 3 4 Agak rendah (2) 1,5 2 2,5 3 4 Sedang (3) 2 2,5 3 3,5 4 Agak tinggi (4) 3 3 3,5 4 4,5 Tinggi (5) 4 4 4 4,5 5 Keterangan : Skala semakin ke arah kanan bawah semakin rentan
Data primer yang diambil untuk aspek sosial ekonomi yaitu kerentanan dan potensi sosial ekonomi (kepadatan penduduk, budaya, ketergantungan lahan) dan kelembagaan. Data aspek biofisik meliputi hujan, potensi banjir, daerah rawan banjir, bentuk DAS, batas Sub DAS, kemiringan lereng, morfometri DAS, kerapatan drainase, kekeringan dan potensi air, kekritisan lahan dan potensi lahan. Untuk aspek sosial ekonomi pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan panduan kuisoner dan indepth interview dengan tokoh kunci (key person) untuk validasi data. Pemilihan responden diambil secara acak dan proporsional yang 5
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Responden adalah petani yang minimal memiliki lahan tegal. Responden yang diambil adalah 30 orang di masing-masing wilayah (hulu, tengah dan hilir). Dengan demikian jumlah responden adalah 180 orang. Pengumpulan data primer biofisik melalui survei berdasarkan citra satelit dan google earth serta peta Rupa Bumi Indonesia untuk identifikasi penutupan lahan aktual. Batas Sub DAS, kemiringan lereng, dan morfometri DAS diperoleh dari peta Digital Elevation Model (DEM). Identifikasi erosi, longsor, dan banjir serta land cover dilihat langsung ke lapangan dengan menggunakan check list. Untuk mendukung data primer juga dilakukan pengambilan data sekunder di instansi terkait seperti Balai Sungai, Kementrian Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Badan Keselamatan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas), dan BPS. D.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan deskriptif kuantitatif dan kualitatif untuk melihat hubungan antar faktor sosial ekonomi dan biofisik dalam monev kinerja Sub DAS.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Wilayah Penelitian 1. Kondisi Sosial Ekonomi a. Sub DAS Padas di Sragen Sub DAS Padas yang terletak di Kabupaten Sragen sebagai wilayah yang dominan dengan luas wilayah 3.349,12 ha. Penutupan lahan didominasi lahan tegal yaitu 44,89% dari luas Sub DAS Padas, sawah 23,41%, pemukiman 16,54%, hutan 15,10% dan lapangan 0,06%. Kabupaten Sragen terletak diantara 110045’ dan 111010’ BT serta 7 15’ dan 7 30’ LS. Batas Kabupaten Sragen sebelah utara adalah Kabupaten Grobogan, sebelah selatan adalah Kabupaten Karanganyar, sebelah barat adalah Kabupaten Boyolali dan sebelah timur adalah Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa Timur). 6
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) 10 tahun terakhir berdasarkan harga berlaku, rata-rata adalah Rp. 3.619.736,08 Juta, dengan didominasi sektor pertanian 36%, industri pengolahan 19%, perdagangan, hotel dan resto 18%, dan jasa 13%. PDRB berdasarkan harga konstan, rata-rata adalah Rp 2.141.623 juta. Sebagai salah satu penyangga pangan di Provinsi Jawa Tengah, produktivitas lahan pertanian di Kabupaten Sragen perlu dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Pada Tahun 2008 produksi padi menurun 0,92% yaitu 451.430 ton lebih rendah dibandingkan tahun 2007 sebesar 487,53 ton. Tanaman palawija pada tahun 2008, produksi jagung meningkat 20,08%, ubi kayu turun 27,59%, kacang tanah turun 15,17%, kedelai naik 5,36% dan kacang hijau naik 8,25%. Produksi utama tanaman perkebunan adalah tebu, kelapa, jambu mete, kapok randu dan wijen. Ratarata produksi berfluktuasi, pada tanaman tebu baik luas tanam maupun produksinya meningkat. Luas tanam naik 3,38% dan produksinya naik 3,38% atau menjadi sebesar 250.676,25 ton. Jenis ternak yang diusahakan di Kabupaten Sragen adalah ternak sapi (sapi perah atau sapi potong), kerbau, kuda, kambing, domba dan babi. Selain itu diusahakan unggas antara lain ayam, itik, puyuh dan lainnya. Secara umum hasil ternak baik ternak kecil maupun unggas pada tahun 2008 mengalami kenaikan, misalnya produksi daging naik 3,79% dan produksi telur naik 15,12% dibandingkan tahun 2007 (BPS, 2007 a dan 2008 a). Lahan di Sub DAS Padas pada umumnya berupa lahan kering (tegalan) yang diusahakan untuk usahatani padi dengan dua kali musim tanam dan usahatani jagung dengan satu kali musim tanam. Selain itu sebagian lahan diolah untuk usahatani cabe, kacang panjang, kacang tanah, korobenguk, ketela pohon, garut, gembili dan lain-lain. Bagi petani yang menguasai lahan lebih dari satu petak (plot) biasanya juga memanfaatkan lahannya untuk usahatani tebu. Tanaman perkebunan tebu merupakan tanaman primadona di daerah Sub DAS Padas. Lahan tebu mempunyai umur pakai selama 5 tahun. Setelah dilakukan panen, kemudian dilakukan pemupukan maka dalam umur kurang lebih satu tahun sudah bisa dipanen kembali. Tanaman tebu yang berumur lebih 7
dari 5 tahun mulai mengalami penurunan mutu, sehingga harus diganti dengan tanaman baru untuk memperoleh mutu yang lebih baik. Kondisi Sub DAS Padas secara umum dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Pada lahan sanggeman (lahan andil pada kawasan hutan Perhutani) petani menanam padi, jagung atau ketela. Petani diijinkan menanam lahan sanggeman dengan syarat mereka bersedia merawat tanaman hutan, yaitu jati. Luas lahan sanggeman tergantung pada kapasitas tenaga kerja yang dimiliki petani. Sebagai akibatnya, setiap petani menguasai lahan andil dengan luas yang bervariasi. Pada lahan pekarangan biasanya ditanami dengan tanaman berkayu, seperti jati, mahoni, bambu dan lain-lain; tanaman buah seperti mangga, mlinjo; pisang dan lainnya. Pada sebagian lahan pekarangan milik masyarakat juga ditemui adanya usahatani jagung. Hasil panen biasanya lebih banyak digunakan untuk konsumsi rumah tangga petani, terutama untuk padi, garut, sayuran, dan mangga. Khusus untuk hasil panen yang berupa jagung, petani biasanya menjualnya di pasar dengan harga kurang lebih Rp. 2000/kg.
Gambar 3. Kondisi tanah di Sub DAS Padas
Gambar
8
4.
Kondisi penutupan lahan tebu di Sub DAS Padas
b. Sub DAS Pengkol di Wonogiri Sub DAS Pengkol terletak di Kabupaten Wonogiri terletak pada 0 0 0 0 garis lintang 7 32’-8 15’ LS dan garis bujur 110 41’-111 18’ BT. Secara administratif terbagi menjadi 25 kecamatan yang tersebar dengan luas wilayah 182.236,0236 Ha. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian selatan, termasuk jajaran pegunungan seribu yang merupakan mata air dari Bengawan Solo. Batas Kabupaten Wonogiri sebelah utara adalah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan adalah kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra Indonesia, sebelah barat adalah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebelah timur adalah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur) (BPS, 2007 b). Berdasarkan data tahun 2008 (BPS, 2008 b) jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri berjumlah 1.212.677 jiwa terdiri dari laki-laki 609.159 jiwa dan perempuan 603.518 jiwa dengan kepadatan 2 penduduk per km adalah 665 jiwa, pertumbuhan penduduk sebesar 31.563 atau 2,67%. Dengan jumlah kepala keluarga (KK) adalah 407.629 maka rata-rata jumlah orang per KK adalah 3 orang. Sedangkan PDRB 10 tahun terakhir berdasarkan harga berlaku rata-rata adalah Rp. 3.490.426,14 juta yang didominasi oleh struktur pertanian 51%, jasa 13%, perdagangan, hotel dan resto 12%. PDRB 10 tahun terakhir berdasarkan harga konstan rata-rata adalah Rp. 1.901.402 juta. Berdasarkan data tahun 2008 rata-rata produksi sawah mengalami kenaikan dari 53,90 kw/ha menjadi 56,09 kw/ha dan padi gogo dari 31,20 kw/ha menjadi 32,89 kw/ha dibandingkan tahun 2007. Sedangkan untuk palawija rata-rata mengalami penurunan produksi untuk masing-masing komoditi. Ketersediaan pangan untuk padi dan jagung surplus pada tahun 2008 dibandingan tahun 2007 masing-masing sebesar 58.484 ton padi dan 232.985 ton jagung. Kondisi biofisik di Sub DAS Pengkol dapat dilihat pada Gambar 5.
9
Gambar 5. Kondisi Biofisik di Sub DAS Pengkol
Penutupan lahan Sub DAS Pengkol didominasi oleh sawah 29,30%, tegal 27,80% dan pemukiman 25,86%. Penutupan lahan lainnya berupa hutan 4,64%, kebun 8,83%, semak 3,55%, lapangan 0,01% dan air tawar 0,01%. 2. Kondisi Biofisik Kondisi fisik Sub DAS meliputi morfometri Sub DAS, penutupan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. Kondisi fisik Sub DAS ini akan mempengaruhi proses dan output dari suatu DAS. Tabel 2 memperlihatkan morfometri Sub DAS Pengkol dan Sub DAS Padas. Kedua Sub DAS ini hampir sama, kecuali bentuk, kelerengan DAS dan kelerengan sungai. Tabel 2. Morfometri Sub DAS Pengkol dan Padas No 1 2 3
Morfometri Sub DAS Pengkol Luas (Ha) 3.058 Bentuk memanjang Kerapatan aliran 86 2 (m/km ) 4 Kelerengan rata15 rata DAS (%) 5 Kelerengan 2,8 sungai (%) Sumber : Analisis Data Primer 2010
Sub DAS Padas 3.349 agak bulat 58 7 0,3
Pola penutupan lahan berpengaruh terhadap output suatu DAS. Kedua Sub DAS mempunyai pola penutupan lahan yang hampir 10
sama yaitu didominasi oleh tegal dan sawah. hanya mempunyai luas hutan sebesar 4.64 sedangkan Sub DAS Padas mempunyai hutan luas DAS. Perincian penutupan lahan di Sub Padas dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penutupan Lahan (% luas DAS) No Penutupan lahan Sub DAS Pengkol 1. Hutan 4,64 2. Kebun 8,84 3. Semak Belukar 3,55 4. Tegal 27,80 5. Sawah 29,30 6. Lapangan 0,17 7. Pemukiman 25,86 Jumlah 100,00 Sumber : Analisis Data Primer 2010
Sub DAS Pengkol % dari luas DAS seluas 15.1 % dari DAS Pengkol dan
Sub DAS Padas 15,1 0 0 44,89 23,41 0,06 16,54 100,00
Faktor lain yang mempengaruhi proses dan output suatu DAS adalah jenis tanah dan kemiringan lereng. Jenis tanah di Sub DAS Pengkol terdiri dari Latosol, Litosol dan Mediteran, sedangkan jenis tanah di Sub DAS Padas adalah Alfisol. Kelerengan rata-rata Sub DAS Pengkol 15,7% sedangkan Sub DAS Padas sebesar 6,77 %. B. Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Kerentanan dan potensi sosial ekonomi dan kelembagaan dari Sub DAS Padas dan Pengkol dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan di Sub DAS Padas dan Sub DAS Pengkol Sub Sub DAS Parameter DAS Padas Pengkol Sosial (50%) Kepadatan Penduduk : Tinggi (5) Tinggi (5) Geografis (10%) (0,5) (0,5) Kepadatan penduduk : Rendah (1) Rendah (1) Agraris (10%) (0,1) (0,1) Budaya : Perilaku/tingkah Rendah (1) Rendah (1) laku konservasi (20%) (0,2) (0,2) Budaya : Hukum adat Tinggi (5) Tinggi (5) (5%) (0,25) (0,25) Nilai Tradisional (5%) Tinggi (5) Rendah (1) (0,25) (0,05) 11
Sub DAS Padas
Parameter Ekonomi (40%)
Kelembagaan (10%)
Ketergantungan Terhadap lahan (20%) Tingkat Pendapatan (10%) Kegiatan Dasar Wilayah (10%) Keberdayaan kelembagaan konservasi (5%) Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (5%)
JUMLAH
Rendah (1) (0,2) Agak rendah (4) (0,4) Rendah (5) (0,5) Tinggi (5) (0,25)
Sub DAS Pengkol Sedang (3) (0,6) Agak rendah (4) (0,4) Sedang (3) (0,3) Rendah (1) (0,05)
Sedang (3) (0,15)
Sedang (3) (0,15)
35 (2,8)
27 (2,6)
Sumber : Analisis Data Primer tahun 2010
Kepadatan penduduk di Sub DAS Padas dan Sub DAS Pengkol termasuk dalam kategori tinggi, meskipun kepadatan penduduk agraris dan geografis Sub DAS Padas lebih tinggi dibandingkan Sub DAS Pengkol. Dilihat dari budaya (perilaku/ tingkah laku dalam konservasi tanah) dan hukum adat, kedua Sub DAS sama yaitu konservasi sudah dilakukan pada daerah itu, namun belum ada hukuman atau sangsi jika ada yang belum melakukan konservasi. Jika dilihat dari nilai tradisional di Sub DAS Pengkol, maka apabila ada petani yang belum melakukan konservasi tanah, mereka melakukan pekerjaan konservasi tanah tersebut secara bergotong royong. Hal ini dilakukan karena masyarakat di Sub DAS Pengkol lebih sadar melihat kondisi lahan mereka yang berpotensi tinggi tererosi dan mereka sadar bahwa wilayah mereka adalah penyumbang erosi Sub DAS Keduang, sedangkan di Sub DAS Padas kegiatan gotong royong seperti itu belum ada. Ketergantungan penduduk terhadap lahan di Sub DAS Padas lebih rendah dibandingkan dengan Sub DAS Pengkol. Ini menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan dari kegiatan pertanian terhadap total pendapatan keluarga di Sub DAS Padas lebih rendah dibandingkan Sub DAS Pengkol. Hal ini dikarenakan kondisi lahan
12
di Sub DAS Pengkol lebih subur dibandingkan dengan Sub DAS Padas. Tingkat pendapatan penduduk Sub DAS Padas lebih rendah daripada Sub DAS Pengkol. Hal ini disebabkan penduduk Sub DAS Pengkol banyak yang boro keluar daerah, seperti menjadi tukang bakso di Jakarta. Kondisi rumah, di Sub DAS Pengkol sudah banyak yang permanen, sedangkan di Sub DAS Padas pada umumnya masih rumah papan. Dilihat dari kegiatan dasar wilayah, Sub DAS Padas lebih tinggi dibandingkan Sub DAS Pengkol. Ini berarti lahan di Sub DAS Padas akan semakin sering dieksploitasi untuk kegiatan usaha tani, sehingga lahan akan semakin terdegradasi. Lahan di Sub DAS ini termasuk lahan yang kurang subur, sehingga lebih banyak dieksploitasi agar menghasilkan panen yang lebih banyak. Dilihat dari aspek kelembagaan, keberdayaan kelembagaan konservasi non formal di Sub DAS Pengkol sudah ada dan berperan, sedangkan di Sub DAS Padas belum berperan. Keberdayaan lembaga formal pada kegiatan konservasi tanah di masing-masing Sub DAS sudah cukup berperan. Dilihat dari skor yang diperoleh Sub DAS Padas (2,8) lebih tinggi dibandingkan dengan Sub DAS Pengkol (2,6). Sub DAS Padas dan Sub DAS Pengkol termasuk dalam kategori sedang dengan tingkat kerentanan sedang. Ini menunjukkan bahwa Sub DAS Padas lebih rentan secara sosial ekonomi dan kelembagaan dibandingkan dengan Sub DAS Pengkol. Hal ini bisa dimaklumi karena di Sub DAS Pengkol, banyak warga yang boro (bekerja diluar daerah). Meskipun ketergantungan terhadap lahan di Sub DAS Pengkol lebih tinggi dibandingkan di Sub DAS Padas, tetapi petani di Sub DAS Pengkol sudah menerapkan konservasi tanah yang lebih baik dibandingkan petani di Sub DAS Padas.
13
C. Kerentanan dan Potensi Parameter Fisik DAS 1. Potensi Banjir dan Daerah Rawan Banjir Potensi sumber pasokan banjir di Sub DAS Pengkol cukup besar karena kondisi topografi yang berbukit-bukit dengan lereng yang terjal di daerah hulu. Selain itu potensi curah hujan di hulu Sub DAS Pengkol juga cukup besar, hujan maksimum harian mencapai 268 mm. Berdasarkan hasil analisis hujan harian maksimum, bentuk DAS, gradiensungai, kerapatan drainase, lereng rata-rata DAS, dan penggunaan lahan diperoleh skor untuk potensi pasokan air banjir sebesar 4,28. Skor ini termasuk tinggi. Topografi yang berbukit-bukit di Sub DAS Pengkol, mengakibatkan tidak mempunyai daerah yang rawan banjir karena air banjir yang terjadi langsung dialirkan ke daerah bawahnya dengan lancar. Berdasarkan hasil analisis parameter bentuk lahan, meandering, pembendungan oleh percabangan sungai, lereng kiri kanan sungai dan ada tidaknya bangunan pengendali banjir maka diperoleh skor 1,41. Skor ini termasuk kategori sangat rendah untuk terjadinya banjir. Potensi sumber pasokan banjir di Sub DAS Padas relatif kecil karena kondisi topografinya yang relatif datar dengan kemiringan lereng hanya 0–15%, curah hujan harian maksimumnya hanya 91 mm. Berdasarkan analisis parameter-parameter yang menentukan sumber pasokan banjir maka Sub DAS Padas ini mempunyai skor 3,7 yang artinya potensi sumber pasokan banjirnya termasuk kategori tinggi. Sub DAS Padas ini sebetulnya tidak rawan kebanjiran, namun karena kecilnya slope kiri kanan sungai sehingga aliran sungai mudah meluap menjadi banjir. Selain itu, khusus untuk daerah hilir Sub DAS Padas, kadang-kadang kebanjiran karena pembendungan oleh sungai Bengawan Solo. Namun demikian, dengan adanya beberapa waduk maka secara umum potensi daerah rawan kebanjiran di Sub DAS ini tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan analisis parameter-parameter yang menyebabkan banjir menghasilkan skor 1,8 atau termasuk kategori rendah.
14
2. Kerentanan Kekeringan Potensi kekeringan dideteksi dari hujan tahunan, evapotranspirasi, lamanya bulan kering, bahan induk, indek penggunaan air, dan debit minimum spesifik. Berdasarkan analisis parameterparameter tersebut maka kerentanan kekeringan di Sub DAS Pengkol adalah 2,25. Skor ini termasuk rendah. Sedangkan untuk Sub DAS Padas mempunyai skor 3,28 yang berarti potensi kekeringannya termasuk kategori sedang. 3. Kekritisan Lahan Kekritisan lahan dianalis melalui parameter solum tanah, kelerengan, ada tidaknya batuan singkapan, morfoerosi, tutupan vegetasi, dan penerapan teknik konservasi tanah dan air. Sub DAS Pengkol dengan solum tanah yang relatif dalam (>90 cm) dan textur tanah berpasir mempunyai skor 2,47 untuk daerah di luar kawasan hutan dan 1,78 untuk kawasan hutan. Dari skor tersebut dapat disimpulkan bahwa kekritisan lahan di luar kawasan termasuk rendah dan di dalam kawasan termasuk sangat rendah. Kekritisan lahan Sub DAS Padas mempunyai skor 3,06 untuk lahan di luar kawasan dan 2,21 untuk lahan di dalam kawasan. Kekritisan lahan di luar kawasan termasuk sedang dan di dalam kawasan termasuk rendah. 4. Kerentanan Tanah Longsor Kerentanan tanah longsor didekati dengan parameter hujan harian kumulatif tiga hari berurutan, kelerengan, jenis batuan induk, keberadaan sesar, kedalaman regolit, penggunaan lahan, infrastruktur, dan kepadatan pemukiman. Dari parameterparameter tersebut Sub DAS Pengkol sebagian rawan longsor terutama di daerah hulunya. Pada saat dilakukan survei memang terlihat bekas-bekas longsor. Sedangkan Sub DAS Padas tidak rawan longsor karena memang daerahnya relatif datar.
15
D. Hubungan Aspek Sosial Ekonomi Kelembagaan dan Biofisik dalam Monev Kinerja Sub DAS Hubungan antara aspek biofisik dan sosial ekonomi kelembagaan (soseklem) termasuk kategori sedang sampai dengan rentan untuk Sub DAS Padas, sedangkan untuk Sub DAS Pengkol hubungan antara aspek biofisik dan sosial ekonomi termasuk sedang, agak rentan, dan rentan. Hubungan aspek soseklem dan biofisik dalam monev kinerja Sub DAS secara terperinci dapat dilihat di Tabel 5 (Sub DAS Padas) dan Tabel 6 (Sub DAS Pengkol). Tabel 5. Hubungan Sosek dan Biofisik di Sub DAS Padas Parameter Biofisik Uraian skala Pasokan air banjir 4 Rawan banjir 2 Kekeringan dan potensi air 3 Kekritisan Non Kawasan 3 Kekritisan kawasan hutan 2 Sumber : Analisis data primer 2010
Bobot 3,7 1,8
Soseklem skala bobot 3 2,8 3,5 2,5
3,28
3
Sedang
3,06
3
Sedang
2,21
2,5
Sedang
Kesimpulan hubungan Rentan Sedang
Tabel 6. Hubungan Sosek dan Biofisik di Sub DAS Pengkol Parameter Biofisik Uraian Skala Pasokan air banjir 4 Rawan banjir 1 Kekeringan dan 2 potensi air Kekritisan Non 2 Kawasan Kekritisan kawasan 2 hutan Sumber : Analisis Data Primer 2010
Bobot 4,28 1,4
Soseklem skala bobot 3 2,6 3,5 2
2,25
2,5
2,47
2,5
1,78
2,5
Kesimpulan hubungan Rentan Agak rentan Sedang Sedang Sedang
Berdasarkan Tabel 5 dan 6 hubungan aspek soseklem dan biofisik dalam monev kinerja DAS sangat berkaitan. Untuk Sub DAS Padas hubungan antara aspek biofisik dan soseklem dari kategori 16
sedang sampai dengan rentan. Sub DAS Padas termasuk dalam kategori rentan untuk hubungan parameter pasokan banjir dengan sosial ekonomi kelembagaan. Sedangkan parameter lain hubungan antara biofisik (rawan banjir, kekeringan dan potensi air, kekritisan non kawasan dan kekritisan kawasan) dengan sosial ekonomi kelembagaan masuk dalam kategori sedang. Yang menjadi faktor utama penyebab kerentanan untuk parameter soseklem adalah kepadatan penduduk, geografis, budaya adat, nilai tradisional, tingkat pendapatan, kegiatan dasar wilayah, dan keberdayaan kelembagaan konservasi. Parameter-parameter ini termasuk ke dalam skala rentan sampai dengan sangat rentan. Sedangkan parameter biofisik yang menjadi faktor utama penyebab rentannya hubungannya aspek biofisik dan soseklem adalah bentuk DAS, penggunaan lahan, geologi, kebutuhan air (Indeks Penggunaan Air), debit minimum spesifik, tekstur terhadap kepekaan erosi, vegetasi penutup (non kawasan), dan konservasi tanah mekanis (non kawasan). Parameter biofisik ini termasuk ke dalam kategori rentan sampai dengan sangat rentan. Hubungan antara faktor biofisik dan soseklem di Sub DAS Pengkol adalah dari agak rentan, sedang dan rentan. Hubungan parameter pasokan banjir dan soseklem termasuk ke dalam kategori rentan, hubungan parameter rawan banjir dan soseklem termasuk ke dalam kategori agak rentan, dan hubungan parameter kekeringan dan potensi air, kekritisan kawan dan non kawasan dengan soseklem termasuk ke dalam kategori sedang. Parameter sosial ekonomi kelembagaan yang menyebabkan kerentanan adalah parameter kepadatan penduduk geografis, budaya adat, dan tingkat pendapatan. Ketiga parameter ini termasuk ke dalam kategori agak rentan sampai dengan rentan. Parameter biofisik yang menyebabkan kerentanan adalah hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari), gradien sungai, kerapatan drainase, penggunaan lahan, bentuk lahan, konservasi tanah mekanis (kawasan). Parameter biofisik ini termasuk ke dalam kategori rentan sampai dengan sangat rentan. Secara lebih jelas parameter sosial ekonomi kelembagaan dan biofisik yang berpengaruh dapat dilihat pada Tabel 7.
17
Tabel 7. Parameter yang Paling Berpengaruh dalam Monev Kinerja DAS di Sub DAS Padas dan Sub DAS Pengkol Parameter Sosial Ekonomi Kelembagaan
Biofisik
Sub DAS Padas • • • • • • • • • • • • • •
kepadatan penduduk geografis budaya adat nilai tradisional tingkat pendapatan kegiatan dasar wilayah keberdayaan kelembagaan konservasi. bentuk DAS penggunaan lahan geologi kebutuhan air (Indeks Penggunaan Air) debit minimum spesifik tekstur terhadap kepekaan erosi vegetasi penutup (non kawasan) konservasi tanah mekanis (non kawasan).
Sub DAS Pengkol •
•
kepadatan penduduk geografis budaya adat
•
tingkat pendapatan.
•
hujan harian maksimum ratarata pada bulan basah (mm/hari) gradient sungai kerapatan drainase penggunaan lahan bentuk lahan konservasi tanah mekanis (kawasan).
• • • • •
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan siskardas maka, jika terdapat salah satu dari parameter baik itu sosial ekonomi kelembagaan, maupun parameter biofisik dalam kondisi rentan atau sangat rentan menyebabkan hubungan antara aspek soseklem dan biofisik termasuk ke dalam kategori rentan atau sangat rentan, meskipun salah satu dari parameter tersebut masuk dalam kategori tidak rentan atau agak rentan. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan atau pelaku monev kinerja Sub DAS dalam melakukan suatu tindakan yang berujung untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang paling bermasalah.
18
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa : 1.
2.
3.
4.
Hubungan aspek soseklem dan biofisik di Sub DAS Padas termasuk ke dalam kategori sedang sampai dengan rentan. Hubungan parameter pasokan banjir dengan sosial ekonomi kelembagaan termasuk ke dalam kategori rentan. Parameter lain seperti rawan banjir, kekeringan dan potensi air, kekritisan non kawasan dan kekritisan kawasan hubungannya dengan soseklem termasuk ke dalam kategori sedang. Hubungan aspek soseklem dan biofisik di Sub DAS Pengkol termasuk dalam kategori agak rentan, sedang dan rentan. Hubungan soseklem dan pasokan banjir masuk dalam kategori rentan, hubungan soseklem dan parameter rawan banjir masuk dalam kategori agak rentan, dan hubungan soseklem dan parameter kekeringan dan potensi air, kekritisan kawasan dan non kawasan masuk dalam kategori sedang. Parameter soseklem yang berpengaruh di Sub DAS Padas adalah kepadatan penduduk geografis, budaya adat, nilai tradisional, tingkat pendapatan, kegiatan dasar wilayah, keberdayaan kelembagaan konservasi, sedangkan yang berpengaruh di Sub DAS Pengkol adalah kepadatan penduduk, geografis, budaya adat, tingkat pendapatan. Parameter biofisik yang berpengaruh di Sub DAS Padas adalah bentuk DAS, penggunaan lahan, geologi, kebutuhan air (Indeks Penggunaan Air), debit minimum spesifik, tekstur terhadap kepekaan erosi, vegetasi penutup (non kawasan), konservasi tanah mekanis (non kawasan). Sedangkan parameter biofisik yang berpengaruh di Sub DAS Pengkol adalah hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari), gradient sungai, kerapatan drainase, penggunaan lahan, bentuk lahan, konservasi tanah mekanis (kawasan).
19
B. Saran Sehubungan dengan hal tersebut di atas. Maka disarankan bahwa dengan mengetahui kerentanan masing-masing Sub DAS, baik itu kerentanan sosial, ekonomi, kelembagaan maupun kerentanan biofisik, maka Pemerintah Kabupaten dapat melakukan antisipasi dan melakukan tindak lanjut, untuk perbaikan Sub DAS, baik itu di aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan maupun pada aspek biofisik.
DAFTAR PUSTAKA BPS. 2007 a. Kabupaten Sragen Dalam Angka. BPS. 2007 b. Kabupaten Wonogiri Dalam Angka. BPS. 2008 a. Kabupaten Sragen Dalam Angka. BPS. 2008 b. Kabupaten Wonogiri Dalam Angka. Dephut. 2009. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor SK.328/Menhut-II/2009. Tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam Rangka Pembangunan Jangka Mengengah (RPJM) Tahun 2010-2014. Kartodihardjo, H., K. Murtilaksono, dan Untung Sudadi. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi. Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Pusat penelitan dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Paimin. 2009. Laporan Akhir Hasil Penelitian Tahun 2003-2009. Usulan Kegiatan Hasil Penelitian (UKP). Sistem Karakterisasi Daerah Aliran Sungai. Balai Penelitian Kehutanan Solo. Departemen Kehutanan. 20
Peraturan Presiden No 7 Tahun 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009. Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB. 2004. Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (edisi revisi 2004). BP2TPDAS- IBB Surakarta.
21