Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah lrawati)
APLIKASI RADIASI PENGION UNTUK TUJUAN SANITASI, STERILISASI, PENGAWETAN PADA PANGAN OLAHAN DAN SlAP SAJI
DAN
Zubaidah Irawati Pusat Aplikasi
Teknologi
Isotop dan Radiasi,
BATAN,
Jakarta
e-mail:
[email protected]
ABSTRAK APLIKASI RADIASI PENGION UNTUK TUJUAN SANITASI, STERILISASI, DAN PENGAWETAN PADA PANGAN OLAHAN DAN SlAP SAJI. Pangan olahan dan siap saji pada umumnya dapat bertahan selama beberapa hari (day-to-day basis) pad a suhu kamar sehingga diperlukan suatu teknologi non termal yang lebih efektif dan efisien agar supaya kesegaran, kualitas dan keamanan tetap terjaga untuk jangka panjang. Radiasi pengion menggunakan sinar gamma pada dosis < 10 kGy diaplikasikan untuk tujuan sanitasi pad a pangan olahan berbasis resep tradisional terdiri dari 4 jenis sup yaitu rawon. sup buntut goreng, sup ayam sayur. dan sup ayam jagung manis, yang masingmasing dipekatkan 50%, dan 3 macam snacks yaitu lumpia, risoles dan kroket. Masing-masing produk dikemas di dalam kantung laminasi Poliester 12!-1m/LOPE 2 !-1m/Aluminium-foil 7 !-1m/LOPE 2 !-Im/LLOPE 50 !-1myang divakum 70% untuk jenis sup dan vakum 80% untuk snacks, dibekukan pada suhu -18°C selama 48 jam. Sup diiradiasi pada dosis 1, 3, 5 dan 7 kGy, dan snacks dengan dosis 3, 5, dan 7 kG~ pada kondisi beku (-79°C) di dalam kotak styrofoam berukuran p x I x t = 51,25 x 36,25 x 33,75 em selama proses penyinaran berlangsung. Metode uji kualitas mengacu standar terhadap parameter uji secara obyektif, meliputi uji mikrobiologi terdiri dari Angka Lempeng Total (ALT), Total Mould and Yeast Count (TMYC), untuk mikroba aerob yang bersifat patogen (Salmonella spp, E. coli, dan Staphylococcus spp), dan mikroba anaerob yaitu Clostridium sporogenes. Beberapa parameter karakteristika fisika dan kimia yaitu aktivitas air (Aw), kadar air, pH, protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin juga diteliti. Pengujian secara subyektif secara organoleptik berdasarkan penampilan umum, bau, rasa, wama dan tekstur berdasarkan tingkat hedonik dengan skala numerik: 1-5. Secara keseluruhan, baik sup maupun snacks yang telah diiradiasi dengan dosis antara 5-7 kGy tidak ditemukan lagi mikroba patogen sehingga produk dapat dipertahankan kualitasnya sampai 3 bulan penyimpanan pada suhu 3-7°C, sedangkan kontrol mengalami kerusakan setelah 2 minggu. Aplikasi radiasi pengion pada dosis tinggi (45 kGy) untuk tujuan sterilisasi yang diterapkan pada beberapa jenis pang an siap saji juga telah diteliti. Komoditi pangan siap saji berbasis resep tradisional seperti ikan (pepes ikan mas), daging sa pi (rendang dan semur), dan unggas (pepes, opor dan kare ayam) masingmasing mendapatkan perlakuan yang sama seperti pada sup dan snacks sejak pengemasan dan pembekuan, sampai siap untuk diiradiasi. Pangan siap saji yang diiradiasi pada dosis 45 kGy dalam kondisi tersebut ternyata kualitasnya dapat bertahan sampai 18 bulan pada suhu 28-30°C, sedangkan pad a sampel kontrol, sampel hanya dapat bertahan selama 3 hari. Sifat intrinsik produk. dosis iradiasi, teknik pengemasan. kondisi radiasi, dan suhu penyimpanan tetap memegang peranan penting di dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan pangan olahan dan siap saji, sebagai sarana untuk meningkatkan keamanan dan mempertahankan mutu komoditi yang diteliti. Kata kunci: keamanan pangan, mikrobiologi, pengawetan, sterilisasi pangan olahan dan siap saji.
radiasi pengion,
sanitasi sup dan snacks,
ABSTRACT APPLICATION OF IONIZING RADIATION FOR SANITATION, STERILIZATION, AND PRESERVATION OF PREPARED MEALS. Prepared meals can withstand few days at room temperature thus there is a need to develop a non thermal technology which is more effective and efficient in order to maintain the freshness, quality and safety of those products for longer time. Ionizing radiation at the dose of less than 10 kGy could be applied for sanitation and preservation purposes of some liquid based prepared meals such as soups i.e., black soup (rawon), fired ox-tail soup, chickenvegetable soup, and chicken-sweet corn soup. Meanwhile, three types of snacks such as springroll, rissoles, and croquette as solid based prepared meal models, were also conducted. Each type of soup was concentrated up to 50%, then packed individually in a laminate pouch of Polyester 12!-1m/LOPE 2 !-1m/Aluminum-foil 7 !-1m/LOPE 2 !-Im/LLOPE 50 !-1mat 70% vacuum condition for sup and 80% for snacks, respectively, freeze at -18°C for 48 h. Soups were irradiated at doses of 1, 3, 5 and 7 kGy. while snacks were irradiated at 3, 5, and 7 kGy, respectively under cryogenic condition (-79°C) in a styrofoam box sizes I x w x h = 51.25 x 36.25 x 33.75 cm3 along the radiation exposure. The methods applied for
41
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
quality assessments were based on standard methods for objective parameters included microbiological assessments for pathogenic aerobic bacteria i.e., Total Plate Count (TPC), Total Mould and Yeast Count (TMYC), Salmonella spp, E. coli, and Staphylococcus spp, and also Clostridium sporogenes as anaerob bacteria. Some physico-chemical characteristics such as water activity (Aw), moisture content, pH, carbohydrate, fat content, protein content, and vitamins were also observed. The subjective parameter observed was organoleptic attributes done by taste panels rating samples according to a 5 point degree of preferences hedonic scale from 1 to 5 based on sensoric properties such as general appearance, odour, taste, and colour. The microbial contents both soups and snacks could be significantly reduced by the radiation doses of 5-7 kGy and the quality and shelf-life of these products could be extended up to 3 months of storage at 3-7°C, while control sample has deteriorated after 2 weeks at the same storage temperature. Application of ionizing radiation at high dose (45 kGy) for sterilization purposes of some ready to eat foods has also been conducted. Some traditional prepared meals such as fish-based (gold fish pepes), red meat-based (rendang, empal, and semur), chicken based (pepes, opor, and kare), type of packaging material, product conditioning, and radiation temperature during the exposure were similar techniques as applied for soups and snacks. The overall quality of the radiation-sterilization of the prepared meals could be maintained up to 18 months at 2830°C, while control samples could only withstand for 3 days at the same storage condition. Intrinsic properties of food products, radiation dose, packaging technique, radiation condition, and storage temperature play important roles in keeping quality and expending their shelf-life of the prepared meals investigated in this work. Keywords: food safety, microbiology, preservation, ionizing radiation, sup and snacks sanitation, prepared meals sterilization
BABI
PENDAHULUAN
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia guna meningkatkan kualitas dan menunjang kelangsungan hidup untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, pembangunan pangan yang aman dan berkualitas perlu diposisikan sebagai central of development bagi upaya pencapaian target Millenium Development Goal's seutuhnya, yang menjadi komitmen bersama [1]. Pola dan gaya hidup masyarakat yang sudah bergeser dan serba praktis, meningkatnya jumlah korban di daerah rawan pangan, dan pentingnya peningkatan kualitas asupan gizi pasien rumah saki!, akan semakin mendorong industri pangan untuk mempersiapkan pangan olahan dan siap saji yang bersih, aman, dan berkualitas. Ketersediaan pangan yang berkelanjutan tidak cukup hanya dengan meningkatkan kuantitas, tetapi hendaknya ditunjang oleh sistem penanganan pasca panen yang tepat dan laboratorium uji analisis secara obyektif dan subyektif yang dikemas secara baik [2,3]. Salah satu upaya di antaranya adalah menerapkan teknologi non termal seperti radiasi pengion pad a bahan pangan memiliki beberapa keunggulan antara lain higienis, aman, tidak meninggalkan residu, efektif dan efisien, serta mampu mempertahankan kualitas namun kesegaran produk pangan tetap terjaga [4]. Menurut data keamanan pangan, sistim keamanan pangan di industri pangan siap saji (IPSS) relatif masih lemah, meskipun sudah ada regulasi Undang-undang Pangan No.7/1996; Kep.MENKES RI No.715/Menkes/SKN/2003 dan No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Food and Agriculture Organization (FAO)/World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa sebagian besar kasus keamanan pangan yang terjadi diseluruh dunia berasal dari pencemaran mikroba patogen dan bahan kimia. Data keracunan pangan di Indonesia tahun 2001-2007 menunjukkan bahwa telah terjadi 663 kejadian luar biasa, 23,5% bersumber dari jasa boga dan 14,9% dari pangan jajanan dimana keracunan terse but terjadi akibat infeksi mikroba sebesar 15,29%, dan 3,5% berasal dari bahan kimia [5]. Berbagai jenis mikroba indigenus yang bersifat patogen yang mencemari bahan pangan segar dan olahan apabila dibiarkan, akan memproduksi racun sehingga dapat menyebabkan kematian bagi para konsumennya. Oleh karena itu harus dicegah dan dieliminasi dengan cara yang tepat sedini mungkin [6]. Aplikasi teknologi radiasi pengion pada dosis sedang (2-10 kGy) sebagai proses pengawetan non termal yang dikombinasikan dengan teknik lain, ditujukan untuk sanitasi sekaligus pengawetan dinilai cukup efektif dan ekonomis. Secara teknis ilmiah, aplikasi ini ditujukan untuk menurunkan jumlah cemaran mikroba indigenus psikrofilik dan termofilik serta mikroba pembusuk lain yang ada di dalam
42
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah lrawati)
pangan olahan dan siap saji, namun tidak mampu mengeliminasi spora Clostridium botulinum atau bakteri pembentuk spora lain yang bersifat patogen [7]. Minat industri pangan untuk menggunakan teknologi ini tampak semakin meningkat, karena pada umumnya produk tersebut mudah rusak dalam beberapa hari pada suhu kamar (day-to-day basis) [8-10]. Berbagai jenis bakteri seperti Bacillus cereus, Escherichia coli 0157:H7, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, dan Staphylococcus aureus merupakan mikroba patogen utama penyebab keracunan yang ditemukan pada makanan berbasis daging merah dan unggas (food-borne illnesses), dapat pula dieliminasi secara efektif dengan radiasi pengion [7]. Pada umumnya, bahan pangan yang disterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak) kemungkinan masih mengandung sejumlah mikroba yang masih mampu bertahan, namun tidak mampu berkembang biak pada kondisi suhu penyimpanan yang telah ditetapkan. Akan tetapi, seluruh stadia serangga, parasit, dan mikroba patogen dapat dieliminasi pada kondisi tersebut sehingga bahan pangan tersebut aman dikonsumsi dan ekonomis [11]. Apabila iradiasi akan diterapkan pada bahan pangan dengan kadar air tinggi dengan kandungan zat makro dan mikro nutrisi tinggi pula, maka para praktisi diwajibkan memenuhi dan melaksanakan persyaratan yang lebih rinci. Persyaratan tersebut mencakup aspek mikrobiologi, kondisi sifat intrinsik dan jenis komponen bahan pangan (pH, Aw, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral), kondisi radiasi (dosis, suhu, oksigen, cahaya), dan penggunaan bahan pengemas terseleksi. Pada umumnya, perlakuan iradiasi pada jenis pangan tersebut dikombinasikan dengan perlakuan lain seperti penggunaan suhu beku, bebas oksigen, dan menggunakan bahan pengemas laminasi kedap cahaya yang aman bagi makanan (food grade) agar proses radiolisis yang dapat menimbulkan racun bahkan dapat merusak bahan pangan tersebut secara keseluruhan dapat dicegah [12-17]. Penelitian ini merupakan hasil rangkuman dari serangkaian kegiatan penelitian sebelumnya, yang ditujukan untuk meningkatkan keamanan, mempertahankan kualitas pangan olahan dan pangan siap saji selama penyimpanan. Kegiatan penelitian tersebut merupakan upaya untuk mendapatkan kondisi iradiasi optimum pada dosis sedang dan dosis tinggi terhadap beberapa contoh komoditi bergizi tinggi dalam bentuk cair dan padat. Diharapkan, pangan olahan dan siap saji iradiasi kelak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang memerlukannya antara lain sebagai cadangan pangan (buffer stock), pangan darurat (emergency food) [18,19] dan sebagai asupan pangan berkualitas bagi pasien dengan daya imun tubuh yang rendah [14,20].
BAB II BAHAN DAN METODE
2.1.
Rancangan Percobaan Sanitasi Sup dan Snacks
2.1.1.
Sup
Berbagai jenis sup yaitu rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis masing-masing dibuat di laboratorium sesuai dengan resep yang telah dibakukan (standard operating procedure), dipekatkan sampai 50%, kemudian dikemas secara vakum (70%) di dalam kantung laminasi jenis Polyester 12 ~m/perekat Low Density 2 ~m/laminasi Aluminum foil 7 ~m/perekat Low Density Polyethylene 2 Polyethylene ~m/perekat Linear Low Density Polyethylene 50 ~m (PET/AI-foil/LLDPE). Sampel uji kemudian dibekukan pada suhu -18°C selama 48 jam selanjutnya diiradiasi dengan variasi dosis 1, 3, 5 dan 7 kGy pada suhu rendah (-79°C) yaitu menggunakan CO2 padat selama proses berlangsung. Jenis kantung laminasi tersebut termasuk kategori aman untuk digunakan sebagai pengemas pangan olahan yang akan diiradiasi [17]. Bahan pangan yang sensitif terhadap radiasi seperti bahan pangan dengan kadar air diatas 14% dan kadar lemak tinggi wajib dilakukan pada kondisi beku, agar radikal bebas yang terbentuk akibat proses radiolisis tidak menimbulkan kerusakan pada komponen nutrisi bahan pangan tersebut. Proses radiolisis pada air akibat reaksi langsung (direct effect) dan tidak langsung (indirect effect) dapat menurunkan nilai gizi dan organoleptik pada bahan pangan yang disinari. Iradiasi pada sup pada dosis 1-7 kGy dilakukan di iradiator Iradiator
43
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Panorama Serba Guna (IRPASENA) PATIR-BATAN, Jakarta. Radiasi pengion berasal dari sumber Cobalt-60 dengan kapasitas 20 kCi pada laju dosis 3 kGy/jam. 2. 1.2.
Snacks
Pada jenis makanan ringan (snacks) seperti kroket, risoles dan lumpia diperoleh dari industri jasa boga di Bekasi dan Jakarta masing-masing dalam kondisi setengah matang (precooked). Sampel dimasukkan ke dalam kantong laminasi yang berisi 2 produk dari jenis yang sama, dibekukan, dan diiradiasi dengan kondisi seperti sup, tetapi dosis iradiasi yang diaplikasikan adalah 3, 5 dan 7 kGy. Proses radiasi dilakukan di iradiator Iradiator Karet Alam (IRKA) PATIR-BATAN. Radiasi pengion berasal dari sumber Cobalt-60 pada laju dosis 7,65 kGy/jam. Diagram alir baik pada pembuatan sup maupun snacks dan persiapan radiasi pad a dosis 1-7 kGy disajikan pada Gambar 1. Jenis parameter dan metode pengujian sampel yang terkait dengan kualitas akhir pangan olahan yang diiradiasi dengan dosis sampai 7 kGy mengacu kepada standar protokol pengujian pangan olahan yang disusun oleh negaranegara anggota termasuk Indonesia yang bernaung dibawah kegiatan penelitian dengan IAEA [21]. -
Bahan baku yang digunakan: ikan/daging/unggas/bebijian Bumbu Air Kulit lumpia/risoles dibuat dari tepung terigu
Tahap pembuatan pangan olahan sesuai resep masing-masing
Masing-masing dimasukkan dalam kondisi panas ke dalam kantong laminasi PET/AI-foil/LLDPE (@ kap. 300 g) kemudian divakum 70% (untuk sup) dan 80% (untuk snacks)
Dibekukan (pada suhu -18°C) 48 jam
Kotak styrofoam + CO2 padat
Diiradiasi dengan dosis 1-7 kGy
Dikondisikan sampai sisa CO2 padat habis kemudian produk dipindahkan dan disimpan pada suhu 3-7°C
Gambar 1. Diagram alir aplikasi radiasi pengion sinar gamma dari sumber radionuklida Cobalt-60 pada dosis 1-7 kGy pada snacks (produk berbasis ikan, daging sapi, unggas, terigu, dan beras).
44
Aplikas; rad;as; peng;on untuk tujuan san;tas;, steri/;sas;, dan ... (Dr. Ir. Zuba;dah Irawat;)
2. 2.
Rancangan Percobaan Sterilisasi Pangan Siap Saji
Pangan olahan siap saji berbasis ikan, daging sapi, dan daging ayam masingmasing diiradiasi dengan dosis tinggi yaitu 45 kGy yang dilakukan di iradiator IRKA dengan kapasitas sumber 195 kCi pada laju dosis 5,2 kGy/jam. Dosimeter untuk kalibrasi menggunakan FW-50 film Radio chromic dan red perspex. Bahan pengemas yang umumnya digunakan pada penelitian ini adalah kantong laminasi yaitu PET/AI-foil/LLDPE. Kotak styrofoam dengan ukuran yang sama sebagai wadah digunakan untuk iradiasi sup dan snacks, berisi CO2 padat 10-15 kg untuk sekali proses radiasi. Pada tahap pra-radiasi, masing-masing bahan diolah ke dalam bentuk produk siap santap, termasuk tahap pemanasan guna menginaktivasi enzim otolitik, dilanjutkan dengan pengemasan, yaitu menggunakan kantung laminasi terse but dengan teknik vakum untuk mengurangi oksidasi lemak. Iradiasi pangan siap saji dilakukan pada dosis 45 kGy dengan suhu proses se-kitar -50°C dengan cara menggunakan CO2 padat (-79°C) yang diletakkan di dalam kotak styrofoam berisi pangan siap saji [21]. Teknik radiasi tersebut ditujukan untuk mengeliminasi spora bakteri CI. botulinum dan bakteri pembentuk spora lain seperti Bacillus spp.yang bersifat patogen, tanpa menurunkan kualitas produk akhir. Diagram alir aplikasi radiasi pengion dari sumber radionuklida Cobalt-50 pada dosis 45 kGy pada pangan olahan siap saji (produk berbasis ikan, daging sapi, dan unggas) disajikan pad a Gambar 2. -
Bahan baku yang digunakan: ikan/daging sapi /unggas Bumbu Air Bungkus primer /daun pisang (pepes)
Tahap pembuatan pangan olahan sesuai resep masing-masing
Masing-masing dimasukkan dalam kondisi panas ke dalam kantong laminasi PET/AI-foil/LLDPE (@ kap. 300 g) kemudian divakum 80%
Dibekukan (pada suhu -18°C) 48 jam
Kotak styrofoam + CO2 padat
Diiradiasi dengan dosis 45 kGy
Dikondisikan sampai sisa CO2 padat habis kemudian produk dipindahkan dan disimpan pada suhu 28-30°C
Gambar 2. Diagram alir aplikasi radiasi pengion dari sumber radionuklida Cobalt-60 pada dosis 45 kGy terhadap pangan olahan siap saji (produk berbasis ikan, daging sapi, dan unggas).
45
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
2.3.
ISSN 2087-8079
MetodeAnalisis
Pengamatan dilakukan pada jangka waktu tertentu bergantung pada kondisi penyimpanan masing-masing produk. Parameter uji terhadap sampel secara keseluruhan dilakukan secara obyektif dan subyektif terhadap kualitas masing-masing produk [9,10,14,15]. Uji sterilitas pangan siap saji dilakukan berdasarkan metode berdasarkan nilai ambang batas (bio burden) dari Association for the Advancement of Medical Instrumentation (AAM/) ISO/oIS 11137.2 [22]. Uji obyektif secara mikrobiologi untuk mikroba aerob yang bersifat patogen seperti Angka Lempeng Total (ALT) [23-27,28,29], Angka Total Kapang dan Khamir (ATKK) [27,29,30], Bakteri coli [29,31-33], Salmonella spp., [27,29,31,32,34,37-39], Escherichia coli (E.coli) [29,31-33], dan Staphylococcus spp. [25,27-29,31,35,36], serta mikroba anaerob yaitu pengujian terhadap CI. perfringens dan CI. sporogenes [23,27,29,31]. Pengujian secara obyektif juga dilakukan terhadap beberapa parameter karakteristika fisika dan kimia seperti aktivitas air (Aw), kadar air, pH, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Uji subyektif meliputi uji organoleptik (penampilan umum, bau, rasa, warna dan tekstur berdasarkan tingkat hedonik dengan skala numerik: 1-5) dilakukan oleh panelis terseleksi sejumlah 10-20 orang [40]. Penyajian akhir sesaat sebelum dilakukan uji organoleptik, seluruh produk pangan olahan dan pangan siap saji dihangatkan terlebih dulu selama 3 menit dengan microwave oven atau menggunakan loyang tefion agar supaya cita rasa meningkat. Khusus untuk produk sup, dilakukan pengenceran sesuai selera sebelum disajikan. Kegiatan analisis sebagian besar dilakukan dilaboratorium terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) antara lain di IPB, BALlTVET, dan Balai Besar Industri Agro yang berlokasi di Bogor, dan pengujian di laboratorium terakreditasi Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) di PATIR-BATAN.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria keberhasilan aplikasi teknologi iradiasi pada pangan olahan dan siap saji untuk tujuan keamanan dan pengawetan antara lain adalah aspek mikrobiologi dan fisikokimia dari produk tersebut pasca proses radiasi dan selama penyimpanan. Berdasarkan CODEX Alimentarius Commission rev.1-2003 [41] dinyatakan bahwa seluruh jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai dengan dosis 10 kGy dan dilaksanakan sesuai dengan persyaratan iradiasi dan ketentuan yang berlaku pada setiap produk, dinyatakan aman dan tidak perlu dilakukan uji toksisitasnya. Bahkan, iradiasi pada bahan pangan di atas 10 kGy sudah diijinkan, namun apabila dikonsumsi masyarakat, diperlukan ijin khusus dari instansi yang berwenang. Kegiatan penelitian ini adalah merupakan suatu terobosan baru (cutting edge technology) pemanfaatan iptek nuklir untuk keamanan dan pengawetan pangan olahan dan siap saji berbasis resep tradisional yang menggunakan bumbu lokal yang dikombinasikan dengan perlakuan pembekuan selama proses radiasi berlangsung. Proses pembekuan ditujukan untuk melindungi komponen bahan pangan agar tidak bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk selama proses ionisasi tersebut. Oleh karena masih diperlukan data pendukung yang kuat guna menjamin kualitas produk pasca radiasi secara menyeluruh, maka masih tetap dilakukan uji terhadap kandungan mikroba patogen aerob dan anaerob, karakteristika fisiko-kimia, vitamin dan mineral, serta uji organoleptik.
3.1.
Iradiasi Sup dengan Oasis 1 -7 kGy
Hasil penelitian ini merupakan rangkuman kegiatan iradiasi pangan olahan berbasis cair dan menggunakan resep tradisional dengan dosis sedang « 10 kGy) [10]. Sampel yang digunakan adalah berbagai jenis sup yang mewakili dan dianggap sebagai model. Kandungan gizi campuran bahan baku yang digunakan untuk pembuatan rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa jenis bahan baku yang digunakan pada setiap pembuatan sup telah di uji coba dan dibakukan pada saat penelitian pendahuluan.
46
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
Tabel1.
Kandungan gizi campuran bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sup buntut goreng, sup ayam sayur, dan sup ayam jagung manis.
Zat gizi
Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Fe (mg) Vitamin A (UI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)
Nilai gizi/porsi/kantung (Berat bahan baku mentah X nilai gizi)/100* Rawon Sup buntut Sup ayam goreng 300g/kantung sayuran 300g/kantung 300g/kantung 1131,75 868,32 700,00 37,82 36,34 34,10 105,80 75,84 47,80 77,34 7,43 27,20 45,90 54,78 90,90 354,00 354,04 511,80 5,90 6,45 5,70 42718,00 28188,82 4881,00 0.56 0,19 0.39 8,20 7,42 25,30
rawon,
Sup ayam Jagung manis 300g/kantung 824,00 40,40 64,12 22,25 56,87 441,25 4,20 3551,20 0.32 6,09
* Sumber: Anonim [42J
Seleksi terhadap resep masakan, pemilihan bahan pengemas dan kondisi radiasi telah dilakukan pula pad a sa at itu. Jumlah dan kandungan gizi akan mengalami perubahan setelah proses pemasakan, namun kandungan gizi pasca pembuatan sup hanya dihitung berdasarkan uji karakteristika fisiko-kimia secara proksimat. Hasil uji mikrobiologi pada campuran bahan baku yang akan digunakan untuk pembuatan sup menunjukkan bahwa khususnya daging sapi dan buntut sapi mengandung bakteri cukup tinggi masing-masing sebesar 8,5 x 107 koloni/g dan 5,3 x 107 koloni/g, demikian pula rempah-rempah yang akan digunakan sebagai bumbu pad a pembuatan sup mengandung bakteri sebesar 1,1 x 106 koloni/g dan mengandung sejumlah kapang dan khamir sebesar 3,9 x 103 koloni/g. Akan tetapi, proses pemasakan dapat menekan pertumbuhan cemaran mikroba terse but. Hasil analisis mikrobiologi menunjukkan bahwa sumber kontaminasi pada bahan baku berasal dari penanganan produk pasca panen (post harvest handling practices) yang keliru, terutama tingkat kebersihan yang masih rendah, baik dari air pencuci, pekerja maupun teknik kemasan akhir. Hasil pengujian secara mikrobiologi pad a rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis masing-masing didalam kantung. Tabel2.
Hasil uji mikrobiologi pada rawon dan sup buntut goreng masing-masing didalam kantung laminasi PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 70%, dan diiradiasi dengan dosis 1-7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pad a suhu 3-7°C.
Parameter 0
Dosis
00 30 2,5x105 1,3>0 3,8 X 103 Rawon 0 Jenis 106 103 Sup sup buntut dangoreng masa simpan (bulan)
(kGy) AL T(koloni/g)
ATKK (koloni/g)
47
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
laminasi Poliester 12j.Jm/LDPE 2 j.Jm/AI-foil 7 j.Jm/LDPE 2 j.Jm/LLDPE 50 j.Jm yang dikemas secara vakum sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 37°C masing-masing disajikan pad a Tabel 2 dan Tabel 3. Pad a Tabel 2 terlihat bahwa nilai AL T pada rawon yang diiradiasi dengan dosis 1-7 kGy sama sekali tidak menunjukkan ada pertumbuhan bakteri, sedang pada sup buntut goreng memerlukan dosis 3-7 kGy. Hasil uji ATKK menunjukkan bahwa iradiasi mulai dengan dosis 1 kGy sudah cukup untuk mengeliminasi pertumbuhan kapang dan khamir baik sebelum maupun setelah penyimpanan pada bulan ke-3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasH uji mikrobiologi pada sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri setelah produk tersebut diiradiasi dengan dosis 5-7 kGy, bahkan mulai dosis 1 kGy tidak ditemukan lagi pertumbuhan kapang dan khamir. Meskipun proses pemanasan dan pembekuan dapat menurunkan jumlah cemaran mikroba, namun hasil pengamatan tersebut ternyata iradiasi gamma dengan dosis antara 3-7 kGy cukup efektif untuk menekan pertumbuhan mikroba pada kedua jenis sup tersebut sebesar 3-6 desimal selama penyimpanan sampai 3 bulan. Iradiasi dapat menekan risiko kerusakan akibat pertumbuhan mikroba tertentu yang mungkin timbul pada bahan pangan olahan yang akan disimpan pada suhu 0-5°C dan 5-10°C, meskipun produk tersebut sebelumnya telah diolah melalui pemanasan, Tabel 3. Hasil uji mikrobiologi pada sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis masingmasing didalam kantung laminasi PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 70%, dan diiradiasi dengan dosis 1-7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 3-7°C. Parameter 0
Dosis
0Sup 0 0 0 3 3 5,4 x0,5 12,3x103 2,4 10,6x103 3,3 X X103 102 103 32,9 0 0105 sup Supdan ayam masa jagung simpan manis (bulan) 2,Ox102 1,7 X 106 102 1 05 sayuran 1,3 xJenis ayam 1,Ox106 2,5 X0
(kGy) AL T (kolonilg)
ATKK (kolonilg)
Pembekuan dan pengemasan secara vakum. Bakteri patogen seperti bakteri koli, E. coli, Salmonella spp, Staphylococcus aureus (S. aureus), dan C/. perfringens yang masingmasing diuji pada sampel menunjukkan bahwa seluruh jenis mikroba terse but tidak ditemukan baik pada kontrol maupun sesudah iradiasi pada seluruh jenis sup yang diteliti. Studi inokulasi beberapa jenis bakteri patogen seperti C/. sporogenes, pada bahan pangan olahan berbasis unggas dan daging sa pi kemudian diiradiasi dengan dosis yang berbeda telah dilakukan pula pada penelitian yang terpisah [15]. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh jenis mikroba tersebut dapat dieliminasi dengan radiasi pengion dengan sensitivitas yang berbeda.
48
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
Tabel 4. Hasil uji tisiko-kimia pada rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup jagung manis yang diiradiasi dengan dosis 7 kGy selama penyimpanan pada suhu 3-7°C. Parameter
Dosis (kGy)
pH
0 7
Kadar air (%)
0
7 Kadar karbohidrat (%)
0 7
Kadar lemak (%)
0 7 0 7
Kadar Protein(%)
Jenis sup Sup buntut Sup ayam goreng sayuran 6,00 6,00 7,00 7,00 78,00 86,00 83,00 87,00 33,00 35,00 10,00 24,00 25,00 11,00 24,00 16,00 16,00 25,00
Rawon 6,00 7,00 69,00 70,00
22,00 23,00 13,00 14,00
Sup ayam jagung manis 6,00 7,00 82,00 80,00 27,00 28,00 30,00 32,00 13,00 14,00
Pengaruh iradiasi gamma dengan dosis sampai 7 kGy pada beberapa karakteristika fisiko-kimia dari empat jenis sup yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh secara nyata pada kadar air dan nilai pH. Kadar air dari masingmasing jenis sup adalah: rawon 69-70%; sup buntut goreng 78-83%; sup ayam sayuran 8687%, dan sup ayam jagung manis 80-82%, sedangkan nilai pH dari masing-masing sup berkisar antara 6-7. Kombinasi perlakuan antara radiasi dengan dosis 7 kGy dan penyimpanan berpengaruh secara nyata pada kadar lemak dan kadar protein empat jenis sup yang diamati. Kadar lemak pada rawon sebesar 22-23%; sup buntut goreng 10-11%; sup ayam sayuran 24-25%; dan sup ayam jagung manis 30-32%. Kadar protein pada rawon sebesar 13-14%; sup buntut goreng 16%; sup ayam sayuran 24-25%; dan sup ayam jagung manis 13-14% (TabeI4). Pengukuran kadar karbohidrat hanya dilakukan pada sample dengan bahan baku yang diperkaya karbohidrat yaitu sup ayam sayuran dan sup ayam jagung manis dan hasilnya masing-masing berkisar antara 33-35% dan 27-28%. Hasil yang diperoleh dari pengamatan ini menunjukkan nilai kadar karbohidrat pada kedua jenis sup tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar karbohidrat cream sup yang tercantum di dalam SNI [43] dan USDA Nutrient Database for Standard Reference Release of cream of mushroom soup from condensed and canned [44].
Tabel 5 menyajikan hasil uji organoleptik pada rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup jagung manis yang diiradiasi dengan dosis 5 dan 7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan 3 bulan pada suhu 3-7°C. Terlihat bahwa setelah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 3-7°C, seluruh jenis sup yang diiradiasi dengan dosis 5 dan 7 kGy lebih disukai dari pada sampel kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa iradiasi dapat mempertahankan bau, rasa dan tekstur serta penampilan secara keseluruhan sampel rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis. Pada sampel kontrol, gejala pembusukan sudah mulai tampak, dan busa yang terbentuk dengan bau menyengat serta penggembungan bahan pengemas semakin meningkat setelah penyimpanan pada minggu ketiga. Meskipun hal ini terjadi, namun dari hasil uji mikrobiologi tidak menunjukkan peningkatan pertumbuhan mikroba secara nyata. Kerusakan ini kemungkinan terjadi akibat terjadinya reaksi biokimia berlanjut dan aktivitas enzim tertentu yang tidak terhenti pada dosis iradiasi yang diterapkan.
49
/ptek Nuk/ir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
/SSN 2087-8079
Tabel5. Hasil uji organoleptik* pada rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup jagung manis yang diiradiasi dengan dosis 5 dan 7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan 3 bulan pad a suhu 3-7°C. Jenis sup
Rawon
Dosis (kGy)
Masa simpan (bulan)
Penampilan umum
Bau
Rasa
T ekstur
o
o
4,4
5,0 5,0 4,8 3,2
4,5 4,5
4,0 4,5 4,5 3,2 4,5 4,6 4,0 4,5 4,5 2,8
5
Sup buntut goreng
7 o 5 7 o
4,5 4,5
3
3,2 4,3 4,4
o
5 7 o
3
5 7 Sup ayam sayuran
o
o
5 7 o
3
5 Sup ayam jagung manis
7 o
o
5 7 o
3
5 7 *Rata-rata dari
3.2.
4,5 4,5
4,4 4,5 4,5 3,1
5,0 5,0 4,8 2,9
4,1 4,3
4,2 4,5
4,5 4,5
5,0 4,8
4,5 2,8 3,3 4,4
4,5 2,7 3,5 4,8
4,5 4,5 4,6 3,0 3,2 4,0
4,8 4,5 4,6 2,9 3,5 4,2
4,5 3,1 4,5 4,6 4,5 4,5 4,5 2,9 4,1 4,7
4,2 4,6
4,5 4,5 4,8 2,7
4,5 4,5 4,8
3,7 4,5
3,6 4,0
4,5 4,8
4,5 4,8 4,8 3,1 3,2 4,3
4,8 3,0 3,5 4,1
2,6
10 pane/is
Iradiasi Snacks dengan Dosis 3 -7 kGy
Hasil penelitian ini merupakan rangkuman kegiatan iradiasi dengan dosis sedang « 10 kGy) pad a pangan olahan jenis makanan ringan setengah jadi [9]. Sampel yang igunakan adalah tiga jenis snacks sebagai model seperti lumpia, risoles dan kroket yang dianggap mewakili. Kandungan gizi campuran bahan baku yang digunakan untuk pembuatan lumpia, risoles dan kroket disajikan pad a Tabel 6. Terlihat bahwa jenis bahan baku yang digunakan pad a setiap pembuatan risoles, lumpia dan kroket telah di uji coba dan dibakukan pada saat penelitian pendahuluan, hal yang sama dilakukan pula terhadap resep masakan dan pemilihan bahan pengemas serta kondisi radiasi.
50
L T (koloni/g) puran
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
Tabel 6. Kandungan gizi campuran bahan baku* yang digunakan untuk pembuatan lumpia, risoles, dan kroket Zat gizi
Nilai gizi/porsilkantong (Berat bahan baku mentah x nilai gizi)/100 Lumpia/100g 141,80
Risoles 11 OOg 284,68
KrokeU100g 131,00
Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Fe (mg)
6,46 4,76 13,67 27,39
15,11 16,99 12,11 236,76
5,15 7,39 11,20 21,00
85,45 1,47
244,83 2,23
81,70 1,00
Vitamin A (UI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Energi (kal)
156,91 0,07 3,49 141,80
742,77 0,17 1,22 284,68
206,30 0,09 9,45 131,00
Energi (kal)
*Sumber: Anonim [42J
Jumlah dan kandungan gizi akan mengalami perubahan setelah proses pemasakan, namun kandungan gizi pasca pembuatan snacks tersebut hanya dihitung berdasarkan uji karakteristika fisiko-kimia secara proksimat. 0 0 0 Isi risoles Isi kroket panir 1,2 Tepung 1,2 xx0x 1102 104 05bahan pengisi dan Jenis produk mentah sebagai Tabel7. HasH0,5 Isi uji lumpia mikrobiologi sayuran 0 1,3 1,9x103 3,3 1,7 1,2 2,3 3,1 1,2 1,1 X xXxXX 102 105 103 104 102 104 103 1 103 02 1,1 sebelumspp. pembuatan lumpia, risoles dan kroket. Staphylococcus Parameter
bahan baku
HasH uji mikrobiologi bahan pengisi dan sayuran mentah lumpia, risoles dan kroket sebelum pembuatan produk akhir disajikan pada Tabel 7. Terlihat bahwa ada pertumbuhan mikroba pada campuran sayuran mentah dan isi masing-masing produk yang diamati sesuai dengan parameter yang ditetapkan antara 103_104 koloni/g untuk AL T dan ATKK, dan 102 koloni/g untuk kandungan Staph~/ococcus spp. Akan tetapi, kandungan mikroba pad a tepung panir relatif lebih rendah (10 kolonilg). Sebagaimana pad a proses pembuatan sup, pemanasan dapat menurunkan cemaran mikroba, bergantung pad a jenis mikroba yang tumbuh dan tingkat resistensi terhadap panas. Oleh karena itu, tidak ditemukan adanya pertumbuhan mikroba setelah bahan baku terse but dimasak menjadi produk lumpia, risoles dan kroket yang dapat dikategorikan sebagai minimally processed foods.
51
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi /lmiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Tabel 8. Hasi/ uji mikrobiologi lumpia yang diiradiasi dengan dosis 3 -7 kGy dan disimpan selama 3 bulan pada suhu 3-7 Parameter AL T (kolonilg)
Masa simpan (bulan)
o
3
o 1
2,30 X 103 16,30 X 103
o o
3 ATKK (koloni/g)
spp.
Dosis (kGy)
2:
1 03
4,18
X
5 o o 103
o
o
o
1
1 ,42 x 103
1,20 x 103 4,15 X 102
3 Staphylococcus (koloni/g)
DC.
2:
o
103
4,50
X
103
o o 2,76
X
1
o o
o o
o o
3
2: 1 03
102
102
102
7 o o o o o o o o o
Tabel 9. Hasil uji mikrobiologi risoles yang diiradiasi dengan dosis 3-7 kGy dan disimpan selama 3 bulan pada suhu 3-7DC. Parameter
Masa simpan (bulan)
o
AL T (koloni/g)
1
3 o
ATKK (kolonilg)
1
3 Staphylococcus (kolonilg)
spp.
o
Dosis (kGy)
o
3
5
2,71 x103 3,98 x 103
o o
o o
2:
103
3,60 X 103 3,90 x 10 2: 103
4,00
X
102
o 1,40 x 10 4,10 x 10
2,30 x 10
o o 1,20 x 10
1
o o
102
o 10
3
2: 1 03
o
o
o
7 o o o o
o o o o o
Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel10 masing-masing menyajikan hasil uji mikrobiologi pad a lumpia, risoles, dan kroket yang dikemas secara vakum di dalam kantung laminasi PET/Alufoil/LLDPE dan diiradiasi dengan dosis 3-7 kGy. Pad a Tabel 8 terlihat bahwa iradiasi dengan dosis 7 kGy dapat membunuh dan menginaktivasi mikroba aerob secara nyata kemungkinan akibat kerusakan DNA yang berlanjut pada mikroba tersebut pada sampel lumpia yang diamati. Meskipun ditinjau dari aspek mikrobiologi pada dosis tersebut lumpia dapat disimpan selama 3 bulan pada suhu 3-7 DC, namun secara visual kondisi fisik sampel terlihat mulai kurang menarik panelis. Isi lumpia yang dibuat dari rebung memproduksi lendir dan gas serta mengeluarkan bau busuk. Tidak ditemukan pertumbuhan mikroba patogen seperti E. coli, bakteri koli, Pseudomonas spp, dan C/. perfringens pada sampel yang diamati. Pada Tabel 9 dan Tabel 10 masing-masing menunjukkan hasil uji mikrobiologi pada risoles dan kroket. T erlihat bahwa nilai AL T dan TMYC mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa simpan, namun nilai tersebut menunjukkan penurunan dengan bertambahnya dosis radiasi. Sebagaimana pada lumpia, tidak ditemukan lagi pertumbuhan mikroba patogen pasca radiasi seperti E.coli, bakteri koli, Pseudomonas spp, dan C/. perfringens baik pada sampel risoles maupun kroket yang diamati.
52
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Or. Ir. Zubaidah lrawati)
Tabel 10. Hasil uji mikrobiologi kroket yang diiradiasi dengan dosis 3 -7 kGy dan disimpan selama 3 bulan pad a suhu 3-7DC. 72,54 5 3 1,38 00 ;:: 102 0 0 103 1,56 xXxx1 Parameter 0 6,37 3,98 102 2,45 00 003 3,35 6,05x102 1,71 4,37 1,60 1,40 0103 X xX 102 1 02
1 Oosis (kGy) Masa 0 simpan
Tabel 11 menyajikan hasil uji karakteristika fisiko-kimia lumpia yang diiradiasi dengan dosis 5 dan 7 kGy, hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan sampel kontrol, perlakuan iradiasi pada dosis tersebut menurunkan secara tidak nyata pada nilai pH dan kadar lemak, namun dapat pula meningkatkan secara tidak nyata nilai kadar air dan kadar karbohidrat. Kadar protein dan aktivitas air (Aw) relatif stabil sesudah perlakuan iradiasi. Tabel11.
Hasil uji fisiko-kimia lumpia* sebelum dan sesudah diiradiasi sampai 7 kGy dan disimpan selama 3 bulan pada suhu 5 ± 2 DC.
Parameter
Oosis (kGy)
o
5
7
Aw
0,80 4,81 72,55
0,85 4,67 75,90 4,47 2,99 3,45
0,90
pH Kadar Kadar Kadar Kadar
air (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein(%)
* Rata-rata dari
Tabel12.
4,23 3,90 6,64
4,64 72,65 6,46 3,02 3,76
3 ulangan
Hasil uji karakteristika fisiko-kimia* pad a risoles yang diiradiasi dengan dosis 3-7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 3-7 DC.
77,35 3 5 Parameter 7,45 4,40 5,30 4,21 0,81 5,90 38,78 15,65 0,92 0,10 0,90 16,52 5,22 7,35 0,86 41,82 38,21 38,31 38,75 17,47 17,35 4,60 7,45 0,80 16,66 38,04 16,56 15,92 5,14 4,07 0,87 0,85 0,13 0,09 0,86 6,50 5,16 0,13 0,08 7,60 0 40,32 0,12 37,96 16,00 6,86 0,10
0 (kGy) Masa simpan Oosis0
53
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
Tabel 12 dan Tabel13 masing-masing menyajikan hasil uji karakteristika fisiko-kimia pad a risoles dan kroket yang diiradiasi dengan dosis 3, 5, dan 7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 3-7°C. Pada Tabel 10 terlihat bahwa baik perlakuan penyimpanan 3 bulan maupun iradiasi dengan dosis sampai 3 kGy pad a risoles tidak berpengaruh secara nyata pada nilai aktivitas air (Aw), kadar air, dan kadar karbohidrat tetapi kadar lemak mengalami peningkatan dengan bertambahnya dosis radiasi namun menurun secara keseluruhan dengan bertambahnya masa simpan. Kadar protein relatif stabil dengan bertambahnya dosis iradiasi, sedangkan perlakuan penyimpanan dapat menurunkan secara tidak nyata kadar protein, meskipun pada 3 bulan penyimpanan perlakuan iradiasi tidak berpengaruh pula secara nyata pada kadar protein dari sampel yang diamati. Terjadinya kenaikan dan penurunan dari setiap parameter uji fisiko-kimia dari seluruh sampel yang diamati kemungkinan disebabkan oleh bentuk, ukuran dan takaran yang masih bervariasi dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sampel uji. Tabel 13. Hasil uji karakteristika fisiko-kimia* pada kroket yang diiradiasi dengan dosis 3-7 kGy sebelum dan sesudah penyimpanan selama 3 bulan pada suhu 3-7°C. Parameter 0,12 7 5 3 40,34 8,06 16,59 39,09 17,56 9,68 17,73 7,31 0,85 4,30 0,88 0,89 0,89 41,82 39,70 40,58 15,92 39,92 17,45 16,84 39,46 36,37 16,50 17,79 10,09 0,10 0,11 0,10 0,10 9,23 7,46 6,65 0,86 4,48 6,66 5,88 5,30 6,64 0,88 6,45 6,63 3,85 0 0,90 0,87
0 0 MasaOosis simpan (kGy)
Hasil yang diperoleh pada iradiasi kroket secara keseluruhan memberikan pola yang sama terhadap perubahan parameter yang diamati sebagaimana yang terjadi pada risoles iradiasi (TabeI13). Uji organoleptik dari tiga jenis snacks yang diamati terhadap warna, tekstur, dan bau disajikan pada saat sampel sebelum digoreng, sedangkan setelah digoreng, sampel khusus disajikan kepada panelis untuk uji rasa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lumpia yang diiradiasi dengan dosis 7 kGy hanya dapat diterima panelis sampai 1 bulan penyimpanan, sedangkan pada risoles dan kroket yang masing-masing diiradiasi dengan dosis 5 dan 10 kGy, para panelis masih dapat menerima dengan baik sampai penyimpanan selama 3 bulan. Saik pada sampel pangan olahan berbasis cair maupun berbasis padat yang diiradiasi dengan dosis sampai 7 kGy ditujukan hanya untuk keperluan sanitasi, sehingga masa simpan maksimal hanya bertahan sampai 3 bulan. 3.3.
Iradiasi Pang an Siap Saji Berbasis Ikan, Daging Sapi, dan Unggas Dosis 45 kGy
dengan
Hasil penelitian ini telah di kompilasi di dalam IAEA-technical document dan telah disosialisasikan melalui seminar, kegiatan diseminasi IPTEK Nuklir SATAN dan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) untuk mendapatkan tanggapan para ilmuwan dan masyarakat pada umumnya. 3.3.1.
Pangan Siap Saji Berbasis Ikan
Hasil uji mikrobiologi pada air kran, bumbu giling, dan ikan mas pad a setiap tahapan proses sebelum pembuatan pepes dan sebelum iradiasi menunjukkan bahwa hampir seluruh
54
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan. .. (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
bahan tersebut mengandung sejumlah bakteri sekitar 102-103 koloni/g. Meskipun bahan tersebut dicampur dengan air jeruk nipis dan garam, namun kandungan bakteri tidak menurun secara nyata . Hal ini mungkin disebabkan adanya jenis bakteri lain yang tahan pada garam dan pH rendah. Pepes ikan mas yang dimasak dengan pressure cooker selama 1 jam tidak lagi ditemukan adanya cemaran mikroba meskipun hasil uji sterilitas menunjukkan bahwa produk yang dipanaskan dengan cara tersebut belum dapat dikategorikan steril. Nilai aktivitas air (Aw) dari pepes ikan mas adalah 0,80-0,90. Hasil pengukuran pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak pada pepes ikan mas yang dikemas dalam kantung PET/AI-foiI/LLDPE yang divakum dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30 DC disajikan pada Tabel 15. Terihat bahwa seluruh parameter yang diukur relatif stabil dan hal ini merupakan indikasi tidak terjadi kerusakan sampel yang diuji selama penyimpanan. Hasil uji sterilitas yang dilakukan setiap 1 bulan secara mikrobiologi senantiasa menunjukkan bahwa sampel steril karena memberikan hasil negatif terhadap pertumbuhan mikroba. Tabel14.
Hasil uji mikrobiologi pada air kran, bumbu giling, dan ikan mas pada setiap tahapan proses* sebelum pembuatan pepes dan sebelum iradiasi.
Sampel Air kran mentah Bumbu dasar Ikan, sesudah Ikan, sesudah dicuci dengan Ikan, sesudah
AL T (koloni/g) 3,00 x 102 3.95 X 103
dicuci dengan air kran dicuci dengan jeruk nipis ditambah garam dan air kran direndam dalam bumbu selama 2 jam
1,12 x 1 04 3,57
Pepes ikan sesudah dimasak (45 min) * Rata-rata dari
2,07 X 103 1,40 x 103
X
102
2 ulangan
Tabel 15. Hasil pengukuran* pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak pada pepes ikan mas dibungkus daun pisang dan dimasukkan ke dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30DC. Kadar Kadar air lemak 5,95 6,10 59,69 23,03 18,96 61,93 61,90 6,05 28,95 27,65 20,96 23,33 62,02 6,29 27,54 22,00 Masa simpan Kadar (%) pH protein
(%)
Hasil uji secara subyektif dilakukan melalui uji organoleptik terhadap pepes ikan mas yang dibungkus di dalam daun pisang kemudian dimasukkan ke dalam kantung laminasi PET/Alu-foil/LLDPE, diiradiasi dalam kondisi beku dengan dosis 45 kGy, dan disimpan pada suhu 28-30DC disajikan pada Tabel16. Terlihat bahwa pepes ikan mas iradiasi dan disimpan sampai 18 bulan pada suhu tersebut masih dalam kondisi baik, terbukti tidak ada penolakan dari para panelis yang melakukan uji terse but, bahkan penilaian terhadap rasa semakin meningkat dengan bertambahnya masa simpan.
55
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
Tabel16.
ISSN 2087-8079
Hasil uji organoleptik* pepes ikan mas dibungkus daun pisang dan dimasukkan ke dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30°C.
Masa simpan (bulan)
o 2 4 6
8 10 12 18
Tampilan umum 4,5 5,0 5,0 4,5 4,5 4,0 4,0 4,0
Parameter uji Bau 4,5 4,5 4,5 3,5 4,0 4,0 4,0 4,0
Rasa 4,5 5,0 5,0 4,0 5,0 5,0 5,0 5,0
Tekstur 4,5 4,5 4,5 4,0 4,5 4,0 4,0 4,0
* Rata-rata dari 10 panelis 3.3.2.
Pangan Siap Saji Berbasis Daging Sapi
Hasil uji mikrobiologi pada air kran, bumbu giling, dan daging sapi pad a setiap tahapan proses sebelum pembuatan pangan siap saji berbasis daging sapi dan sebelum iradiasi disajikan pada Tabel 17. Terlihat bahwa hampir seluruh bahan tersebut mengandung sejumlah mikroba sekitar 102-105 koloni/g. Akan tetapi, pada tahapan pengolahan selanjutnya, kandungan mikroba pada produk olahan daging sapi mengalami penurunan sebesar 2 desimal. Bumbu rendang dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti B. cereus pada setiap peri ode waktu kontak, meskipun mikroba jenis lain seperti Salmonella spp. S. aureus, dan Clostridium spp. yang dapat tumbuh pad a daging lebih tahan terhadap bumbu daripada Bacillus cereus (B. cereus) [45,46]. Hasil uji sterilitas yang dilakukan pad a pepes dan berbagai produk olahan daging sa pi sebelum iradiasi, menunjukkan pula bahwa seluruh sam pel yang diamati belum cukup memenuhi kriteria pangan steril [22]. Oleh karena itu, untuk tujuan kemanan pangan khususnya ditinjau dari aspek mikrobiologi, iradiasi dengan dosis 45 kGy tetap perlu dilakukan. Nilai aktivitas air (Aw) daging sa pi olahan juga berkisar antara 0,80-0,90. Hasil pengukuran pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak pada produk tersebut yang masingmasing dikemas dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30°C disajikan pad a Tabel 18. Terlihat pula bahwa baik nilai pH, kadar lemak, dan kadar protein dari rendang, empal, dan semur yang diiradiasi dengan dosis 45 kGy tidak mengalami perubahan yang berarti baik sebelum maupun setelah penyimpanan selama 18 bulan pada suhu 28-30°C. Santan kelapa yang ditambahkan pada pembuatan rendang dapat meningkatkan kadar lemak pada produk akhir, namun secara keseluruhan, kondisi daging olahan iradiasi tetap dalam keadaan baik dan stabil selama penyimpanan. Tabel17.
Hasil uji mikrobiologi iradiasi.
pada air kran, bumbu, daging sapi, dan olahannya
Sampel Air kran (mentah) Daging sapi setelah dicuci dengan air kran Rendang Bumbu giling rendang/g Rendang matang (produk akhir) Empal Bumbu giling empal/g Empal matang (produk akhir) Semur Bumbu giling semur/g Semur matang (produk akhir) Uji sterilitas pad a rendang, empal dan semur yang diiradiasi dosis 45 kGy
56
sebelum
AL T (koloni/gl (1,5±0.2)10 (1,3 ± 0.3) 103 (2,3 ± 0.8) 104 (2,0 ± 0.7) 102 (9,7 ± 3.0) 104 (7,7 ± 5.4) 102 (16,7 ± 2.0)103 (1,2 ± 0.2) 102
o
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
Tabel18.
Hasil pengukuran* pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak daging sapi olahan yang masing-masing dikemas dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30°C.
00 TRasa ekstur Bau Produk Kadar Kadar air lemak 3,8 4,5 3,9 5,70 6,50 55,55 5,80 5,35 5,95 27,15 17 16,35 ,40 4,4 4,8 4,6 4,0 4,6 4,6 4,0 4,4 4,5 5,0 4,8 3,0 2,5 2,8 3,0 2,8 3,2 3,6 4,8 4,0 5,0 4,5 5,0 4,9 3,5 3,5 3,8 6,25 6,30 5,85 6,20 45,30 56,98 57,35 49,75 47,42 45,60 56,70 5,30 5,25 59,60 57,20 59,23 58,54 27,00 26,85 26,50 12,18 11,68 10,70 11 11,35 11,15 10,48 11,00 17,60 17,45 15,15 17,35 16,26 16,17 15,85 16,20 16,13 15,93 ,40 4,2 3,5 3,0 Kadar Masa pH protein simpan(%) Masa simpan (%) (%) Tampilan Parameter uji selama penyimpanan pada suhu 28-30°C. kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan diiradiasi dengan dosis dengan 45 kGy olahan baik setelah daging sapi selesai seperti diiradiasi pada bila dibandingkan menunjukkan dengan daging kontrol. berwarna Panelis merah dapat tajam menerima segera kondisi daging sapi rendang olahan sampai penyimpanan 18 bulan, kecuali pada empal. Daging Produk Tabel19. Pada HasilTabel uji organoleptik*daging yang masing-masing dalam 19 terlihat bahwa sapi hasil olahan penilaian organoleptik pad a dikemas masing-masing 57
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
empal mengalami penurunan tekstur setelah 12 bulan, hal ini mungkin disebabkan adanya proses fisika sebagaimana terjadi pada proses pemanasan pada daging yang menyebabkan pelunakan akibat proses disintegrasi jaringan daging sa pi karena pengaruh pembekuan dan radiasi [47]. Semur yang telah diiradiasi dan disimpan selama 18 bulan menunjukkan peningkatan intensitas warna coklat yang menarik, dan rasa yang lebih baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya pengaruh penambahan kecap pada pembuatan semur daging sapi.
3.3.3.
Pangan Siap Saji Berbasis UnggasiAyam
Hasil uji mikrobiologi pada air kran, bumbu giling, dan daging ayam pada setiap tahapan proses pembuatan pangan siap saji berbasis daging ayam sebelum diiradiasi dan hasil uji sterilitas pada ayam olahan iradiasi 45 kGy disajikan pada Tabel 20. Terlihat bahwa setelah produk olahan terse but masing-masing diiradiasi dengan dosis 45 kGy dan dari hasil uji sterilitas, maka seluruh pertumbuhan mikroba termasuk mikroba pembentuk spora yang kemungkinan ada di dalam ayam olahan pepes, opor, semur dan kare dapat dieliminasi. Tabel20.
Hasil uji mikrobiologi* pada air kran, bumbu, daging sapi, dan olahannya sebelum iradiasi, dan hasil uji sterilitas pada ayam olahan iradiasi 45 kGy. Sampel
Air kran mentah Bumbu giling Daging Daging Daging Daging Daging
ayam ayam ayam ayam ayam
sesudah sesudah sesudah sesudah sesudah
dicuci diberi diberi diberi diberi
dengan air kran bumbu pepes bumbu opor bumbu semur bumbu kare
AL T (koloni/g) 3,90 x 102 2,30 X 103 2,68x103 3,90x104 6,30 X 105 2,80x105 3,90
X
104
Produk ayam siap saji setelah disimpan pada suhu -18°C selama 24 jam: 1,95 x 102 Pepes ayam 1,04 x 102 Opor ayam Semur ayam 4,50x102 Kare ayam 2,10 x 102 o Uji sterilitas seluruh produk ayam siap saji yang diiradiasi dengan dosis 45 kGy *Rata-rata dari
3 ulangan
Pada Tabel 21 terlihat bahwa nilai pH ayam olahan relatif rendah sampai sedang (4,7 -5,5), pH medium dapat mempengaruhi jenis mikroba yang tumbuh, meskipun demikian, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pad a rentang nilai pH tersebut. Sebagai informasi tambahan, telah dilakukan analisa vitamin B1 dan vitamin E pad a daging ayam, pepes ayam sebelum dan sesudah diiradiasi dengan dosis 45 kGy. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa iradiasi pad a dosis tersebut tidak berpengaruh pada kandungan vitamin B1 pada seluruh produk yang diamati (4,67 mg/100g), tetapi vitamin E mengalami peningkatan setelah daging ayam diolah menjadi pepes, dan terus mengalami peningkatan secara nyata (dari 0,40 ng/g menjadi 0,94 ng/g) setelah perlakuan iradiasi dan penyimpanan sampai 18 bulan pada suhu 28-30oC. Peningkatan kandungan vitamin E kemungkinan disebabkan oleh adanya peningkatan kadar antioksidan yang berasal dari bumbu pepes ayam yang ditambahkan, dan akibat iradiasi yang dapat melunakkan jaringan sel pad a rempah-rempah tersebut tanpa menurunkan kualitasnya. Dibandingkan dengan sampel kontrol, penambahan santan pada pembuatan opor dan kare ayam tidak menurunkan secara nyata kadar lemak pada masing-masing produk yang dikemas secara vakum di dalam kantung plastik laminasi PET/AI-foil/LLDPE baik pasca radiasi 45 kGy maupun setelah 18 bulan penyimpanan pad a suhu 28-30°C dibandingkan dengan produk yang tidak diiradiasi dan dalam keadaan segar.
58
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
Produk
Kadar Kadar air lemak 0 5,55 5,25 5,10 5,35 5,00 4,80 17,60 17,45 6,36 6,25 5,50 5,75 58,60 5,00 17,75 9,07 5,95 5,25 15,35 60,79 58,29 57,67 4,75 16,65 16,85 16,80 16,50 7,10 7,35 7,05 49,79 48,47 49,51 47,98 17,40 17,35 6,49 6,30 59,44 59,84 17,50 17 8,48 8,45 ,45 57,20 56,90 56,40 5,75 29,85 32,25 30,16 15,16 15,15 6,25 57,39 31,19 15,25 Kadar pH protein (%) (%) Masa simpan(%) Tabel 21. Hasil pengukuran* pH, kadar air, kadar protein, kadar lemak ayam olahan yang diiradiasi dengan dosis 45 dikemas kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30°C. masing-masing dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan
Tabel 22 menyajikan hasil uji organoleptik ayam olahan yaitu pepes, opor, semur, dan kare. Produk terse but masing-masing dikemas di dalam kantung laminasi PET/AIfoil/LLDPE, disterilkan dengan radiasi pengion pada dosis 5 kGy, kemudian disimpan pada suhu 28-30°C selama 18 bulan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh ayam olahan iradiasi masih dapat diterima oleh panel is sampai 12 bulan, kemudian mengalami penurunan pada penyimpanan bulan ke-18. Sebagaimana halnya pada pepes ikan mas, pepes ayam yang dibungkus dengan daun pisang memberikan aroma khas yang disukai oleh panelis, tetapi penambahan daun kemangi pada pepes ayam kurang diterima. Secara keseluruhan, pangan olahan siap saji yang diiradiasi pada dosis 45 kGy dapat bertahan sampai 18 bulan karena sampel uji tersebut ditujukan untuk keperluan sterilisasi komersial. Iradiasi pada kondisi tersebut relatif dapat mempertahankan kualitas dan higienis, sehingga secara sinergis masa simpannya dapat diperpanjang selama bahan pengemas tidak mengalami kerusakan. Iradiasi dengan dosis tinggi pada bahan pangan hanya mampu mengagregasi enzim yang dapat menyebabkan proses biokimia, namun aktivitasnya tidak menurun. Pada pangan olahan yang disterilisasikan dengan radiasi, pemasakan terhadap produk pad a kondisi praradiasi wajib dilakukan agar aktivitas enzim indigenus dapat ditekan semaksimal mungkin, sehingga jenis pangan tersebut tidak mengalami kerusakan selama penyimpanan. Tabel 22. Hasil uji organoleptik* ayam olahan yang masing-masing dikemas dalam kantung PET/AI-foil/LLDPE yang divakum 80% dan diiradiasi dengan dosis 45 kGy selama penyimpanan pada suhu 28-30°C. Produk
TRasa ekstur Bau umum 4,0 5,0 4,8 4,6 4,5 4,0 5,0 4,84,6 4,4 4,8 5,0 4,0 5,0 Tampilan Masa 0 simpan
59
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
Produk
umum Tekstur Rasa 4,8 5,0 4,1 4,0 4,3 5,0 4,6 4,3 5,0 4,0 4,6 4,3 4,4 4,2 4,5 3,54,2 4,3 4,4 4,6 4,0 3,84,2 4,6 4,4 4,0 4,2 5,0 Bau Masa simpan Tampilan
0
an)
ISSN 2087-8079
Opor
Semur
Kare
*Rata-rata dari
10 panelis
Pangan olahan dan siap saji dengan kadar air awal antara 60-80% selama proses iradiasi berlangsung, dikondisikan dalam keadaan beku guna mencegah terjadinya proses radiolisis akibat peruraian air dan pembentukan radikal stabillainnya, sehingga unsur makro dan mikro nutrisi di dalam matiks bahan pangan tidak mengalami kerusakan. Proses autooksidasi pada lemak akibat radiasi bukan disebabkan oleh adanya proses radiolisis yang terjadi pada protein dan karbohidrat. Proses autooksidasi pada lemak terutama yang mengandung asam trigliserida, disebabkan oleh pengaruh primer (primary effect) dari elektron Compton yang menghasilkan radikal kation dan molekul tereksitasi, yang berlanjut dengan proses deprotonisasi, dimerisasi, dan dikarbonilasi Proses ini dapat dicegah dengan kombinasi perlakuan lain, yaitu menggunakan bahan pengemas kedap cahaya, teknik vakum, dan suhu rendah [16]. Pada iradiasi pangan olahan dan pangan siap saji baik pada dosis 3-7 kGy maupun dosis 45 kGy, diupayakan tidak terjadi radiolisis pada jenis asam amino aromatik seperti fenilalanin dan tirosin, serta jenis asam amino lain yang sangat sensitif terhadap radiasi seperti metionin, histidin dan arginin. Iradiasi pada bahan pangan mengandung protein dengan kadar air tinggi dan akan memicu terjadinya proses radiolisis karena terdapat ikatan hidrogen, jembatan disulfide, ikatan hidrofobik dan ikatan ion di dalam masing-masing jenis asam amino [48]. Sampai saat ini, tidak ada data yang menunjukkan adanya pengaruh yang merugikan pada bahan pangan yang diiradiasi sampai 60 kGy. Proses radiasi pada bahan pangan adalah perlakuan yang mampu mengontrol kondisi bahan pangan itu sendiri secara otomatis. Secara otomatis pula, apabila terjadi kelebihan dosis, maka komponen makro dan mikro nutrisi, dan sifat organoleptik seperti bau, rasa, tekstur dan tampilan umumpun akan mengalami perubahan yang sangat nyata. Pada keadaan yang demikian, konsumen akan segera menolak dan tidak akan menerima produk tersebut baik secara obyektif maupun secara subyektif. Secara keseluruhan, data yang diperoleh dari penelitian sup, snacks, ikan olahan, daging sapi olahan dan ayam olahan yang telah diiradiasi dengan berbagai dosis dapat memberikan gambaran positif dan peluang bisnis untuk melakukan sanitasi dan sterilisasi pangan olahan dan siap saji sejenis. Kegiatan penelitian pangan olahan dan siap saji berbasis resep tradisional khususnya yang disterilkan dengan radiasi pengion yang telah
60
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan. .. (Or. Ir. Zubaidah Irawati)
diteliti dan dikembangkan di Indonesia ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam hal keanekaragaman menu bagi pasien rumah sakit atau masyarakat yang memiliki imunitas tubuh rendah sebagaimana telah dirintis oleh negara lain [49, 50]. Pengawetan pada bahan pangan akan diperlukan apabila komoditi tersebut dapat meberikan kontribusi positif bagi para produsen dan konsumen. Rantai distribusi dan transportasi, penyimpanan dan cadangan pangan berkelanjutan merupakan kriteria penting yang dapat dipertimbangkan untuk mengaplikasikan teknologi pengawetan. Penggunaan CO2 padat, radiasi pengion, dan teknik kemasan vakum selama proses radiasi serta aspek lain, akan memiliki perhitungan secara ekonomi tersendiri bagi para pelaku bisnis di bidang ini, demi tercapainya break even point.
BAB IV KESIMPULAN
DAN SARAN
Perlakuan iradiasi dosis sedang (3-7 kGy) untuk tujuan sanitasi pada beberapa contoh pangan olahan dan pangan siap saji berbasis cair dan padat yang diamati dapat disimpulkan bahwa: Jenis sup seperti rawon, sup buntut goreng, sup ayam sayuran, dan sup ayam jagung manis masing-masing dipekatkan sampai 50% dan dikemas di dalam kantung laminasi Poliester 12~m/LDPE 2 ~m/AI-foil 7 ~m/LDPE 2 ~m/LLDPE 50 ~m (PET/AIfoiI/LLDPE), divakum 70%, dibekukan pada suhu -18°C selama 48 jam, kemudian diiradiasi dengan dosis 5-7 kGy pada suhu -79°C selama proses penyinaran, dapat dipertahankan kualitasnya selama 3 bulan sedangkan pada sampel kontrol hanya dapat bertahan maksimal 2 minggu pada suhu penyimpanan 3-7°C (a). Jenis snacks seperti lumpia, risoles, dan kroket masing-masing dikemas di dalam kantung laminasi Poliester 12~m/LDPE 2 ~m/AI-foil 7 ~m/LDPE 2 ~m/LLDPE 50 ~m (PET/AI-foiI/LLDPE), divakum 80%, dibekukan pada suhu -18°C selama 48 jam, kemudian diiradiasi dengan dosis 3-7 kGy pada suhu -79°C selama iradiasi, dapat dipertahankan kualitasnya pada suhu penyimpanan 3-7°C selama 1 bulan untuk lumpia, dan masing-masing selama 3 bulan untuk risoles dan kroket, sedangkan pada sampel kontrol hanya dapat bertahan maksimal 1 minggu pada kondisi suhu penyimpanan yang sama (b). Perlakuan iradiasi dosis tinggi (45kGy) untuk tujuan sterilisasi beberapa contoh pangan olahan dan pangan siap saji berbasis ikan, daging sapi, dan unggas dapat disimpulkan bahwa untuk jenis ikan, daging sapi, dan ayam olahan yang dipersiapkan sebagai pangan siap saji dan dikemas di dalam kantung laminasi Poliester 12~m/LDPE 2 ~m/AI-foil 7 ~m/LDPE 2 ~m/LLDPE 50 ~m (PET/AI-foiI/LLDPE), divakum 80%, dibekukan pada suhu -18°C selama 48 jam, kemudian diiradiasi dengan dosis 45 kGy pada suhu -79°C selama proses penyinaran, dapat dipertahankan kualitasnya selama 1,5 tahun, sedangkan pada sampel kontrol hanya dapat bertahan maksimal 5 hari pada kondisi suhu penyimpanan yang sama yaitu 28-30°C (c). Mengingat kepentingan nasional di bidang keamanan dan mutu pangan baik untuk pasar domestik maupun internasional sudah sangat mendesak, maka rancangan perubahan PERMENKES No. 1521 MENKESI SKI III 1995 yang telah disusun sejak 2004, perlu segera disahkan oleh pihak penentu kebijakan dan diberlakukan agar supaya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna terkait. Rancangan revisi peraturan tersebut memuat komoditi pangan tambahan dan batasan dosis maksimum yang diijinkan. Tabel yang diusulkan juga berisi persyaratan dan batasan baru radiasi dosis rendah untuk tujuan karantina dan pengawetan pada komoditi buah dan sayuran segar, dan iradiasi dosis sedang untuk komoditi pangan berbasis daging dan unggas termasuk produk olahannya. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) wajib diterapkan pada suatu rangkaian proses radiasi pada bahan pangan agar keamanan dan mutunya tetap terjamin sampai di tangan konsumen akhir. Kondisi dan sifat intrinsik bahan pangan, kondisi dan tujuan radiasi seperti ketepatan dosis terabsorbsi sesuai target, dan teknik pengemasan merupakan unsur penting di dalam penerapan HACCP ini. Oleh karena itu, apabila suatu industri akan menggunakan teknologi ini, wajib memahami isi buku cara iradiasi yang baik, dan bagi operator iradiator wajib pula menguasai cara mengiradiasi bahan pangan secara baik dan benar.
61
/ptek Nuk/ir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Pene/i!i
/SSN 2087-8079
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, perlu dilakukan analisa risiko (risk assessment) pad a setiap tahapan proses, agar dapat dijadikan dasar untuk penetapan standar iradiasi pangan dengan dosis diatas 10 kGy. Analisa risiko mencakup kegiatan sejak bahan mentah, kondisi proses dan pasca proses sampai siap dikonsumsi masyarakat (from farm to table). Perlu disusun kajian akademis dalam penyusunan standar terse but seperti hasil analisa laboratorium, data mikrobiologi, dan informasi hasil uji toksisitas baik secara menyeluruh baik secara in vitro maupun in vivo, untuk menyusun pedoman cara iradiasi yang baik (code of practice) pangan olahan dan siap saji yang diiradiasi khususnya pada dosis tinggi.
DAFT AR PUST AKA
[1]
[2]
[3]
[4] [5] [6]
[7]
JENIE, UA, Sekapur sirih, disajikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX (WNPG), Hotel Bumi Karsa Bidakara, Jakarta 26-27 Agustus 2008 lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, Jakarta (2008). WINARNO, F.G., Peran laboratorium dalam menjamin mutu dan keamanan pangan, disajikan pad a Pra2-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX, Pokja Mutu dan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)-RI, Hotel Bumi Karsa Bidakara, Jakarta 9, 16 dan 17 Juni (2008). Belum dipublikasi. FARDIAZ, D., Kebijakan pengawasan keamanan pangan di Indonesia: laboratorium sebagai pendukung infrastruktur pengawasan, disajikan pada Pra2-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX, Pokja Mutu dan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)-RI, Hotel Bumi Karsa Bidakara, Jakarta 9, 16 dan 17 Juni (2008). Belum dipublikasi. Electronic Irradiation of Foods, An Introduction to the Technology, MlllER,R.B., Springer Science+ Business Media, Inc., USA (2005). NURAINI, A., NOVINAR, dan NYOMAN, A. A. , M.N, Pengawasan pangan siap saji, Food Review Indonesia, vol. 2 (11), (2007) 36-39. ANONYMOUS, Harmonization of safety criteria for minimally processed foods, Rational and harmonization Report, FAIR Concerted Action FAIR CT 96-1020, European Commission, November (1999). THAYER, D.W., Development of predictive models for the effects of gamma radiation,
irradiation temperature, pH, and modified atmosphere packaging on Bacillus cereus, Escherichia coli 0157:H7, Listeria monocytogenes, Salmonella typhimurium and Staphylococcus aureus, Radiation processing for safe, shelf-stable and ready to eat food, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 10-14 July 2000, IAEA-TECDOC-1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (2000) 21-26. [8] IRAW AT I, Z., Aplikasi, pengawasan, pembinaan, dan peraturan perdagangan iradiasi pangan, Disajikan pada Pra2-Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IX, Pokja Mutu dan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)-RI, Hotel Bumi Karsa Bidakara, Jakarta 9, 16 dan 17 Juni (2008). Belum dipublikasi. [9] IRAW AT I, Z., NATALIA, N., NURCAHYA, C.M., ANAS, F. and TAM-PUBOlON, M., Irradiation for the safety and quality of home style frozen snacks, J. Atom Indonesia vol. 31 (1) (2005) 1 -12. [10] IRAW AT I, Z., NATALlA,N., NURCAHYA,C.M. and ANAS,F., The role of medium
radiation dose on microbiological safety and shelf-life of some traditional soups, Proceedings of the 14-th International Meeting on Radiation Processing, IMRP-2006, 26 February - 3 March 2006, Kuala lumpur, Malaysia, J. of Radiation Physic and Chemistry, vol. 76 Issues 11-12, (2007)1847-1854. Pendidikan dan Ke-budayaan, [11] FARDIAZ, S., Mikrobiologi Pangan, Departemen Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, instutut Pertanian Bogar (1989). [12] GRECZ, Z., ROWLEY, D.B., and MATSUYAMA, A., The Action of Radiation on Bacteria and Viruses, in: Preservation of Food by Ionizing Radiation, vol 2., CRC Press, Boca Raton, Florida, USA (1983).
62
Aplikasi radiasi pengion untuk tujuan sanitasi, sterilisasi, dan ... (Dr. Ir. Zubaidah Irawati)
[13] JAY, J.M., Modern Food Microbiology, 5-th edition, Chapman & Hall, International Thomson Publishing, New York, USA (1996). [14] IRAWATI, Z., MAHA, M., ANSORI, N., NURCAHYA,C.M. and ANAS, F., "Development of shelf-stable foods fish pepes, chicken and meat dishes through radiation processing'; Radiation processing for safe, shelf-stable and ready to eat food, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 10-14 July 2000, IAEATECDOC-1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (20038) 85-99. [15] IRAWATI,Z.,NATALlA,L., ANSORI, N., NURCAHYA,C.M., ANAS, F. and SYAFARUDIN, M., "Inoculation packed studies on the shelf-stable food products: I. Effects of gamma irradiation at 45 kGy on the survival of Clostridium sporogenes spores in the foods (preliminary results)", Radiation processing for safe, shelf-stable and ready to eat food, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 1014 July 2000, IAEA-TECDOC-1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (2003b)100-115. [16] DIEHL, J.F., Safety of Irradiated Foods, Marcel Dekker, Inc., New York, USA (1990). [17] HARUVY, Y., and DESCHENES, l., Packaging quality assurance guid-ance manual model for safe, shelf-stable, ready-to-eat food through high-dose irradiation, Radiation processing for safe, shelf-stable and ready to eat food, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 10-14 July 2000, IAEA-TECDOC1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria ( 2003) 238-257. [18] IRAW AT I, Z. dan INDRIAWAM, L., Teknologi iradiasi sinar gamma untuk sterilisasi ready to eat food, Food Review Indonesia vol. 2, (12) (2007). 42-44. [19] IRAWATI, Z., NURCAHYA,C.M. and lUBIS, I., Irradiation to ensure the safety and shelf-life extension of traditional ready to eat meals: arem-arem, Presented at International Conference on Investing in Food quality, safety & nutrition, lessons learned from current food crisis, Organized by Seafast Center and the Borlaug Institute, Hotel Bumi Karsa, Bidakara October 27-28,2008, Jakarta (2008) akan dipublikasi. [20] NARVAIZ, P., GIMENEZ, P., HORAK, E., PIETRANERA, M.A., KAIRIYAMA, E., GRONOSTAJSKI, D. and RIBETTO, A.M., Feasibility of obtaining safe, shelf-stable, nutritive and more varied whole rations of immunosuppressed patients by gamma irradiation, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 10-14 July 2000, IAEA-TECDOC-1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (2003) 62-84. [21] ANONYMOUS, Shelf-stable foods through irradiation processing, IAEA TEC-DOC-843, IAEA, Vienna (1995). [22] INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION, Sterilization of health care products - Validation and routine control gamma and electron beam radiation sterilization, ISO/DIS 111337.2 (1993). [23] ANDREWS, WH., Microbiological Methods Of Analysis of AOAC International. 16 Eds. vol. 1b, Agricultural Chemicals, Contaminants, Drugs.(1995). [24] STANDAR NASIONAl INDONESIA, Angka lempeng total, di dalam cara uji cemaran mikroba, SNI 01-2897-1992 (1992). [25] STANDAR NASIONAl INDONESIA, Metode Pengujian Susu Segar, SNI 01-2782-1998, (1998) 36-41. [26] BRIDSON, E.Y., Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and other Laboratory services, 8th• ed Basingstoke, England, UK (1998). [27] BUCKLE, K. A., DAVEY, J.A., EYlES, MY, HUCKING, X.D., NEWTON, K.G., and STUATTARD, E.J., Food Borne Microorganisme of Public Health Significance. 4th ed. AIFST (NSW Branch) Food Microbiology Group (1989). [28] FARDIAZ, S., Mikrobiologi Pangan. Edisi Pertama. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, (1992) 123-126. [29]
[30] [31] [32]
VANDERZANT C & D.F. SPLIT. STOESSER, Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Food, 3rd ed., American Public Health Association, Washington D.C., (1992). THOMPSON, J.C., Techniques for the isolation of the common pathogenic fungi. Medium 2 (no.3 and 4), MAFF, CVl, Weybridge, England (1969). COWAN ST., Characters of Gram-positive bacteria, in: Cowan and Steel's Manual for the Identification of Medical Bacteria, 6th ed., Cambridge University Press (1981) 45-50. AUSTRALIAN STANDARD # 1776 5.2.1. Examination for specific Salmonellae (1991).
63
Iptek Nuklir: Bunga Rampai Presentasi IImiah Jabatan Peneliti
ISSN 2087-8079
[33] COLLINS C.H., and LYNE P.M., Laboratory techniques series. Microbiological methods. 3rd Ed. Butterworths London, Univ. Park Press, Baltimore (1970). [34] CARTER, G.R., Diagnostic Procedures in Vet. Microbiology, 2nd Ed. Charles Thomas Publisher, Springfield Illinois, USA (1973). [35] EYLES, M.J., Staphylococcus aureus, ed. KA BUCKLE, Food Borne Microorganisme of Public Health Significance.4th ed.,AIFST (NSW Branch) Food Microbiology Group, (1989) 253-268. [36] STANDAR NASIONAL INDONESIA, Staphylococcus aureus, di dalam: Cara uji cemaran mikroba, SNI 01-2897-1992. (1992) 21-22. [37] MINOR, L.L., and POPOFF, MY, Antigenic formulas of the Salmonella Serovars, WHO Collaborating Centre for Reference and Research on Salmonella (1987). [38] MURRAY, C., Salmonella reference report on Consultancy, RIAD, Bogor, Indonesia (1984 ). [39] KAUFFMAN, F., Serological Diagnosis of Salmonella Species Kauffman White Schema, 1st. Ed. Munksgoard, Copenhagen, Denmark (1972). [40] SOEKARTO, ST., Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian, Bhatara Karya Aksara, Jakarta (1985) 1 - 78. [41] ANONYMOUS, Codex General Standard for Irradiated Foods (Codex Stan 106-1983 Rev. 1-2003) Codex Alimentarius Commission, Geneva (2003). [42] ANONIM, Daftar Komposisi Bahan Makanan, Direktorat Gizi DEPKES RI, Penerbit Bhratara, Jakarta (1996). [43] ST ANDAR NASIONAL INDONESIA: Sup instant, SNI 01-4321. Badan Standardisasi Nasionallndonesia, Jakarta (1996)NIELSEN, S.S., Food Analysis, 2n Ed. Maryland Aspen Pub!., Inc., USA (1998). FARDIAZ, S., Prinsip HACCP dalam industri pangan, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian,IPB, Bogor. (1996). [46] RAHAYU, W.P., Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan terhadap bakteri patogen dan perusak, Buletin Teknologi dan Industri pangan, vo!. 11 (2) (2000) 42-48. [47] ERASMUS, C., MINNAAR, A., DERSLEY, N.N., "Effect of polyphosphates on the tenderness and sensory properties of beef silverside sterilized at 45 kGy", Presented at the Final Research Co-ordination Meeting on Development of Shelf-stable and Readyto-Eat Food through Radiation Processing, St.- Hyacinthe, Canada, 10-14 July (2000) 132-152. [48] BELITZ, H.D. and GROSCH,W., Food Chemistry, 2nd edition. Translation from the fourth German edition by M. Burghagen et.a!., Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany (1999). [49] DE BRUYN, Prospects of radiation sterilization of shelf-stable food, in : Irradiation for Food Safety and Quality ed. P. Loaharanu and P. Thomas, Proceedings of FAO/IAENWHO International Conference on Ensuring the Safety and Quality of Food through Radiation Processing, Technomic Publishing Co., Inc., Lancaster, Pennsylvania, USA (2001) 206-216. [50] DE BRUYN, Commercial application of high-dose irradiation to produce shelf-stable meat products. Part 2-Practical aspects of maintaining product at temperatures of between -20°C and -4ifc during large scale irradiation, Radiation processing for safe, shelf-stable and ready to eat food, Proceedings of a final Research Co-ordination Meeting held in Montreal, Canada, 10-14 July 2000, IAEA-TECDOC-1337, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria (2003)124-131. [44] [45]
64