Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14
APLIKASI GREEN WALL PADA GEDUNG PEMERINTAH DALAM MENCIPTAKAN KENYAMANAN DI KOTA SEMARANG : SEBUAH STUDI AWAL Eddy Prianto*) Abstract The climate of Semarang that caracterized by dry and hot temperature,low humidity causes the use of air conditioning system in the residential building to obtain indoor thermal comfort. The rise of electricity rate will give a significant effect to the society, the strategy of domestic electricity consumption to be more effeicient is needed. The Government must make a policy as the Goverment Goodwill to realize the attention of electricity consumption efficiency as the experience of the neighbouring country, Malaysia. The efficiency of elecricity consumption was applied in the vision of City in the Garden. It is the government obligation to exemplify the pattern of energi saving to solve the issueof energi crisis. Related previous studies proved building design caused a squanderring of electricity consumption that harmed the environment. One of environmental friendly elements on building design is the application of greenwall.The initial experiment of this study carried out by creeping the plant up the wall of building model. The temperatur of building walls was hourly measured along the day. The result of this study found that creeped plant up the wall building decrease 2 0C of the indoor temperature. The application of greenwall showed the indoor temperature was lower the outdoor. The second result found that the decrease of indoor temperature was also influence by the planted area. The most effective place of the planted area is in middle of vertical wall. Keywords : greenwall, creeping plant, thermal comfort, official building, Semarang Pendahuluan Pada skala nasional, konsumsi terbesar dari energi listrik ada pada sektor rumah tangga (40%), disusul sektor industri (37%), sektor komersial (17%) dan sektor publik (6%). Pemakaian listrik setiap tahun mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan seluruh sektor sekitar 3%-13%, kecuali sektor industri yang terus mengalami penurunan sekitar 9%. (Pusdatin ESDM, 2013), (Prokum.esdm, 2013). Usaha efisiensi energi rupanya „tidak berhasil‟ karena secara paralel „stok‟ sumber listrik dari tahun 2004 hingga 2012 juga terus bertambah dengan rata-rata kenaikan 6% pertahun. Artinya secara umum dapat dikatakan mengalami defisit 7% pertahun (penyediaan hanya 6%, tapi kenaikan permintaan 13%). Atau dapat kita asumsikan bahwa „efisiensi‟ akan dikatakan „berhasil‟ bilamana stok listrik nasional tetap tapi konsumsi pemakaian pertahunnya justru turun, bukan sebaliknya. Keempat sektor tersebut sangat dekat dengan dunia perencanaan dan perancangan arsitektur. Bilamana sektor-sektor tersebut secara serempak bisa menekan kenaikan, maka dapat dikatakan efisiensi energi listrik tercapai. Pada skala mikro konsumsi energi listrik dalam rumah tinggal, dari hasil penelitian sebelumnya (Prianto, 2007, 2010, 2011, 2012, 2013), ternyata konsumsi energi listrik dalam rumah tinggal di daerah tropis rata-rata mencapai 40% beban total yang dibutuhkan untuk mendinginkan ruangan dari akumulasi panas udara dalam ruangan, dimana 80% beban panas dalam rumah tinggal dipengaruhi disain *) Staf pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang Ketua labo/cluster Eco-Tropical Home FT.Undip Telp. 081325514192,
[email protected]
envelope-nya (disain dinding dan atap rumah tinggal). Sedangkan serapan energi listrik dalam sektor bangunan tingkat nasional sekitar 36%45% (Priatman, 2002).
Gambar 1 Rata-Rata Konsumsi Listrik Nasional Pertahun dari Keempat Sektor Tahun 2004-2012 Bilamana bangunan pemerintah, dengan catatan frekuensi pemakaian listriknya digunakan untuk kegiatan perkantoran, dan aktifitas tersebut sebagaian besar dilakukan pada siang hari saja (jarang perkantoran di Indonesia beroperasional pada malam hari), maka bangunan ini akan dapat mengefisienkan energi listrik dengan cara disain “pasif cooling”. Dengan demikian, kesan aparat menjadii „panutan‟ bagi masyarakat kotanya akan nyata keperduliannya, tentu tanpa harus mengurangi tingkat kenyamanan saat bekerja.
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Bagaimana Peran Pemerintah terhadap Gerakan Hemat Energi ? “Goverment Good‟, mungkin istilah yang tepat dari niat pemerintah untuk mewujudkan langkah penghematan energi ini. Sebenarnya kita dapat lihat kemauan Pemerintah Singapura dengan salah satu visinya “City in the Garden”. Nyuk Hien Wong dan kawan-kawan dari School of Design and Environment, Nasional University of Singapura yang bekerjasama dengan pihak Building and Construction Autority (BCA) pada proyeknya CUGE ( The Centre for Urban Greenery and Ecology, menyatakan bahwa pemakaian VGS (Vertical Greenery Systems) yang diterapkan pada skala bangunan akan sangat signifikan menurunkan suhu lingkungan perkotaan (Wong et all, 2010). Sesuatu yang tidak mungkin diterapkan di Semarang ? Lalu bagiamana sebaiknya Pemerintah Kota Semarang yang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah dalam menerapkan VGS di gedung pemerintahan atau usaha menwujudkan pen-“setara”-an dari bagian Kota Semarang terhadap Negara Singapura.
Gambar 2 Visualisasi Perbedaan Suhu Permukaan Bidang pada Gedung Antara yang Sudah Dilapisi Tanaman (Bawah) dan yang Belum (Atas) (Leong, 2007) Tren menghadirkan rancangan rumah ramah lingkungan ataupun green building seyogyanya bukan sebatas slogan. Masyarakat membutuhkan bukti atau bentuk nyata, bukan sekedar impian. Terapan elemen soft (tanaman) di lingkungan atau pada desain bangunan di negara beriklim tropis bukan hal yang asing bagi
2
(Eddy Prianto)
masyarakat kita. Memberi masukan bahwa seberapa besar kehadiran elemen tanaman memiliki peran dalam mengefisienkan energi listrik, menjadi tujuan dari penelitian ini. Pembungkus bangunan (envelope) terdiri dari dinding dan atap. Bidang terluas yang selalu terkena sinar matahari sepanjang hari adalah suatu bidang dinding bangunannya. Dan dinding yang terkena radiasi matahari tersebut akan menjadi panas dan meneruskan panasnya ini kedalam ruangan (Lippsmeier, 1994). Elemen isolator yang ramah lingkungan yang dapat meredam panas tersebut adalah kehadiran tanaman. Kami di Laboratorium Teknologi Bangunan-Cluster Eco-Tropical Home Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, sejauh ini sedang berkonsentrasi pada penelitian yang terkait envelope bangunan yang ramah lingkungan, khususnya terkait dengan efisiensi energi listrik yang telah diplanning-kan dalam Roadmap Penelitian Rumah Tropis Hemat Energi. Langkah mendekatkan hasil penelitian pada penyelesaian masalah di lapangan tentunya langkah verifikasi hasil perlu dijadikan langkah berikutnya, terutama dicobakan dan diterapkan pada bangunan pemerintahan di Kota Semarang.
Gambar 3 Tampilan Ragam Disain Arsitektral yang Ber-Greenwall, Salah Satunya Gedung yang Ada di Kota Semarang (Gedung Pertamina) Green Building dalam Penelitian Arsitektural Saat ini dunia disibukkan dengan permasalahan global warming dan krisis energi. Namun perlu kita ketahui bahwa jauh sebelum dunia ramai membicarakan tentang global warming dan penghematan energi, nenek moyang kita telah menerapkan konsep-konsep desain yang ramah terhadap lingkungan atau kita
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14 lebih mengenalnya sebagai local wisdom (kearifan lokal). Kemudian pada tahun 1980-an para arsitek Indonesia bergelut dengan topik Arsitektur Tropis yang tujuannya adalah pemanfaatan kondisi alam Indonesia yang berada pada iklim tropis yang akan sangat menguntungkan pada aspek penghematan energi pada bangunan. Sekarang ini dari konsep arsitektur tropis, kemudian munculah konsep Green Architecture dan Sustainable Architecture dimana sebuah produk arsitektur sebisa mungkin tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungannya. Dan kesadaran akan pentingnya pendekatan yang terintegrasi antar beberapa bidang studi sangat diperlukan untuk menghasilkan inovasi desain yang mendukung terciptanya Green Building maupun Sustainable Architecture. Dan salah satu cara dalam mendesain sebuah bangunan yang ramah lingkungan (Green Building) adalah dengan menerapkan prinsip Low Carbon Design Aim. Menurutnya, Low Carbon Design Aim adalah menyediakan kenyamanan dari segi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya dan juga meminimalisir dampak terhadap lingkungan. (Karsono, 2010). (Poonia, 2011). "Desain arsitektur rumah yang respek terhadap kondisi iklim setempat, sinar matahari dan gerakan udara untuk kenyamanan penghuni dalam beraktifitas merupakan satu langkah maju. Rumah tropis hemat energi juga bentuk tanggapan atas konteks sosial yang terjadi, yaitu krisis listrik, gerakan hemat listrik, dan pemanasan global" (Satwiko, 2005). Konstribusi efisiensi energi listrik secara alamiah dan ramah lingkungan, salah satu referensi penelitian adalah aplikasi greenwall. Beberapa penelitian terkait dengan greenwall dalam kontribusinya dengan kenyamanan thermal dan efisiensi energi : Terkait tingkat kerapatan tanamannya, besarnya pengurangan temperatur tergantung pada luas daun, geometri, kerapatan dedaunan, warna vegetasi, dan pengaruh bayangan daun. Hasil penelitian terkait kerapan tanaman di Singapura membuktikan bahwa penurunan suhu tertinggi terjadi pada dedaunan dengan kerapatan tertinggi pada aplikasi greenwall dan spesies tanaman berdaun merah Repanda hemigraphis memiliki suhu yang lebih rendah dibandingan tanaman hijau lainnya (Wong et al., 2010). Terkait kajian ekonomi (dari kumpulan beberapa penelitian di Asia), ternyata penerapan sistem greenwall dapat meningkatkan nilai tambah dari bangunan, misalnya meningkatkan nilai aset, meningkatkan citra dan reputasi, dan meningkatkan kemampuan pasar yang kompetitif (Bay et all, 2006) (KenYeang, 2013)
Terkait dengan efisiensi ruang dan aktifitas, hasil penelitian dari pengaplikasian sistem greenwall lebih efektif bila dibandingkan dengan roofgarden. Karena area top floor sering digunakan sebagai tempat untuk meletakkan instalasi utilitas seperti AHU, tandon air dan panel surya. Sedangkan area untuk vertical garden lebih luas, karena kita dapat memanfaatkan seluruh permukaan dinding (Cheng et al, 2010). Terkait aspek ekologi dan efisiensi energi, salah satu penelitian membuktikan juga bahwa bangunan yang diselubungi tanaman dengan sistem greenwall dapat memberikan manfaat terhadap ekologi dan lingkungan, baik untuk skala perumahan, kota maupun skala yang lebih besar. Selain itu aplikasi greenwall akan memperbaiki kualitas udara dan mengurangi polusi udara. Terlebih lagi, greenwall dapat mengurangi efek Urban Heat Island (UHI), sehingga akan memberikan kenyamanan thermal secara alami pada bangunan dan memungkinkan untuk penghematan energi (Perini et al, 2012). Enam (6) parameter dasar Green Architecture versi LEED (GBCI, 2013) (LEED, 2013). salah satunya adalah efisiensi energi. Terkait dengan efisiensi energi di daerah tropis menurut Ken Yeang yaitu : 1). aspek oriantasi bangunan, 2). disain pelapis bangunan ( jenis glazing, shading disain, material dinding dan rasio bukaan terhadap dinding), 3). penerangan, 4). beban peralatan dan 5). sistem ventilasi dan 6). pendinginan (Massantoso, 2001). Sebagian besar bangunan tropis, seperti di Kota Semarang ini, kebutuhan alat pendingin ruangan elektronik sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan suasanan nyaman dalam ruangan. Hal ini disebabkan usaha untuk menghalau akumulasi panas yang berlebihan dan terkumpul dalam bangunan. Persentase kebutuhan energi listrik akan semakin meningkat bila kita tidak melakukan strategi konfigurasi disain kulit bangunan. Karena dalam suatu penelitian diketahui bahwa beban panas karena kulit bangunan (skin load dominated) mempengaruhi 80% suhu interior rumah tinggal. Manfaat dari kehadiran dan penerapan Green Building akan memberi keuntungan sebagai berikut (GBCI, 2013) (LEED, 2013): Penurunan energi bisa mencapai 30% Penurunan karbon mencapai 35% Penurunan konsumsi air sekitar 30-50% Dan yang terpenting penurunan biaya operasional perawatan bisa mencapai 5090%.
3
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Visualisasi tampilan keuntungan bangunan berlabel Green dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4 Manfaat dari Bangunan yang Menerapkan Konsep Green Building Versi Leed. (Gbci, 2013) (Leed, 2013) Desain Gedung Pemerintah Hemat Energi Menurut Satwiko (2005) energi adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu. Energi dapat ditemukan dalam beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi cahaya, energi panas, energi mekanik, dan energi nuklir. Hukum kekekalan energi menyebutkan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan dan diciptakan. Dia hanya dapat berubah-ubah bentuk. Sedangkan energi listrik itu sendiri sudah dianggap sebagai sumber energi sekunder setelah matahari. Sifat energi listrik yang luwes menjadikannya untuk mampu diaplikasikan dalam segala bidang perencanaan arsitektur. (Satwiko, 2005) Definisi arsitektur hemat energi, dapat dikatakan bahwa desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan ataupun produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize the usage of energi without constraining the building function nor the comfort of productivity of occupants..”. Pernyataan ini sesuai dengan pedapat Karsono (2007), yang mengatakan bahwa Arsitektur Hemat Energi adalah kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia. Pendekatan perhitungan panas dalam ruangan dapat dihitung bilamana kita menggunakan persamaan tranfert panas, baik secara konveksi, konduksi bahkan radiasi. (Henrich, 2005) ( Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam mewujudkan arsitektur berkelanjutan. “Ecological design, is bioclimatic design, design with
4
(Eddy Prianto)
the climate of the locality, and low energi design.” (KenYeang, 2013) . Beliau menekankan perancangan pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah. Perancangan pasif menekankan pada kondisi iklim setempat, dengan mempertimbangkan: konfigurasi bentuk bangunan dan perencanaan tapak, orientasi bentuk bangunan (fasad utama dan bukaan), desain fasad (termasuk jendela, lokasi, ukuran dan detail), perangkat penahan radiasi matahari (tritisan atau sunshading pada fasad), perangkat pasif siang hari, warna dan bentuk selubung bangunan, tanaman vertikal, serta faktor angin dan ventilasi alami. Penerapan Rancangan Pasif-Disain adalah merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik (Satwiko, 2005). Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek, sehingga rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar, dengan mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantasi fluktuasi iklim luar melalui solusi arsitektural. Metoda Penelitian Alat Ukur yang Digunakan Dalam penelitian ini digunakan 3 (tiga) alat ukur konvensional (lihat gambar di bawah). Dikatakan konvensional, karena secara teknis pelaksanaan di lapangan masih mengandalkan tenaga pengukur yang akan bekerja 24 jam non stop setiap hari dan melakukan pengamatan secara cermat di setiap jamnya. Kelebihan dari metodologi ini, akan didapatkan data ukur yang lebih riil dan cermat tanpa takut kekeliruan karena kesalahan pemasangan alat ukur. Untuk tahap verifikasi hasil pengukuran dapatan dilakukan beberapa cara, diantaranya pengukuran lapangan juga dengan menggunakan perangkat ukur lain (thermo-couple), model matematika, pengukuran di dalam laboratorium (menggunakan wind tunnel), bahkan verifikasi hasil penelitian antar peneliti lain.
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14
a
b
c
Gambar 5 Ragam Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian : Infrared Thermometer, Light-Meter Dan Termo-Higro Clock Sketsa Rekonstruksi Model Rumah Uji Pada tahap awalnya dilakukan pengukuran terhadap sebuah rumah model di atas rel putar langsung di lapangan (in-situ) yang ada di Jurusan Arsitektur Undip Semarang, secara paralel juga dilakukan studi typomorphologi jenis tanaman rambat yang adaptif di kota Semarang.
Gambar 6 Rekonstruksi Persiapan Pengukuran Rumah Green Prinsip metoda pengukuran lapangan ini adalah mengkaji efek panas dari akibat pancaran sinar matahari sepanjang hari terhadap dinding yang dilapisi suatu tanaman rambat. Model rumah uji coba berupa rumah miniatur berukuran 1.00 m x 1.00m x 1.00m, dengan skala ketebalan dinding-dindingnya 1:1. Artinya, dimensi dan bahan pembentuk rumah menggunakan bahan bangunaan riil seperti batu bata dan bahan penutup atap ukuran sebenarnya. Model ini telah digunakan untuk beberapa percobaan sebelumnya, seperti peran dan pengaruh warna dinding, ragam batu alam hingga ragam material penutup atap (Prianto, 2010, 2011)
Gambar 7 Rumah Model Diatas Meja Putar: Kondisi Awal (Kiri), Kondisi Telah Dilapisi Tanaman (Kanan) Kendala cuaca harian dalam penelitian ini harus didapatkan cuaca kota Semarang yang cerah dan tidak berawan. Semenjak awal tahun 2013, kondisi cuaca di kota Semarang dan sekitarnya tidaklah tentu, sehingga pilihan hari sangat tergantung dari ramalan cuaca. Tahap Persiapan dan Pengukuran Rumah Model Pembanding Untuk mendapatkan data suhu permukaan dinding-dinding dari rumah model ini, pengukuran dilakukan dengan alat ukur (infra red thermometer), dimana telah ditentukan 38 titik ukur yang mewakili tiap sudut dinding bangunan hingga titik ukur pada permukaan atap dan lantainya. Posisi titik ukur terletak pada bidang dinding, atap, lantai dan plafon, dengan posisi sebagai berikut: Di setiap posisi dinding interior dan eksteriornya, terdapat 4 titik ukur (jarak dari lantai setinggi 0,15m; 0,30m; 0,60m dan dibawah bayang-bayang atap/tritisan Pada bidang atapnya, 1 (satu) titik di bagian atas dan 1 (satu) titik dibagian bawah/ terlindung), baik pada posisi atap bagian depan ataupun bagian belakang. Pada bagian interiornya terdapat 1 (satu) titik pada bagian plafond dan 1(satu) titik pada bagian lantai. Profil suhu permukaan material tersebut diamati pada setiap jam selama sehari penuh (12 jam) dengan pengukuran setiap rentang 60menit/1jam. Dan dalam setiap pengambilan suhu pada tiap titik dilakukan selama 3 kali „tembakan‟, hal ini dimaksudkan agar kesalahan pengambilan di tahap pertama dapat di hindari.
5
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal
Gambar 8 Ketinggian Titik Ukur pada Bidang Dinding dari Rumah Uji Awal (Kiri) dan Rumah Uji Telah Dilapisi Tanaman (Kanan) Selain suhu permukaan dinding-dindingnya, juga dilihat profil dari kelembaban ruang luar dan ruang dalam, dan yang terpenting adalah suhu rata-rata interior ruangan sebagai akumulasi panas dari dinding-dindingnya. Untuk kesemua ini digunakan alat ukur light-meter dan thermo-higro clock. Façade utama diposisikan selalu menghadap arah datang sinar matahari dari pagi hingga sore, hal ini sangat memungkinkan karena model diletakan di atas rel putar yang dapat diputar 360. Maksud dari penempatan sisi bangunan yang harus selalu menghadap ke arah datang sinar matahari adalah agar didapatkan kondisi yang ekstrim dari suatu bidang envelope yang selalu terkena sinar matahari. Untuk itu, posisi bangunan/ facade utama pada pagi hari Pk.06.00 diarahkan timur, dan pada setiap jamnya facade akan diputar hingga pada sore hari facade sudah pada posisi menghadap ke Barat. Kondisi rumah model yang belum dilapisi oleh tanaman, akan diukur terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data ukur kondisi ‟awal‟. Untuk itu perbedaan cuaca pada hari pertama dan hari berikutnya diharapkan tidak terlalu berbeda ekstrim. Data hasil pengukuran tahap awal ini akan digunakan sebagai pembanding dengan data pengukuran berikutnya. Nilai besaran tentunya tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk kondisi riil, karena rumah model ini memang dibuat secara miniatur. Deskripsi fisik dari rumah model uji coba tahap awal adalah sebagai berikut : Ukuran model : 1.00m x 1.00m x 1.00m Bahan atap : asbes Model atap : tradisional joglo Bahan dinding : bata ukuran reel Lubang jendela pada facade utama : porosity 30% (Prianto, 2002, 2005) Lantai : keramik putih Plafon : asbes
6
(Eddy Prianto) Letak lubang jendela miniatur : inlet pada bagiaan depan dan outlet pada bagian belakang
Tahap Pengukuran greenwall Dua langkah yang dilakukan pada tahapan studi typomorphologi tanaman rambat untuk Kota Semarang. Pertama dilakukan survey lapangan / taman rambat dibeberapa tempat di Kota Semarang, dengan mengamati tipe-tipe jenis tanaman apa saja yang pada umumnya masyarakat gunakan untuk menutupi dinding bangunan/ bagian dari rumah. Di Kota Semarang, lepas tepat tidaknya dari konsep penerapan greenwall, kita dapat jumpai terapannya di gedung Pertamina di Jalan Thamrin Semarang. Kedua, dilakukannya survey jenis tanaman dengan melakukan wawancara dan pengamatan pada penjual/ ahli taman di kawasan penjual tanaman Kalisari Semarang Barat.
Gambar 9 Ragam Tanaman yang Memungkinkan Ditempel pada Dinding Bangunan di Kota Semarang Untuk penelitian awal ini, pada akhirnya dengan pertimbangan harga tanaman, biaya pemasangan hingga waktu pelaksanaan di cuaca yang tidak tentu ini, akhirnya dipilih sebuah tanaman untuk diujicobakan ditempelkan pada rumah uji. Dan tentunya pada penelitian kelanjutan akan lebih di variasikan jenis tanaman serta skala pengukurannnya.
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14
a
b
c
d
e
f
g
h
i Gambar 10 Proses Pemasangan Tanaman Dinding Vertikal (Rumput) pada Rumah Model a) tanaman ditaruh dalam media/kertas dan diikat, b) tampilan tanaman yang siap di pasang pada dinding, c) pemasangan bidang tanaman pada model, d) penyempurnaan tanaman pada seluruh dinding model, e) Rumah greenwall siap
diukur, f) façade utama yang diarahkan pada arah datang sinar, g) posisi model tepat dibawah terik matahari pk 12.00, h) tim sedang melakukan pengukuran secara konvensional, i) dua kondisi tanaman yang diukur (di bawah pancaran sinar dan bagian yang terlindungi/bayangan atap) Pengukuran pada tahap dua ini, dilakukan pada model yang sama, dimana keseluruhan dindingnya telah dilapisi tanaman. Beberapa pertimbangan dalam memilih jenis tanaman yang akan ditempelkan pada dinding rumah model uji coba ini adalah terpilihlah tanaman jenis rumput-rumputan dengan pertimbangan sebagai berikut : Pertama : keberadaan/ kesiapan tanaman rumput ini memiliki ketebalan media tanam/tanah yang relatif sama, sekitar 3 – 4 cm. Kami membeli di kawasan penjualan tanaman hias di Kota Semarang, dimana tanaman rumput telah di kemas dengan ukuran sekitar 1.00m2 tiap paket. Kedua : kondisi awal dari jenis rumput ini secara fleksibel dapat dipilih, artinya kami membutuhkan kondisi yang hidup/segar dan memiliki waktu relatif cukup singkat untuk langsung dipasang dan diukur pada media rumah model (tidak memerlukan waktu lama, untuk menunggu kondisi tanaman rambat ini hidup dengan baik di media dinding uji coba. Ketiga : pada kesempatan penelitian awal ini, kami mencoba mengambil 1 (satu) sampel terlebih dulu (lapisan rumput). Sehingga pilihan tanaman standar ini dapat digunakan pula sebagai pembanding terhadap ragam tanaman rambat lainnya. Dan hal ini menjadi salah satu rekomendasi kami nantinya untuk kelanjutan topik penelitian ini. Adapun deskripsi tampilan rumah model yang terlapisi tanaman adalah sebagai berikut : Ukuran model : 1.00m x 1.00m x 1.00m Bahan atap : asbes (tetap) Model atap : tradisional joglo (tetap) Seluruh bahan dinding : bata ukuran riil + dilapisi tanaman dengan ketebalan 4 cm dari permukaan dinding awal (terdiri dari lapisan media pengikat/kertas karton, lapisan tanah dan badan rumput) Letak lubang jendela miniatur : inlet pada bagiaan depan /pada facade utama dengan porosity 30% (tetap) dan outlet pada bagian belakang Lantai : keramik putih (tetap) Plafond : asbes (tetap)
7
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Teknik pemasangan tanaman rambat dengan kondisi harus cepat dan tepat, tidaklah semudah yang dibayangkan. Karena karakter tanaman beserta medianya (tanah) tidak mudah untuk diposisikan secara vertikal. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait juga telah dilakukan walau sebatas pemahaman media pengikat/penyatu untuk penempelalan tanaman. Bagaimana memposisikan /memilih media tanam untuk jenis rerumputan ini perlu ditindaklanjuti. Secara prinsip, inovasi penanaman ini akhirnya kami dapatkan dengan mengikat setiap ukuran rumput 0.20m x 0.30m pada masing-masing ukuran dinding. Setelah seluruh dinding terselimuti, kami memerlukan waktu semalam sebelum dilakukan pengukuran selanjutnya. Sebagaimana teknis pengukuran yang dilakukan pada tahap sebelumnya, bahwa tahapan awal pengukuran ini dilakukan dengan menempatkan facade utama rumah model diposisikan menghadap ke timur (ke arah datangnya sinar matahari pagi) hingga sore hari. Perbedaan ketinggian titik ukur pada bidang dinding (diposisikan 4 titik ukur dengan jarak dari lantai setinggi 0,15 m; 0,30 m; 0,60 m dan di bawah bayang-bayang atap/ tritisan) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan suhu permukaan dinding dari masingmasing titik. Apakah di ketinggian 0.15 m dan 0.60 m tingkat panas dindingnya sama? Hasil ukur dan analisa dari profil ketinggian ini akan menjadi salah satu rekomendasi, bahwa sebaiknya tanaman diposisikan di bagian atas, tengah atau bawah suatu dinding. Metoda Analisa Profil dari perbedaan dari dua tahap pengukuran ini bisa dijadikan konsep awal perencanaan desain arsitektural. Atau data-data ukur yang diperoleh dalam keseluruhan tahapan ini, dianalisa untuk mendapatkan tujuan penelitian. Pertama, seberapa besar perbedaan suhu interior pada rumah model ini dari kondisi obyek awal dan obyek yang telah dilapisi tanaman? Apakah betul pelapisan tanaman pada dinding-dinding bangunan akan menurunkan suhu interior pada siang hari? Dan pada orientasi bangunan sebelah mana suhu interior mencapai ukuran optimal (kondisi tidak panas) dengan kehadiran lapisan tanaman pada dinding? Kedua, bagaimana konsep awal terapannya pada bangunan pemerintah di Kota Semarang? Hasil dan Pembahasan Kajian Pertama : Profil panas dinding permukaan eksterior dan interior pada bangunan yang belum di lapisi tanaman suhu udara rata-rata interior lebih dingin 0,5 0C dibanding suhu udara rata-rata
8
(Eddy Prianto)
eksterior. Atau mengalami penurunan sebesar 2% dari 26,6 0C ke 26,1 0C Hasil pengukuran pada rumah model kondisi awal dapat dilihat pada gambar 11 dan 12. Posisi suhu permukaan dinding eksterior pada seluruh orientasi (timur, barat, utara dan selatan) terhadap suhu udara eksteriornya semenjak awal pengukuran hingga akhir (pk.06.00- pk18.00) berposisi lebih tinggi/ lebih panas, dengan perbedaan panas rata-rata 1,6 0C (hampir mencapai 20C atau 6% lebih panas). Lebih detailnya perbedaan panas berdasarkan orientasi : Bagian timur : 1,80C atau 7% lebih panas Bagian barat : 0,90C atau 4% lebih panas Bagian selatan : 2,20C atau 8% lebih panas Bagian utara : 1,30C atau 5% lebih panas
Gambar 11 Grafik Profil Suhu Permukaan Dinding Eksterior terhadap Suhu Udara Eksterior Pada Rumah Uji yang Belum Terlapisi Tanaman
Gambar 12 Profil Suhu Permukaan Dinding Bagian Dalam terhadap Suhu Udara Interior pada Kondisi Rumah Uji Tanpa Lapisan Tanaman, dengan Posisi Titik Ukur 0,30 M di atas Muka Tanah
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14 Posisi suhu permukaan dinding interior pada seluruh orientasi (timur, barat, utara dan selatan) terhadap suhu udara interior semenjak awal pengukuran hingga akhir (pk.06.00pk18.00) berposisi lebih tinggi/ lebih panas, dengan perbedaan panas rata-rata 0,70C (hampir mencapai 10C atau hanya 3% lebih panas). Lebih detailnya perbedaan panas berdasarkan orientasi : Bagian timur : 0,70C atau 3% lebih panas Bagian barat : 0,70C atau 3% lebih panas Bagian selatan : 0,90C atau 3% lebih panas Bagian utara : 0,70C atau 3% lebih panas Dari profil keduanya (eksterior dan interior), menunjukan, bahwa profil suhu ratarata dinding permukaan eksterior, yang mempunyai suhu paling panas adalah dinding orientasi timur (28,40C) dan utara (28,80C). Dan kondisi orientasi barat dan selatan relatif sama (27,50C – 27,90C). Kenapa sisi utara lebih panas dari pada sisi timur ? hal ini disebabkan pada saat pengukuran di bulan Februari 2013, posisi matahari terletak di sebelah utara khatulistiwa/ menuju ke arat utara (pergerakan lintasan matahari antara bulan Maret ke Juni mengarah keutara, sejauh 150 dari posisi arah timur). Suhu permukaan dinding interior tertinggi pun berada pada posisi dinding sebelah utara dibanding sisi ketiga orientasi lainnya. Hal ini menyakinkan kita, bahwa pengukuran dengan model rumah uji dengan skala diminimalkan/miniatur, ternyata valid secara proposional dari kondisi sebenarnya. Kemampuan serapan panas pada dinding rumah model ini (envelope) ditandai seberapa besar panas yang diterjadi dan seberapa besar suhu udara rata-rata akhir di bagian ruang dalamnya. Hal inilah yang akan menunjukan pada kita, seberapa besar suhu udara rata-rata dalam ruangan dari pengaruh keberadaan lapisan tanaman pada dinding luar bangunan. Dimana dari grafik dapat dilihat, bahwa perbedaan ratarata suhu udara eksterior dan interior berselisih 0,50C atau lebih dingin 0,50C pada bagian interiornya. Kesimpulan awal : Pengukuran suhu udara rata-rata dalam suatu ruangan di Kota Semarang, dengan cara menggunakan model rumah miniatur berukuran 1.00m x 1.00m x 1.00m, pada bulan pebruari 2013 (posisi matahari berada di sebelah utara khatulistiwa) secara prinsip hasil ukuran valid, dalam arti dinding-dinding yang berposisi/ diorientasikan sebelah utara akan lebih panas dari pada yang beraada di ketiga orientasi lainnya.
Untuk mengetahui peran dari „traitment‟ dinding bangunan/envelope bangunan, maka dilakukan pengukuran pada rumah model yang belum dilapisi sebagai bahan pembanding. Profil suhu udara rata-rata dalam ruangan dibanding suhu udara rata-rata luar ruangan pada model awal menunjukan perbedaan 0,50C lebih panas untuk bagian luar, atau secara prosentrase terdapat selisih 2%.
Kajian kedua : Profil suhu dinding permukaan eksterior dan interior pada bangunan yang telah dilapisi tanaman suhu udara rata-rata interior lebih dingin 0,80C dibanding suhu udara rata-rata eksterior. Atau mengalami penurunan sebesar 3% dari 28,1 0C ke 27,20C . Untuk hasil pengukuran pada rumah model yang telah dilapisi tanaman rambat, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 13 Grafik Profil Suhu Permukaan Dinding Eksterior terhadap Suhu Udara Eksterior pada Bangunan greenwall
Gambar 14 Profil Suhu Permukaan Dinding Bagian Dalam terhadap Suhu Udara Interior pada Kondisi Rumah Uji dengan Lapisan Tanaman (Greenwall), dengan Posisi Titik Ukur 0,30 m di Atas Muka Tanah.
9
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Posisi suhu rata-rata permukaan dinding eksterior pada seluruh orientasi (timur, barat, utara dan selatan) terhadap suhu udara eksteriornya yang diukur dari pk.06.00 hingga pk18.00 berposisi lebih tinggi/lebih panas, dengan perbedaan panas rata-rata 1,6 0C (hampir mencapai 20C atau 6% lebih panas). Lebih detailnya perbedaan panas berdasarkan orientasi : Bagian timur : 3,10C atau 11% lebih panas Bagian barat : 0,90C atau 3% lebih panas Bagian selatan : 1,30C atau 4% lebih panas Bagian utara : 1,00C atau 4% lebih panas Sedangkan posisi suhu permukaan dinding interior pada seluruh orientasi (timur, barat, utara dan selatan) juga berposisi lebih tinggi/lebih panas, dengan perbedaan panas ratarata 0,5 0C atau hanya 2% lebih panas). Lebih detailnya perbedaan panas berdasarkan orientasi : Bagian timur : 0,70C atau 3% lebih panas Bagian barat : 0,60C atau 2% lebih panas Bagian selatan : 0,50C atau 2% lebih panas Bagian utara : 0,40C atau 1% lebih panas Dari profil keduanya (eksterior dan interior), menunjukan, bahwa profil suhu ratarata dinding permukaan eksterior, yang mempunyai suhu paling panas adalah dinding orientasi timur (31,20C) dan utara (29,40C). Kondisi orientasi barat dan selatan relatif sama (29,0 0C – 29,10C). Kemampuan serapan panas pada dinding rumah model rumah greenwall ini (envelope) akan ditandai seberapa besar panas yang diterjadi dan seberapa besar suhu udara ratarata akhir di bagian ruang dalamnya terhadap model pembandingnya / model awal tanpa lapisan tanaman. Pada grafik hasil tampilan pengukuran dapat dibaca, bahwa perbedaan rata-rata suhu udara eksterior dan interior berselisih 0,80C atau lebih dingin 0,80C pada bagian interiornya. Kesimpulan awal : Untuk mengetahui peran dari „traitment‟ dinding bangunan/envelope bangunan greenwall, maka data dari pengukuran rumah greenwall ini akan diperbandingkan dengan rumah model yang belum dilapisi (simak pada kajian pertama diatas). Profil suhu udara rata-rata dalam ruangan dibanding suhu udara rata-rata luar ruangan pada model awal menunjukan perbedaan 0,80C lebih panas untuk bagian luar, atau secara prosentrase terdapat selisih 3%.
10
(Eddy Prianto)
Kajian ketiga : Perbedaaan profil suhu udara rata-rata interior antara model yang belum ditempeli dan model yang sudah ditempeli tanaman (greenwall) bangunan green signifikan memberikan penurunan suhu dalam ruangan dibanding dengan bangunan tanpa lapisan tanama. 85% alokasi waktu sepanjang hari (10/12jam), suhu udara interior berada di bawah suhu rata-rata eksteriornya. Tahap ketiga ini merupakan „kunci‟ dari tujuan penelitian yang dilakukan saat ini, dimana seberapa jauh peran tanaman pelapis dinding bangunan dalam menciptakan suhu udara interior semakin „dingin‟? Keakuratan pengamatan dengan model secara proposional telah dibuktikan di atas (cek kajian pertama), sehingga peran terciptanya kondisi udara nyaman di daerah tropis seperti Kota Semarang, lewat teknik penelitian yang semacam ini dapat dikembangkan dan dieksplorasi. Langkah dalam penganalisaan kali ini, kita akan langsung membandingkan kedua profil akhir dari pengukuran suhu udara dalam ruangan. Kendalanya, memang pengukuran dilakukan pada hari yang berbeda, tentunya cuaca suatu hari tidaklah akan sama persis dengan hari sebelum atau sesudahnya. Untuk itu besaran angka tidaklah dijadikan tolok ukur dalam mengambil kesimpulan tapi tingkat proporsional terhadap kenaikan atau penurunan suhu yang akan diambil sebagai betasannya dalam menentukan hipotesa penelitian ini. Semakin besar prosentase antara penurunan suhu udara eksterior terhadap interior dari suatu pengukuran rumah greenwall tercapai, maka kita dapat mengambil kesimpulan awal bahwa peran dari lapisan tanaman pada dinding berhasil menurunkan suhu udara dalam ruangan.
Gambar 15 Profil Suhu Udara dalam Ruangan dan Luar Ruangan dari Kedua Rumah Uji Coba
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14
Gambar 16 Selisih Suhu Udara Ruang dalam dari Kedua Rumah Uji Sebagaimana telah dijelaskan pada kajian sebelumnya, suhu udara rata-rata eksterior pada pengujian rumah model awal sebesar 26,6 0C dan suhu udara interiornya sebesar 26,10C atau dengan selisih rata-rata 0,50C. Sedangkan suhu udara rata-rata eksterior pada saat pengujian greenwall 28,10C dan suhu udara interiornya yang terjadi dalam rumah greenwall 27,20C, atau dengan selisih rata-rata 0,80C. Artinya, dengan kondisi bangunan greenwall, ternyata suhu udara dalam ruangan dapat mengalami penurunan rata-rata 3%, atau lebih dingin dibanding penurunan suhu udara dalam bangunan tanpa lapisan tanaman (2%). Sampai sejauh ini, terbuktilah, bahwa pelapisan pada dinding bangunan berukuran 1.00m x 1.00m x 1.00m dapat menurunkan suhu udara interiornya. Walau nilai ukurannya relatif kecil, maka berawal dari penelitian ini perlu ditindaklanjuti lingkup parameternya, yaitu inovasi dan pengembangan skala ruangan yang lebih besar dan ragam serta kepekatan tanaman pelapis. Lebih jelasnya dapat dilihat tampilan grafik di atas.
Pk.06.00 Pk.07.00 Pk.08.00 Pk.09.00 Pk.10.00 Pk.11.00 Pk.12.00 Pk.13.00 Pk.14.00 Pk.15.00 Pk.16.00 Pk.17.00 Pk.18.00
Rumah uji Greenwall Rumah uji pembanding Eksterior Interior Selisih Eksterior Interior Selisih 25,0 25,5 -0,5 24,2 24,3 -0,1 25,9 26,1 -0,2 24,7 24,8 -0,1 27,3 26,6 0,7 24,6 24,7 -0,1 28,0 27,0 1,0 25,5 25,5 0,0 29,2 27,3 1,9 26,6 25,8 0,8 29,4 27,6 1,8 27,3 26,4 0,9 29,6 28,0 1,6 27,9 26,8 1,1 30,1 28,2 1,9 27,4 26,4 1,0 29,4 28,2 1,2 28,0 26,9 1,1 28,4 27,7 0,7 28,4 27,4 1,0 28,3 27,6 0,7 27,7 27,2 0,5 27,5 27,5 0,0 27,1 26,9 0,2 27,0 26,9 0,1 26,6 26,6 0,0
Gambar 17 Tabel Pengukuran Suhu Udara Interior dan Eksterior dari Kedua Model pada Pengukuran Setiap Jam Selama 12 Jam/Sehari Penuh
Yang menarik dari data pengukuran ini, lihat tabel di atas, bahwa : Pada rumah yang belum dilapisi tanaman, suhu udara dalam ruangan akan terasa lebih panas dari pada suhu eksteriornya hingga pk.08.00 pagi hari dan setelahnya hingga pk 18.00 suhu udara interiornya pada kondisi di bawah suhu udara eksteriornya. Namun capaian maksimal diatas 10C akan mulai setelah dini hari selama 4 jam (pk 12.00 sampai 15.00 ). Hal yang sama terjadi pada rumah greenwall, hanya saja perbedaan suhu ruangan akan mulai lebih dingin dari pada suhu eksteriornya dimulai pk 07.00 atau lebih cepat satui jam pengukuran. Dan suhu udara mencapai maksimum di atas 10C akan dirasakan selama 6 jam, dimulai dari pk 09.00 hingga pk 15.00 . Artinya, terjadi keuntungan pada rumah yang di „traitment‟ dengan green wall, bahwa suhu udara dalam ruangan akan lebih cepat dingin selama 11jam/13 jam (85%), dibanding dengan ruangan yang tidak di „traitment‟, yaitu sebesar 8jam/13jam (62%). Dan perbedaan suhu udara eksetrior dan interior pada kondisi bangunan green bisa mencapai 20C, sedangkan pada kondisi bangunann yang tidak ditraitment tidak lebih dari 10C. Kajian keempat : Efektifkah penerapan greenwall pada bangunan pemerintah yang bertingkat? penerapan greenwall tidak harus menyelimuti seluruh permukaan dindingnya, efektifitas penurunannya terletak pada bagian tengah bidang dinding vertikal. Kita ketahui bersama, tidak ada bangunan di tengah kota yang didesain tidak bertingkat. Pertimbangan efisiensi lahan dan usaha untuk menciptakan proporsi ideal 30% ruang terbuka kota. Begitu juga halnya pada bangunan pemerintah yang ada di Kota Semarang, hampir 100% bangunan yang ada bertingkat/lebih dari satu lantai, dengan komposi penzonaan ruang secara vertikal berturut-turut dalah ruang publik, ruang semipublik dan ruang privat dibagian atasnya/ruang kerja dan ruang pertemuan. Bilamana pada kajian sebelumnya telah dibuktikan bahwa peranan greenwall dapat menciptakan suhu dalam ruangan lebih nyaman dibanding suhu udara diluarnya, bagaimanakah terpan pada bangunan bertingkat ? apakah diterapkan pada sel;uruh bidang dindingnya atau sebagian, atau pada orientasi tertentu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bahas efektifitas dari terbentuknya suhu dala ruangan karena faktor ketinggian titik ukurnya.
11
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Suhu permukaan dinding eksterior (T-a) Suhu permukaan dinding eksterior (T-60) Suhu permukaan dinding eksterior (T-30 Suhu permukaan dinding eksterior (T-15)
Non-Greenwall 27,7 C 27,8 C 28,4 C 28,5 C
Greenwall 29,7 C 30,7 C 31,2 C 30,9 C
Suhu permukaan dinding interior (T-a) Suhu permukaan dinding interior (T-60) Suhu permukaan dinding interior (T-30) Suhu permukaan dinding interior (T-15)
26,9 C 26,8 C 26,8 C 26,7 C
28,2 C 27,9 C 27,9 C 27,8 C
Selisih eksterior&interior (T-a) Selisih eksterior&interior (T-60) Selisih eksterior&interior (T-30) Selisih eksterior&interior (T-15)
0,8 C 1,0 C 1,6 C 1,7 C
1,4 C 2,7 C 3,3 C 3,1 C
Gambar 18 Tabel Profil Suhu Permukaan Dinding Bagian Dalam dan Luar dari Perbedaan Ketinggian Titik Ukur yang Berbeda ( 0,15m, 0,30m Dan 0,60m Serta Satu Titik Ukur di Bawah Bayang-Bayang (T-A) Pada grafik tersebut dapat dipaparkan bahwa : Profil suhu permukaan dinding bagian dalam dan luar dari rumah greenwall, menunjukan bahwa suhu terpanas ada pada bagian tengah bidang dinding vertikal (+ 0.60 m). Hal ini menunjukan pergeseran dibanding dengan rumah uji awal (ada pada bagian terbawah 0.15 m). Sebaran suhu permukaan dinding luar pada bangunan greenwall relatif merata, karena terpanas ada di bagian tengah dan terendah ada di bagian atas (posisi dinding yang terlindungi atap/zona di bawah bayangan). Hal ini sangat berbeda dengan profil sebaran panas pada rumah ujia awal, dimana sebarannya memanas menuju kebawah. Sedangkan sebaran suhu dinding permukaan interiornya dari kedua model uji dan sebarannya relatif sama, artinya keduanya akan semakin memanas ke bagian atas. Dari ketiga hasil ukur tersebut di atas, terkait dengan perancangan arsitektur bangunan tinggi, ada beberapa konsep yang didapatkan : Penerapan tanaman dinding direkomendasikan terletak pada bagian tengah bidang dinding vertikal, pilihan penempatan berikutnya sebaiknya mengarah ke bawah. Hal ini lebih efektif, bilamana bidang dinding ini di bagian atasnya juga terbantu adanya tritisan yang akan menciptakan pembayangan. Panasnya suhu permukaan dinding bagian interior (walau di bagian luarnya telah terlindungi), tercipta karena udara panas yang berakumulasi pada bagian atas ruangan
12
(Eddy Prianto) dalam tidak dapat keluar ruangan, maka seyognyanya bagian atas dari bidang dinding bagian interior dapat diletakan pelubangan dinding (lubang yalusi). Jadi terkait dengan bangunan pemerintahan yang facade utama dominan terkena sinar matahari (pagi ataupun sore), seyognyanya traitment penerapan greenwall sangat diajurkan. Artinya, ternyata untuk perletakannya tidaklah harus seluruh bidang, bukankah hal ini dapat dikatakan efisiensi penggunaan tanaman rambat ?
Kesimpulan Walau model uji cobanya berupa rumah miniatur dengan ukuran 1.00m x 1.00m x 1.00m, namun komposisi pembentuk dinding, atap dan lantainya menggunakan material skala riil (1:1), ternyata hasil ukur yang dilakukan pada dua variabel beda (dinding tanpa lapisan tanaman dan dinding yang dilapis tanaman/ greenwall), dalam penelitian awal ini menunjukan hasil yang signifikan, bahwa bangunan greenwall mampu menurunkan suhu udara rata-rata dalam ruangan mencapai 0,8 0C atau sebesar 3% lebih dingin dibanding suhu udara eksteriornya. Dimana pada kondiri bangunan tanpa traitment hanya mencapai tidak lebih dari 0,5 0C atau kurang dari 2%. Terciptanya ambience dingin dalam ruangan secara alami ini (suhu udara rata-rata dalam ruangan lebih rendah dari suhu udara eksterior) dalam rumah greenwall lebih lama tercipta selama sehari (dari pk.06.00 sampai pk 18.00 ), yaitu mencapai lebih dari 80% dari total waktu tersebut. Artinya lebih lama 20% kondisi ruangan lebih dingin dibanding suhu udara eksteriornya. Sedangkan pada rumah yang tidak dilapisi hanya akan terjadi sekitar 60% dari total waktu siang hari. Variabel keragaman tanaman, kerapatan daun tanaman rambat dan bahkan mungkin warna daun tanaman hingga ketebalan media untuk hidup bagi tanaman di dinding menjadikan hipotesa selanjutnya yang memungkinkan memberikan peran yang lebih optimal dalam menciptakan ruangan lebih dingin. Ketebalan media untuk hidup bagi tanaman di dinding, untuk mengetahui efek warna cat pada permukaan dinding terhadap penurunan suhu interior dan pemakaian listrik dalam rumah tinggal perlu dilakukan perbandingan antara kondisi yang dinding yang belum diberi warna dan yang berwarna.
Riptek Vol. 7, No. 1, Tahun 2013, Hal. 1-14
Penerapan greenwall ternyata juga perlu mempertimbangkan efisiensi dan optimalisasi bahan tanamannya yang hendak ditempelkan pada dinding bangunan, tanpa harus menyimpang dari tujuan awalnya. Dari pengukuran terhadap ketinggian titik ukur dari tanaman dinding ini, ternyata efektifitas pemasangannya justru dimulai pada bagian tengah dan menuju ke bawah. Untuk bangunan atau gedung pemerintahan yang berlantai banyak, dimana dominasi bidang tengah merupakan ruang kerja, maka terapan greenwall pada bagian ini sangat direkomendasikan.
Ucapan Terimakasih Makalah ini merupakan bagian roadmap “Rumah Tropis Hemat Energi” dari rangkaian penelitian yang dilakukan di cluster Eco-Tropical Home di laboratorium Struktur dan Teknologi Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Pada kesempatan ini tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih pada pihakpihak di jajaran para mahasiswa program Magister Teknik Arsitektur, yang menjadi teknisi dan membantu pengukuran dilapangan dari kegiatan laboratorium semenjak awal tahun 2013 (Sdri. Ratih, Almesa dan Amalia). DAFTAR PUSTAKA Cheng C.Y., Ken K.S. Cheung, L.M. Chu.2010. “Thermal Performance Of A Vegetated Cladding System On Façade Walls”, Building and Environment, doi:10.1016 GBCI. April 2013. http://www.gbci.org/orgnav/about-gbci/about-gbci.aspx, “International- About Leed and GBCI”. Henry Leong. 2007. “Prefabricated Extensive Green Roof System”, United Premas, Seminar HDGG, Jakarta Hinrich, Radan Kleinbach, M. 2005. Energi – Its Used and The Environment, Fourth edition, United States : Thomson Brook Cole. Joo-Hwa Bay dan Boon-lay Ong. 2006. Tropical Sustainable Architecture-Sosial and Environment Dimensions. Elsevier ltd, Architectural Press, Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Karsono, Tri Harso. 2010. Green ArchitecturePengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia, Jakarta : Rajawali Press.
KenYeang. April 2013. “How Green Buildings Should Look Ken Yeang TreeHugger.htm KenYeang. April http://www.kenyeang.com/
2013.
LEED. April 2013. http://www.gbci.org/mainnav/building-certification/leedcertification.aspx Lippsmeier, Georg. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga. Mas Santoso. 2001. “ Harmoni di Lingkungan. Tropis Lembab : Keberhasilan bangunan Kolonial, Dimensi. Journal of Architecture and Built Environment Vol.29, No.1. Surabaya Perini Katia, Ottele Marc, Haas E.M., Rossana Raiteri Rossana. 2012. “Vertical Greening Systems”, A Process Tree For Green Facades And Living Walls, Urban Ecosyst, doi: 10.1007/s11252-012-02623. Poonia, S., Jethoo, A.S., Poonia, M.P. 2011. “A Short Review On Energi Conservation In Buildings Using Roof Coating Materials For Hot An Dry Climates”. Universal Journal of Environmental Research and Technology, Vol.1, Issue 3:247-252. Prianto, E. 2005. “Arsitektur Jendela Respond Gerakan Hemat Energi”. Jurnal Ilmiah Nasional Efisiensi & Konservasi Energi, Vol.1, No.1, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, hal 1-1.1 Prianto, E. 2007. “Energi Efficient Building as Manifesto of Enviromental Issue”. Seminar Home Design Going Green, Hotel Ciputra, Jakarta Prianto, E. 2007. “Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk keperdulian Global Warming”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang Riptek, Vol.1, No.1, Semarang hal 1-10 Prianto, E. 2010. “Efek Warna Dinding terhadap Pemakaian Energi Listrik dalam Rumah Tangga”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang Riptek, Vol.4, No.1, Semarang hal 31-35. Prianto, E. 2011 “Efek Penggunaan Batu Alam pada Fasad Rumah Tinggal terhadap Pemakaian Energi Listrik”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.5, No.2, Semarang hal 53-60.
13
Aplikasi Green Wall pada Gedung Pemerintah dalam Menciptakan Kenyamanan di Kota Semarang : Sebuah Studi Awal Prianto, E. 2012. “Desain Dinding Rumah Hemat Energi”. Sindo, Halaman Property. 24 April 2012. Prianto, E. 2013. “ Trik Hemat Listrik pada Skala Rumah Tinggal”, Buletin Teknologi Terapan Populer-UPPM, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Vol.1 No.1, p. 14-18 Prianto, E. dan Depecker, P. 2002. “Characteristic of Air Flow as The Effect of Balcony, Opening Design and Internal Division on Indoor Velocity”, Energi and Building,Vol.34. No.4., pp.401-409. Priatman,J. 2002. “ Energi Efficiency Architecture Paradigma dan Manifestasi Arsitektur Hijau”, Dimensi (Journal of Architecture and Built Environment), Vol.30, No.2. Surabaya.
14
(Eddy Prianto)
Prokum.esdm. April 2013. http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statist ik/Statistik%20Listrik_2012.pdf, “Indonesia Energi Statistic 2010” Pusdatin ESDM, 2012. Handbook of Energi Economic Statistic of Indonesia, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta, 126 p. Satwiko, P. 2005. “Arsitektur Sadar Energi”. Yogyakarta : Penerbit Andi. ISBN 979731-793-5, 220 hal. Wong N.H, Tan A.Y.K, Chen Y, Sekar K, Tan P.Y, Chan D, Chiang K, Wong N.C. 2010. “Thermal Evaluation Of Vertical Greenery Systems For Building Walls”. Building and Environment 45:663-672.