APLIKASI BIOCHAR SEKAM PADI DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 1)
Fazlini , Sri Umi Lestari2) , dan Ricky Indri Hapsari3) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuawana Tunggadewi Malang. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pemberian dosis biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman temulawak. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gading Kulon Kecamatan Dau, Malang Jawa Timur, dan berlangsung mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2014. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dimana faktor pertama adalah Biochar Sekam Padi: B0, B1, B2, B3 dan faktor kedua Pupuk Kandang Ayam: P0, P1, P2, P3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan. Perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0) merupakan perlakuan yang memperoleh hasil terbaik dibandingkan perlakuan P1, P2, P3. Interaksi perlakuan tidak menunjukkan hasil yang nyata terhadap semua parameter pengamatan. Kata kunci : Temulawak, Biochar Sekam Padi, Pupuk Kandang Ayam. APPLICATIONS AND FERTILIZER RICE HUSK BIOCHAR CHICKEN COOP ON PLANT GROWTH AND RESULTS TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ABSTRACT This research aims to study and know the dosing rice husk biochar and chicken manure on growth and yield of ginger. The research was conducted in the village of Gading Kulon District of Dau, Malang, East Java, and runs from May to August 2014. Research using randomized block design (RBD), where the first factor is Rice Husk Biochar: B0, B1, B2, B3 and the second factor Chicken Manure: P0, P1, P2, P3. Results of analysis of variance showed that rice husk biochar does not have a significant effect on all parameters observed. Treatment without chicken manure (P0) is a treatment to obtain the best results compared to treatment P1, P2, P3. Treatment interaction did not show tangible results on all parameters observed. Keywords : Wild Ginger, Rice Husk Biochar, Chicken Manure. PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia, termasuk salah satu jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan, karena memiliki banyak manfaat dan khasiat. Bagian yang berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang mengandung bahan aktif seperti xanthorizol, kurkumin dan minyak atsiri, berkhasiat meningkatkan kerja ginjal, anti inflamasi, obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti
kolesterol, anemia, dan pencegah kanker. Pemanfaatan tanaman ini cukup banyak, antara lain dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional (jamu), zat pewarna, makanan dan minuman serta kosmetik. Banyaknya manfaat tanaman tersebut menyebabkan permintaannya terus meningkat (Ferry et al., 2009). ), menurut (Ruhnayat, 2011) produksi rimpang temulawak masih belum optimal hanya mencapai 20 ton/ha akan tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan produksi rata – rata nasional 10,7 ton/ha, dengan pemakaian pupuk organik diharapkan mampu meningkatkan produktivitas temulawak. Penyebab rendahnya produksi dan produktivitas temulawak yaitu, pengurangan luas panen akibat peralihan lahan yang semula ditanami tanaman obat diganti dengan tanaman pangan (jagung, kedelai), rendahnya penggunaan bibit unggul yang sehat dan bermutu, serta teknik budidaya di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional jarang dilakukan pemeliharaan dan pemupukan, sehingga produktivitasnya rendah. Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas tanaman temulawak adalah sifat unggul tanaman (varietas), ketersediaan unsur hara (pupuk) seperti asupan bahan organik dan anorganik, serta aplikasi biochar pada konsentrasi yang optimal, pupuk kandang diperlukan untuk perkembangan pembentukan rimpang, sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menyokong pertumbuhan vegetatif, produksi rimpang dan mutu (Syahid dan Hadipoentyanti, 2007). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan terhitung dari Mei 2014 sampai Agustus 2014, tempat penelitian di Desa Gading Kulon Kecamatan Dau, Malang Jawa Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, cangkul, parang, sabit, gembor, polybag, kantong plastik, ember, seng, pilok, timbangan analitik, timbangan biasa, baskom, pisau rajang, kamera buku dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : bibit temulawak varietas Cursina 1, tanah, biochar sekam padi, pupuk kandang ayam, pupuk dasar SP-36, Urea, KCl, fungisida. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 2 faktorial dan 3 ualangan yaitu: Faktor pertama adalah biochar sekam padi B0 = 0 tanpa biochar (kontrol) B1 = Biochar sekam padi 5 ton/hektar = 375 gram/tanaman B2 = Biochar sekam padi 10 ton/hektar = 750 gram/tanaman B3 = Biochar sekam padi 15 ton/hektar = 1.125 gram/tanaman Faktor kedua adalah pupuk kandang ayam P0 = 0 tanpa pupuk kandang ayam (kontrol) P1 = Pupuk kandang ayam 10 ton/hektar = 750 gram/tanaman P2 = Pupuk kandang ayam 20 ton/hektar = 1.500 gram/tanaman P3 = Pupuk kandang ayam 30 ton/hektar = 2.250 gram/tanaman Dari kedua faktor perlakuan diatas diperoleh 16 kombinasi percobaan, dan masing-masing perlakuan diulangi 3 kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Tiap unit percobaan terdiri dari 3 sampel tanaman, sehingga keseluruhan ada 144 sampel (polybag). Disamping perlakuan akan diberikan pupuk dasar SP-36 (100kg/ha) dan KCL (100kg/ha), dari dosis tersebut akan diberikan pada tiap tanaman 1 kali pada waktu tanam dengan dosis 7,50 gram per tanaman. Sedangkan untuk pupuk Urea (200kg/ha) dengan dosis 15 gram per tanaman diberikan sebanyak 3 kali yaitu pada waktu 1, 2, 3 Bulan Setelah Tanam (BST), masing –
masing sepertiga bagian yaitu sekitar 5 gram per tanaman. Persiapan penelitian diawali dengan menyemaikan bibit menggunakan jerami sampai mata tunas muncul, setiap bibit diusahakan mempunyai 2 - 3 mata tunas, pengisian polybag dengan media tanam berupa tanah, biochar sekam padi, pupuk kandang ayam, dicampur secara merata dengan perbandingan 2:1:1. Kemudian dimasukkan kedalam polybag ukuran 40 x 40 cm (10kg), penanaman, pemeliharaan, panen. Adapun parameter yang diamati: Tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah rimpang, bobot basah rimpang, bobot kering rimpang. Analisis data diuji menggunakan Analisis of varians (Anova), dan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) taraf 5 % (Sastrosupadi, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Biochar Sekam Padi Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Parameter Pertumbuhan Tanaman Temulawak Tinggi Tanaman Tabel 1. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap tinggi tanaman temulawak pada berbagai umur pengamatan. Rerata Tinggi Tanaman (cm) Umur Pengamatan (HST)
Perlakuan 14 hst
28 hst
42 hst
56 hst
70 hst
84 hst
B0
7,28
11,40
13,68
13,97
12,08
10,86
B1
6,72
11,07
13,50
13,25
11,58
10,79
B2
6,82
11,36
13,68
13,58
12,42
11,63
B3
5,50
9,99
13,74
12,47
11,54
10,38
BNT 5%
ns
ns
ns
ns
ns
ns
P0
8,70 c
15,71 c
22,87 c
27,01 b
28,49 b
25,90 c
P1
5,93 a
9,82 b
11,36 ab
8,20 a
6,13 a
5,32 a
P2
6,39 b
10,15 b
10,74 a
9,29 a
7,21 a
7,81ab
P3
5,29 a
8,14 a
9,63 a
8,78 a
5,81 a
4,62 a
BNT5%
0,58
1,05
1,46
1,80
2,22
2,15
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan Dari Tabel 1 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata, terhadap tinggi tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan 14 – 84 hst. Hasil tertinggi pada tinggi tanaman terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0). Menurut Nobita (2012), perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah - tanah berat yang berliat, hal ini yang menyebabkan daya tumbuh rimpang lebih tinggi tanpa pupuk kandang ayam (P0), serta kandungan unsur hara didalam tanah masih cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman temulawak, pemberian pupuk kandang ayam yang digunakan pada
penelitian ini membuat media tanam cepat kering. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam yang bersifat panas, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman temulawak. Disamping itu pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan, hal ini disebabkan oleh kandungan hara pupuk kandang ayam sangat tinggi seperti kandungan C.organik (11,21 %), N.total (1,81 %), C/N (6), Bahan Organik (19,40), P (2,02 %), K (0,41 %). Ruhnayat (2011), menjelaskan bahwa kebutuhan unsur hara tanaman obat berimpang cukup tinggi. Kebutuhan unsur hara tersebut dipenuhi dari pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCL) dan pupuk organik yaitu pupuk kandang. Pemberian pupuk organik memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman obat berimpang, tetapi pupuk kandang ayam masih belum mampu memberikan hasil yang optimal pada pertumbuhan tanaman temulawak. Berbeda dengan perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman temulawak, hal ini diduga kandungan hara biochar yang digunakan masih rendah seperti C.organik (3,85 %), N.total (1,24 %), C/N (3), Bahan Organik (6,65), P (0,44 %), K (0,85 %). Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), biochar mengandung sekitar 50% karbon yang ada dalam bahan dasar. Bahan organik yang terdekomposisi secara biologi biasanya mengandung karbon kurang dari 20% setelah 5-10 tahun. Kalau dibakar, bahan organik hanya meninggalkan 3% karbon, dari karbon biochar yang tersisa hanya sedikit, sehingga belum mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman temulawak, serta proses penguraiannya kedalam tanah membutuhkan waktu yang lama yaitu sampai bertahuntahun. Jumlah Tunas Tabel 2. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap jumlah tunas tanaman temulawak pada berbagai umur pengamatan. Rerata Jumlah Tunas Perlakuan
Umur Pengamatan (HST) 14 hst
28 hst
42 hst
56 hst
70 hst
84 hst
B0
2,00
1,97
1,78
1,28
0,89
0,72
B1
1,86
1,72
1,47
1,00
0,67
0,56
B2
1,83
1,67
1,53
1,14
0,83
0,75
B3
1,67
1,56
1,56
1,11
0,69
0,61
BNT 5%
ns
ns
ns
ns
ns
ns
P0
1,81
2,00
1,92
1,78 b
1,72 b
1,50 b
P1
1,75
1,58
1,39
0,94 a
0,42 a
0,28 a
P2
1,89
1,67
1,47
0,92 a
0,47 a
0,47 a
P3
1,92
1,67
1,56
0,89 a
0,47 a
0,39 a
BNT5%
ns
ns
ns
0,13
0,13
0,12
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan
Dari Tabel 2 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas tanaman, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas tanaman temulawak pada umur pengamatan 56, 70, 84 hst. Hasil tertinggi jumlah tunas terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0), faktor tersebut diduga karena tanaman temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah. Kandungan hara tanah yang digunakan pada penelitian ini masih mencukupi untuk pertumbuhan tunas tanaman temulawak seperti kandungan, C.organik (1,23%), N.total (0,10%), C/N (12), Bahan organik tanah (2,12%). Menurut Syafi’i (2014), kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang, sehingga tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mampu memberikan hasil yang baik dibandingkan perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3). Pengaruh Biochar Sekam Padi Dan Pupuk Kandang Ayam Terhadap Panen Tanaman Temulawak
Parameter
Jumlah Rimpang Tabel 3. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap jumlah rimpang tanaman temulawak setelah panen. Rerata Jumlah Rimpang Perlakuan
Pengamatan Setelah Panen
B0
0,61
B1
0,44
B2
0,67
B3
0,47
BNT 5%
ns
P0
1,31 c
P1
0,19 a
P2
0,39 b
P3
0,31 b
BNT 5%
0,11
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan Dari Tabel 3 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah rimpang tanaman temulawak. Hasil tertinggi pada jumlah rimpang terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0). Faktor tersebut diduga karena daya tumbuh rimpang temulawak lebih tinggi tanpa pemberian pupuk kandang ayam dibandingkan dengan perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3), dan unsur hara yang terkandung didalam tanah masih mencukupi untuk pertumbuhan jumlah rimpang. Selain itu umur panen
juga mempengaruhi pertumbuhan rimpang tanaman, karena semakin tua umur panen maka semakin banyak pula rimpang yang tumbuh. Menurut Khaerana et al., (2008), yang mengatakan bahwa perbedaan umur panen tanaman temulawak juga dapat mempengaruhi produktivitas dan mutu rimpang temulawak. Petani umumnya memanen tanaman temulawak pada umur 9 bulan, bahkan sampai umur 24 bulan, sedangkan penelitian yang dilakukan umur panen tanaman temulawak hanya 3 bulan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan jumlah rimpang tanaman. Disamping itu pemberian biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah rimpang tanaman. Menurut Siregar dan Siringoringo (2011), hal ini disebabkan karena biochar didalam tanah memiliki waktu paruh lebih dari 1.000 tahun. Sekitar 50% dari jumlah karbon arang akan terurai setelah lebih dari 1.000 tahun, maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan rimpang tanaman dalam jangka waktu yang lama. Bobot Basah Rimpang Tabel 4. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap bobot basah rimpang tanaman temulawak setelah panen. Rerata Bobot Basah Rimpang (gram) Perlakuan
Pengamatan Setelah Panen
B0
2,63
B1
2,28
B2
3,18
B3
3,06
BNT 5%
ns
P0
7,86 b
P1
0,96 a
P2
1,55 a
P3
0,78 a
BNT 5%
0,95
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan Dari Tabel 4 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot basah rimpang. Hasil terbaik bobot basah rimpang terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0) mencapai (7,86 g), hasil uji BNT 5 % menunjukkan bahwa perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3), masih belum memberikan hasil yang optimum terhadap bobot basah rimpang. Menurut Ferry et al. (2009) bahwa bobot rimpang temulawak sebagian besar mengandung air (80 %), sisanya (sebagian kecil) adalah bahan kering, dan kemungkinan pemberian pupuk kandang ayam dapat menurunkan bobot basah rimpang, seperti yang terjadi pada saat penelitian media pupuk kandang ayam yang
digunakan mudah kering dan terasa panas, hal ini diduga karena kandungan C/N pupuk kandang ayam tinggi, sehingga media tanam kering, dan pada akhirnya dapat mengurangi air yang ada didalam rimpang temulawak. Andika (2013), menjelaskan bahwa bahan organik yang mempunyai C/N masih tinggi berarti masih mentah. Pupuk yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah bahan organik akan diserang oleh mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh energi, sehingga membutuhkan hara yang tinggi, populasi mikrobia akan terus berkembangbiak dan berperan sebagai pengganggu, dengan kata lain mikrobia bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan hara yang ada. Bobot Kering Rimpang Tabel 5. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap bobot kering rimpang tanaman temulawak setelah panen. Rerata Bobot Kering Rimpang ( gram) Perlakuan
Pengamatan Setelah Panen
B0
0,62
B1
0,44
B2
0,60
B3
0,82
BNT 5%
ns
P0
1,75 b
P1
0,17 a
P2
0,36 a
P3
0,20 a
BNT5%
0,24
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan Pada Tabel 5 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering rimpang tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering rimpang. Bobot kering rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mencapai 1,75 gram, dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang ayam, faktor tersebut diduga karena pemberian pupuk kandang ayam pengaruhnya kurang baik terhadap bobot kering rimpang. Selain itu umur panen juga mempengaruhi bobot kering rimpang, dan penelitian yang dilakukan dengan umur panen temulawak 3 bulan masih belum mampu memberikan hasil yang baik terhadap bobot kering rimpang, karena umur panen 3 bulan, tanaman masih dalam fase vegetatif. Hasil penelitian Khaerana et al. (2008), menyatakan bahwa bobot kering rimpang yang dipanen pada umur 7 bulan nyata lebih tinggi dibanding rimpang yang dipanen pada umur 5 bulan. Tingginya kadar air rimpang pada saat rimpang dipanen pada umur 5 bulan,
sedangkan rimpang yang dipanen pada umur 7 bulan menunjukkan komposisi bahan kering lebih besar dibanding rimpang yang dipanen umur 5 bulan. Selain itu umur panen 5 bulan, tanaman temulawak masih aktif melakukan pertumbuhan vegetatif, sehingga translokasi fotosintat lebih banyak ke organ vegetatif, sedangkan tanaman yang dipanen pada umur 7 bulan, hasil fotosintat tanaman lebih mengarah ke organ penyimpanan, seperti rimpang. Kadar Air Rimpang Tabel 6. Pengaruh biochar sekam padi dan pupuk kandang ayam terhadap kadar rimpang tanaman temulawak. Perlakuan
Rerata kadar air (%)
B0
109,51
B1
116,74
B2
147,04
B3
124,93
BNT 5%
ns
P0
274,74 c
P1
56,71 a
P2
99,31 b
P3
67,46 a
BNT5%
29,03
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%. ns = non signifikan Pada Tabel 6 diatas perlakuan biochar sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanaman temulawak, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0) mencapai (274,74 %), hasil uji BNT 5 % menunjukkan bahwa perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (P3) lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang ayam (P0). Faktor tersebut diduga pupuk kandang ayam mempunyai kelemahan mudah menguap karena bahan organiknya tidak terurai secara sempurna, banyak yang berubah menjadi gas, tanaman temulawak banyak yang kering akibat pupuk kandang ayam yang terlalu panas, sehingga dapat menurunkan kualitas kadar air rimpang. Pentingnya mengetahui kadar air rimpang tanaman temulawak adalah untuk menjaga kualitas rimpang tanaman yang banyak manfaatnya yaitu, sebagai bahan pengobatan, dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik (Pribadi, 2009).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan bahwa : Tidak terdapat pengaruh nyata pada perlakuan biochar sekam padi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah rimpang, bobot basah rimpang, bobot kering rimpang dan kadar air rimpang. Terdapat pengaruh nyata perlakuan pupuk kandang ayam, tetapi belum terdapat hasil yang optimum pada perlakuan 10 ton/ha pupuk kandang ayam (P1), 20 ton/ha pupuk kandang ayam (P2), 30 ton/ha pupuk kandang ayam (30), untuk parameter tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah rimpang, bobot basah rimpang, bobot kering rimpang, kadar air rimpang. Pertumbuhan dan hasil terbaik terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kandang ayam (P0). Interaksi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah rimpang, bobot basah rimpang, bobot kering rimpang dan kadar air rimpang. DAFTAR PUSTAKA Ferry Y., Bambang E.T., Randriani, E. 2009. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Hasil Temulawak Di Antara Tanaman Kelapa. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Sukabumi. Kuntara, M. 2014. Cara Praktis Membuat Arang Sekam Padi. http://organichcs.com/2014/02/19/cara-praktis-membuat-arang-sekam-padi/ (Diakses tanggal 7 Mei 2014). Khaerana, Ghulamahdi, M., Purwakusumah.D.E., 2008. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorrhizol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.). Bogor. Lesman, 2013. Budidaya Tanaman Temulawak. http://lestarimandiri.org/id/html (Diakses tanggal 4 April 2014). Menteri Pertanian, 2010. Daftar Varietas Yang Dilepas Menteri Pertanian Tanggal 26 Mei 2010. Mawardiana, Sufardi, Husen, E. 2013. Pengaruh Residu Biochar dan Pemupukan NPK Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Serta Hasil Tanaman Padi Musim Tanam Ketiga. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Masulili, A., Utomo, H.W., dan MS. Syechfani. 2010. Rice Husk Biochar For Rice Based Cropping System in Acid Soil 1. The Characteristics of Rice Husk Biochar and Its influence on the Properties of Acid Sulfate Soils and Rice Growth in West Kaalimantan, Indonesia “Journal Of Agricultural 2 : 40-41. Mulyati, R.S. Tejowulan dan V.A. Octarina, 2007. Respon Tanaman Tomat Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Urea Terhadap Pertumbuhan dan Serapan N. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNRAM, Mataram. Nurida, L.N., Rachman, A. 2009. Alternatif Pemulihan Lahan Kering Masam Terdegradasi dengan Formula Pembenah Tanah Biochar di Typic Kanhapludults Lampung. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
PT
Perkebunan Nusantara X, 2012. Si Hitam Biochar yang Multiguna. http://www.bumn.go.id/ptpn10/berita/160/Si.Hitam.Biochar.yang.Multiguna (Diakses tanggal 9 September 2014).
Pribadi, R. E., 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Ruhnayat, A. 2011. Kebutuhan Unsur Hara Beberapa Tanaman Obat Berimpang dan Responnya Terhadap Pemberian Pupuk Organik, Pupuk Bio dan Pupuk Alam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Diakses tanggal 19 Maret 2014). Syahid., S.F. dan Hadipoentyanti, E. 2007. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Syafi’i.
2014. Manfaat Kotoran Ayam Sebagai Pupuk Organik. http://nangimam.blogspot.com/2014/02/html (Diakses tanggal 12 April 2014).
Wulandari, V. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Rosella ( Hibiscus sabdariffa L) Di Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. Siregar, A. C., Siringoringo, H. H. 2011. Pengaruh aplikasi arang terhadap pertumbuhan awal michelia Montana blume dan perubahan sifat kesuburan tanah pada tipe Tanah latosol (the effect of biochar application on early growth of michelia Montana blume and change in soil fertility of latosol soil type). Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor. Wahida, Sennang R, N.,Hernusye HL. 2011. Aplikasi pupuk kandang ayam pada tiga varietas sorgum (sorghum bicolor l. Moench). (Diakses tanggal 5 Mei 2014). Hartatik, W., Widowati, R. L. 2006. Pupuk Kandang. balittanah.litbang.deptan.go.id (Diakses tanggal 4 April 2014).