APLIKASI BAHAN ORGANIK PADAT DAN TEKNOLOGI BMF (BUDI MIXED FARMING) DAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI Aplication Of Solid Organic Matter And BMF (Budi Mixed Farming) Technology To Growth And Production Some Soybean Varieties Masdalia, Elkawakib Syam’un dan Muh. Riadi ABSTRACT This study aims to find out the application of solid organic matter (straw compost and cow manures) and BMF technology (BMF biofert plus biolemi) to growth and production some of soybean varieties. This study was conducted in Turucinnae village, Lamuru districk, Bone Regency, South Sulawesi which prepared using the split split plot design. The main plot were use 3 treatments of BMF technology, sub plot with 3 treatment varieties and sub-sub plot were 3 treatments use of solid organic matters. The result showed BMF biofert plus biolemi technology (6 L ha-1) gives the best result on plant height 60 DAP and total pod, raja basa varieties give the best result on plant height at 60 DAP, number of containing pods, seed weight per plant and grain weight per hectare. The aplication use BMF biofert plus biolemi technology (6 L ha-1) and grobogan varieties without solid organic matter gives the best result on relative growth rate of 45 – 60 DAP.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui aplikasi bahan organik padat dan teknologi BMF (Budi mixed farming) terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Turucinnae Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone yang disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Petak Terbagi. Petak utama adalah teknologi BMF (b0 = BMF Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan b1 = Bio Fert Plus BMF Biolemi (6 L ha-1)), anak petak adalah varietas (grobokan, raja basa dan argopuro), anak – anak petak adalah penggunaan Bahan organik padat (tanpa bahan organik padat, pupuk kandang sapi (5 ton ha-1) dan kompos jerami (5 ton ha-1). Hasil penelitian menunjukkan teknologi BMF bio fert plus biolemi (6 L ha-1) memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman 60 HST dan total polong, varietas raja basa memberikan hasil terbaik pada pada tinggi tanaman 60 HST, jumlah polong berisi, bobot biji per tanaman dan bobot biji per hektar. Aplikasi teknologi BMF bio fert plus biolemi (6 L ha-1) dan varietas grobogan tanpa mengggunakan bahan organik padat memberikan hasil yang terbaik pada laju tumbuh relatif 45 - 60 HST.
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman multiguna karena bisa digunakan sebagai bahan pangan, pakan maupun bahan baku industri manufaktur dan olahan. Adanya upaya penghematan devisa oleh negara menyebabkan kedelai menjadi komoditas penting karena nilai impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sangat besar. Produksi kedelai di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 sebesar 41. 279 ton yang hanya memberikan kontribusi sekitar 4,23% dari total produksi kedelai nasional. Luas areal tanam kedelai di Sulsel mencapai 45.000 ha yang tersebar di 17 kabupaten, produktivitas kedelai di Sulawesi
2 Selatan pada tahun 2009 yaitu 1,6 ton ha-1 dan masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi produktivitas kedelai yang bisa mencapai 3 ton ha-1. (Anonim, 2011). Produktivitas rendah pada kedelai nasional disebabkan karena anjuran teknologi belum diterapkan secara tepat, benih kedelai unggul masih terbatas dan penggunaan pupuk anorganik yang berlebih sehingga menimbulkan degradasi lahan pertanian. Pemilihan varietas kedelai sangat penting artinya dalam usaha peningkatan produksi kedelai hal ini disebabkan potensi daya hasil yang dimiliki varietas unggul kedelai. Menurut data departemen pertanian terdapat beberapa varietas kedelai yang memiliki kisaran produksi sekitar 3 ton ha-1 pada kondisi optimal dan teknologi yang tepat diantaranya adalah varietas argopuro, grobokan dan raja basa. Salah satu paket teknologi untuk meningkatkan kesuburan tanah guna memperoleh hasil yang optimal pada tanaman kedelai adalah teknologi yang dikembangkan oleh BMF yang telah diupayakan pada kelompok tani kabul lestari di Desa. Panunggalan, Kec. Pulokulon, Grobogan, Jawa Tengah. Teknologi BMF yang telah digunakan oleh kelompok tani tersebut dapat menghasilkan kedelai dengan jumlah rata-rata produksi 3 ton ha-1. Bahkan pertanaman di musim hujan dapat mencapai rata – rata 3,2 ton ha-1 dari luas tanam 80 ha. (Agrina, 2010). Paket teknologi BMF menggunakan varietas grobokan yang berumur pendek, 70 – 75 hari dan mengemas prekursor hormon sitokinin dalam bentuk pupuk organik BMF BioLemi dan BMF Bio Fert Plus. Kompos cair BMF BioLemi merupakan ekstrak kompos dalam bentuk cair dan larut dalam air yang memiliki beberapa fungsi salah satunya adalah mengaktifkan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan setiap satu liter kompos BMF setara dengan hasil fermentasi 50 kg kompos atau pupuk kandang (Lingga, 2007). Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknologi BMF (BMF Kompos cair Biolemi), bahan organik padat terhadap produksi beberapa Kedelai varietas unggul nasional. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Turucinnae Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan, yang berada pada ketinggian 220 mdpl. Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah alluvial dengan pH 6,41 yang dapat dilihat pada tabel lampiran 18. Tipe iklim lokasi penelitian adalah A1 (menurut Oldemen) dengan Curah hujan maksimum 3.120 mm per tahun dan curah hujan minimum adalah 867 mm per tahun. Jumlah hari hujan yang terbanyak 260 hari per tahun dengan suhu maksimum 300C. Bulan basah terjadi pada bulan january – maret, bulan lembab april sampai agustus dan bulan kering september sampai desember. Penelitian berlangsung selama 6 bulan mulai dari February sampai Juli 2011. B. Bahan dan Alat Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas raja basa, grobokan dan argopuro, kompos jerami, pupuk kandang sapi dan BMF Bio Fert Plus, BMF Biolemi, BMF media inokulum, vitadegra dan insektisida Decis 25 Ec. Peralatan – peralatan yang digunakan yaitu pacak sampel, alat tulis, kamera, mistar, cangkul, sprayer, tampi, hand traktor, oven, timbangan dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
C. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Petak Terbagi (RPPT). Petak utama adalah penggunaan teknologi BMF (B) dengan 2 perlakuan yaitu : b0 = Bio Fert Plus (6 l ha-1), b1 = Bio Fert Plus (6 l ha-1) dan BMF Biolemi (6 l ha-1)
3 Anak petak adalah varietas (V) dengan 3 perlakuan yaitu : v1 = varietas grobokan v2 = varietas raja basa v3 = varietas argopuro Anak – anak petak adalah penggunaan macam Bahan organik padat (O) yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu : o0 = kontrol (tanpa bahan organik padat), o1 = Pupuk kandang sapi (5 ton ha-1) o2 = Kompos jerami (5 ton ha-1) Berdasarkan jumlah perlakuan dari masing – masing faktor, maka kombinasi perlakuan disusun sebagai berikut : b0v1o0 b0v2o0 b0v3o0 b1v1o0 b1v2o0 b1v3o0 b0v1o1 b0v2o1 b0v3o1 b1v1o1 b1v2o1 b1v3o1 b0v1o2 b0v2o2 b0v3o2 b1v1o2 b1v2o2 b1v3o2 Tiap satuan kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sebagai kelompok, sehingga terdapat 54 unit perlakuan. Aplikasi dilakukan dalam plot-plot percobaan berukuran 2 x 5 m. Keseluruhan data yang diperoleh pada penelitian dilakukan analisis secara analisa varians yang dilanjutkan dengan uji Beda nyata Terkecil (BNT). Data hasil pengamatan diolah dengan analisis sidik ragam (analisa ragam) F 0,05 dan 0,01. Interpretasi analisa sidik ragam adalah : Jika nilai F hitung < F 0,05 dan F 0,01 berarti tidak nyata Jika nilai F hitung > 0,05 dan < 0,01 berarti nyata Jika F hitung > 0,05 dan 0,01 berarti sangat nyata
D. Pelaksaan Penelitian 1. Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan dengan mengolah tanah secara minimum menggunakan hand traktor sebanyak satu kali kemudian diratakan menggunakan cangkul. Pada proses Selanjutnya membuat petak percobaan dengan ukuran 2 x 5 m sebanyak 54 petak. Jarak antara petak utama adalah 50 cm dan jarak antar anak petak 30 cm sedangkan jarak antara petak ulangan adalah 100 cm. Pada petakan yang diberikan perlakuan pemberian bahan organik padat (pupuk kandang sapi dan kompos jerami) dilakukan pada tahap ini. 2. Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara tugal sedalam 5 cm dengan jarak tanam 20 x 40 cm. Untuk mempermudah penentuan kedalaman lubang, alat penugal atau pelubang diberi batas kain. Selanjutnya ditanami dengan 2 biji tiap tugalan (lubang tanam), yang terlebih dahulu benih ditambah dengan starter bintil akar (Rhizobium), pada waktu penanaman dengan cara 2 kg tanah bekas tanaman kedelai, di sekitar akar yang masih dalam keadaan basah dan 10 kg BMF media inokulum dicampur air sehingga menjadi lumpur. Diaduk sampai rata kemudian diayak dan dimasukkan ke dalam plastik hitam, lalu diperam atau didiamkan selama dua hari di tempat teduh dan jauh dari sumber panas termasuk matahari. Setelah dilakukan pemeraman maka starter tersebut digunakan dengan dosis 100 gr starter rhizobium diaduk rata dengan 10 kg benih yang telah dibasahi air. 3. Pemupukan Sebagai pupuk dasar, pada saat awal penanaman (2 – 10 HST/ hari setelah tanam), dibuat lubang diantara 4 lubang tanam. Kemudian diberikan pupuk Phonska (NPK 15-15-15) sebanyak 100 kg ha-1, atau 0,8 g per tanaman. Untuk perlakuan yang diberikan Kompos cair Biolemi maka akan disemprotkan Kompos cair Biolemi secara merata pada tanah sesuai dengan perlakuan yaitu 6 liter ha-1 atau 0,048 ml tanaman-1. Pemupukan lanjutan dilakukan hanya dengan melakukan penyemprotan BMF Bio Fert Plus, sebanyak 1,5 liter per hektar atau 0,012 ml tanaman-1 pada 15, 21, 28, dan 35 HST. 4. Pemeliharaan
4 Pemeliharaan yang dilaksanakan meliputi penyiraman, penyulaman, penjarangan, penyiangan dan pengendalian hama yang menyerang tanaman. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari jika tidak hujan, penyiangan dilakukan seminggu setelah tanam dan selanjutnya jika terdapat gulma yang mengganggu pertanaman. Pada lokasi penelitian terserang hama penggulung daun, perusak daun dan penggerek polong maka untuk pengendalian hama yang menyerang menggunakan insektisida desic 25 EC dengan dosis 0,5 ml per liter air. 5. Panen Tanaman kedelai yang siap dipanen mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu pada saat daun tanaman yang menguning sudah mencapai sekitar 90%. Kedelai dipanen dengan menggunakan sabit dengan cara memotong batang tanaman sampai pangkal batang kemudian dijemur sekitar 4 hari sehingga polong mudah pecah. Kegiatan pemisahan biji dari polong dilakukan secara manual atau dipukul. E. Pengukuran dan Pengamatan Pengamatan yang dilakukan meliputi komponen pertumbuhan tanaman dan komponen produksi yang berhubungan dengan penelitian. Jumlah tanaman sampel yang diamati pada setiap perlakuan yaitu 15 rumpun setiap petak perlakuan. Komponen Pertumbuhan Komponen pertumbuhan tanaman yang diamati meliputi : a. Tinggi Tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman pada saat tanaman berumur 15, 30, 45 dan 60 Hst. b. Jumlah Cabang Primer produktif pada saat panen. c. Umur tanaman saat berbunga (hari), dihitung dari tanaman sampel yang berbunga. d. Umur tanaman saat panen (hari), dilakukan sesuai kriteria panen tanaman. e. Berat kering tanaman pada saat panen, diukur dengan cara melakukan penimbangan berat kering tanaman sampel tanpa akar yang sebelumnya telah dioven pada suhu 700c selama 2 x 24 jam f. Laju Tumbuh Relatif (LTR) merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan bobot kering awal tiap satuan waktu (g hari-1). LTR diukur melalui penimbangan berat kering tanaman sampel tanpa akar yang sebelumnya telah dioven pada suhu 700c selama 2 x 24 jam yang dilakukan pada 15, 30, 45, 60 hst dan pada saat panen, kemudian dihitung Laju tumbuh relatif dengan menggunakan formula menurut Gardner (1991) yaitu : –
LTR = Dimana : W : Berat kering tanaman (g) T: Waktu (hari) 2. Komponen Produksi Komponen produksi yang diamati meliputi : a. Jumlah polong hampa dan jumlah polong berisi yang dihitung pada saat tanaman dipanen b. Berat biji per tanaman pada kadar air 12%. c. Bobot 100 biji kering tanaman (g tan-1) yaitu ditimbang bobot 100 biji tanaman sampel yang dipanen. d. Bobot biji kering per petak (kg petak-1) ditimbang kemudian dikonversi ke ton ha-1. e. Indeks Panen, diukur melalui penimbangan bobot semua brangkasan kering oven selain akar (cabang, daun, kulit polong dan biji) pada tanaman sampel, pada suhu 700c selama 2 x 24 jam, lalu dihitung perbandingan antara bobot kering biji dan bobot total semua jaringan tanaman dengan rumus : = 100% Dimana :
IP = Hpe HPb
Indeks Panen = Hasil Panen Ekonomis = Hasil Panen Biologis
5 1. Analisis Usaha tani Analisis usaha tani dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran untuk kegiatan usaha tani kedelai yang telah dilakukan atau RC Ratio (Revenue and Cost Ratio). Jika RC ratio diatas nilai 1 (satu) maka usaha tani tersebut dianggap menguntungkan dan jika hasil RC ratio di bawah angka 1 (satu) maka diangkap usaha tani tersebut merugikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Tinggi Tanaman
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) kedelai umur 60 HST Jeni Varietas s baha Teknol Rat NP n ogi a- BNT v1 v2 v3 Orga BMF rata 0,01 nik pada t 31,7 58,1 57,9 o0 13 76 93 31,7 62,0 56,9 49,6 2,54 b0 o1 33 73 07 87b 4 33,0 59,6 55,9 o2 00 82 02 35,3 63,1 55,1 o0 04 62 18 35,4 65,0 57,7 53,0 b1 o1 07 98 04 00a 35,0 68,0 62,0 o2 64 71 76 33,7 62,7 57,6 Rata-rata 04c 10a 17b 5,33 NP BNT0,01 19 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
2.
Jumlah Cabang
2.13 1.84 1.76 1.47
2.16 2.04
2.13 1.71
1.67
1.69
1.56 1.58
1.60 1.62
1.76
1.98 1.93
Perlakuan
b1v3o2
b1v3o1
b1v3o0
b1v2o2
b1v2o1
b1v2o0
b1v1o2
b1v1o1
b1v1o0
b0v3o2
b0v3o1
b0v3o0
b0v2o2
b0v2o1
b0v2o0
b0v1o2
0.93
b0v1o1
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
b0v1o0
Rata-rata Jumlah Cabang
Gambar 1. Diagram batang Jumlah Cabang Primer Produktif.
6
Rata-rata umur berbunga Tabel 3. Rata-rata umur berbunga (hari) 3.
b0 Perla kuan
v1
b1
v2 v3
o0
o1
o2
25, 04 25, 16 25, 00
NP BN T0,0
33,1 3 33,0 0 33,1 8
29, 71 29, 31 29, 11
v1 25, 22
v2 30, 87
v3 29, 11
24, 98
30, 22
29, 11
25, 00
30, 00
29, 00
1
0,6 384
NP BNT0
0,3 26 9 ,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01 4.
Umur Panen
Tabel 4. Rata-rata umur panen (hari)
v1
b0 v2
v3
v1
b1 v2
v3
NP BNT0,01
o0
75,00
83,67
86,33
75,00
85,00
87,00
1,8935
o1
75,00
83,00
87,00
75,00
85,00
87,00
o2
75,00
83,67
85,67
75,00
83,00
87,00
Perlakuan
NP 1,2431 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
7
5.
Laju Tumbuh Relatif (LTR)
Tabel 7. Rata-rata laju tumbuh relatif (gr hari-1) umur 60 – 75 HST b0 b1 Perlakuan v1 v2 v3 v1 v2
v3
o0
0,04095
0,02015
0,04159
0,01788
0,02649
0,03737
o1
0,04166
0,03218
0,04787
0,00974
0,02610
0,03236
o2
0,01206
0,03572
0,01453
0,00897
0,02004
0,03565
NP BNT0,01 0,01750
NP 0,012890 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,0 6.
Berat Kering Tanaman (g)
Tabel 8. Rata-rata berat kering (g) Jenis Teknologi bahan BMF Organik padat
b0
b1
Rata-rata
Varietas v1
v2
v3
o0
15,88
17,72
20,51
o1
18,76
20,00
21,55
o2
18,90
19,12
19,72
o0
18,80
19,25
22,75
o1
17,48
19,24
21,44
o2
16,02
20,42
23,58
17,64a
19,29a
21,59b
NP 1,99 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
8 7.
Jumlah Polong Hampa
Tabel 9. Rata-rata jumlah polong hampa Tekn ologi BMF b0
Jenis bahan Organik padat o0 o1 o2
Ratarata b1
o0 o1 o2
Ratarata NP BNT0,
Varietas NP BNT0,01
v1
v2
v3
1,067 1,556 0,867 1,163
3,711 4,289 5,956
8,489 12,444 9,578
4,652
10,170
4,489 3,978 3,267
11,489 13,578 11,956
3,911
12,341
1,622 1,489 1,778 1,630
1,3019
2,760 8
01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01 Tabel 10. Varietas 1
Rata-rata jumlah polong hampa Teknologi BMF b0 b1
Ratarata v2
1,344 b0 b1
Ratarata v3
Jenis bahan Organik padat o0 o1 o2 1,067 1,556 0,867 1,622 1,489 1,778
b0 b1
3,711 4,489
1,522 4,289 3,978
NP BNT0,01 1,6115
1,322 5,956 3,267
4,100
4,133
4,611
8,489 11,489
12,444 13,578
9,578 11,956
Rata9,989 13,011 10,767 rata NP 1,6004 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
9 8.
Polong Berisi
Tabel 11.
Rata-rata polong berisi
Teknol ogi BMF
b0
b1
Jenis bahan Organi k padat o0 o1 o2 o0 o1 o2
Varietas v1
v2
v3
26,578 34,044 31,378 38,000 34,222 38,067 33,715
45,111 48,311 46,000 45,778 45,356 52,333 47,148
42,511 41,622 44,000 41,933 45,956 50,689 44,452
Ratab a a rata NP 7,9823 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01 9.
Total Polong
Tabel 12. Rata-rata total polong Jenis Tekn bahan ologi Organik BMF padat o0 b0
o1 o2 o0
b1
o1 o2
Rata -rata NP BNT
Varietas v1 27,6 44 35,6 00 32,2 44 39,6 22 35,7 11 39,8 44 35,1 11b
v2
v3
48,822
51,000
52,600
54,067
51,956
53,578
50,267
53,422
49,333
59,533
55,600
62,644
51,430a
55,707a
Rata -rata
NP BNT0,01
45,2 79b
4,157
49,5 53a
5,31 42
0,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
10 10.
Bobot Biji Per tanaman (g)
Tabel 13.
Teknolog i BMF
Rata-rata bobot biji per tanaman (g) Jenis bahan Organi k padat o0
b0
o1 o2 o0
b1
o1 o2
Varietas v1
v2
v3
7,68
8,89
6,92
7,56
9,78
7,33
8,31
9,64
7,39
8,48
8,91
6,68
9,01
9,21
7,22
8,33
10,01
7,52
Rata8,23a 9,41a 7,52b rata NP 0,82 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
11.
Bobot 100 Biji kering tanaman (g)
Tabel 11.
Rata-rata berat 100 biji kering tanaman (g)
Jenis Varietas Teknologi bahan BMF Organik v1 v2 v3 padat o0 23,078 13,696 12,229 b0 o1 22,087 13,251 11,310 o2 21,997 12,623 11,900 o0 21,555 14,711 11,814 b1 o1 23,513 12,782 11,941 o2 22,541 13,891 12,887 Rata-rata 22,462a 13,492b 12,013b NP 1,3079 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01
11 12.
Bobot Biji Kering Per Hektar (ton ha-1)
Tabel 12. Rata-rata berat biji per hektar (ton ha-1) Jenis Varietas Teknologi bahan BMF Organik v1 v2 v3 padat o0 1,290 1,446 0,876 b0 o1 1,262 1,751 1,038 o2 1,354 1,625 1,086 o0 1,394 1,549 0,876 b1 o1 1,561 1,611 0,910 o2 1,364 1,753 1,176 Rata-rata 1,371a 1,622a 0,994b NP 0,3089 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01 13.
Indeks Panen
Tabel 13. Teknologi BMF
b0
b1
Rata-rata indeks panen Jenis bahan Organik padat o0 o1 o2 o0 o1 o2
Varietas v1 0,758 0,591 0,656 0,667 0,849 0,853 0,729a
v2
v3
0,947 0,434 0,795 0,435 0,834 0,535 0,710 0,374 0,781 0,431 1,028 0,401 0,849a 0,435b
Rata-rata NP 0,1614 BNT0,01 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y,z) berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT= 0,01 14.
Analisis Usaha Tani
R/C ratio
Gambar 2. Nilai RC ratio 3.00 1.74 1.94 1.68 1.90 2.00 1.18 1.12 1.08 0.74 1.05 0.88 1.13 0.87 1.03 0.82 0.71 0.99 0.68 0.57 1.00 0.00
perlakuan
12
Pembahasan Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penerapan teknologi BMF (Bio Fert Plus (6 L ha1 ) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (cm) kedelai umur 60 Hst dengan rata-rata 53,00 cm dan pada total polong dengan rata-rata 49,55 yang berbeda nyata dengan perlakuan yang hanya menggunakan BMF (Bio Fert Plus (6 L ha-1). Hal ini diduga disebabkan terdapatnya kandungan pada kompos cair BMF Biolemi dengan dosis 6 L ha-1 yang tidak dimiliki oleh (Bio Fert Plus (6 L ha-1), sehingga perlu dipadukan antara Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1). BMF Biolemi memiliki kandungan asam humus, fosfat organik, asam amino, vitamin, karbohidrat, hara makro dan hara mikro dalam bentuk organik maupun anorganik yang mampu mempengaruhi perakaran dan pertumbuhan tanaman. Pada Bio Fert Plus (6 L ha-1) tidak terdapat kandungan asam humus yang memiliki peranan penting dalam penyerapan unsur hara tanaman. Menurut Moenandir (2004), asam humus terbentuk dari endapan amorf dengan asam. Bahan utama asam humus adalah sisa bahan organik tanaman termasuk serasah di permukaan tanah dan akar tanaman maupun sisa bahan organik yang berasal dari hewan. Humus tersebut terletas di atas lapisan tanah sebelah atas yang relatif tahan pelapukan. Salah satu sifat asam humus adalah memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Kapasitas tukar kation adalah salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah. Kapasitas tukar kation adalah kemmampuan atau kapasitas koloid tanah untuk memegang kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk (Brady, 1990). Menurut hasil analisis kandungan unsur hara dan bahan organik yang telah dilakukan (lampiran 21), kompos cair BMF Biolemi mengandung unsur P205 (0,36 %) dan K20 (1,35%) yang lebih tinggi di banding dengan pupuk kandang sapi dan kompos jerami sehingga pada parameter jumlah polong terbanyak perlakuan bio fert plus (6 L ha-1) dan BMF biolemi (6 L ha-1) memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding tanpa perlakuan BMF Biolemi (6 L ha-1) karena salah satu fungsi dari unsur kalium untuk pertumbuhan adalah pembentukan polong. Hal ini sesuai dengan pendapat (Cahyono, 2007), pemberian fosfat (P) sangat penting untuk pertumbuhn akar, bintil akar dan pembungaan dan kalium (K) sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, pembentukan polong dan biji. Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa varietas kedelai raja basa memiliki tinggi tanaman (cm) yang tertinggi pada umur 15 HST dan 30 HST. Hal ini berbeda dengan deskripsi varietas yang dirilis oleh Departemen pertanian Republik indonesia bahwa varietas argopuro memiliki hasil tinggi tanaman yang tertinggi dibanding dengan varietas grobogan dan raja basa. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan adaptasi dari genotipe varietas raja basa yang didukung oleh faktor lingkungan di lokasi penelitian yang menyebabkan fenotipe dalam hal tinggi tanaman dengan rata-rata tinggi tanaman pada akhir penelitian (60 HST) yaitu 68,07 cm, yang lebih unggul dibanding varietas grobogan dan argopuro. Menurut pendapat Ambo ala (1986) dalam Sirajuddin (1997) bahwa perbedaan pertumbuhan yang ditunjukkan pada setiap varietas, disebabkan karena adanya perbedaan daya adaptasi varietas terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Varietas raja basa juga memiliki rata-rata jumlah polong berisi yang lebih banyak yaitu 47,15 yang berbeda nyata dengan varietas grobogan dan memiliki bobot biji pertanaman yaitu sebesar (22,46 g) yang berbeda dengan varietas yang lainnya, sehingga memiliki rata-rata berat biji per hektar tertinggi yaitu 1,62 kg ha-1 tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas grobogan. Hal ini dapat disebabkan karena pada hasil analisis statistik bobot 100 biji kering (g) varietas grobogan memiliki bobot 100 biji kering tertinggi yaitu sebesar 22,46 g yang sangat berbeda nyata dengan varietas yang lainnya hal ini disebabkan karena varietas grobogan memiliki karakter biji yang lebih besar dari varietas yang lainnya. Interaksi Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) dengan pupuk kandang sapi (5 -1 ton ha ) menghasilkan tanaman tertinggi (24,69 cm) pada umur 30 HST dan berbeda nyata dengan
13 Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan pupuk kandang sapi. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik yang terdapat pada petakan perlakuan yang diberi perlakuan Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) dengan pupuk kandang sapi (5 ton ha-1) berdasarkan hasil uji sampel tanah setelah penelitian memiliki kandungan bahan organik yang paling tinggi yaitu sebesar 5,034 dengan kandungan C organik (Walkey & Black) sebesar 2,92 yang lebih besar dari petakan yang diberi perlakuan Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan pupuk kandang sapi. Teknologi Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) pada penggunaan varietas raja basa dengan jenis bahan organik kompos jerami (b1v202) menghasilkan tanaman tertinggi (58,27 cm) pada umur 45 HST. Hal ini diduga disebabkan oleh karena unsur hara yang disediakan oleh teknologi Bio Fert Plus (6 L ha-1), BMF Biolemi (6 L ha-1) dan kompos jerami cukup mampu tersedia untuk mendukung pertumbuhan vegetatif varietas raja basa dalam hal tinggi tanaman pada umur 45 HST. Selain itu diduga disebabkan oleh varietas raja basa memiliki respon yang lebih cepat terhadap unsur hara yang diberikan oleh Bio Fert Plus (6 L ha-1), BMF Biolemi (6 L ha-1) dan kompos jerami. Laju pertumbuhan relatif yang lebih tinggi pada BMF Biolemi (6 L ha-1) dan Bio Fert Plus (6 L ha-1) pada penggunaan varietas grobogan dengan tanpa pupuk organik padat Disebabkan kandungan unsur N yang lebih tinggi yang terdapat pada BMF biolemi dibanding kompos jerami. Tanaman bila mendapatkan N yang cukup maka daun akan tumbuh besar dan memperluas permukaannya. Permukaan daun yang lebih luas memungkinkan untuk menyerap cahaya matahari yang banyak sehingga proses fotosintesis juga berlangsung lebih cepat, akibatnya fotosintat yang terbentuk akan terakumulasi pada bobot kering tanaman. Dan bobot kering tanaman akan mengalami peningkatan bobot kering seiring bertambahnya umur tanaman (Gardner et al., 1991). Laju pertumbuhan relatif menggambarkan kapasitas tanaman untuk menambah bahan kering pada periode tertentu dari setiap bahan kering yang dihasilkan. Hal ini berarti tidak hanya daun yang berperan sebagai fotosintat, tetapi juga keseluruhan tubuh tanaman bekerjasama untuk menghasilkan bahan baru tanaman (Junita, 2002). Peningkatan laju relatif akan meningkatkan berat kering tanaman. Interaksi varietas kedelai, teknologi BMF (Budi Mixed Farming) dan pupuk organik padat hanya memberikan pengaruh yang nyata pada komponen pertumbuhan tapi tidak berpengaruh nyata pada komponen produksi. Namun pada rata-rata berat biji per hektar (ton ha-1) diperoleh bahwa penerapan teknologi BMF Biolemi (6 L ha-1) dan Bio Fert Plus (6 L ha-1) pada penggunaan varietas raja basa dengan menggunakan pupuk organik padat jerami dan Bio Fert Plus (6 L ha-1) pada penggunaan varietas raja basa dengan menggunakan pupuk kandang sapi memberikan ratarata produksi biji per hektar (ton ha-1) yang tertinggi yaitu sebesar 1,75 ton ha-1 yang berarti produktivitasnya lebih tinggi dibanding rata-rata produktivitas kedelai Provinsi Sulawesi Selatan saat ini sebesar 1,6 ton ha-1. Berdasarkan hasil analisis RC ratio yang telah dilakukan diperoleh bahwa perlakuan teknologi BMF Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) tanpa menggunakan bahan organik padat pada varietas raja basa yang memiliki RC ratio yang tertinggi yaitu sebesar 1,9439 %, dengan total nilai pendapatan usaha tani sebesar Rp 4.889.037. Usaha tani dengan menggunakan teknologi BMF Biolemi (6 L ha-1) lebih menguntungkan dibanding dengan usaha tani yang menggunakan varietas yang sama (raja basa) dengan menggunakan bahan organik padat pupuk kandang sapi atau jerami. Nilai keuntungan dengan menggunakan pupuk kandang sapi hanya sebesar Rp 1.277.562 dan dengan menggunakan hanya kompos jerami sebesar Rp. 501.338 yang sangat berbeda jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai pendapatan usaha tani dengan menggunakan BMF Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) tanpa menggunakan bahan organik padat. Hal ini juga berlaku sama pada varietas grobogan dimana nilai RC Ratio BMF Bio Fert Plus (6 L ha-1) dan BMF Biolemi (6 L ha-1) tanpa menggunakan bahan organik padat dibandingkan dengan menggunakan bahan organik padat pupuk kandang sapi atau jerami. Hal ini disebabkan BMF biolemi jauh lebih efisien dalam hal harga dibanding dengan pupuk kandang sapi atau jerami yang, dimana harga pupuk kandang atau jerami jauh lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan per hektar dibandingkan dengan kebutuhan BMF biolemi per hektar.
14 Menurut Soekartawi (1995), kesimpulan yang diambil dari hasil analisis R/C yaitu jika R/C > 1menguntungkan, jika R/C < 1 tidak menguntungkan (rugi), dan jika R/C = 1 tidak untung dan tidak rugi (impas). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa : varietas raja basa memberikan hasil rata-rata terbaik pada pada tinggi tanaman 60 HST (62,710 cm), jumlah polong berisi (47,15 buah), bobot biji per tanam (9,41 g) dan berat biji per hektar (1,66 ton ha-1), teknologi BMF bio fert plus (6 L ha-1) dan BMF biolemi (6 L ha-1) memberikan hasil terbaik pada rata-rata tinggi tanaman 60 HST (53,00 cm) dan total polong (49,55 buah), Interaksi antara Teknologi bio fert plus (6 L ha-1) dan BMF biolemi (6 L ha-1) dan varietas grobogan tanpa menggunakan bahan organik padat menghasilkan tanaman dengan laju tumbuh relatif tertinggi pada umur 60 HST – saat panen (0,04787) dan Kombinasi perlakuan Teknologi bio fert plus (6 L ha-1) dan BMF biolemi (6 L ha-1) dan varietas raja basa tanpa menggunakan bahan organik memberikan tingkat pendapatan dan RC ratio tertinggi dibanding dengan perlakuan dengan nilai RC ratio sebesar 1,94. Saran Perlu dilakukan penerapan teknik budidaya kedelai ditingkat petani dengan mengunakan kombinasi perlakuan Teknologi BMF bio fert plus dan BMF biolemi (6 L ha-1) pada varietas raja basa karena secara analisis usaha tani mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. DAFTAR PUSTAKA , 2011. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS) Jakarta Agrina, 2010. Kedelai Malabar versi Grobogan Produksi Riil 3 ton/ha. (Online http://www.agrina online.com/show_article. Php/rid=10& aid=1207, diakses 04 Desember 2010) Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Milla Publishing Co., New York. Cahyono B, 2007. Kedelai; teknik budidaya dan analisis usaha tani. CV Aneka Ilmu, Semarang. Gardner, F. P., R. B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, Alih Bahasa oleh Susiolo). UI Press. Jakarta. Junita, F., S. Muhartini dan D. Kastono, 2002. Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Takaran Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Pakchoi. Ilmu Pertanian. IX (1) : 37 – 45 Lingga, P. & Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Moenandir, J., 2004. Prinsip – prinsip utama cara menyukseskan produksi pertanian. Universitas Brawijaya, Malang Sirajuddin M., 1997. Respon Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merr) Terhadap Pemberian Air dan Kedalaman Tanam. S2 Tesis, Programn Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Soekartawi, 1995. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.