IATMI 2006-TS-44 PROSIDING: Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006
APLIKASI ANALISA AFTER-CLOSURE UNTUK MENENTUKAN PERMEABILITAS DAN TEKANAN FORMASI DI LAPANGAN TANJUNG Setia Bungsu Komarudin PT. Pertamina EP - Unit Bisnis Pertamina EP Tanjung
ABSTRACT Perekahan hidrolik adalah stimulasi sumur dengan jalan menempatkan pasir/proppant ke dalam formasi produktif dengan konduktifitas dan panjang rekahan yang cukup. Pada umumnya perekahan hidrolik dilakukan pada sumur dengan permeabilitas rendah, tetapi pada akhir-akhir ini dilakukan juga pada sumur dengan permeabilitas sedang sampai besar. Salah satu parameter keberhasilan dari perekahan hidrolik adalah “Dimensionless Fracture Conductivity” atau FCD. Semakin besar FCD maka semakin baik rekahan yang terbentuk. FCD berhubungan langsung dengan permeabilitas formasi, sehingga permeabilitas formasi menjadi salah satu faktor yang sangat berperan dalam menentukan desain perekahan. Pada tulisan ini akan dibahas aplikasi After-Closure Analysis pada fracture-calibration test. Fracturecalibration test yang didalamnya biasanya terdiri dari step rate test dan minifrac adalah serangkaian tes yang dilakukan dengan cara menginjeksikan suatu fluida tanpa proppant ke dalam formasi yang dilakukan sebelum perekahan utama. Fracturecalibration test bertujuan untuk memperoleh parameter desain perekahan seperti extension pressure, near wellbore pressure loss, closure pressure, leakoff coefficient dan lain sebagainya. After-closure analysis merupakan metoda tambahan yang menganalisa pressure decline setelah terjadi closure dan tujuan utamanya adalah untuk mencari permeabilitas formasi. Teknik after-closure analysis diperkenalkan pertama kalinya oleh Gu et. al.3 yang berdasarkan pada Impulse-Fracture test dan semuanya ini bersandarkan pada metode tekanan transient. Nolte et. al.4 kemudian menggabungkan teknik ini ke rangkaian Pressure Analysis-nya pada fracturecalibration test.
-1-
Di akhir tulisan diberikan beberapa kasus aplikasi analisa after-closure analysis di lapangan Tanjung dan hasil akhirnya dibandingkan dengan data-data yang telah ada sebelumnya. Perbedaan antara permeabilitas yang diperoleh dari after closure analysis dengan permeabilitas dari hasil core dan PBU berkisar antara 5 - 25%, adanya perbedaan terutama disebabkan karena sebagian besar permeabilitas pembanding berasal dari sumur tetangga. Sedangkan tekanan reservoir yang dihasilkan belum konklusif (rentang perbedaan antara 4 – 54%), hal ini kemungkinan disebabkan karena tekanan reservoir pembanding tidak akurat (tekanan reservoir dari pengukuran melalui static bottom-hole pressure/SBHP masih cenderung naik). Permeabilitas dari after closure analysis akan menambah derajat kepercayaan terhadap data permeabilitas. Permeabilitas yang akurat akan menghasilkan desain perekahan yang optimum, sehingga secara langsung akan mempengaruhi keberhasilan perekahan dalam usaha menaikkan produksi sumur tersebut.
TINJAUAN LAPANGAN Lapangan Tanjung adalah salah satu lapangan di daerah Tanjung, Tabalong dengan produksi terbesar jika dibandingkan dengan tiga lapangan produktif lainnya (Tapian Timur, Warukin Tengah dan Warukin Selatan). Lapangan Tanjung terletak di sebelah Timur Laut Banjarmasin dan di sebelah Barat Daya Balikpapan, dapat dihubungkan melalui jalan darat berjarak masing-masing ± 240 km (Gambar 1). Struktur Tanjung ditemukan padan tahun 1937 yang pada waktu itu ditemukan oleh dua perusahaan Belanda yaitu “Dordtche Petroleum MIJ” (DPM) dan “Bataafsche Petroleum Maatschappij” (BPM). Kegiatan pencarian minyak sempat terhenti karena pecahnya PDII. Pengusahaan kegiatan pencarian dan eksploitasi minyak dikelola oleh pihak Jepang dari
tahun 1942 - 1945, setelah Jepang kalah perang maka Belanda melanjutkan kembali operasinya di daerah Tanjung sekitar tahun 1957.
atas adalah P, A, B, C, D, E dan F. Gambar 3 memperlihatkan tipikal kolom stratigrafi sumur Tanjung.
Gambar 1 - Lokasi Tanjung.
Gambar 2. Kolom Stratigrafi Cekungan Barito.7
Geologi dan Struktur Formasi Tanjung termasuk ke dalam jebakan Cekungan Barito yang merupakan pengendapan sedimen tersier relatif tipis dengan khas asimetris. Sebelah Barat Paparan Barito dengan kemiringan relatif datar, ke Timur menjadi cekungan yang dalam dibatasi oleh sesar naik ke arah barat dari Punggung Meratus yang merupakan bongkah naik (up lifted block). Stratigrafi dengan sedimentasi non marin (fluviatil) dari formasi Tanjung diperkirakan berumur Eosen diikuti transgresi marin (formasi Tanjung bagian atas) dan berkulminasi dengan endapan gamping Miosen bawah formasi Berai. Di atas formasi tersebut diikuti dengan fasa regresif dengan pengendapan formasi Warukin dan formasi Dahor dengan banyak sisipan batubara yang berumur Miosen sampai Pliosen. Dalam Cekungan Barito terdapat sistem pelipatan utara-selatan yang terutama dimanifestasikan oleh Pegunungan Meratus, stratigrafi dan kolom stratigrafi Cekungan Barito dan Cekungan Kutai. Kolom staratigrafi Cekungan Barito ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 3. Tipikal Stratigrafi Formasi Tanjung.
Lapangan Tanjung memiliki luas 9 x 3 km dan akumulasi utamanya adalah minyak, gas sedikit ditemukan berupa gas asosiasi dan gas bebas, ratarata kedalaman produktifnya adalah 1100 m. Formasi Tanjung berdasarkan litologi formasi terbagi menjadi tujuh zona dengan penamaan formasi dari bawah ke
Zona P adalah formasi fractured volcanic (pretertiary volcanic). Zona A adalah zona batu pasir terdalam, terdiri dari beberapa lapisan batu pasir, konglomerat dan shale, besar butiran dari very coarse ke fine dan poorly ke well sorted. Zona A adalah lapisan pasir paling tebal di Tanjung dengan tebal
-2-
lapisan rata-rata 35 m, porositas dan permeabilitas rata-rata secara berturut-turut adalah 17% dan 34 md. Zona B dipisahkan dari lapisan A dengan lapisan shale sekitar 15 m, karakteristik lapisan B menyerupai dengan lapisan A, dari analisa core diketahui lapisan B mempunyai permeabilitas yang lebih rendah dari lapisan A. Lapisan B memiliki tebal lapisan rata-rata 16 m, porositas dan permeabilitas rata-rata secara berturut-turut adalah 17% dan 19 md. Zona C terendapkan dalam kondisi high energy environment yang menghasilkan fairly clean sand dengan derajat sorting yang tinggi, menunjukkan karakteristik reservoir yang baik. Respon SP dan GR logs terlihat sangat jelas berupa “bell shape.” Dari data produksi dan tekanan diindikasikan bahwa zona ini memiliki weak water drive. Permeabilitas rata-rata zona C sebesar 156 md. Zona D terdiri dari beberapa batuan pasir diskontinu yang karekteristiknya menyerupai zona C. Secara berturut-turut tebal lapisan dan porositas rata-rata adalah 7-8 m dan 19%. Permeabilitas rata-rata dari analisa core adalah 104 md. Zona E memiliki rata-rata ketebalan 10 m, dibeberapa area terdapat intrusi oleh lapisan dolerite yang tebal. Lapisan F memiliki rata-rata ketebalan sekitar 2-3 m.
Setelah sumur-sumur produksi depleted dengan tekanan reservoir antara 100 – 300 psi, produksi menggunakan pengangkatan buatan, dengan populasi terbanyak adalah sucker rod pump. Semua sumur diproduksikan secara commingle. Usaha-usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi di lapangan Tanjung antara lain dilakukan injeksi air dingin pada tahun 1974, kemudian injeksi air panas temperatur ± 200 oF (hot water injection system) pernah diterapkan pada tahun 1980. Secondary recovery kemudian dikembangkan menjadi water flood dengan skala besar pada tahun 1990, injeksi dilakukan dengan menggunakan tekanan injeksi 1400 psi dan menggunakan treated produce water. Tekanan reservoir meningkat menjadi 400 – 900 psi setelah dilakukan water flood. Produksi gas lapangan Tanjung tidak terlalu besar, berasal dari gas assosiasi dan non assosiasi. Gas terproduksi digunakan untuk bahan bakar power plant, pemanas di blok station dan Manunggul, bahan bakar mesin pompa angguk di Warukin dan Tapian dan kebutuhan komplek rumah karyawan. Produksi gas cenderung turun, hal ini disebabkan karena sumur produksi telah mengalami penurunan tekanan (pressure depleted) dan mengair. Perbandingan gas terhadap minyak produksi (producing GOR) sekarang ini sekitar 300 scf/STB. Jumlah sumur yang beroperasi di lapangan Tanjung tahun 2006 adalah 79 sumur produksi (terdiri dari 50 sumur pompa angguk dan 29 sumur pompa ESP), dan 37 sumur injeksi.
Reservoir dan Produksi Lapangan Tanjung adalah lapangan minyak dengan reservoir bertenaga dorong solution gas dan weak water drive dengan tekanan awal sekitar 1500 psi. Produksi lapangan Tanjung mencapai puncaknya pada tahun 1963 sebesar 46000 BOPD. Minyak Tanjung bersifat parafinik 40.3 oAPI (0.82 SG) dan mengandung wax yang tinggi yaitu 30% (pour point sekitar 98 oF). Dari PVT analysis diperoleh rata-rata bubble point pressure dan viskositas minyak secara berturut-turut adalah 1387 psi dan 1.25 cp. Produksi Tanjung dikumpulkan ke dalam enam blok stasiun. Produksi mengalami pemisahan antara gas dan cairan sebelum ditampung dalam tangki-tangki produksi atau tangki tes. Dari blok stasiun selanjutnya dikumpulkan ke stasiun pengumpul utama di Manunggul. Transportasi minyak dilakukan secara suspensi dari stasiun pengumpul utama ke Balikpapan (sales point) melalui pipa 20”.
-3-
Perkembangan Perekahan di Lapangan Tanjung Perekahan dimulai pada tahun 1952 dan berlanjut sampai tahun 1975. Program perekahan diaktifkan kembali pada tahun 1997, fokus utama program pada tahung 1997 adalah zona A dimana cadangan minyak terbesar berada dilapisan ini. Gambar 4 menunjukkan kumulatif pekerjaan perekahan sampai dengan tahun 2005. Sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang program perekahan berkembang lebih intensif termasuk zona B dan D. Fracture-calibration test yang biasanya terdiri dari minifrac dan step rate test biasanya dilakukan sebelum dilakukan pekerjaan perekahan utama untuk memperoleh barbagai parameter desain perekahan. Untuk memperoleh hasil analisa minifrac dan step rate test yang lebih akurat, dilakukan pengukuran tekanan dengan menggunakan bottom-hole memory
gauge. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengukuran langsung bottom-hole pressure (dengan bottom-hole memory gauge) dengan korelasi bottomhole pressure dari surface pressure (korelasi dihitung berdasarkan asumsi friction pressure di frac string dan tekanan hidrostatik). Perbedaan tersebut menimbulkan kesalahan yang fatal dalam desain perekahan.6
Dimana kf adalah permeabilitas rekahan, w adalah tebal rekahan, k adalah permeabilitas formasi dan xf adalah panjang rekahan. FCD hampir sama dengan frac relative capacity yang diperkenalkan oleh Prats (1961). Dari tulisannya disimpulkan bahwa FCD harus lebih besar dari 1.6 untuk memperoleh rekahan yang optimal.2
Pekerjaan Perekahan di Tanjung 45
Perekahan per tahun
35
Perekahan per tahun
180
Kumulatif perekahan
160 140
30
120 25 100 20 80 15
60
10
Kumulatif perekahan
200
40
40
5
20
0
0 52
70
71
96
97
98
99
00
01
02
03
05
Tahun
Dari persamaan (1) ditunjukkan bahwa permeabilitas formasi adalah salah satu prameter kunci yang sangat menetukan dalam desain rekahan (desain FCD). Reservoir dengan permeabilitas rendah akan membuat konduktifitas rekahan tinggi dan peningkatan produktivitas sangat dipengatuhi oleh panjang rekahan. Sedangkan pada reservoir dengan permeabilitas sedang dan tinggi, membuat konduktifitas rekahan menjadi rendah, peningkatan produktivitas akan dipengaruhi oleh permeabilitas rekahan (kualitas proppant) dan tebal rekahan. Permeabilitas formasi yang tidak akurat akan menyebabkan kesalahan dalam desain dan kegagalan pekerjaan.
Gambar 4. Perekahan di lapangan Tanjung. After-Closure Analysis
LATAR BELAKANG TEKNIK Fracture-pressure analysis dibahas oleh Nolte et. al. Prinsip-prinsip dasarnya hampir sama dengan analisa tekanan transient di reservoir. Analisa tekanan pada saat injeksi, sebelum closure dan setelah closure merupakan alat bantu yang sangat berguna untuk memahami dan mengoptimasi pekerjaan perekahan. Minifrac analysis dan step rate test analysis menghasilkan parameter-parameter desain perekahan seperti leakoff coefficient, dimensi rekahan, efisiensi fluida rekahan, closure pressure, extension pressure, pressure loss near wellbore dan lain-lain. Parameterparameter tersebut digunakan untuk menentukan desain perekahan seperti kebutuhan volume pad, panjang dan konduktifitas rekahan. Dimensionless Fracture Conductivity Dimensionless fracture conductivity (FCD) pertama kali diperkenalkan oleh Argawal et al. (1979) dan Cinco-Ley and Samaniego (1980),2 yang ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini:
FCD =
kf w kx f
(1)
-4-
Dasar-dasar After-Closure Analysis pertama kali diperkenalkan oleh Gu et al.3 dan Abousleiman at al. Gu et al. ditulisannya mengembangkan sebuah metoda untuk menentukan permeabilitas formasi menggunakan impulse-fracture test. Tes ini hampir sama dengan fracture-calibration test yang terdiri dari perioda injeksi dan shut-in. Air asin (2% KCl) diinjeksikan ke dalam sumur dan rekahan terbentuk di formasi. Setelah shut-in, tekanan fall-off dan rekahan menutup. Tekanan diukur pada sebelum dan sesudah rekahan menutup. Data tekanan diakhir falloff (late time) dipergunakan untuk mencari permeabilitas dan tekanan reservoir. Respon tekanan setelah closure diketahui terdapat dua macam pola aliran yaitu pseudolinear dan pseudoradial flow.4 Pseudolinear flow diperkenalkan oleh Nolte4 yang berguna untuk mencari spurt loss dan panjang rekahan. Sedangkan pada tulisan ini hanya akan dibahas psedoradial flow yang menghasilkan permeabilitas dan tekanan resevoir. Teori impulse-fracture test berdasarkan kepada instantaneous point-source solution pada persamaan diffusifitas. Parameter reservoir diambil dari flow regime yang terjadi pada waktu tes. Pada saat late time, tekanan di lubang sumur dapat digambarkan dengan persamaan dibawah ini:
p=
Vi µ 1 1 x =mx t t 4 kh
(2)
dimana Vi adalah volume injeksi, k adalah permeabilitas formasi, h adalah tebal formasi, µ adalah viskositas fluida formasi, t = t - tp dimana tp adalah waktu injeksi dan m adalah slope dari dari kurva p vs 1/ t. Asumsi dari teori impluse-fracture injection adalah rekahan mempunyai tinggi yang sama dengan tebal formasi, fluida injeksi mempunyai sifat yang sama dengan fluida formasi. Permeabilitas dapat dihitung dari slope garis lurus sesuai dengan persamaan dibawah ini:
k=
Vi µ 4 hm
(3)
Tekanan reservoir, p* ( p = p – p*) dapat diperoleh dari perpanjangan garis lurus yang memotong absis 1/ t. Gu at al.3 menunjukkan bahwa sifat-sifat fluida yang diinjeksikan tidak mempengaruhi respon tekanan yang terjadi, bertindak seperti pengaruh skin yang terisolasi hanya di sekitar lubar sumur.
berimpit dengan plot delta tekanan dan membentuk slope sama dengan satu.5
Rangkaian Fracture-Calibration Test Fracture-calibration test di lapangan Tanjung biasanya terdiri dari step rate test dan minfrac test. Tes dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan data yang tersedia, bisa hanya salah satu saja atau tidak kedua-duanya. Step Rate Test Step rate test terdiri dari dua bagian dan dilakukan menginjeksikan fluida berefisiensi rendah seperti air asin (2% KCl). Step up test dilakukan dengan menambah laju injeksi secara bertahap dan berfungsi untuk memperoleh extension pressure. Yang kedua adalah Step down test merupakan pengurangan laju injeksi secara bertahap yang berfungsi untuk mengetahui kehilangan tekanan disekitar lubang formasi. Contoh step rate test ditunjukkan seperti pada Gambar 5.
Nolte After Closure Time4 Nolte4 memperkenalkan konsep apparent time function. After-closure time function mendefinisikan berbagai kombinasi parameter reservoir, termasuk perkiraan closure time dan tekanan reservoir. Nolte radial time function (FR) dituliskan dengan persamaan dibawah ini:
1 FR (t , t c ) = ln 1 + 4 dimana
= 16 /
tc t
Gambar 5. Contoh Step Rate Test.
(4) Minifrac
2
.
FR dapat menggantikan time scale (absis) di log-log plot untuk identifikasi regime pseudoradial flow setelah rekahan menutup. Penambahan pressure derivative pada log-log plot dilakukan untuk lebih meyakinkan keberadaan pseudoradial flow. Pseudoradial flow regime diidentifikasi dengan loglog plot p vs. FR ditambah dengan plot derivativenya. Pada late time, plot pressure derivative harus
-5-
Minifrac dilakukan dengan cara menginjeksikan fluida berefisiensi tinggi seperti crosslinked gel ke dalam formasi dengan laju injeksi seperti pada laju injeksi perekahan utama. Minifrac bertujuan untuk menentukan closure pressure, leakoff coefficient, net pressure dan sebagainya. Gambar 6 menunjukkan tipikal respon tekanan dari minifrac dari awal pemompaan, akhir pemompaan dan pressure decline setelah shut-in sumur.
statik sekitar 1900 psi, berikut data tekanan step rate test dan minifrac. Fracture-calibration test diawali dengan melakukan step rate test seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7. Step rate test dilakukan dengan memompakan air asin (air dengan 2% KCl) sejumlah 300 bbl, diawali dengan step up kemudian step down dan diakhiri dengan shut-in selama beberapa saat.
Gambar 6. Tipikal Respon Tekanan Ketika Minifrac.5 Beberapa penulis4,5 menganjurkan untuk melakukan tambahan tes yang pelaksanaannya sedikit berbeda jika dibandingkan step rate test atau minifrac. Tes tersebut dinamakan dengan Mini-falloff Test. Minifalloff Test ditujukan khusus untuk after-closure analysis, terdiri dari injeksi fluida berefisiensi rendah dengan laju injeksi yang rendah kemudian dilakukan shut-in. Tujuan dari Mini-falloff Test adalah untuk mempercepat dan meyakinkan terjadinya perioda pseudoradial flow setelah rekahan menutup (setelah closure).
APLIKASI AFTER CLOSURE ANALYSIS DI LAPANGAN After Closure Analysis diterapkan dibeberapa sumur di lapangan Tanjung yang telah dilakukan pekerjaan perekahan sebelumnya. Dari sekian banyak perekahan, dilakukan penyaringan kandidat yang akan dianalisa pada tulisan ini, salah satunya adalah adanya fracture-calibration test (step rate test dan minifrac) dan pengukuran tekanannya menggunakan bottom-hole pressure gauge. Fracture-calibration test dengan bottom-hole pressure gauge disarankan untuk menghindari kesalahan yang sering ditimbulkan dari korelasi bottom hole pressure dari surface pressure gauge. T-024 A T-024 tajak pada tahun 1951. Perekahan sumur T024 zona A dilakukan pada bulan September 2002. Zona A di T-024 memiliki ketebalan lapisan formasi produktif (net sand) sebesar 43 ft dengan viskositas minyak yang diperoleh dari analisa PVT sumur tetangga sebesar 0.9 cp. Bottom-hole memory gauge diturunkan sebelum pekerjaan perekahan utama dilaksanakan, diperoleh perkiraan tekanan reservoir
-6-
Gambar 7. Step rate test di T-024 A. After closure analysis diawali dengan penentuan closure time dengan menggunakan plot tekanan vs. Nolte G time ditambah dengan derivative-nya (Gambar 8). Diperoleh closure time 33.61 menit yang dihitung dari awal pemompaan.
Gambar 8. Penentuan Closure time pada SRT T-024A. Identifikasi pseudoradial flow menggunakan log-log plot antara delta pressure vs. FR dan derivative-nya (Gambar 9). Terlihat bahwa pseudoradial flow belum tercapai yang diindikasikan plot tekanan dan derivative-nya tidak berimpit pada slope sama dengan satu, hal ini dikarenakan waktu shut-in yang tidak cukup. Tidak tercapainya perioda pseudoradial flow menyebabkan perhitungan permeabilitas menjadi tidak akurat (terlalu optimis) seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 10. Diperoleh permeabilitas sebesar 184 md dan tekanan reservoir sekitar 2914 psi.
tekanan reservoir dilakukan seperti analisa sebelumnya dan ditunjukkan secara berturut-turut oleh gambar 12, 13 dan 14.
Gambar 9. Identifikasi perioda pseudoradial flow pada SRT T-024 A.
Gambar 12. Penentuan Closure time pada Minifrac T-024 A.
Gambar 10. Penentuan k dan Pr pada SRT T-024 A.
Gambar 13. Identifikasi perioda pseudoradial flow pada Minifrac T-024 A.
Fracture-calibration test yang kedua adalah minifrac. Minifrac T-024 A dilakukan dengan memompakan croslinked gel sekitar 300 bbl kemudian dilakukan shut-in (Gambar 11).
Gambar 14. Penentuan k dan Pr pada Minifrac T-024 A.
Gambar 11. Minifrac T-024 A. Penentuan closure time, identifikasi perioda pseudoradial flow dan perhitungan permeabilitas dan
-7-
Perioda pseudoradial flow jelas terlihat pada Gambar 13 yang ditandai dengan berimpitnya plot tekanan dan derivative-nya dan membentuk slope sama dengan satu. Permeabilitas sebesar 73 md ditentukan dengan plot pada Gambar 14, tekanan reservoir diperkirakan sebesar 2941 psi. Hasil permeabilitas 73 md dari Gambar 14 lebih akurat jika dibandingkan dengan permeabilitas dari Gambar 10.
Validasi permeabilitas after closure dilakukan dengan cara membandingkannya dengan permeabilitas yang diperoleh dari sumber lain seperti analisa core dan analisa tekanan transient. Analisa core dan tekanan transient untuk T-024A tidak tersedia, sebagai perbandingan digunakan data core dari tiga sumur tetangga yang terdekat yaitu T-104A, T-107A dan T106A yang harga permeabilitasnya berturut-turut adalah 37, 115 dan 93 md. Dapat dilihat bahwa permeabilitas after closure yang sebesar 73 md cukup masuk akal (kesalahan sekitar 10% jika dibandingkan dengan rata-rata permeabilitas core sumur sekitar). Sedangkan perkiraan tekanan reservoir yang sebesar 2941 psi terlihat lebih besar jika dibandingkan pengukuran tekanan reservoir statik sebelum dilakukan fracture-calibration test yang sebesar 1900 psi (kesalahan sebesar 54%). T-074 A T-074 terletak di Tanjung bagian tengah dan tajak pada bulan Januari 1963. Ketebalan lapisan formasi produktif (net sand) T-074 A sekitar 35 ft, viskositas minyak yang diperoleh dari analisa PVT sumur tetangga sebesar 1.3 cp. Perekahan zona A dilakukan pada bulan September 2002. Sebelum perekahan utama, terlebih dahulu dilakukan fracture-calibration test meliputi step rate test dan minifrac dengan menggunakan bottom-hole memory gauge. Dikarenakan shut-in time pada saat step rate test relatif singkat, maka hanya data minifrac yang dapat dianalisa.
time dan diperoleh closure time sebesar 17.1459 menit yang diukur dari sejak pemompaan.
Gambar 16. Penentuan Closure time pada Minifrac T-074 A. Identifikasi pseudoradial flow menggunakan log-log plot antara p vs. FR dan derivative-nya. Gambar 17 menunjukkan bahwa pseudoradial flow belum tercapai dengan sempurna. Permeabilitas dan tekanan reservoir dapat ditentukan dengan Gambar 18 walaupun hasilnya tidak terlalu akurat (lebih optimis). Diperoleh permeabilitas sebesar 39 md dan tekanan reservoir sekitar 1344 psi.
Minifrac dilakukan dengan memompakan croslinked gel sebanyak 250 bbl dengan laju pemompaan sekitar 22 bpm (Gambar 15).
Gambar 17. Identifikasi perioda pseudoradial flow pada Minifrac T-074 A.
Gambar 15. Minifrac T-074 A. Plot tekanan vs. Nolte G time beserta derivative-nya (Gambar 16) digunakan untuk menentukan closure
-8-
Gambar 18. Penentuan k dan Pr pada Minifrac T-074 A.
Pressure build up dilakukan pada Januari 1965 ketika sumur masih dalam kondisi sembur alam. Laju alir sebelum penutupan adalah 126 bopd kemudian sumur ditutup selama 19 jam dan pressure derivative mengindikasikan kelakuan dari infinite-acting homogeneous reservoir. Type curve matching (Gambar 19) dan Horner plot (Gambar 20) digunakan untuk menganalisa PBU dan diperoleh permeabilitas 31 – 34 md.
statik yaitu 1400 psi. Tekanan statik reservoir diukur tepat sebelum melakukan fracture-calibration test. T-060 D T-060 tajak pada tahun 1961 dan terletak di Tanjung bagian utara. Agustus 2002 dilakukan perekahan zona D untuk menambah area pengurasan dan menghilangkan keruksakan di daerah lubang sumur. Lapisan D didominasi oleh formasi batu pasir yang diselingi dengan lapisan lempung yang relatif tipis. Tebal lapisan batu pasir bersih sekitar 25 ft, viskositas minyak sekitar 1.43 cp (korelasi) dan porositas 22%. Bottom-hole memory gauge dipasang untuk mencatat tekanan statik reservoir dan fracture-calibration test. Tekanan statik reservoir diperkirakan dibawah 800 psi dan masih berkecenderungan turun. Dikarenakan shut in time pada step rate test terlalu singkat menyebabkan analisa after closure hanya dilakukan pada data minifrac. Minifrac dilakukan dengan memompakan crosslinked gel sekitar 300 bbl dengan laju pemompaan 22 bpm (Gambar 21).
Gambar 19. Type curve match PBU T-074 A.
Gambar 20. Horner plot PBU T-074 A. Harga permeabilitas after-closure sedikit lebih besar dari permeabilitas PBU (kesalahan sekitar 22%), hal ini bersesuaian dengan kondisi perioda pseudoradial flow (Gambar 17) yang belum tercapai sepenuhnya, menjadikan harga permeabilitas after closure menjadi sedikit lebih optimis dari hasil yang sebenarnya. Permeabilitas after-closure bersesuaian juga dengan permeabilitas dari hasil analisa core sumur tetangga yang terdekat yaitu T-104 sebesar 37 md (tidak terdapat data core untuk T-074) dengan kesalahan sekitar 5%. Tekanan reservoir dari after closure analysis diperoleh sebesar 1344 psi, tekanan yang diperoleh tersebut tidak jauh berbeda dengan Tekanan reservoir
-9-
Gambar 21. Minifrac T-060 D. Penentuan closure time menggunakan tekanan vs. Nolte G time (Gambar 22), diperoleh closure time sebesar 16.766 menit yang dihitung dari sebelum sebelum pemompaan.
Dikarenakan tidak terdapat data analisa tekanan transient maupun analisa core sumur T-060 D, maka hanya data analisa core sumur tetangga terdekat yang akan dipakai sebagai pembanding. T-105 adalah sumur terdekat T-060 yang memiliki analisa core, tercatat permeabilitas pada zona D sebesar 122 md. Melihat perbedaan yang relatif kecil (kesalahan sekitar 25%), dapat dikatakan bahwa permeabilitas dari analisa after closure bisa dipercaya. Gambar 22. Penentuan Closure time pada Minifrac T-060 D.
Tekanan statik yang diukur sebelum dilakukan step rate test sekitar 800 psi tetapi masih terdapat trend menurun. Tekanan dari after closure analysis yang sebesar 628 psi terlihat masih berada didalam rentang yang masuk akal jika dibandingakan dengan tekanan dari pengukuran statik.
RINGKASAN APLIKASI CLOSURE ANALYSIS
AFTER
Ringkasan aplikasi analisa After Closure Analysis di lapangan Tanjung ditabulasikan pada Tabel 1. Sedangkan ringkasan data pembanding ditabulasikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Gambar 23. Identifikasi perioda pseudoradial flow pada Minifrac T-060 D. Perioda pseudoradial flow tercapai dengan baik (Gambar 23). Sedangkan permeabilitas dan tekanan reservoir diperoleh dengan menggunakan plot tekanan vs FR (Gambar 24).
Gambar 24. Penentuan k dan Pr pada Minifrac T-060 D. Perioda pseudoradial flow tercapai yang ditandai dengan berimpitnya plot tekanan dengan derivativenya dan membentuk slope sama dengan satu (Gambar 23). Kemudian dari Gambar 24 ditentukan permeabilitas sebesar 91 md dan tekanan reservoir sekitar 628 psi.
- 10 -
Table 1. Ringkasan Hasil After Closure Analysis Sumber k Pr Perioda Sumur Data (md) (psi) Pseudoradial < < SRT Tidak tercapai T-024 184 2914 A Minifrac 73 2941 Tercapai T-074 < Minifrac < 39 Tidak tercapai A 1344 T-060 Minifrac 91 628 Tercapai D Tabel 2. Ringkasan Data Pembanding Permeabilitas Sumur Metoda k (md) Sumber Ket. Offset 37 T-104A well T-024 Offset Core 93 T-106A A well Offset 115 T-107A well PBU 31-34 T-074 A T-074 Offset A Core 37 T-104A well T-060 Offset Core 122 T-105D D well
Tabel 3. Ringkasan Data Pembanding Tekanan Reservoir Pstatik Ket. Sumur (psi) 1900 Diukur sesaat sebelum T-024 A SRT 1400 Diukur sesaat sebelum T-074 A SRT Diukur sesaat sebelum T-060 D < 800 SRT Masih cenderung turun Dilihat secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa permeabilitas dari After Closure Analysis mempunyai keakuratan yang cukup baik untuk lapangan Tanjung, karena perbedaannya relatif kecil jika dibandingkan dengan permeabilitas dari sumber lain. Sedangkan tekanan reservoir dari metoda ini masih belum bisa dikatakan konklusif karena terdapat perbedaan yang cukup jauh pada contoh T-024 A, walaupun pada kedua contoh lainnya menunjukkan kesesuaian hasil yang cukup baik Pencapaian perioda pseudoradial flow pada ketiga contoh diatas berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh permeabilitas formasi dan lama waktu shut-in. T-060 D dengan permeabilitas 91 md (terbesar dalam tulisan ini) hanya memerlukan waktu shut-in selama 18 menit untuk mencapai perioda pseudoradial flow, T-024 A dengan permeabilitas 73 md mencapai perioda pseudoradial flow dengan waktu shut-in 50 menit. Sedangkan pada T-074 A dengan permeabilitas sekitar 32 md (terkecil dalam tulisan ini), perioda tersebut tidak bisa tercapai walaupun waktu shut-in nya sudah 60 menit. Dari paparan diatas terlihat jelas bahwa dengan semakin kecil permeabilitas maka keperluan waktu penutupan menjadi lebih lama untuk mencapai perioda pseudoradial flow. Kesimpulan lain dari aplikasi After Closure Analysis di lapangan Tanjung adalah bahwa penggunaan fluida injeksi (crosslinked gel) yang sifatnya berbeda jauh dengan fluida reservoir (mobility ratio tidak sama dengan satu) tidak mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gu et al.3
KESIMPULAN 1.
Metode After Closure Analysis dapat menghasilkan permeabilitas yang cukup akurat untuk reservoir minyak, pada lapangan yang sudah depleted dengan permeabilitas sedang. Permeabilitas dari analisa core dan pressure
- 11 -
2. 3.
4. 5.
build up digunakan sebagai validasi keakuratan metode ini dengan kesalahan sekitar 5 – 25%. Tekanan reservoir dari After Closure Analysis masih belum konklusif untuk beberapa kasus di lapangan Tanjung. Semakin rendah permeabilitas formasi menyebabkan waktu shut-in yang diperlukan untuk mencapai perioda pseudoradial flow semakin lama. After Closure Analysis tidak dipengaruhi oleh sifat-sifat fluida yang diinjeksikan. Permeabilitas dari after closure analysis akan menambah derajat kepercayaan terhadap data permeabilitas. Permeabilitas yang akurat akan menghasilkan desain perekahan yang optimum, sehingga secara langsung akan mempengaruhi keberhasilan perekahan dalam usaha menaikkan produksi sumur tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Manajemen PT. Pertamina EP, Unit Bisnis Pertamina EP Tanjung yang telah mengizinkan untuk dipublikasikannya makalah ini, dan juga kepada team engineering Tanjung dan semua rekan-rekan penulis yang berada di Tanjung, Jakarta dan Bandung yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Earlougher, R.C.: Advances in Well Test Analysis, Monograph Vol. 5, SPE, 1977. Economides, M., Economides, C., Hill, A., Petroleum Production Systems, Prentice Hall, 1994. Gu, H., Elbel, J.L., Nolte, K.G., Cheng, A.H-D. and Abousleiman, Y.: “Formation Permeability Determination Using Impulse Fracture Injection,” paper SPE 25425, 1993 Production Operations Symposium, Oklahoma City, OK, Mar21-23. Nolte, K.G., Maniere, J.L. and Owens, K.A.: “AfterClosure Analysis of Fracture Calibration Tests,” paper SPE 38676, 1997 SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, TX, Oct5-8. Uribe, O.: “After-Closure Analysis of Mini-Frac Tests in Naturally Fractured Reservoirs”. Thesis for Master of Science University of Oklahoma, 2006.
Utama, I., Buhari, A., Burnstad, R.: Successfully Combating Tortuousity Effects in Deviated and Vertical Wells in The Tanjung Oilfield, IPA03-E137, 2003. “Lapangan Tanjung dan Perkembangannya.” Pertamina UEP IV Lapangan Tanjung. 1990. (not published)
- 12 -
“Conceptual Plant For Further Development of Pertamina’s Tanjung Raya Fields”, Pertamina, Bow Valley (Tanjung) Limited, Bonham (Tanjung) Limited. 1989.