Antosianin Jantung Pisang Kepok (Musa X paradisiaca) Sebagai Pewarna Agar-Agar (Kajian Berdasarkan Stabilitas Terhadap Cahaya dan Organoleptik) Anthocyanin of Banana Bract (Musa X paradisiaca) Used as Jelly Colorant (A Study Based on The Light Stability and Organoleptic) Matius Kristiarso Wibowo Catur Yoga* , Lydia Ninan Lestario**, dan A. Ign Kristijanto** * Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika ** Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga – 50711 Email :
[email protected]
ABSTRACT The objectives of this study are: Firstly, to determine the exact concentration of banana bract extract as jelly colorant, based on the hedonic test. Secondly, to determine the color stability of jelly which colored with banana bract extract against the light intensity. 25% concentration of banana bract extract is the exact concentration as colorant which has to be applied to jelly, according to the panelist. The natural color of anthocyanin from banana bract in jelly degraded due to the light intensity. Jelly which has treated with light intensity of 780 and 1.850 lux in period of 10 hours are still accepted by the panelist, in contrary the higher light intensity (2.214 and 10.340 lux) cause jelly rejected by the panelist. Keywords : banana bract, anthocyanin, jelly, light intensity
PENDAHULUAN Bersama-sama dengan bau, rasa, dan tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan makanan (deMan, 1997). Oleh sebab itu produsen pangan olahan umumnya menambahkan pewarna ke dalam produknya (Lestario dkk., 2011). Namun selama ini masih banyak dijumpai penyalahgunaan terhadap pewarna makanan, seperti penggunaan pewarna sintetik yang kurang aman bahkan sudah dilarang penggunaanya dalam makanan (Lestario dkk., 2009). Menanggapi hal tersebut, maka perlu dikembangan penelitian mengenai pewarna-pewarna alami, dan pemanfaatannya sebagai pewarna makanan yang aman dengan harga relatif murah.
1
2
Antosianin, merupakan salah satu pewarna alami (pigmen) yang dapat dijadikan sebagai pewarna makanan yang aman (Sari, 2008). Pigmen ini termasuk golongan senyawa flavonoid, yang paling tersebar luas dalam tumbuhan, penyebab hampir semua warna merah pada daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tingkat tinggi (Harbone, 1996). Menurut Delgado-Vargas and Paredes-Lopez (2003) sejumlah produk makanan diwarnai oleh antosianin, seperti jus, selai, dan soft drink. Tensiska dkk. (2007) mengaplikasikan antosianin dari buah arben sebagai pewarna minuman ringan, sedangkan Dewi (2009) mengaplikasikan antosianin dari bunga rosela sebagai pewarna tape ketan. Antosianin sangat berpotensi, oleh karena itu antosianin perlu dikembangkan sebagai pewarna alami pada produk pangan. Jantung pisang merupakan salah satu sumber pewarna alami khususnya antosianin, hal ini dapat dilihat dari warnanya yang merah keunguan. Beberapa penelitian mengenai kandungan antosianin pada jantung pisang yang pernah yang dilakukan, antara lain oleh Pazmino-Duran et al. (2001) yang meneliti kandungan antosianin total jantung pisang kepok (32 mg/100 gram bb), dan Lestario dkk. (2009) meneliti kandungan antosianin total jantung pisang klutuk (29,66 mg/100 gram bb) dan jantung pisang ambon (43,74 mg/ 100 gram bb). Pewarna alami dari jantung pisang kepok dapat dimanfaatkan, dengan mengekstrak pigmen antosianinnya guna diaplikasikan pada agar-agar. Hal ini dikarenakan agar-agar banyak di jual di pasaran (salatiga) dan disukai oleh anak-anak, namun selama ini banyak agar-agar yang menggunakan pewarna sintetik berbahaya seperti Rhodamin-B dan Methanyl Yellow (Dono, 2012). Sebagai pewarna alami (pigmen), kestabilan antosianin sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, oksigen, asam askorbat, gula, enzim dan ion logam (Sari dkk., 2005). Menurut Gross (1987) faktor sinar (light) yang paling mempengaruhi stabilitas antosianin. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Menentukan konsentrasi ekstrak jantung pisang kepok yang tepat, sebagai pewarna agar-agar berdasarkan uji hedonik.
2.
Menentukan stabilitas warna agar-agar dengan penambahan ekstrak jantung pisang kepok terhadap intensitas cahaya lampu yang berbeda, berdasarkan uji hedonik.
3
METODOLOGI Bahan dan Alat Sampel yang digunakan adalah jantung pisang kepok yang didapat dari daerah Salatiga. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain : akuades, HCl, metanol, asam tartarat, asam sitrat, asam asetat (pa. Merck, Jerman), buffer HCl-KCl (0,3M, pH 1), buffer sitrat (0,3M, pH 4,5), kertas saring Whatman No.1. Bahan pembuatan agar-agar adalah tepung agar-agar merah dan putih (Swallow Globe Brand), gula pasir, dan air. Alat yang digunakan adalah : Spektrofotometer UV-VIS (Mini Shimadzu, 1240), lampu fluorescent 11, 18, 23, 50 watt (Philips, Essential), neraca analitis (mettler, H80), orbital shaker, dan peralatan gelas. Pengukuran Antosianin Total (Lestario dkk., 2005) Penetapan antosianin total dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pada pH 1 dan pH 4,5. Sebanyak 5 gram sampel yang telah dipotong kecil-kecil dimaserasi dengan 30 ml metanol-HCl 1% selama semalam dalam suhu dingin, kemudian disaring dan ditampung filtratnya dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu, residu dibilas dengan pelarut yang sama sebanyak dua kali 10 ml, dengan orbital shaker selama 30 menit. Filtrat disaring kemudian disatukan dalam labu ukur dan digenapkan dengan pelarut yang sama sampai garis tera. Ekstrak sampel diambil sebanyak 0,8 ml dan dimasukkan dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan 3,2 ml buffer pH 1 dan tabung kedua ditambahkan 3,2 ml buffer pH 4,5. Kedua tabung didiamkan selama 15 menit, lalu masingmasing tabung diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm. Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan rumus : A = (A510-A700)pH1 – (A510-A700)pH4,5. Selanjutnya hasil perhitungan di atas dimasukkan ke dalam hukum Lambert-Beer A= ε.L.C. Konsentrasi antosianin dihitung sebagai sianidin-3-rutinosida menggunakan koefisien ekstingsi molar sebesar 28.800 l mol-1 cm-1 dan berat molekul sebesar 445,2 g (Pazmino-Duran et al., 2001). Pengukuran Antosianin Terekstrak dengan Pelarut Asam Organik (Tensiska dkk., 2007) Sebanyak 10 gram sampel yang telah dipotong kecil-kecil dimaserasi dengan masing-masing 25 ml asam sitrat 1%, asam tartarat 1%, dan asam asetat 1% selama
4
semalam dalam suhu dingin, kemudian disaring dan ditampung filtratnya dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu, residu dimaserasi kembali dengan 15 ml dan 10 ml pelarut yang sama untuk masing-masing pelarut dengan orbital shaker selama 30 menit. Filtrat disaring kemudian disatukan dan digenapkan dengan masing-masing pelarut sampai garis tera. Ekstrak sampel diambil 1 ml dan dimasukkan dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan 3 ml buffer pH 1 dan tabung kedua ditambahkan 3 ml buffer pH 4,5. Masing-masing tabung didiamkan selama 15 menit, lalu masing-masing tabung diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm. Pembuatan Agar-agar Ekstrak Jantung Pisang Kepok (Anonim, 2009 yang dimodifikasi) Tepung agar-agar Swalow sebanyak 10,88 gram dimasukkan ke dalam 1.400 ml air, dipanaskan hingga mendidih sambil diaduk. Setelah itu agar-agar ditambah 186,66 gram gula pasir, diaduk kembali hingga larut. Setelah semua larut kemudian agar-agar didinginkan hingga suam-suam kuku, lalu dituangkan ke dalam cup-cup plastik yang sudah disediakan. Agar-agar ekstrak jantung pisang kepok 15, 20, 25, 30, 40, dan 50%, dibuat sesuai dengan resep, hanya saja 1.400 ml air diganti dengan 1.190 ml air dan 210 ml ekstrak jantung pisang kepok untuk agar-agar 15%, 1.120 ml air dan 280 ml ekstrak untuk agaragar 20%, 1.050 ml air dan 350 ml ekstrak untuk agar-agar 25%, 980 ml air dan 420 ml ekstrak untuk agar-agar 30%, 840 ml air dan 560 ekstrak untuk agar-agar 40%, 700 ml air dan 700 ekstrak untuk agar-agar 50%. Sedangkan untuk agar-agar dengan pewarna sintetik dibuat dengan agar-agar Swalow merah, khusus untuk sintetik ½, volume air diganti setengahnya yaitu 700 ml air. Pemindaian Panjang Gelombang Serapan Maksimum Ekstrak Jantung Pisang Kepok dalam Metanol-HCl 1% Ekstrak jantung pisang kepok dengan pelarut metanol-HCl 1% dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian dilakukan pemindaian panjang gelombang pada daerah 190-900 nm, dengan metanol-HCl 1% sebagai blanko. Panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh, digunakan untuk pengukuran absorbansi stabilitas warna agar-agar.
5
Pengukuran Stabilitas Warna Agar-agar Ekstrak Jantung Pisang Kepok 25% (Gintoe, 2009) Agar-agar ekstrak jantung pisang kepok sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam cup plastik transparan dan ditutup dengan tutup transparan. Selanjutnya agar-agar disinari lampu dengan intensitas 780 lux (11watt), 1.850 lux (18 watt), 2.214 lux (23 watt), dan 10.340 lux (50 watt) selama 10 jam. Setiap 2 jam, 1 cup agar-agar diambil dari setiap perlakuan. Setiap cup agar-agar diambil 10 gram, dihancurkan lalu dimaserasi dengan 20 ml metanol-HCl 1% selama 1 jam. Lalu hasil maserasi disaring, filtrat dikumpulkan dalam labu ukur 25 ml. Residu dibilas dengan 5 ml pelarut yang sama, kemudian disaring dan filtrat disatukan lagi lalu digenapkan hingga garis tera. Filtrat diukur absorbansinya pada panjang gelombang hasil pemindaian, sebagai blanko adalah metanol-HCl 1%. Uji Organoleptik (Peryam and Girardot, 1952) Uji organoleptik dilakukan dengan dasar uji hedonik terhadap parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur
agar-agar dengan pewarna ekstrak jantung pisang kepok
konsentrasi 15, 20, 25, 30, 40, dan 50%, dan agar-agar dengan pewarna merah sintetik (volume penuh dan volume setengah). Skala hedonik dibuat lima tingkat, dimulai dari 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (agak suka), 4 (tidak suka), 5 (sangat tidak suka). Untuk menentukan pengaruh penyinaran pada agar-agar ekstrak jantung pisang kepok 25% terhadap penerimaan konsumen, dilakukan uji organoleptik terhadap agar-agar yang disinari lampu dengan intensitas 780 lux, 1.850 lux, 2.214 lux, dan 10.340 lux selama 10 jam, sebagai kontrol digunakan agar-agar tanpa penyinaran. Analisa Data (Steel and Torie, 1960) Data organoleptik dan konstanta laju degradasi dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Uji organoleptik menggunakan 20 panelis sebagai ulangan sedangkan kontanta laju degradasi menggunakan 6 ulangan. Sebagai perlakuan untuk uji organoleptik sebelum penyinaran adalah agar-agar dengan pewarna sintetik volume penuh, pewarna sintetik volume setengah, pewarna ekstrak jantung pisang kepok 15, 20, 25, 30, 40, dan 50%. Sebagai perlakuan untuk uji organoleptik agar-agar setelah penyinaran dan konstanta laju degradasi adalah penyinaran dengan intensitas 780 lux, 1.850 lux, 2.214 lux, dan 10.340 lux. Purata skor organoleptik dan konstanta laju degradasi antar perlakuan dibandingkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan antosianin total Kandungan antosianin total jantung pisang kepok dengan metanol-HCl 1% sebesar 33,20 ± 0,27 mg/100 g berdasarkan bobot basah. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil dari Pazmino-Duran et al. (2001), yang menghasilkan antosianin total 32 mg/100 g berdasarkan bobot basah yang dihasilkan dari seludang Musa X paradisiaca. Antosianin Terekstrak dengan Pelarut Asam Organik Penggunaan asam tartarat menghasilkan total antosianin yang paling besar jika dibandingkan dengan pelarut asam sitrat dan asetat (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pelarut asam tartarat merupakan pelarut optimal untuk mengekstrak antosianin dari jantung pisang kepok. Tabel 1. Purata antosianin yang terekstrak dengan menggunakan asam tartarat, sitrat, dan asetat Antosianin Terekstrak (mg/100g) Jenis Pelarut
¯ ± SE X
Asam Tartarat 1 %
2,50 ± 0,15
Asam Sitrat 1 %
0,85 ± 0,12
Asam Asetat 1 %
0,33 ± 0,10
Hasil serupa diperoleh Tensiska dkk. (2007), dengan kandungan antosianin terekstrak dari buah arben sebesar 33,2 mg/100 gram menggunakan asam tartarat 1%, Asam tartarat memiliki tetapan disosiasi yang lebih besar dibandingkan kedua asam lainnya. Semakin besar tetapan disosiasi suatu asam maka semakin kuat asam tersebut karena semakin besar jumlah ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam larutan. Hal ini menyebabkan semakin banyak dinding sel vakuola yang pecah sehingga pigmen antosianin semakin banyak yang terekstrak (Tensiska dkk., 2007).
7
Uji Hedonik Agar-agar dengan Pewarna Ekstrak Jantung Pisang Kepok dan Agar-agar dengan Pewarna Sintetik Hasil uji hedonik agar-agar dengan pewarna ekstrak jantung pisang kepok dan agar-agar dengan pewarna sintetik, yang meliputi parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur, disajikan pada Tabel 2. Semakin tinggi penambahan konsentrasi ekstrak jantung pisang kepok maka warna agar-agar semakin disukai oleh panelis. Agar-agar dengan pewarna ekstrak jantung pisang kepok 40% paling disukai panelis. Sedangkan untuk agar-agar dengan pewarna ekstrak jantung pisang 50% tingkat kesukaan panelis setara dengan pewarna sintetik volume air setengah, dan lebih disukai warnanya dibanding dengan agar-agar pewarna sintetik yang menggunakan volume air sesuai resep. Hal ini berarti antosianin dari ekstrak jantung pisang kepok berpotensi menggantikan pewarna sintetik. Penambahan ekstrak jantung pisang tidak mempengaruhi aroma agar-agar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, dimana semua perlakuan baik agar-agar pewarna sintetis maupun alami disukai oleh panelis. Sedangkan untuk parameter tekstur, tekstur agar-agar dengan pewarna sintetik lebih disukai dibanding dengan pewarna ekstrak jantung pisang kepok. Hasil uji hedonik dari parameter rasa, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak jantung pisang kepok yang ditambahkan ke dalam agar-agar maka rasanya semakin tidak disukai panelis (Tabel 2). Hal ini diduga karena rasa asam yang ditimbulkan oleh pelarut yang digunakan dalam mengekstrak. Namun untuk penambahan konsentrasi ekstrak sebesar 15 – 25% rasanya masih bisa diterima panelis. Hasil uji hedonik ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak jantung pisang 25% merupakan konsentrasi yang paling tepat untuk dijadikan pewarna agar-agar, yang mewakili parameter warna, rasa, aroma dan tekstur.
Tabel 2.
Hasil Uji Hedonik Agar-agar yang Diberi Pewarna Ekstrak Jantung Pisang Kepok dan Agar-agar yang Diberi Pewarna Sintetik Sebelum Penyinaran
S1/2 ¯ ± SE 1,7 ± 0.25 Warna X (ab) w = 0,59 ¯ ± SE 2,05 ± 0,4 Aroma X (a) w = 0.62 ¯ ± SE 1,56 ± 0,33 Rasa X (a) w =0,79 ¯ ± SE 1,39 ± 0,23 Teksur X (a) w = 0,58
50% 1,78 ± 0.48 (ab) 2,5 ± 0,36 (a) 3,61 ± 0,42 (d) 2,56 ± 0,33 (c)
Perlakuan S 40% 2,35 ± 0.29 1,5 ± 0.27 (bc) (a) 2,27 ± 0,35 2,5 ± 0,36 (a) (a) 2 ± 0,45 3,44 ± 0,45 (ab) (d) 1,89 ± 0,35 2,39 ± 0,36 (ab) (bc)
30% 2,25 ± 0.28 (bc) 2,33 ± 0,22 (a) 2,94 ± 0,29 (cd) 2,56 ± 0,28 (c)
25% 2,7 ± 0,32 (c) 2,33 ± 0,27 (a) 2,67 ± 0,35 (bc) 2,67 ± 0,35 (c)
20% 2,7 ± 0,25 (c) 2,33 ± 0,22 (a) 2,39 ± 0,36 (bc) 2,94 ± 0,34 (c)
15% 3,45 ± 0,36 (d) 2,5 ± 0,36 (a) 2,56 ± 0,45 (bc) 2,67 ± 0,34 (c)
Keterangan : *W = BNJ 5% *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara bermakna. *S1/2 = Pewarna sintetik dengan volume air ½ dari volume air pada resep ; 50% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 50% ; S = pewarna sintetik ; 40% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 40% ; 30% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 30% ; 20% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 25% ; 15% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 20% ; 10% = Pewarna ekstrak jantung pisang kepok 15% *1 = sangat suka ; 2 = suka ; 3 = agak suka ; 4 = tidak suka ; 5 = sangat tidak suka (keterangan juga berlaku untuk tabel 4)
8
9
Pemindaian Panjang Gelombang Serapan Maksimum Pemindaian panjang gelombang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang dengan serapan maksimum pada spektra ekstrak jantung pisang kepok dalam pelarut metanol-HCl 1%, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.
Spektra Absorbsi Ekstrak Jantung Pisang Kepok dalam Pelarut Metanol-HCl 1%
Gambar 1 menunjukkan ada dua puncak spektra absorbsi, yaitu pada panjang gelombang 293 nm dengan absorbansi 0,679 dan 515 nm dengan absorbansi 0,642. Pengukuran degradasi warna agar-agar digunakan panjang gelombang 515 nm sebagai panjang gelombang serapan maksimum. Hal ini dikarenakan, spektrum tampak antosianin dalam pelarut metanol-HCl 1% berada pada panjang gelombang maksimum 505-535 nm (Harbone, 1996). Stabilitas Warna Agar-Agar Ekstrak Jantung Pisang Kepok 25% Proses penyinaran terhadap agar-agar ekstrak jantung pisang kepok 25% menyebabkan terjadinya degradasi warna agar-agar (Tabel 3).
10
Tabel 3. Konstanta Laju Degradasi Warna Agar-Agar Ekstrak Jantung Pisang Kepok 25% (A.U.Jam-1)
¯ X ± SE W =0,0018 Keterangan :
780 Lux 0,0042 ± 0,0006 a
Intensitas 1.850 Lux 0,0043 ± 0,0007 a
2.214 Lux 0,0057 ± 0,0008 a
10.340 Lux 0,0096 ± 0,0012 b
*W = BNJ 5% *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna
Dari Tabel 3, terlihat bahwa konstanta laju degradasi dari intensitas 780 - 2.214 lux tidak mengalami kenaikan dan terjadi kenaikan pada intensitas 10.340 lux. Hal ini menunjukkan bahwa degradasi antosianin meningkat pada intensitas 10.340 lux. Intensitas cahaya menyebabkan terjadinya degradasi antosianin. Energi yang dihasilkan dari penyinaran dapat menyebabkan terjadinya reaksi fotokimia yang merusak struktur antosianin (Sari dkk., 2005). Lebih lanjut menurut Hanum (2000) kerusakan struktur antosianin disebabkan dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna). Adanya degradasi antosianin menyebabkan agar-agar yang semula berwarna merah berubah menjadi merah pucat dan cenderung tidak berwarna (Gambar 2).
Gambar 2. Histogram Hubungan Intensitas Cahaya Terhadap Laju Degradasi Warna Agar-agar Ekstrak Jantung Pisang Kepok 25%
11
Hasil ini mengindikasikan adanya penurunan absorbansi ekstrak dalam pelarut Metanol-HCl 1% pada panjang gelombang maksimum. Degradasi warna yang terjadi pada agar-agar ekstrak jantung pisang kepok 25% mengikuti orde reaksi ke-0 untuk semua intensitas, dan dalam hal ini laju degradasi sama dengan konstanta laju degradasi (Dogra dan Dogra, 1990). Uji Hedonik Agar-agar Pewarna Ekstrak Jantung Pisang Kepok Setelah Penyinaran Penyinaran terhadap agar-agar pewarna ekstrak jantung pisang kepok berpengaruh terhadap penerimaan panelis, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Hedonik Agar-agar Pewarna Ekstrak Jantung Pisang Kepok 25% Setelah Penyinaran
¯ ± SE X w = 0,44 ¯ ± SE Aroma X w = 0,43 ¯ ± SE Rasa X w = 0,57 ¯ ± SE Tekstur X w = 0,48
Warna
Keterangan :
Kontrol 1,4 ± 0,22 (a) 2,4 ± 0,22 (a) 2,65 ± 0,29 (a) 2,65 ± 0,26 (b)
Perlakuan 780 Lux 1.850 Lux 2,2 ± 0,23 2,5 ± 0,23 (b) (b) 2,5 ± 0,30 2,45 ± 0,22 (a) (a) 2,65 ± 0,33 3,05 ± 0,27 (a) (a) 2,2 ± 0,27 2,1 ± 0,28 (ab) (a)
2.214 Lux 3,3 ± 0,32 (c) 2,5 ± 0,23 (a) 2,9 ± 0,40 (a) 2,3 ± 0,21 (ab)
10.340 Lux 4,3 ± 0,29 (d) 2,75 ± 0,28 (a) 3,1 ± 0,28 (a) 3,2 ± 0,34 (c)
*W = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna
Berdasarkan Tabel 4, semakin besar intensitas cahaya terhadap agar-agar, maka warna agar-agar semakin pucat, dan akibatnya tingkat kesukaan panelis semakin berkurang. Namun perlakuan penyinaran tidak mempengaruhi aroma dan rasa agar-agar. Panelis suka warna, aroma, dan tekstur agar-agar dengan pewarna ekstrak jantung pisang kepok yang diberi intensitas cahaya 1.850 lux.
12
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian jantung pisang kepok maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Konsentrasi ekstrak jantung pisang kepok yang tepat untuk diaplikasikan ke dalam agar-agar adalah 25%. 2. Agar-agar yang disinari dengan intensitas cahaya 1.850 lux selama 10 jam disukai panelis. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Swallow Globe Brand. http://swallow-globe.com.au/mainsite/products.htm [11 agustus 2010] Dalgado-Vargas F., and O. Paredez-Lopez. 2003. Natural Colorants for Food and Nutraceutical Uses. CRC Press LLC, Florida. deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan (terjemahan : Kosasih Padmawinata). ITB, Bandung. Dewi, S.K. 2009. Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Pewarna Tape Ketan Ditinjau dari Stabilitas Warna, pH, Kandungan Gula Pereduksi dan Alkohol. Skirpsi, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Dogra, S.K., dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. (terjemahan : Umar Mansyur), Universitas Indonesia, Jakarta. Dono, N.D. 2012. Zat Berbahaya Dalam Makanan. http://www.kibar-uk.org/2012/03/09/zat-berbahaya-dalam-makanan/ [2 Mei 2012] Gintoe, H.L. 2009. Pengaruh Penyinaran Terhadap Degradasi Warna Ekstrak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) dan Sirup Rosela. Skirpsi, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Gross, J. 1987. Pigment in Fruits. Academic Press, London, UK. Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna Alami Dari Katul Beras Hitam (Oryza sativa glutinosa). Bul. Teknol dan Industri Pangan, 11 (1) : 17-23 Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan (terjemahan : Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro). ITB, Bandung.
13
Lestario, L.N., D. Lukito, dan K.H. Timotius. 2009. Kandungan Antosianin dan Antosianidin dari Jantung Pisang Klutuk (Musa brachycarpa Back) dan Pisang Ambon (Musa acuminata Colla), Jurnal Teknol. dan Industri Pangan, 18 (2) : 143-148. Lestario, L.N., E. Rahyuni, dan K.H. Timotius. 2011. Kandungan Antosianin dan Identifikasi Antosianidin dari Kulit Buah Jenitri (Elaeocarpus angustifolius Blume). Agritech 31 (2) : 93-101. Lestario, L.N., Suparmo, S. Raharjo, dan Tranggono. 2005. Perubahan Aktivitas Antioksidan, Kadar Antosianin dan Polifenol Pada Beberapa Tingkat Kemasakan Buah Duwet (Syzygium cumini). Agritech 25 (4) : 169-172. Pazmino-Duran, E.A., M.M. Giusti, R.E. Wrolstad, and M.B.A. Gloria. 2001. Anthocyanins from Banana Bracts (Musa X paradisiaca) as Potential Food Colorant. Food Chemistry 73 : 327-332. Peryam, D.R., and N.F.Girardot.1952. QM Pins Food “Likes” and “Dislikes” With Advanced Taste-Test Method. Food Engineering 2 (1) : 3-11 Sari P. 2008. Antosianin Buah Buni (Antidesma bunius). http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55742. [11 Agustus 2010] Sari, P., F. Agustina, M. Komar, Unus, M. Fauzi, dan T. Lindriati. 2005. Ekstraksi dan Stabilitas Antosianin dari Kulit Buah Duwet (Syzygium cumini). Jurnal Teknol. dan Industri Pangan, 16 (2) : 142-150. Steel, R.G.D., and J.H. Torie. 1960. Principles and Procedures of Statistics with Special Reference to the Biological Sciences. McGraw-Hill Book Company, Inc. Tensiska, E. Sukarminah, dan D. Natalia. 2007. Ekstraksi Pewarna Alami dari Buah Arben (Rubus idaeus Linn.) dan Aplikasinya Pada Sistem Pangan. J. Teknol. dan Industri Pangan 18 (1) : 25 – 31.