ANALISA PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS KALI BODO KABUPATEN MALANG DENGAN MODEL SMALL WATERSHED MONTHLY HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (SWMHMS) Anissa Leonita Agung Rizkiana1, Donny Harisuseno 2, Ussy Andawayanti2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1 Email:
[email protected] ABSTRAK Meningkatnya intensitas hujan serta perubahan penggunaan lahan ditengarai sebagai faktor utama penyebab banjir yang sering terjadi. Dalam upaya meminimalisir resiko banjir, perlu diadakan kajian atau analisa dampak yang ditimbulkan oleh suatu komponen ekosistem terhadap komponen ekosistem lainnya. Analisa pengaruh perubahan lahan terhadap ketersediaan debit aliran sungai serta penggunaan suatu model dapat digunakan bentuk perencanaan pengelolaan Sub DAS Kali Bodo sehingga didapatkan kondisi di kawasan Sub DAS Kali Bodo yang layak secara hidrologis. Penelitian ini menggunakan model Small Watershed Monthly Hydrologic Modeling System (SWMHMS) dengan menggunakan 6 parameter berupa AWC, CN, IRAC, PERCCOEF, SC, dan SYC yang dihasilkan dengan cara trial and error. Tingkat keakurasian pada perhitungan debit hasil pemodelan SWMHMS kondisi eksisting dihasilkan berdasarkan uji Nash Sutcliffe, uji F, dan uji determinasi. Berdasarkan hasil simulasi model menjadi 6 skenario penggunaan lahan, dapat disimpulkan bahwa kondisi Sub DAS Kali Bodo saat ini masih layak secara hidrologis berdasarkan nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) yang merupakan perbandingan antara nilai debit maksimum terhadap debit minimum masih tergolong dalam kelas Baik. Kata kunci: Model SWMHMS, Perubahan Penggunaan Lahan, Debit Aliran Sungai ABSTRACT The increased of the intensity of rainfall and land use changes are the main factors caused frequent flooding. In an effort to minimize the risk of flooding, it is necessary to manage the impact caused by an ecosystem component to other ecosystem components. Analysis the effect of land changes towards the availability of river flow discharge and the use of a model can be used form of management planning of Sub Watershed Bodo to obtain conditions in the area of Sub Watershed Bodo is feasible hydrologically. This study uses the model of Small Watershed Monthly Hydrologic Modeling System (SWMHMS) using 6 parameters of AWC, CN, IRAC, PERCCOEF, SC, and SYC generated by trial and error. The level of accuracy in the SWMHMS modeling calculation results of existing conditions is generated based on Nash Sutcliffe test, F test, and test of determination. Based on the results of model simulation into 6 land use scenarios, it can be concluded that the condition of Kali Bodo Sub DAS is still feasible hydrologically based on River Regression Coefficient value (KRS) which is the ratio between the maximum discharge value to the minimum discharge is still classified in the Good class. Keywords: SWMHMS Model, Land Use Change, River Flow Discharge
PENDAHULUAN Indonesia memiliki kecenderungan mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek dengan curah hujan yang berubah secara drastis sehingga akan berdampak pada kuantitas dan kualitas dari ketersediaan sumber daya alam. Meningkatnya intensitas hujan serta perubahan penggunaan lahan ditengarai sebagai faktor utama penyebab banjir. Dalam upaya meminimalisir resiko banjir, perlu diadakan pengelolaan DAS sebagai bentuk solusi permasalahan maupun sebagai antisipasi kejadian jangka panjang, sehingga diperlukan analisa mengenai dampak yang ditimbulkan oleh suatu komponen ekosistem terhadap komponen ekosistem lainnya, seperti aktivitas manusia terhadap respon sungai. Ambika Khadka (2012) melakukan analisa dengan Model SWAT untuk memprediksi dampak perubahan penggunaan lahan pada limpasan permukaan, infiltrasi, dan debit puncak di sub DAS Xinjiang, China dengan 6 skenario penggunaan lahan. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa keberadaan hutan pada suatu DAS sangat mempengaruhi besar debit puncak pada saat musim hujan. Berdasarkan analisa yang dilakukan oleh V. Bogdanets (2015) di Ukraina menggunakan Analisa Spasial (GIS) terdapat perubahan Regim Aliran Sungai yang terjadi di zona pesisir dilihat dari kondisi tutupan lahan pada daerah yang dekat dengan garis pantai mengalami fluktuasi ketersediaan air tanah yang lebih tinggi. G. S. Dwarakish (2015) melakukan penelitian mengenai dampak hidrologi di daerah tangkapan air dengan karakteristik penggunaan lahan dan kondisi iklim yang
berbeda dengan menggunakan beberapa skenario perubahan iklim. Mao dan Cherkauer (2009) meneliti dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respon hidrologi di cekungan Great Lakes menggunakan Model Kapasitas Variabel Infiltrasi (VIC). Parameter yang digunakan pada penelitian tersebut adalah perubahan rata-rata Evapotranspirasi (ET), limpasan total, kelembaban tanah dan air salju (SWE) dalam kurun waktu 20 tahun. TA Kimaro (2006) meneliti pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik banjir di Jepang menggunakan model hidrologi terdistribusi. Data penggunaan lahan Model hidrologi terdistribusi berdampak pada proses infiltrasi. Pada model infiltrasi dan proses routing dengan berbasis DEM dan Model gelombang kinematik, menunjukkan peningkatan hidrograf banjir, debit puncak dan waktu banjir yang akan berdampak pada karakteristik banjir di wilayah tersebut. Sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Kali Bodo Kabupaten Malang terhadap ketersediaan debit aliran sungai dengan mensimulasikan perubahan tata guna lahan pada wilayah tersebut. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi studi berada di Sub DAS Kali Bodo Kabupaten Malang dengan letak geografis 7o47’8,50" - 7o55’13,39" LS dan 112o35’15,52" - 112o39’45,23" BT dan letak pos AWLR Kali Bodo di desa Banjar Arum, kecamatan Singosari pada 07°54'34"LS - 112°39'36"BT. Sub DAS Kali Bodo memiliki luas wilayah 67,68 km². Pada Gambar 1 menunjukkan peta Sub DAS Kali Bodo.
AWLR
Gambar 1. Peta Sub DAS Kali Bodo Data yang dibutuhkan Data-data yang dibutuhkan dalam analisa ini adalah : 1. Data hujan harian selama 10 tahun (Tahun 2006-2015) 2. Data suhu udara selama 3 tahun (Tahun 2013-2015) 3. Data debit AWLR selama 3 tahun (Tahun 2013-2015) 4. Dokumen RTRW Kabupaten Malang 5. Peta administrasi Kabupaten Malang 6. Peta jenis tanah Sub DAS Kali Bodo 7. Peta penggunaan lahan Kabupaten Malang 8. Peta RTRW Kabupaten Malang 9. Peta lokasi stasiun hujan dan klimatologi Sub DAS Kali Bodo
10. 1. 2.
Peta Batas Daerah Aliran Sungai Tahapan Analisa Menyiapkan data yang dibutuhkan Analisa Hidrologi a. Uji Konsistensi dengan Kurva Massa Ganda b. Analisa curah hujan rerata menggunakan metode Poligon Thiessen 3. Menentukan besar parameter Sub DAS yang akan digunakan dalam pemodelan SWMHMS 4. Kalibrasi Model SWMHMS menggunakan data debit terukur selama 3 tahun (Tahun 2013-2015) 5. Simulasi Model SWMHMS menjadi beberapa skenario penggunaan lahan
Jika curah hujan harian lebih besar dari IRA maka besar limpasan permukaan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Penentuan Besar Parameter Sub DAS Penentuan besar parameter (Parameterisasi) Sub DAS Kali Bodo dilakukan dengan cara coba-coba dengan mempertimbangkan kondisi hidrologi Sub DAS Kali Bodo hingga didapatkan besar debit aliran sungai hasil Model SWMHMS (Qmodel) mendekati besar debit aliran sungai hasil pengamatan (Qobs). Model SWMHMS Besar parameter Sub DAS yang dihasilkan dengan cara coba-coba digunakan untuk menghitung besarnya komponen – komponen Model SWMHMS, diantaranya: 1. Limpasan Permukaan (RUNOFF) Perhitungan besarnya limpasan permukaan menggunakan metode Soil Conservation Service (SCS), dengan rumus – rumus sebagai berikut : SMX = S
= SMX ×
10..............
..... ..(1)
...
(2)
RUNOFF =
3.
dengan : CN = Bilangan kurva SMX = Curah hujan (retensi) maksimum di bawah kondisi kering (inchi) TWC = Total kapasitas air (total water capacity) pada tanah atau sama dengan jumlah kapasitas air yang tersedia (inchi) AW = Jumlah air (available water) yang 4. terdapat didalam tanah (inchi) S = Curah hujan yang bergantung pada kondisi kelembaban tanah (retensi) (inchi) Dilanjutkan dengan menghitung besar limpasan permukaan. Limpasan permukaan tidak akan terjadi jika besarnya curah hujan harian kurang dari jumlah nilai total kapasitas intersepsi dan infiltrasi (IRA) . IRA = 0,2 × S (3)
(4)
RUNOFF = Besarnya limpasan permukaan harian (inchi) RAINFALL=Besarnya presipitasi (curah hujan) harian (inchi) 2. Intersepsi Tanaman (INTCP) merupakan bagian dari presipitasi (curah hujan) yang tertahan oleh permukaan vegetasi. Pendekatan yang digunakan dalam Model SWMHMS untuk menghitung kehilangan intersepsi yaitu: Jika RAINFALL > IRA, maka: INTCP = (1-IRAC) x IRA .... (5) Jika RAINFALL IRA, maka: INTCP = (1-IRAC) x RAINFALL (6) Dengan IRAC merupakan koefisien IRA yang membagi curah hujan menjadi intersepsi tanaman /permukaan dan infiltrasi. 3. Infiltrasi (INFIL) Jumlah curah hujan yang tidak dibagi menjadi limpasan permukaan ataupun intersepsi akan meresap kedalam tanah. Besarnya infiltrasi harian dapat ditentukan dengan cara di bawah ini: Jika RAINFALL > IRA, maka: INFIL=(RAINFALL–RUNOFF)–INTCP (7) Jika RAINFALL IRA, maka: INFIL=IRAC × RAINFALL (8) 4. Evapotranspirasi Aktual (AET) Perhitungan evapotranspirasi aktual harian dapat diselesaikan dengan rumus sebagai berikut : jika
> 1 maka:
AWP = F
=
× 100 atau AWP = 100, (10) (11)
F = Koefisien evapotranspirasi AWP = Presentase air yang terdapat di dalam tanah (%) AET = F × (DPET I,K – INTCP) (12) 5. Perkolasi (PERC) Perkolasi dari zona tampungan lengas tanah ke tampungan airtanah hanya terjadi dalam keadaan kelembaban tanah, dimana TWC AW AWC, sehingga perkolasi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : PERC = PERCCOEF × (AW –AWC) (13) PERC = Perkolasi (inchi) PERCCOEF = Koefisien perkolasi AW = Jumlah air yang terdapat di dalam tanah (inchi) 6. Neraca Air (Water Balance) Jumlah air yang disimpan pada zona tampungan tanah ditingkatkan melalui infiltrasi dan diturunkan melalui evapotraspirasi dan perkolasi. Maka, pada tahap ini perhitungan neraca air menggunakan persamaan sebagai berikut : AWJ =AWJ-1 + INFIL - AET - PERC (14) AWJ-1 = Jumlah air tanah yang tersedia pada hari sebelumya J = Jumlah hari 7. Aliran Dasar (BSFL) Pada dasarnya, Model SWMHMS tidak membedakan antara aliran antara dan tampungan airtanah yang bergerak menjadi aliran dasar. Perhitungan aliran dasar harian dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : BSFL = SC × IGS (15) BSFL = Besaranya aliran dasar (inchi) SC = Koefisien aliran dasar yang mengatur pergerakan air dari tampungan air tanah 8. Tampungan Air Tanah/Aliran Antara (IGS) Jumlah air yang disimpan pada tampungan ini ditingkatkan oleh perkolasi dan diturunkan oleh aliran dasar. Sehingga pada tahap ini neraca air pada tampungan airtanah menggunakan persamaan sebagai berikut :
IGSJ = IGSJ-I + PERC – BSFL (16) IGSJ-I = Jumlah air yang disimpan pada hari sebelumnya (inchi) 9. Total Limpasan (TRUNOFF) Pada akhirnya, jumlah limpasan permukaan dan aliran dasar digunakan untuk menentukan harga harian dari total limpasan pada DAS : TRUNOFF = RUNOFF + BSFL (17) TRUNOFF = Total limpasan pada DAS (inchi) Kalibrasi Model Kalibrasi Model SWMHMS dilakukan untuk menetapkan nilai parameter ataupun koefisien Model SWMHMS yang paling cocok digunakan di lokasi studi dengan data masukan pada tahun tertentu. Kalibrasi Model dilakukan dengan menghitung besar debit aliran sungai Bodo selama 3 tahun (2012-2015) kemudian membandingkan hasil tersebut dengan data debit terukur yang didapatkan dari pencatatan AWLR sungai Bodo pada tahun 2012-2015. Analisa Tingkat Keakurasian data pada Pemodelan SWMHMS Analisa tingkat keakurasian dilakukan dengan tujuan menentukan keakurasian data debit yang dihasilkan dari pemodelan SWMHMS. Analisa dilakukan dengan 3 tahapan sebagai berikut: 1. Uji F Perhitungan uji F dengan klasifikasi satu arah digunakan untuk menguji derajat perbedaan nyata antara Qmod dengan Qobs, dengan persamaan sebagai berikut: ....
(18)
dengan: S1 = deviasi standar sampel ke-1 S2 = deviadi standar sampel ke-2 n1 = jumlah sampel kelompok ke-1 n2 = jumlah sampel kelompok ke-2 Hipotesis nol diterima pada derajat kepercayaan a % dan variabel hidrologi
yang diuji mempunyai nilai rata-rata yang sama. Hipotesis nol ditolak jika nilai F > Fc. 2. Uji Nash Sutcliffe Uji Nash Sutcliffe dilakukan berdasarkan persamaan sebagai berikut: (19) dimana: ENs = koefisien Nash-Sutcliffe Qmod = Debil hasil pemodelan (m3/dtk) Qpengamatan = Debit pengamatan (m3/dtk) = Rata-rata debit pengamatan Kategori berdasarkan nilai ENS adalah sebagai berikut : Layak jika ENS > 0,75 Memuaskan jika 0,75 > ENS > 0,36 Kurang memuaskan jika ENS < 0,36 3. Uji Determinasi Uji determinasi dilakukan untuk mengetahui besar koefisien determinasi atau koefisien penentu yang dapat menunjukkan perbedaan varian dari data pengamatan dengan data hasil pendugaan. Besar koefisien determinasi ditentukan dengan rumus sebagai berikut: (20) dengan: R2 = koefisien determinasi Xi = debit pemodelan (m3/dtk) Yi = debit terukur (m3/dtk) X = debit rata- rata pemodelan (m3/dtk) Y = debit rata-rata terukur (m3/dtk) Simulasi Model Simulasi model dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh yang perubahan tata guna lahan terhadap ketersediaan debit aliran sungai. Smilusi dilakukan dengan merubah pola tata guna lahan menjadi 6 skenario sebagai berikut: 1. Skenario 1 Simulasi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang Tahun 2010-2030.
2.
Skenario 2 Simulasi berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yaitu luas area kehutanan yang harus dijaga sebesar 30%. 3. Skenario 3 Simulasi dilakukan dengan merubah area tegalan menjadi luas lahan hutan di kawasan Sub DAS Kali Bodo sebesar 25% dari total luas Sub DAS. 4. Skenario 4 Simulasi dilakukan dengan merubah luas lahan hutan di kawasan Sub DAS Kali Bodo menjadi 20% dari total luas Sub DAS. Simulasi dilakukan dengan memanfaatkan area tegalan. 5. Skenario 5 Simulasi dilakukan dengan merubah luas lahan hutan di kawasan Sub DAS Kali Bodo menjadi 15% dari total luas Sub DAS. Simulasi dilakukan dengan memanfaatkan area tegalan. 6. Skenario 6 Simulasi dilakukan dengan merubah luas lahan sawah di kawasan Sub DAS Kali Bodo menjadi 50% dari total luas Sub DAS. Simulasi dilakukan dengan memanfaatkan area tegalan. Perhitungan Nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) Perhitungan koefisien regim sungai (KRS) dilakukan untuk mengetahui kondisi Sub DAS Kali Bodo secara hidrologis. Perhitungan dilakukan dengan menentukan perbandingan besar debit maksimum terhadap debit minimum, sehingga didapatkan besar KRS. Klasifikasi nilai KRS sesuai dengan Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial: KRS = (21) Tabel 1. Tabel Nilai KRS No. Nilai KRS Kelas Skor 1. < 50 Baik 1 2. 50 – 120 Sedang 3 3. > 120 Jelek 5 Sumber : Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : P.04/VSET/2009
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Hidrologi 1. Uji Konsistensi Uji konsistensi dilakukan untuk menguji kebenaran data lapangan. Data yang digunakan dalam studi ini adalah curah hujan tahunan dari 4 stasiun hujan berpengaruh terhadap kawasan Sub DAS Kali Bodo sesuai Peta Polygon Thiessen Sub DAS Kali Bodo, yaitu Stasiun Hujan Karangploso, Stasiun Hujan Singosari, Stasiun Hujan Temas dan Stasiun Hujan Ngujung. Data yang digunakan adalah data tahun 2006 – 2015. Dari hasil analisa kurva massa ganda di semua stasiun hujan yang digunakan tidak ditemukan terjadinya penyimpangan data sehingga tidak diperlukan faktor koreksi data. Hal ini berarti data hujan yang digunakan adalah konsisten dan dapat digunakan untuk analisa selanjutnya. 2. Analisa Curah Hujan Rerata Data yang digunakan dalam studi ini adalah curah hujan harian dari 4 stasiun hujan yaitu: Stasiun Hujan Karangploso, Stasiun Hujan Singosari, Stasiun Hujan Temas dan
Stasiun Hujan Ngujung. Data yang digunakan adalah data tahun 2006 – 2015. Nilai curah hujan digunakan untuk menghitung besar debit sungai Kali Bodo yang akan pada proses pemodelan SWMHMS. Penentuan Parameter Sub DAS Kali Bodo dengan model SWMHMS Berdasarkan hasil penentuan parameter Sub DAS Kali Bodo dengan cara coba-coba didapatkan hasil AWC = 0,370 ; CN = 77,658 ; IRAC = 0,597 ; PERCCOEF = 0,545 ; SC = 0,0055 dan SYC = 31,496. Hasil parameterisasi tersebut dianggap mampu menghasilkan debit yang paling mendekati dengan hasil debit terukur. Kalibrasi Model Kalibrasi Model dilakukan dengan menghitung besar debit aliran sungai Bodo selama 3 tahun (2012-2015) dan membandingkan data tersebut dengan data debit terukur yang didapatkan dari pencatatan AWLR sungai Bodo pada tahun 2012-2015). Hasil kalibrasi model ditunjukkan pada gambar 2.
200 160 120 80 40 0
Gambar 2. Hasil Kalibrasi Model SWMHMS Terhadap debit Pengukuran Hasil Pencatatan AWLR Berdasarkan gambar tersebut dapat Sub DAS Kali Bodo hasil pengamatan diketahui jika pada tahap kalibrasi model identik dengan hasil perhitungan dengan didapatkan hasil pola debit aliran sungai model SWMHMS.
Analisa Tingkat Keakurasian data pada Pemodelan SWMHMS 1. Uji F Berdasarkan hasil uji F diperoleh Fc = 1,765 dan karena F = 0,0395 (F
Dari uji determinasi didapatkan nilai R2 = 0,889 atau sebesar 88,9%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bertambah besar atau menurunnya debit pengamatan dapat dijelaskan oleh hubungan linier antara debit hasil pemodelan SWMHMS dengan debit pengamatan, sedangkan 11,1% nya disebabkan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan oleh uji determinasi tersebut. Simulasi Model Berdasarkan hasil simulasi model SWMHMS menjadi 6 skenario perubahan penggunaan lahan didapatkan hasil sebagai berikut:
200 150 100
50 0
Gambar 3. Grafik rekapituasi hasil simulasi SWMHMS Berdasarkan grafik tersebut terjadi perubahan debit aliran sungai yang tidak terlalu signifikan. Perubahan tata guna lahan dengan kondisi berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 dianggap sebagai skenario terbaik, yaitu dengan merubah luas tata guna luhan area hutan menjadi 30%.
debit aliran sungai Bodo dengan model Perhitungan Nilai KRS Berdasarkan hasil analisa perubahan penggunaan lahan didapatkan nilai KRS yang terkecil adalah kondisi perubahan tata guna lahan berdasarkan UU No. 41 Th. 1999 dengan nilai KRS 4,357 dengan nilai debit maksimum 144,055 m3/dtk dan debit minimum 33,059 m3/dtk. Nilai KRS tersebut ditabulasikan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil perhitungan nilai Koefisien Regim Sungai (KRS) No
Skenario
CN
1 2 3 4 5 6 7
Kondisi Eksisting Kondisi RTRW Kondisi UU No. 41 Th. 1999 Kondisi Skenario 3 Kondisi Skenario 4 Kondisi Skenario 5 Kondisi Skenario 6
77,658 77,659 76,784 76,833 77,483 77,383 80,587
Nilai KRS yang rendah pada kondisi UU No. 41 Th. 1999 tersebut dipengaruhi oleh jenis tata guna lahan berupa Hutan 30% yang berdampak pada daya resap air ke dalam tanah yang semakin besar pula, sehingga pada saat musim penghujan besar limpasan yang terjadi akan semakin kecil. Pada skenario 3 dengan perubahan tata guna lahan pada area hutan sebesar 25% dilakukan dengan mengurangi luas area tegalan sehingga luas area tegalan menjadi seluas 31,849%. Perubahan dengan skenario 4 dan 5 dilakukan dengan merubah luasan hutan menjadi 20% dan 15% dengan mengurangi luas area tegalan. Pada skenario 4 dan 5 terjadi kenaikan Nilai KRS sebesar 0,174. Sedangkan untuk perubahan tata guna lahan dengan nilai KRS terbesar yaitu 5,483 adalah pada skenario 6 yaitu dengan merubah luas area sawah menjadi 50% dengan memanfaatkan area tegalan. Selanjutnya adalah menentukan klasifikasi nilai KRS berdasarkan Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut kondisi eksisting Sub DAS Kali Bodo termasuk kedalam kelas Baik dengan nilai KRS 4,662 atau kurang dari 50. KESIMPULAN Berdasarkan seluruh tahapan pada penyusunan tugas akhir ini, dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Model SWMHMS mengandung parameter-parameter AWC, CN, IRAC, PERCCOEF, SC dan SYC. Berdasarkan
Debit Maksimum (m3/dtk) 145,095 146,087 144,055 143,690 145,729 144,715 157,499
Debit Minimum (m3/dtk) 31,125 31,674 33,059 32,711 31,911 31,684 28,726
KRS 4,662 4,612 4,357 4,393 4,567 4,567 5,483
hasil pendugaan parameter dengan cara coba-coba sesuai dengan kondisi eksisting, nilai parameter Model SWMHMS untuk Sub DAS Kali Bodo adalah AWC = 0,370 ; CN = 77,658 ; IRAC = 0,597 ; PERCCOEF = 0,545 ; SC = 0,0055 dan SYC = 31,496. 2. Tingkat keakurasian pada perhitungan debit hasil pemodelan SWMHMS kondisi eksisting ditunjukkan dengan besar nilai yang dihasilkan dari uji Nash Sutcliffe adalah 0,602 ; Uji F < Fc yaitu 0,0395 < 1,765 dan nilai yang dihasilkan dari uji determinasi sebesar 88,9 %. 3. Komponen neraca air yang dihasilkan Model SWMHMS terdiri dari P (Hujan), AET (Evapotranspirasi Aktual), RUNOFF (Limpasan), BSFL (Aliran dasar), dan Q (Debit aliran sungai). Pada kondisi eksisting didapatkan besar komponen neraca air Model SWMHMS secara komulatif yaitu : P = 216,131 inchi ; AET = 31,777 inchi ; RUNOFF = 35,542 inchi ; BSFL = 89,358 inchi ; Q = 2485,058 m3/detik. 4. Berdasarkan hasil analisa perubahan tata guna lahan di kawasan sub DAS Kali Bodo dapat dilihat bahwa besarnya perubahan debit aliran sungai yang terjadi tidak terlalu signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai KRS tiap skenario yang tidak berbeda jauh. Perubahan tata guna lahan dengan kondisi berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 dianggap sebagai skenario terbaik, yaitu dengan merubah luas tata guna luhan area hutan menjadi 30% dengan memanfaatkan area tegalan dan
menghasilkan nilai KRS 4,357. Pada kondisi eksisting Sub DAS Kali Bodo saat ini masih tergolong layak secara hidrologis berdasarkan hasil klasifikasi nilai KRS sebesar 4,662 yang termasuk kedalam kelas Baik. DAFTAR PUSTAKA Khadka, Ambika. 2012. Analysis of land use changes using SWAT. USA: Yale Tropical Resources Institute. https://environment.yale.edu/tri/fellow/ 1607/ Dwarakish, G.S. 2015. Impact of land use change on hydrological systems: A review of current modeling approaches.India.http://www.tandfonli ne.com/doi/full/10.1080/23312041.201 5.1115691 Allred, B. & Haan, C.T. 1996. SWMHMS – Small Watershed Monthly Hydrologic Modelling System. USA: American Water Resources Association. http://www.researchgate.net/publicatio n/227587484 Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Jurnal Departemen Kehutanan Mao & Cherkauer. 2009. Evaluating the impacts of land use changes on hydrologic responses in the agricultural regions of Michigan and Wisconsin. USA:Department of Biosystems & Agricultural Engineering, Michigan State University, East Lansing, USA. http://www.hydrol-earth-syst-scidiscuss.net/hessd-8-C1692-2011 TA Kimaro. 2006. Distributed hydrologic simulations to analyze the impacts of land use changes on flood characteristics in the Yasu River basin in Japan. Jepang: Water Resources Engineering Department, Faculty of
Civil Engineering and the Built Environment.http://www.jsnds.org/jnd s/27_2_6.pdf
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS KALI BODO KABUPATEN MALANG DENGAN MODEL SMALL WATERSHED MONTHLY HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (SWMHMS)
JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
ANISSA LEONITA AGUNG RIZKIANA NIM. 125060401111019
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN DEBIT ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS KALI BODO KABUPATEN MALANG DENGAN MODEL SMALL WATERSHED MONTHLY HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (SWMHMS)
JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR Ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh: ANISSA LEONITA AGUNG RIZKIANA NIM. 125060401111019 Jurnal ini telah direvisi dan disetujui oleh dosen pembimbing pada tanggal 08 Juni 2017 Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Eng. Donny Harisuseno, ST., MT. NIP. 19750227 199903 1 001
Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS. NIP. 19610131 198609 2 001
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Pengairan
Ir. Moch. Sholichin, MT., Ph.D. NIP. 19670602 199802 1 001