Anda bisa memesan versi cetak buku ini melalui email
[email protected] Bab I PENDAHULUAN
Tujuan dari studi ini adalah untuk menunjukkan perlunya Islamisasi korporasi bisnis modern, dan untuk menawarkan cara-cara penerapannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka studi mengenai persoalan ini harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, dalam pandangan hukum Islam, dengan isu-isu seperti personalitas legal, liabilitas terbatas, sifat dari hubungan-hubungan legal yang dilakukan oleh perusahaan, dan validitas legal dari hubungan-hubungan kerjasama, bentuk-bentuk keterjaminan dan lainlain. Resolusi dari persoalan-persoalan tersebut adalah penting untuk keberlangsungan hukum dagang dan perbankan Islam di dunia modern, dan untuk alasan inilah persoalanpesoalan tersebut banyak dijumpai dalam tulisan-tulisan para cendikiawan Muslim modern dan para ekonom. Meskipun demikian, pendekatan yang menyeluruh untuk menyelesaikan persoalanpersoalan tersebut masih sangat kurang dan juga belum terfokus pada analisis legal yang menyeluruh dengan menggunakan prinsip-prinsip umum hukum dagang Islam. Kurangnya pendekatan yang menyeluruh mengakibatkan adanya opinin-opini yang secara analitis tidak konsisten.1 Studi ini berupaya untuk memberi jalan keluar atas persoalan-persoalan tersebut. Alasan-alasan mendetail bagi perlunya Islamisasi perusahaan, maupun metodemetode yang ditawarkan bagi penyelesaian tersebut akan dielaborasi dalam studi ini, 1 Pendapat-pendapat yang paling dikenal adalah resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh OIC dari Islamic Fiqh Academy mengenai liabilitas terbatas dan validitas dari kerjasama perusahaan (syarikat almusahamah). Pandangan-pandanga tersebut tercantum dalam Resolusi No.7/1/65 yang diadobsi oleh OIC Islamic Fiqh Academy dalam pembahasan sesi ke tujuh yang dilakukan pada bulan Mei 1992. Di samping pandanga-pandangan Islamic Fiqh Academy, sejumlah cendikiawan juga telah menyuarakan opini-opini mengenai liabilitas terbatas bagi para shareholder dan validitas legal dari bentuk-bentuk kerjasama tersebut. Di antara para ilmuwan tersebut adalah S.M. Hasanuzzaman, Qadi Muhammad Taqi Usmani, Ali Muhiy alDin Raghi dan al-Marzuqi al-Biqami.
namun penjelasan awal mengenai perlunya Islamisasi perusahaan modern, dan mengenai metode-metode yang digunakan, akan membantu menentukan batasan yang tepat dari studi ini. Penjelasan-penjelasan awal tersebut adalah sbb:
1.1. Mengapa harus Mengislamisasikan Korporasi Modern? Dunia modern tidak bisa lepas dari konsep korporasi. Di manapun kita berada, maka kita akan menemukan adanya perusahaan gabungan atau perusahaan tunggal berada di puncak struktur. Prasarana itulah yang memungkinkan manusia untuk menghindari biaya-biaya transaksi yang tinggi. Hal ini tidak mungkin, sebagai contoh, dilakukan melalui partnership.2 Korporasi bisnis, dikombinasikan dengan konsep liabilitas terbatas, juga merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melipatgandakan modal. Posner mengatakan: Teori firma menunjukkan kepada kita mengapa begitu banyak aktifitas yang diorganisir dalam firma-firma, namun tidak menunjukkan kepada kita mengapa sebagian besar dari firma-firma tersebut adalah berupa korporasi. Jawabannya adalah karena firma-firma, yang mana input-inputya terutama lebih pada pekerja dibandingkan pada modal, seringkali diorganisir sebagai partnership individual. Korporasi merupakan suatu metode untuk memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam upaya untuk menambah modal.3 Berdasarkan hal tersebut, maka korporasi merupakan sebuah alat yang efisien dan didasarkan pada konsep yang bagus. Tidak ada yang menyangkal bahwa dunia modern mustahil tanpa konsep korporasi. Ini merupakan realitas yang sesungguhnya. Mungkin karena alasan inilah sebagian besar cendikiawan muslim telah siap, benar-benar antusias
Richad Posner, Economic Analysis of Law, (Boston: Little Brown and Company, 1972), 290. Ia menyatakan, “...kegunaan utama dari suatu korporasi adalah dalam hal penyediaan seperangkat standar, terma-terma kontrak yang digunakan, sebagai contoh, governing credit, sehingga firma-firma bisnis tidak perlu menentukan terma-terma baru setiap saat mereka melakukan transaksi, meskipun mereka dapat melakukan hal tersebut bila perlu. Sampai pada kondisi di mana term-term tersebut digunakan dalam hukum perusahaan secara akurat menunjukkan harapan-harapan yang dikehendaki oleh para pihak, mereka menghemat biaya transaksi. Bila kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka pihak-pihak yang melakukan transaksi akan menyusun draft dengan menggunakan term-term kontrak yang dikenal oleh hukum dan akibatnya akan menambah biaya-biaya yang sebenarnya tidak diperlukan.” Ibid. 3 Ibid 2
untuk menerima konsep tersebut dan untuk menyatakan bahwa konsep itu Islami. Namun umat Islam harus menghadapi realitas-realitas yang lain juga. Salah satu realitas tersebut adalah keharusan untuk mentaati norma-norma syari‟ah. Keharusan ini mensyaratkan agar alasan mendasar bagi Islamisasi korporasi harus sama dengan alasan bagi Islamisasi bisnis perbankan modern maupun perekonomian secara keseluruhan. Alasan tersebut tercermin dalam pertanyaan: Apakah korporasi bisnis modern menyalahi prinsip-prinsip dasar syari‟ah?4 Dengan kata lain, apakah korporasi itu menghalangi orang Islam untuk mengorganisir aktifitas bisnis mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari‟ah? Legalitas dari institusi-institusi yang memiliki signifikansi vital bagi masyarakat hanya dipersoalkan bila prinsip-prinsip yang dilanggar adalah prinsip yang sangat mendasar bagi sistem yang memungkinkan institusi untuk berjalan bertentangan dengan sebagian besar hukum Islam. Contoh yang paling jelas adalah institusi riba itu sendiri, yang menjadi dasar bagi perbankan modern. Karena korporasi bisnis modern sangat dibutuhkan untuk pengaturan kehidupan modern, maka bila validitasnya dipertanyakan harus diungkapkan pertentangannya dengan prinsip-prinsip tersebut. Studi mengenai hukum dagang Islam menunjukkan bahwa pada dasarnya ada dua prinsip yang menjadi dasar bagi seluruh masalah. Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan lainnya, tidak lain merupakan cabang dari dua prinsip tersebut. Kedua prinsip itu adalah: 1. Prinsip pelarangan riba
4 Menurut beberapa ilmuwan, korporasi bisnis tidak menyalahi prinsip-prinsip syari‟ah, juga tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan fiqh. „Ali Muhiy al-Din Raghi, “Al-Aswaq al-Maliyah,” Majallat Majma’ al-Fiqh al-Islami 7:1 (1992) 85. Pandangan seperti ini akan dikaji pada bagian lain sesuai dengan dasardasar argumen yang mereka gunakan.
2. Prinsip al-kharaj bi al-daman atau prinsip bahwa tanggungjawab atas biaya tergantung pada hubungan-hubungan liabilitas dalam menanggung kerugian.5 Karakteristik signifikan dari kedua prinsip tersebut adalah bahwa keduanya berasal dari teks-teks sumber primer: al-Qur‟an dan Sunnah. Prinsip pertama dapat dijumpai dalam al-Qur‟an maupun Sunnah, sedangkan konsep yang kedua berasal dari Sunnah Nabi SAW, dan belum diterima secara luas oleh para fuqaha. Prinsip-prinsip tersebut bukan hanya diterima oleh para fuqaha masa awal saja, namun bahkan selalu dipertahankan secara ketat dan diterapkan dalam seluruh hukum Islam. Maksud dari prinsip pelarangan riba, sebagaimana ditemukan dalam karangankarangan para fuqaha masa awal, telah dijelaskan di dalam buku sebelumnya. Di dalam buku tersebut telah ditunjukkan bagaimana prinsip pelarangan riba menentukan seluruh hukum dagang.6 Aplikasi dari prinsip kedua ke dalam hukum organisasi bisnis telah ditunjukkan dalam sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1982, dan sekarang (studi tersebut) telah dikembangkan dan ditejemahkan ke dalam bahasa Inggris.7 Pengetahuan yang telah ada, yang tertuang dalam dua studi tersebut akan diterapkan dalam studi mengenai konsep korporasi bisnis modern ini, dalam upaya untuk melihat apakah salah satu atau kedua prinsip yang telah dijelaskan di atas, dilanggar atau tidak. Hanya bila korporasi bisnis modern diteliti berdasarkan dua prinsip umum yang vital itulah maka kita akan dapat menyimpulkan mengapa ia perlu dirubah, dan diislamisasikan. Pemberian
Sejumlah fuqaha menambahkan sebuah prinsip pelarangan adanya gharar. Namun dalam pandangan kami, urgensi prinsip gharar dan jahalah masih di bawah kedua prinsip tersebut, dan tidak begitu berpengaruh dalam hukum dagang Islam. Sudah tentu ada berbagai prinsip lainnya yang diterapkan dalam suatu perjanjian, namun prinsip riba dan daman adalah dua prinsip yang membedakan hukum kontrak Islam dengan perjanjian kontrak dalam sistem-sistem lainnya. 6 Imran Nyazee, The Concept of Riba and Islamic Banking (Islamabad: Niazi Publishing House, 1995). 7 Studi ini merupakan tesis di L.L.M. dengan judul: Fiqh al-Syarikat fi al-Syari’at al-Islamiyah: Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’i. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dengan penekanan pada hukum organisasi bisnis Islam tradisional. Karya itu dipublikasikan dengan judul Islamic Law of Business Organization: Partnership (Islamabad: Islamic Institute of Islamic Thought and Islamic Research Institute, 1997). 5
persetujuan sepenuhnya bagi korporasi berdasarkan asas kebolehan adalah tidak cukup, dan bahkan mungkin menjadi sebuah pendekatan yang defektif.8 Karena korporasi hanya sebagai konsep pengatur, maka terlihat bahwa proses Islamisasi terhadap korporasi benar-benar membutuhkan sedikit perubahan atau penyesuaian. Bila ini merupakan permasalahannya, maka Islamisasi akan menfasilitasi transisi yang halus dari struktur yang ada menuju bentuk Islam yang baru. Meskipun demikian, segala perubahan dalam struktur korporasi yang ada akan melahirkan model baru, yaitu sebuah model yang islami. Pertanyaan sesungguhnya yang muncul di sini adalah mengapa konsep korporasi bisnis selama ini tidak ditelaah berdasarkan kedua asas tersebut, bila asas tersebut memang dianggap begitu penting bagi hukum dagang dan perbankan Islam? Jawaban umum atas pertanyaan ini bisa jadi bahwa para ilmuwan modern telah menverifikasi asas-asas tersebut untuk korporasi dan membuat amandemen-amandemen untuk penyesuaian, serta konsen pada pembentukan jaminan-jaminan dan instrumen-instrumen finansial Islam yang baru.9 Respon yang lebih spesifik mengenai asumsi-asumsi yang defektif telah diberikan oleh para ilmuwan dan cendikiawan dengan respek pada penelitian di bidang hukum bisnis tradisional. Meskipun sebagian besar ilmuwan telah menjelaskan prinsip-prinsip umum hukum Islam, namun aplikasi dari prinsip-prinsip tersebut serta keterkaitannya dengan prinsip-prinsip hukum modern belum dilakukan secara memadahi. Prinsip-prinsip dasar yang dijelaskan hanya sekedar sebagai formalitas dan lip service.
8 Asas kebolehan berbunyi: al-ashl fi al-asyya’ al-ibahah. Pembahasan yang panjang tentang hal ini telah dilakukan dalam Imran Ahsan Nyazee, Theories of Islamic Law (Islamabad: IIIT & IRI, 1994), 47-50. 9 Ada pertumbuhan yang fenomenal dalam cabang-cabang pasar yang berbasis interes. Para ilmuwan Muslim dan perbankan-perbankan Islam merasa khawatir dengan keadaan itu. Bentuk-bentuk akad yang mereka tawarkan sebagai alternatif adalah perjanjian mudarabah, istisna dan salam. Akad-akad tersebut tidak mencukupi untuk menjawab tuntutan-tuntutan pasar. Tuntutan-tuntutan tersebut baru akan terpenuhi bila korporasi modern diislamisasikan. Sistem finansial Islam dengan demikian akan mengikuti zaman. Meskipun demikian, sistem finansial Islam tidak hanya membutuhkan pembentukan model korporasi baru saja, namun juga ilmu pengetahuan yang menyeluruh tentang hukum perjanjian Islam.
Pendekatan terhadap prinsip-prinsip dasar ini, sebagai lip service, tidak hanya terlihat di Pakistan saja (Negara penulis buku, pent.). Setiap orang juga dapat menjumpai kondisi tersebut di seluruh dunia Arab, di mana pertumbuhan bank Islam sebagian besar berada di tangan-tangan privat. Di negara-negara tersebut nampaknya menjadi suatu kebutuhan, urgensi, untuk membumikan konsep korporasi dan dan bentuk-bentuk-bentuk institusi lainnya, serta untuk melekatkan nilai-nilai Islam tanpa banyak memperhatikan bagaimana sesungguhnya institusi-institusi tersebut. Tuntutan ini dapat dipahami sebab bank-bank yang memiliki dana besar yang disetorkan oleh para investor muslim menghadapi resiko dalam menjaga uang ini agar tidak sia-sia karena tidak adanya instrumen-instrumen finansial yang valid serta peluang-peluang investasi.10 Sekali lagi, yang dibutuhkan adalah mendiskusikan dan memahami sepenuhnya persoalan-persoalan dan prinsip-prinsip dasar dan mendesain bentuk-bentuk organisasi bisnis baru termasuk instrumen-instrumen finansial agar sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut. Kemauan dan kesungguhan untuk menjadikan struktur korporasi yang ada menjadi valid, secepat mungkin, bahkan dengan analisis superfisial. Mungkin juga telah menjadi keinginan terpendam umat Islam untuk memiliki kontrol yang lebih besar atas sumber-sumber material ummah.11 Faktor penentu dalam hal ini akan selalu dimainkan oleh bank-bank dan institusi-institusi keuangan Islam. Ini benar-benar merupakan persoalan yang krusial, namun perlu diingat bahwa keberhasilan-keberhasilannya tergantung pada terbentuknya sistem ekonomi dan keuangan yang benar, yaitu yang berdasarkan Islam. Penerimaan yang terburu-buru terhadap sistem yang ada dapat 10 Persaingan di kalangan fund managers untuk jutaan dolar yang mungkin terdapat di dunia Muslim untuk investasi dalam modal telah sangat diintensifkan. Jumlah bank-bank Islam meningkat tajam, dan bankbank Barat siap untuk menawarkan berbagai bentuk investasi bila bank-bank Islam mau berbagi modal dengan mereka. Roger Taylor, “Western Funds Scent Rich Rewards in Islam,” Financial Times, 13 Feb. 1996, di hlm. 17. “Western Funds managers are eyeing a potentially huge are of business: up to $60bn of assets which Islamic investors may be willing to place in equities.” Ibid. Di antara jutawan Barat yang disebut dalam artikel ini adalah Wellington, Kleinwort Benson dan Flemings. 11 Lihat misalnya, Raghi, “Al-Aswaq al-Maliyah,” Majallat Majma’ al-Fiqh al-Islami 7: 1 (1992) 77.
mengacaukan seluruh upaya tersebut. Tujuan yang sesungguhnya dari sistem perekonomian Islam nampaknya adalah suatu sistem distribusi yang adil. Hal ini menuntut agar prinsip-prinsip dasar hukum Islam yang dirancang untuk mencapai tujuan ini harus dapat memberikan kontrol total terhadap setiap subsistem dan struktur yang ada. Bahkan meskipun upaya telah dilakukan untuk menganalisis tentang korporasi, sebagian besar ilmuwan melakukannya dengan asumsi yang salah yang telah dibuat oleh hukum Mesir; hukum ini mengasumsikan bahwa korporasi merupakan sebuah kontrak, dan di dalamnya mengandung kontrak syarikah.12 Asumsi yang lemah ini telah banyak digunakan oleh para ilmuwan Mesir dan negara-negara Arab lainnya, dan menghalangi mereka untuk memahami persoalan-persoalan sesungguhnya yang muncul dari problem korporasi. Konsekuensinya, mereka selama ini lebih berkonsentrasi pada permasalahanpermasalahan cabang daripada persoalan-persoalan utama. Penentuan apakah korporasi termasuk tipe kontrak atau bukan, akan menjadi tujuan penting dari studi ini. Semenjak lahirnya perbankan Islam, banyak karya yang telah ditulis mengenai bentuk-bentuk enterprise bisnis Islam. Karya-karya tersebut masih membutuhkan tanggapan dan perlu diapresiasi. Setidaknya usaha telah dilakukan. Namun sebagian besar dari karya tadi telah digunakan para ekonom yang bagi mereka persoalan-persoalan ekonomi secara alami lebih penting daripada persoalan-persoalan hukum. Akibatnya sebagian besar prinsip-prinsip hukum yang penting dalam persoalan ini dilupakan sepenuhnya atau tidak mendapat perhatian dari mereka. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan dalam kasus-kasus yang diangkat oleh para ilmuwan tradisional, persoalanpersoalan dan prinsip-prinsip hukum modern tidak mendapat perhatian penuh, khususnya Ini menggugah para cendikiawan, bahkan Islamic Fiqh Academy, untuk menerapkan prinsip-prinsip partnership dan termasuk co-ownership ke dalam institusi-institusi yang benar-benar korporasi yang memiliki personalitas legal independen, karena institusi-institusi tersebut juga didesain sebagai syarikat. Tentu saja, hukum Mesir menggunakan bentuk-bentuk lain seperti musahamah sebagai pembeda, namun kata syarikah sebagaimana digunakan dalam hukum Islam, dan bahkan dalam ketentuan hukum Mesir, menunjukkan pengertian suatu kontrak partnership. Jadi persoalan ini memang membingungkan. 12
persoalan-persoalan terkait dengan korporasi modern. Bahkan deskripsi fiqih tradisional mengenai partnership mengalami distorsi, sebab pendapat-pendapat dari mazhab-mazhab itu lebih banyak mendapat perhatian daripada menolak bentuk-bentuk partnership tradisional.13 Di sisi lain, beberapa ide yang bermanfaat juga telah dilanjutkan dalam berbagai studi dan artikel, dan ide-ide tersebut dapat dianggap sebagai studi pendahuluan untuk studi tentang korporasi yang lebih komprehensif.14 Mengenai pembahasan bisnis organisasi dalam fiqih tradisional terdapat beberapa karya penting dan karya-karya tersebut juga dianggap sebagai studi pendahuluan untuk memahami prinsip-prinsip hukum Islam tersebut.15 Usaha-usaha yang dilakukan oleh para ekonom muslim juga harus diapresiasi, sebab mereka telah melakukan usaha semampu mereka untuk meletakkan dasar-dasar ilmu ini. Namun ada satu persoalan dalam seluruh upaya tersebut: mendirikan sebuah bangunan di atas pondasi yang rapuh akan berhadapan dengan berbagai konsekuensi yang tidak dapat diprediksi. Bila sejumlah persoalan dasar dalam lapangan ini tidak terselesaikan, bagaimana kita bisa maju terus dan mengimplementasikan hal-hal yang lebih detail? Lebih jauh, mungkin ada masalah-masalah terkait dengan metodologi yang digunakan sebagai analisis dan pengembangan hukum. Sebagai contoh, bila kita mencoba untuk menyusun rincian-rincian ketentuan mudarabah dan syarikah serta mencoba untuk menerapkannya ke dalam korporasi modern tanpa menganalisis prinsip-prinsip dasar korporasi itu sendiri,
Untuk memahami implikasi penuh dari statemen ini, lihat secara umum, Imran Nyazee, Islamic Law of Business Organization: Partnerships (Islamabad: International Institute of Islamic Thought and Islamic Research Institute, 1997). Lihat khususnya bab 2 14 Ide-ide yang berguna telah diangkat dalam Hasanuzzaman, “Limited Liability of Shareholders: An Islamic Perspective,” Islamic Studies 28: 4 (Islamabad: IRI, 1989) 353-61; Muhammad Taqi Usmani, “The Principle of Limited Liability from the Shariah Viewpoint,” New Horizon, Agt-Sept., 21-22; Salih ibn Zabin al-Marzuqi al-Biqami, Al-Syarikat al-Musahamah fi al-Nizam al-Saudi (Mekah: Umm Al-Qurra University, 1987); Ahmad „Ali „Abd Allah, Al-Syakhsiyah al-I’tibariyah fi al-Fiqh al-Islami (Khartoum, t.t.) 15 Abraham L. Udovitch, Partnership and Profit in Medieval Islam (Princeton: Princeton University Press, 1970); „Abd al-Aziz al-Khayyat, Al-Syarikat (Amman, 1971); „Ali al-Khafif, Al-Syarikat fi al-Fiqh alIslami (Kairo, t.t.) 13
atau ketentuan-ketentuan syarikah dan mudarabah dalam hal ini, maka akibatnya akan terjadi tumpang tindih.16 Dengan demikian, yang perlu dilakukan adalah memahami secara jelas prinsipprinsip hukum dasar yang terdapat dalam hukum Islam mengenai organisasi bisnis yang telah dilakukan oleh para fuqaha awal. Bila prinsip-prinsip tersebut telah teridentifikasi dan penerapannya telah dipahami sepenuhnya, maka selanjutnya adalah menerapkan prinsipprinsip tersebut ke dalam bentuk-bentuk partnership dan korporasi modern. Bila lembagalembaga bisnis modern tidak sejalan dengan asas-asas hukum Islam, maka harus dicari perubahan-perubahan yang dapat mengabsahkan bentuk-bentuk lembaga itu dan memungkinkannya agar dapat berjalan dengan benar dalam dunia modern. Akhirnya, meneliti cara-cara di mana institusi-institusi tersebut dapat menginvestasikan dana mereka ke dalam proyek-proyek dan instrumen-instrumen dengan benar menurut hukum, maupun cara mendapatkan dana dari investasi-investasi tersebut. Ini diterapkan pada korporasikorporasi biasa maupun institusi-institusi finansial. Poin terakhir tersebut adalah penting tidak hanya untuk desain dan aktivitas enterprise komersial Islam saja, namun juga dilengkapi dengan dasar-dasar yang dengannya dibangun primary markets dan secondary markets termasuk derivasinya. Alasannya adalah bahwa bila penerapan prinsip-prinsip umum hukum Islam dalam struktur-struktur modern telah sepenuhnya diketahui, maka jaminan-jaminan baru termasuk derivasi-derivasinya dapat didesain dengan keyakinan diri dan ketepatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh analisis ini juga dapat memberikan materi dasar bagi aktifitas perbankan. Penerapan prinsip-prinsip tersebut ke dalam hukum partnership modern telah dijelaskan dalam studi sebelumnya. Dalam studi ini, analisis terhadap korporasi akan membawa kita kepada pertanyaan “bagaimana.” 16 Bahkan Islamic Fiqh Academy (OIC) nampaknya telah melakukannya dalam hal-hal tertentu. Lihat Resolusi No 7/1/65 yang dikeluarkan pada Mei, 1992. Mengenai penjelasan detail lihat bab pertama dari bagian tiga buku ini, Makna Korporasi dan Hukum Islam, maupun dalam pembahasan tentang liabilitas terbatas pada sub bab Keberatan-Keberatan atas Struktur yang Ada.
1.2. Bagaimana Model Korporasi Islam Ditemukan? Metodologi para ilmuwan modern dalam menganalisis permasalahan korporasi didasarkan pada pendekatan yang tidak utuh. Meskipun melakukan analisis komprehensif mengenai persoalan seputar korporasi, mereka menggunakan konsep-konsep tertutup dan mendiskusikannya untuk validitas legal. Akibatnya terjadi inkonsistensi analisis, sebab pelaksanaan sepenuhnya atas asas-asas umum tetap tidak kelihatan. Asumsi-asumsi yang dilakukan oleh para ilmuwan modern, melalui pendekatan yang tidak utuh ini adalah sebagai berikut: 1. Hukum Islam menerima personalitas legal dalam bentuk waqf dan bayt al-mal. Karena ada anggapan bahwa personalitas legal dapat diterima, maka korporasi bisnis modern yang didasarkan pada personalitas legal otomatis juga dapat diterima.17 2. Korporasi merupakan kontrak antara para shareholder, sebab ia merupakan salah satu jenis syarikah, dan oleh karena itu termasuk sebuah kontrak, sebagaimana digambarkan dalam hukum Mesir dan hukum negara-negara Arab lainnya. Karena syarikah merupakan kontrak untuk berbagi profit, maka ia sah. Bahkan seandainya ia bukan sebuah kontrak, kita dapat menyebutnya sebagai sebuah institusi (nizam) sebagaimana yang terjadi dalam ketentuan hukum Saudi, dan dengan demikian problem telah terselesaikan, sebab hal tersebut hanyalah sekedar persoalan aturanaturan hukum. 3. Sharing biasa dalam korporasi adalah sah menurut hukum Islam, sebab kerjasama itu merepresentasikan kepemilikan korporasi oleh shareholder, yang merupakan
17
Khayyat.
Ini merupakan kesimpulan dari karya-karya ulama, seperti „Ali al-Khafif dan „Abd al-Aziz al-
sebuah syarikah.18 Jadi, selama keuntungan sharing tidak bercampur dan korporasi tidak memiliki tujuan yang batil, maka ia dinilai sah. 4. Liabilitas terbatas dapat diterima dalam hukum Islam,19 sebagaimana masa lalu, seorang budak dapat dijual sebagai pembayaran hutang bisnis yang telah menumpuk, dan tuannya tidak lagi disyaratkan untuk membayar sesuatu, di luar modal asalnya. Korporasi harus dianggap sebagai seorang budak yang diberi wewenang (untuk menjalankan bisnis tuannya, pent.).20 Liabilitas atas hutanghutang ini, meskipun demikian, hanya berlaku untuk korporasi-korporasi publik.21 Lebih jauh, liabilitas terbatas menjadi keharusan dalam dunia modern sehingga harus diterima.22 5. Korporasi diperbolehkan mengajukan pinjaman, namun akan lebih baik bila seluruh kebutuhan-kebutuhan pembiayaan dilakukan berdasarkan pembiayaan yang seimbang.23 Sayang, sebagian besar dari saran, opini dan asumsi tersebut tidak didasarkan pada pengamatan menyeluruh terhadap prinsip-prinsip hukum Islam. Para penyusun opini tersebut tidak mengkaitkan opini mereka dengan prinsip-prinsip yang sesungguhnya yang terdapat dalam hukum enterprise bisnis tradisional. Sebagian besar dari opini itu didasarkan pada asas kebolehan umum (al-ashl fi al-asyya’ al-ibahah),24 yang mana asas itu
Muhammad Taqi Usmani dalam Pamflet yang dikeluarkan di Urdu dari Karaci; „Ali Muhiy al-Din Raghi, “Al-Aswaq al-Maliyah fi Mizan al-Fiqh al-Islami,” Majallat Majma’ al-Fiqh al-Islami, sesi 7, 7: 1 (Jeddah, 1992) mulai hlm. 75. Islamic Fiqh Acadmy juga berpegang pada opini ini. 19Islamic Fiqh Academy (OIC) telah mengeluarkan resolusi bahwa liabilitas terbatas dapat diterima tidak hanya untuk korporasi, namun juga untuk liabilitas terbatas partner. 20 Hasanuzzaman, “Limited Liability of Shareholders: An Islamic Perspective,” Islamic Studies 28: 4 (Islamabad, 1989) 353-61; Muhammad Taqi Usmani, “The Principle of Limited Liability from the Shariah Viewpoint,” New Horizon, Agt-Sept., 21-22 21 Muhammad Taqi Usmani, “The Principle of Limited Liability from the Shariah Viewpoint.” 22 Ahmad „Ali „Abd Allah, Al-Syakhsiyah al-I’tibariyah fi al-Fiqh al-Islami. Penekanan yang sama dapat dilihat dalam Report of the Panel of Bankers yang dikirimkan ke Council of Islamic Ideology, Pakistan, th 1982 23 Salih ibn Zabin al-Marzuqi al-Biqami, Al-Syarikat al-Musahamah fi al-Nizam al-Sa’udi (Mekah: Umm al-Qura University, 1987) 24 Prinsip ini didasarkan kepada Islmic Fiqh Academy untuk justifikasi transaksi-transaksi dalam kerjasama-kerjasama biasa yang dilakukan oleh korporasi. 18
sendiri tidak dipahami secara menyeluruh. Akibatnya adalah bahwa seseorang tidak begitu yakin bagaimakah pandangan hukum Islam mengenai hal-hal tersebut dan mengenai korporasi pada umumnya. Pendekatan yang lebih baik akan digunakan untuk menganalisis seluruh struktur korporasi bisnis modern berdasarkan prinsip-prinsip umum dan selanjutnya mencari model korporasi baru yang Islami, bila perlu. Setiap pandangan di atas harus dikemukakan berdasarkan prinsip-prinsip itu dan saling memiliki keterkaitan dengan yang lainnya, bila pandangan tersebut ingin memiliki kekuatan persuasif. Elaborasi yang jelas atas sejumlah asumsi di atas akan menjelaskan metodologi yang digunakan dalam studi ini untuk menemukan model baru. Korporasi binis modern, sebagaimana halnya korporasi lain, adalah didasarkan kepada konsep personalitas legal. Hukum Islam, sebagaimana dikemukakan oleh para fuqaha, tidak mengakui personalitas korporasi.25 Hal ini bukan berarti bahwa para fuqaha Muslim tidak memahami konsep tersebut. Dalam hal ini ada pembedaan yang nyata antara tidak mengetahui sesuatu dengan tidak menerimanya secara sadar sebagai sebuah konsep yang valid. Salah satu tesis dari studi ini adalah bahwa para fuqaha Muslim, karena menyadari sepenuhnya konsep personalitas legal yang dibuat-buat, secara sadar menolak validitas legalnya dari sisi hukum yang mereka dalami. Pada saat yang sama, mereka tidak menyatakan bahwa personalitas legal tidak dapat diterima seluruhnya oleh hukum Islam. Kedengarannya ini seperti sebuah kontradiksi, namun sebenarnya tidak, sebagaimana akan ditunjukkan dalam studi ini. Konsep personalitas korporasi dapat diterima oleh hukum Islam modern dengan beberapa syarat. Para fuqaha tidak sabar ingin menunjukkan bahwa konsep personalitas legal diakui oleh hukum Islam. Poin yang mengejutkan adalah bahwa setelah desakan tersebut, personalitas korporasi hampir sepenuhnya diabaikan di dalam analisis legal mereka dari perspektif Islam. Sebagian besar fuqaha membahas korporasi 25
konsep ini.
Bagian 2 buku ini membahas persoalan tersebut dan mengelaborasi persoalan-persoalan validasi
bisnis dan problem-problemnya dengan seakan-akan mereka tengah berbicara tentang syarikah, dan personalitas korporasi tidak muncul dalam pembicaraan mereka tersebut.26 Penerimaan konsep personalitas korporasi, di satu sisi, dan pengkonstruksian suatu korporasi bisnis modern; suatu korporasi di mana liabilitas para anggotanya terhadap hutang terbatasi, di sisi lain, adalah dua hal yang berbeda. Penerimaan personalitas korporasi sebagai sebuah konsep legal tidak begitu banyak; itulah persoalan utamanya. Pertanyaan penting, kemudian, bukankah konsep personalitas korporasi dapat diterima oleh hukum Islam. Permasalahan yang sesungguhnya adalah apakah korporasi bisnis modern yang telah kita susun berdasarkan konsep ini dapat eksis dengan norma-norma Islam dan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip legalnya, atau setidaknya tidak bertentangan dengan asas-asas dasar? Ini merupakan inti permasalahan dan persoalan utama dalam studi ini. Konsekuensinya, bukan konsep personalitas legal itu sendiri yang perlu dianalisis lebih jauh berdasarkan asas-asas Islam, namun termasuk sifat dan struktur korporasi bisnis modern. Studi ini akan membahas kedua aspek tersebut. Salah satu alasan dari studi ini adalah bahwa konsep personalitas korporat tidak dapat dianalisis dalam kondisi vacuum. Ia membutuhkan situasi konkret untuk menerapkannya. Sebuah upaya akan dilakukan untuk mempertahankan agar bentuk-bentuk khas dari keduanya tetap dipisahkan demi analisis yang sistematis. Untuk menganalisis struktur korporasi bisnis modern, pertama-tama kita harus membuat verifikasi bentuk kontrak yang terjalin antara shareholder dengan korporasi. Kita juga harus meneliti apakah korporasi itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari kontrak,
26 Persoalan ini akan dijelaskan secara detail dalam bab pertama bagian tiga mengenai Makna Korporasi dan Hukum Islam.
sebagaimana diklaim oleh para ahli hukum di negara-negara Arab,27 dan sebagaimana telah menjadi asumsi para fuqaha di luar negara-negara Arab. Bila bentuk kontrak antara shareholder dan korporasi telah dianalisis, maka kemudian ia harus dikomparasikan dengan kontrak-kontrak yang terdapat dalam fiqih tradisional. Bila tidak ada kontrak seperti itu, maka kontrak tersebut harus ditinjau dari prinsip-prinsip umum hukum Islam untuk menentukan sisi-sisi mana, bila ada, yang dipermasalahkan. Analisis terhadap kontrak tersebut juga harus dapat mengungkap bagaimana liabilitas terbatas maupun liabilitas tidak terbatas,28 diciptakan melalui kontrak ini. Kemudian, konsep liabilitas harus dikomparasikan dengan hal ini untuk melihat apakah pembentukan liabilitas terbatas tersebut sah atau tidak. Setelah analisis dilakukan, kekurangan dari keseluruhan struktur, bila ada, harus diamati untuk melihat apakah hukum Islam memperbolehkan korporasi dengan kekurangan-kekurangannya itu. Bila tidak, suatu model baru harus dibentuk dengan meninggalkan seluruh atau sebagian besar kekurangan-kekurangan yang diketahui dari analisis tersebut. Untuk lebih spesifik, model baru tersebut harus memenuhi persyaratanpersyaratan berikut ini: 1. Model baru itu harus terbebas dari semua atau sebagian besar keberatan yang muncul dari model yang telah ada itu dalam pandangan asas-asas hukum Islam. 2. Model baru itu harus memiliki efisiensi yang sama dengan sistem yang telah ada, atau lebih baik.
27 Ketentuan hukum Mesir, sebagai contoh, menganggap kontrak para promotor sebagai kontrak awal (‘Aqd ibtida’i), yang mengandung pengertian bahwa kontrak final adalah kontrak yang terjalin di kalangan shareholder. 28 Logikanya pembentukan liabilitas terbatas mudah untuk dipahami untuk suatu korporasi yang telah bangkrut, seperti person alami. Di sisi lain, pembentukan liabilitas tidak terbatas nampaknya sedikit banyak lebih bersifat sewenang-wenang dalam hukum, khususnya ketika tidak ada jaminan yang diberikan oleh para shareholder, mereka juga tidak menyatakan memberikan jaminan untuk para anggota korporasi. Persoalan ini akan didiskusikan di bagian pertama dan ketiga buku ini.
3. Model tersebut harus memungkinkan sektor bisnis untuk maju dengan usaha dan perubahan yang minimum 4. Persoalan yang paling penting yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah masalah perbankan Islam. Bank-bank Islam tumbuh dengan pesat, namun problem terbesar yang mereka hadapi adalah bagaimana menginvestasikan dana yang telah dipercayakan kepada mereka, dengan kepercayaan umat Islam pada jaminan-jaminan yang Islami dan untuk memberikan suatu pengembalian dana yang sah kepada para investor yang bebas dari riba. Sebagian besar dari jaminan yang menjadi dasar bagi sistem modern adalah lembaran yang dikeluarkan oleh korporasi, baik korporasi tersebut memiliki ikatan bisnis perbankan, manufaktur, perdagangan ataupun yang lainnya. Terakhir, setiap jaminan atau instrumen finansial, apapun bentuknya, adalah terkait dengan penciptaan kesejahteraan, dan kesejahteraan ini dalam dunia modern sebagian besar diciptakan di dalam korporasi. Dengan demikian, model baru ini harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan institusiinstitusi finansial maupun perbankan, dan ia harus mempersiapkan landasan bagi konstruksi dan desain jaminan-jaminan dan instrumen-instrumen baru.
1.3. Struktur Studi Studi ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berupaya untuk menjelaskan prinsip-prinsip umum tentang hukum dagang Islam untuk diterapkan dalam hukum bisnis Islam. Bagian ini diawali dengan penjelasan tentang bagaimana pandangan hukum tradisional dalam masalah ini dan bagaimanakah asas-asas dasar tersebut diterapkan dalam struktur. Bagian ini juga meneliti tentang rasionalisasi perolehan profit, yakni, mengelaborasi syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum seorang Muslim dapat menyebut
keuntungan yang diperolehnya adalah sah. Selanjutnya bagian ini membahas persoalan kredit dan liabilitas atas hutang-hutang sebagaimana dipahami dari asas-asas dasar. Bagian ke dua membahas pengertian personalitas korporasi dalam pandangan hukum Islam. Bagian ini berupaya untuk menjelaskan mengapa sangat sulit bagi para fuqaha masa awal untuk menerima konsep ini dan mengapa saat ini konsep itu dapat diterima. Bagian ke tiga dan terakhir dari studi ini adalah persoalan pokok dari seluruh pembahasan, dan dua bagian pertama membentuk dasar-dasar yang dibutuhkan untuknya. Bagian ini dimulai dengan suatu penjelasan tentang arti korporasi yang dibentuk dari prinsip-prinsip hukum Islam. Kemudian dilanjutkan dengan analisis dan deskripsi tentang kekurangan-kekurangan dari struktur yang telah ada. Akhirnya, sebuah korporasi model baru ditawarkan yang nampaknya dapat memenuhi semua atau sebagian besar tuntutan yang ditujukan kepada struktur yang telah ada. Saya mengucapkan terimakasih kepada Harvard Law School yang telah memberi kesempatan kepada saya dengan Program Beasiswa Binladin untuk mengikuti proyek ini. Pekerjaan dalam proyek ini akan sangat sulit tanpa sumber-sumber dan materi yang sangat berharga yang disediakan oleh Islamic Legal Studies Program atas ide dan lingkungan yang sangat tenang untuk penelitian. Kesempatan yang dianugerahkan kepada saya juga memungkinkan saya untuk melakukan berbagai diskusi yang sangat bermanfaat, dan tukar pikiran, dengan Profesor Frank Vogel, Direktur Program. Saya berterimakasih kepadanya atas segala bantuannya. Barbro Ek, Wakil Direktur Program, dengan pengalamannya yang luas dan berbagai bakat adalah seorang pribadi yang luar biasa. Saya sangat berterimakasih atas waktu yang diberikannya hampir setiap hari, dengan berbagai dalih. Saya sangat beruntung telah mengenalnya. Saya juga berterimakasih atas perhatiannya yang tak putusputus kepada kondisi dan keadaan saya selama di Cambridge.
Ucapan terimakasih khusus kepada Rima Kayyali dan Denise Heintze atas berbagai cara keduanya membantu saya. Akhirnya, saya mengucapkan terimakasih kepada keluarga Binladin yang telah memberikan beasiswa yang memungkinkan saya untuk datang ke Harvard Law School. Pendanaan terus menerus yang mereka berikan kepada Law School, saya yakin, akan memberikan pengaruh ke depan terhadap perkembangan hukum Islam bagi dunia modern. Dengan demikian, pendanaan tersebut merupakan suatu anugerah yang sangat bermanfaat dan tak ternilai. Akhirnya, saya mengucapkan terimakasih kepada Dr. Zafar Ishaq Ansari yang telah berkenan mengedit manuskrip dan mempublikasikannya sebagai bagian dari IIIT series on Islamic Law and Jurisprudence.