PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
ANALYSIS OF THRUST AND FOLD DEVELOPMENT ON SANDBOX MODELLING WITH NORMAL AND COMPRESSION BEHAVIOR, CASE STUDY : KENDENG ZONE Fahrudin*, Hengky Priyono Effendi Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 *corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK Study of deformation at rock, reconstruction of tectonic evolution on lithospher, crust, or sediment basin, and relation between strain and stress was learned at laboratory. Thit study can be simulated by sandbox modelling. Research objective is to know the development of thrust and fold that generated from brittle deformation on Kendeng Zone. The method is compressional with one mobile wall of machine. Material make use of loose sand from Ngrayong Formation and gypsum. Observation in the field was conducted to know indication of fault in Kendeng Zone. Experiment in laboratory has two behavior, normal and compression. Four experiments of sandbox modelling were obtained the results fault direction, dip fault, prowedge, fault type, fold and surface of morphology. The results of modelling has the same imbrication with the geology incision of area research and seismic cross section north-south Kendeng Zone. Model 1 and 3, experiments produces forethrust has dip direction same with direction of mobil wall, whereas model 2 and 4, forethrust has dip direction same and contrast with direction of mobil wall. The results that resemble to Kendeng Zone situation is the first and third experiment. Its normal behavior.
I.
zona ridge, setiap awal pembentukan zona ridge akan membentuk lipatan dengan mekanisme fault propagation folding dan thrust yang terbentuk berupa imbrikasi dengan perkembangan imbrikasi dengan perkembangan ke depan pada percobaan material berupa pasir (Fahrudin dan Dimas A, 2015). Fault propagation folding mempunyai mekanisme yang dapat dijelaskan oleh tiga akhir dari tipe anggota (three end member types). Tiga akhir tipe tersebut adalah antara lain decollement folding, thrust tip folding, dan thrust ramp folding (Stortti F, et al. 1996). S. Bigi et al. 2010 menyatakan bahwa tebal material yang mengisi cekungan saat syntectonic akan mempengaruhi pensesaran dibawah. Hal ini menjadi asumsi bahwa pembebanan material saat pemadatan batuan juga mempengaruhi sesar yang terbentuk.
PENDAHULUAN Observasi terhadap batuan yang terdeformasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari geologi struktur. Sebagai gantinya untuk mempertajam arti dan interpretasi, struktur geologi modern telah banyak melakukan percobaan laboratorium (Suppe,1985). Percobaan laboratorium sendiri salah satunya adalah pemodelan analog sandbox. Pemodelan sandbox bertujuan untuk simulasi gaya, deformasi dan evolusi struktur geologi berupa sesar atau lipatan pada cekungan atau kerak bumi secara real time dapat diamati. Geometri sistem sesar dalam prisma akresi di alam dapat dijelaskan dengan baik dalam teori kegagalan Coulomb (Coulomb, 1773; Dahlen, 1984; Davis and Engelder, 1985; Davis and von Huene, 1987; Hafner, 1951; Hubbert, 1951; Lallemand et al., 1994; dalam Febien G et al., 2012), sistem sesar naik (thrust dan backthrust) merupakan hasil kegagalan teori tersebut. Sistem sesar naik dan lipatan menyusun suatu wedge orogen pada sistem kompresi. Zona prowedge mempunyai tiga
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel pengujian, perkembanagan thrust dan lipatan pada saat simulasi pemodelan analog sandbox serta mengetahui kesesuaian antara dua perilaku percobaan terhadap kesesuaian model di area penelitian. 76
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
II.
kedua dan keempat menggunakan perilaku pemadatan tekan pada saat penaburan.
KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Zona Kendeng umumnya terdiri dari endapan turbidit klastik, karbonat, dan vulkaniklastik. Zona Kendeng bagian barat terdiri atas Formasi Peleng, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh dan Formasi Notopuro. Struktur geologi yang berkembang adalah sesar naik yang mempunyai arah relatif Timur - Barat. Sesar naik tersebut dipotong oleh sesar geser dengan arah NNE-SSW. Ilustrasi kondisi geologi regional, citra SRTM DEM dan posisi pergerakan lempeng Eurasi dengan IndoAustralia (Gambar 1).
III.
SAMPEL DAN PENELITIAN
Morfologi, Jumlah sesar (forethrust dan backthrust), dan propagasi sudut kemiringan sesar Pengamatan morfologi, jumlah sesar dan sudut kemiringan sesar dilakukan pada pemendekan 2 cm, 10 cm, dan 20 cm. Morfologi pada percobaan berupa punggungan (ridge), umumnya keempat percobaan menghasilkan tiga ridge (R1, R2, R3), kecuali pada percobaan 4 hanya dua ridge. Masing-masing ridge terdapat kelurusan sesar yang berbeda-beda (Gambar 2 dan Tabel 2). Pada pemendekan 20 cm, R1 dan R3 mempunyai jarak antara 8 - 10 cm, sedangkan R2 mempunyai jarak 3 - 4 cm. Percobaan perilaku pemadatan normal menghasilkan R1 dengan antiklin dengan sudut sayap lipatan yang relatif kecil, sedangkan percobaan perilaku pemadatan tekan menghasilkan R1 dengan antiklin dengan sudut sayap yang relatif besar dan pada percobaan keempat tidak menghasilkan R2.
METODE
Lokasi penelitian berada di sebelah Utara Kota Sragen, Jawa Tengah. Penelitian juga dilakukan di Laboratorium Teknik Geologi Universitas Diponegoro. Tahap pengambilan data langsung dilapangan yang berfungsi untuk mengetahui indikasi dan kondisi struktur geologi sebenarnya di alam dengan pemodelan sandbox. Data yang diamati daerah yang memiliki indikasi struktur geologi (peta geologi lembar Salatiga) dari keseluruhan daerah yang akan dimodelkan.
Percobaan pertama pada dinding sebelah barat dengan pemendekan 20 cm menghasilkan 9 forethrust dan 5 backthrust (Gambar 3 dan Tabel 3). Percobaan kedua menghasilkan 6 forethrust dan 4 backthrust (Gambar 4). Percobaan ketiga menghasilkan 10 forethrust. Percobaan keempat menghasilkan 7 forethrust dan 2 backthrust. Percobaan pertama dan ketiga menghasilkan 9 - 10 forethrust dan percobaan dua dan empat ada 6 - 7 forethrust. Backthrust pada percobaan pertama terbentuk dari propagasi forethrust yang berkembang membentuk backthrust yang terjadi di area ridge 1, 2 dan 3, sedangkan pada percobaan dua dan empat backthrust terbentuk akibat imbrikasi basal detachment pada area ridge 1 dan 3 (Gambar 5)
Tahap pengambilan data di laboratorium menggunakan alat sandbox dengan material pasir kuarsa Formasi Ngrayong yang memiliki ukuran 60 – 80 mesh (±0,178 mm) sudut geser dalam 290 dan densitas 1,59 gr/cm3. . Pasir kedua mempunyai ukuran 30 – 50 mesh (±0,257 mm) sudut geser dalam 32° dan densitas 1,65 gr/cm3. Gipsum dengan sudut geser dalam sekitar 31° dan memiliki densitas sekitar 1-1,65 gr/cm3. Susunan material berupa tujuh Formasi atau lapisan (Tabel 1). Kecepatan mesin sandbox 1,9Hz.
IV.
DATA DAN ANALISIS
Percobaan deformasi dengan sistem konvergen dilakukan sebanyak empat kali, percobaan pertama dan ketiga menggunakan perilaku pemadatan normal, pemodelan
Sudut kemiringan dari sesar antara dua perilaku secara keseluruhan mengalami penurunan. Terdapat kasus sesar yang 77
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA arahnya berlawanan semakin terjadi pemendekan maka sudutnya semakin naik, hal ini dikarenakan pengaruh dari adanya tegasan utama yang lebih dominan bekerja. Seiring dengan deformasi yang terjadi bertambahnya sudut dari kemiringan sesar forethrust pada perilaku normal dikarenakan jaraknya dekat dengan dinding. Berdasarkan hal tersebut diartikan bahwa forethrust yang berada dekat dengan tekanan yang bekerja, maka pergerakan terjadi juga akan intensif terjadi, dan menyebabkan daerah tersebut adalah zona hancuran. (Gambar 6).
ft 4 , ft 5 dan ft 8 (Gambar 4). Pertama terbentuk backthrust 1 (bt 1) yang mempunyai arah utara ke selatan. Kemudian forethrust, di akhir percobaan terbentuk lagi backthrust 6 dan 7. Sesar forethrust dan backthrust saling memotong. Mekanisme fault propagation fold ini dapat diamati pada awal pemendekan 2 cm. Tipe akhir dari mekanisme pensesaran tersebut adalah thrust ramp folding pada percobaan pertama dan ketiga, sedangkan pada percobaan dua dan empat berupa thrust tip folding yang membentuk overthrust folding. Arah dari thrust tip folding percobaan dua dan empat berbeda dengan arah thrust ramp folding percobaan pertama dan ketiga (Gambar 8 dan 9). Overthrust folding terbentuk lagi pada pemendekan lebih dari 36% di area R2 dan R3 pada percobaan pertama dan ketiga. Overthrust folding terbentuk dengan mekanisme fault propagation fold (Gambar 10).
Pengaruh waktu dan pemendekan Berdasarkan hasil dari perbandingan grafik tersebut antara waktu dengan jumlah sesar memperlihatkan semakin terjadi deformasi dalam waktu yang lama sesar barupun akan semakin bermunculan baik itu forethrust maupun backthrust. Sesar tersebut terbentuk di depan sesar yang lama atau sesar yang terbentuk sebelumnya. Hasil dari perbandingan antara waktu dan pemendekan tersebut memperlihatkan bahwa dangan waktu yang semakin lama maka akan menghasilkan pemendekan, dimana seiring dengan waktu yang lama tersebut akan menghasilkan sesar-sesar baru yang jumlahnya semakin bertambah. (Gambar 7)
V.
DISKUSI
Perbandingan Dengan Alam Hasil simulasi dibandingan dengan kondisi geologi berupa indikasi sesar di lapangan, peta geologi dan sayatan geologi serta dengan hasil seismik. Perbandingan ini dilakukan pada aspek pola forethrust mayor yang terbentuk dan material yang tersingkap. Pengamatan yang telah dilakukan adalah dengan menggunakan data dari peta geologi regional lembar Salatiga terdapat daerah tinggian yang merupakan batas Formasi serta terdapat indikasi sesar yang nampak berupa pembelokan sungai secara tiba-tiba, gawir sesar dan lipatan.
Bentuk sesar, lipatan dan basal detachment. Sesar yang terbentuk berupa forethrust yang mengalami imbrikasi dengan dipengaruhi basal detachment. Forethrust yang terbentuk berupa imbrikasi dengan perkembangan ke depan (Forward breaking thrust). Perilaku normal, sesar yang terbentuk dengan perkembangan ke depan yaitu percobaan pertama terbentuk sesar mayor ft 2, ft 3, ft 5, ft 6 dan ft 8 (Gambar 3). Sesar forethrust (ft) tersebut mempunyai arah dari selatan ke utara dan tidak saling memotong.
Selanjutnya membandingkan antara uji laboratorium dengan sayatan geologi pada peta geologi daerah penelitian. Berdasarkan sayatan geologi tersebut menunjukkan bahwa Formasi yang ada di permukaan didominasi oleh Formasi Kalibeng dan Formasi Kerek sehingga bila disamakan dengan uji laboratorium hingga kini faktor erosi sangat
Perilaku tekan, sesar yang terbentuk dengan perkembangan ke depan yaitu percobaan pertama terbentuk sesar mayor bt 1, ft 2, ft 3, 78
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA mempengaruhi keadaan yang ada, dimana sudah 4 lapisan Formasi yang telah tererosi. Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar litologi penyusun Zona Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah.
dengan sayatan geologi regional dan penampang seismik zona Kendeng, dari empat percobaan dan dua perilaku yang diberikan maka hasil yang menyerupai dengan keadaan zona Kendeng adalah pada pemodelan pertama dan ketiga dengan perilaku normal.
VI.
1. Faktor perilaku pemadatan saat penaburan bahan pada awal pemodelan mempengaruhi hasil percobaan.
Pada sayatan geologi terdapat 3 sesar yang terbentuk sedangkan pada pemodelan sandbox hanya terdapat 2 sesar (Gambar 11), hal ini disebabkan oleh kurangnya faktor pemendekan pada pemodelan, sehingga untuk mendapatkan pembentukan sesar yang ke 2 diperlukan pemendekan yang lebih dari 36,4%. Perbandingan yang terakhir adalah dengan membandingan antara pemodelan dengan seismik regional cekungan Jawa Timur. Pada perbandingan ini antara pemodelan sandbox dengan seismik bisa dikatakan sesuai, namun untuk hasil yang lebih baik perlu ditambahkan pemendekan pada pemodelan (Gambar 12). Kesamaan dari perbandingan tersebut adalah sesar yang terbentuk merupakan hasil imbrikasi. Perbedaanya jika sesar yang dihasilkan dari pemodelan berasal dari basal detachment sedangkan sesar yang nampak pada seismik adalah sesar yang berasal dari decollment berupa batas zona Rembang dan Kendeng. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada pemodelan analog sandbox
KESIMPULAN
2. Thrust dan lipatan yang terbentuk merupakan hasil mekanisme fault propagating folding dengan tipe akhir fault tip folding dan fault ramp folding. Lipatan diakhiri membentuk overthrust fold. Mekanisme imbrikasi mulai terlihat jelas ketika terjadi dua overthrusting pada R2 dan R3. 3. Perilaku percobaan yang menyerupai dengan keadaan Zona Kendeng adalah pada pemodelan pertama dan ketiga dengan perilaku penaburan tanpa adanya pembebanan/normal.
VII.
ACKNOWLEDGEMENT
Ucapan terima kasih kami sampaikan ke pada Program Dipa Penelitian Fakultas Teknik Tahun 2014. Juga kepada Tim Peneliti di Group Geodinamik Prodi Teknik Geologi Universitas Diponegoro.
DAFTAR PUSTAKA Bigi, S, dkk. 2010, Load and unload as interference factors on cyclical behavior and kinematics of coulomb wedges: Insights from sandbox experiments. Journal of Structural Geologi 32, p. 28-44. Fahrudin, Dimas A, 2015. Rancang bangun model kompresi dan tarik permodelan sandbox dan manfaatnya. Fakultas Teknik Undip, Teknik, 36 (1), hal. 45 - 53. Fabien G, Jacques M, Stephane D, 2012. Experimental modelling of orogenic wedges: A review. Journal Tectonophysics 538-540., p. 1-66. Prasetyadi, C., 2007, Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur. Institut Teknologi Bandung. Sukardi dan Budhitrisna T. 1992. Peta Geologi Lembar Salatiga, Jawa. Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi: Bandung.
79
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Suppe, J., (1985) : Principles of Structural Geology, Departement of Geological and Geophysical Sciences, Princeton University, p. 280 – 304. Storti F, Salvini F, McClay, K,1996. Fault related folding in sandbox analogue models of thrust wedges. Journal of Structural Geology, Vol. 19, Nos 3-4,pp.583-602.
TABEL Tabel 1. Material pemodelan Litologi Ketebalan Material
Formasi/ warna
Bahan (mesh)
Pelang/coklat muda
Napal lempungan
0,125cm
Pasir kuarsa 60 – 80
Kerek/ merah
Batupasir
1cm
Pasir kuarsa 60 – 80
Kalibeng/ coklat muda
Napal
0,6cm
Pasir kuarsa 60 – 80
Sonde/ putih
Batugamping
0,58cm
gipsum
Pucangan/ merah
Batupasir
0,54cm
Pasir kuarsa 30 – 50
Kabuh/ hijau
Batupasir vulkanik
0,4cm
Pasir kuarsa 30 – 50
Kaligetas/ coklat muda
Batupasir tufaan
0,24cm
Pasir kuarsa 60 – 80
Percobaan
Tabel 2. Pembentukan ridge pada masing-masing percobaan Kelurusan pada ridge (R) R1
R2
R3
Pertama
1,3,4
5,6
8,9
Kedua
1,2
3,4
5,7
Ketiga
1,2,3
6,7
8,9,10
Keempat
3,4,5
-
7,8,9
Tabel 3. Rekapitulasi data pemendekan , jumlah sesar dan sudut kemiringan sesar pada percobaan pertama. Jumlah Sesar (n) Dinding Barat Pemendekan Sudut Kemiringan Sesar Forethrust (ft) Back-thrust (bt) 2cm (3,6%)
2
1
ft 1 memiliki sudut 29⁰, ft 2: 24⁰ dan bt 1: 30⁰
10cm (18,2%)
7
2
ft 1: 22⁰, ft 2: 10⁰, ft 3: 15⁰, ft 4: 11⁰, ft 5: 12⁰, ft 6: 12⁰, ft 7: 24⁰, bt 1: 8⁰, bt 2: 18⁰
20cm (36,4%)
9
5
ft 1: 32⁰, ft 2: 8⁰, ft 3: 10⁰, ft 4: 7⁰, ft 5: 10⁰, ft 6: 10⁰, ft 7: 25⁰, ft 8: 13⁰, ft 9: 25⁰, bt 1: 1⁰ back-thrust 3: 18⁰, bt 4: 17⁰, bt 5: 18⁰, 80
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi kondisi geologi regional, citra SRTM DEM dan posisi pergerakan lempeng Eurasi dengan Indo-Australia
81
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Morfologi pada percobaan berupa punggungan (ridge), umumnya keempat percobaan menghasilkan tiga ridge (R1, R2, R3).
82
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 3. Forethrust dan backthrust yang terbentuk pada pemendekan 2 cm, 10 cm, 20 cm pada percobaan pertama perilaku pemadatan normal.
Gambar 4. Forethrust dan backthrust yang terbentuk pada pemendekan 2 cm, 10 cm, 20 cm pada percobaan kedua perilaku pemadatan tekan.
A
B
Gambar 5. Arah sesar dengan perilaku normal (A) dan arah sesar dengan perilaku adanya pembebanan (B).
83
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
B
A
Gambar 6. Grafik perkembangan sudut kemiringan forethrust vs pemendekan A. Percobaan ketiga B. Percobaan keempat
B
A
Gambar 7. Grafik perbandingan waktu pergerakan vs jumlah sesar A. Percobaan ketiga B. Percobaan keempat
84
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 8. Model konseptual perkembangan pertumbuhan antiklin pada sesar naik (thrust ramp folding) kinematika progresif rollover (Storti and Salvini, 1996 dalam Storti F, Salvini F, McClay, K,1996).
C
A
A B D Gambar 9. Thrust ramp folding dengan antiklin kemiringan sayap landai pada percobaan pertama (A) dan percobaan Ketiga (B) dan thrust ramp folding dengan antiklin kemiringan sayap curam (overthrust fold) pada percobaan kedua (C) dan percobaan keempat (D)
Gambar 10. Fault propagation fold 85
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 11. Perbandingan antara hasil percobaan sandbox dengan sayatan geologi (lembar Salatiga, Sukardi dan T. Budhitrisna, 1992) daerah penelitian.
Gambar 12. Perbandingan antara hasil percobaan sandbox dengan penampang seismik utara-selatan yang menunjukkan zona overthrust sebagai batas antara Zona Rembang dan Zona Kendeng (Prasetyadi, 2007; sumber data seismik dari PND-Ditjen Migas)
86