Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
ANALISIS Z-SCORE PADA RASIO KEUANGAN UNTUK MENILAI KONDISI KEUANGAN PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN Siti Jamilah
[email protected]
Djawoto Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to find out the bankruptcy level of a company by using Altman Z-score model at the mining industry companies which are listed in Indonesia Stock Exchange. The data that have been taken is financial statement which consists of balance sheet and profit and loss account from 2008 to 2012. The sample collection technique is the sampling area technique (cluster sampling), the criteria of sample collection are the mining industries which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) and have published their financial statement periodically from 2008 to 2012. 4 mining industries have been selected as the object of the research from those criteria. These four companies are PT Citatah Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk, PT Radiant Utama Interinsco Tbk and PT Mitra Investindo Tbk. The dependent variables are financial ratios in the Z-score model. The result of the research shows that Altman Z-score model can be implemented in detecting the occurrence possibility of bankruptcy on mining industries which are listed in Indonesia Stock Exchange. The Altman Z-score model has divided the mining industries into 3 categories i.e.: not bankruptcy, prone to bankruptcy, and bankruptcy. Keywords: corporate governance, institutional ownership, managerial ownership, audit committee, firm value. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-score pada perusahaan industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data yang diambil berupa laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi selama selama tahun 2008 sampai tahun 2012. Teknik pengambilan sampel adalah teknik area sampling (cluster sampling), kriteria pengambilan sampel yang dipergunakan adalah industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerbitkan laporan keuangan secara teratur pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Dari kriteria tersebut sehingga diperoleh 4 industri pertambangan yang akan menjadi obyek penelitian. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Citatah Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk, PT Radiant Utama Interinsco Tbk dan PT Mitra Investindo Tbk. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Z-score. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Z-score Altman tersebut dapat diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model Z-score Altman tersebut mengelompokkan industri pertambangan pada tiga kategori yaitu tidak bangkrut, rawan bangkrut, dan bangkrut. Kata kunci: Perusahaan industri pertambangan, kebangkrutan, Altman Z-score
PENDAHULUAN Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni terpuruknya kegiatan ekonomi karena banyak perusahaan tutup, perbankan yang dilikuidasi, PHK yang tinggi, sehingga jumlah tenaga kerja yang menganggur meningkat.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
2
Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam akibat adanya serbuan mendadak dan secara bertubi-tubi melalui dolar AS dan jatuh temponya hutang swasta luar negeri dalam jumlah besar dan secara bersamaan sehingga permintaan akan dolar meningkat dan mengakibatkan nilai rupiah merosot tajam. Akibat terjadinya krisis, maka tingkat kesehatan perusahaan banyak mengalami penurunan dan dikhawatirkan akan mengalami kebangkrutan. Ditambah lagi semakin meningkatnya persaingan perusahaan baik dalam tingkat lokal, nasional maupun internasional. Bagi perusahaan yang tidak mampu mengantisipasi perkembangan serta tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan tersebut, maka usahanya akan semakin mengecil, mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya jatuh bangkrut. Terjadinya kerugian pada berbagai pihak akibat kebangkrutan pada perusahaan dapat dihindari dengan cara melakukan analisis untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum kerugian yang lebih besar dan luas terjadi. Resiko kebangkrutan terhadap sebuah perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan dianalisis melalui laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan maka pimpinan perusahaan dapat mengetahui keadaan serta perkembangan finansial perusahaan tersebut serta hasil-hasil yang telah dicapai diwaktu lampau dan diwaktu yang sedang berjalan, selain itu dengan melakukan analisis keuangan diwaktu lampau maka dapat diketahui kelemahan-kelemahan perusahaan serta hasil-hasil yang dianggap telah cukup baik dan mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Salah satu analisis kebangkrutan yang dapat dipakai oleh pihak manajemen adalah analisis rasio keuangan. Tetapi sayangnya analisis rasio keuangan mempunyai keterbatasan yaitu kesimpulan dari hasil rasio bisa bertentangan dengan kesimpulan rasio lain karena memprediksi kebangkrutan secara terpisah. Hal ini kemudian dapat diatasi dengan model prediksi kebangkrutan yang dikemukan oleh Altman, yaitu dengan analisis Z-score. Menurut Edward I. Altmarn, dalam penelitiannya tersebut setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, altman menentukan lima rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Kelima rasio tersebut terdiri dari modal kerja terhadap aktiva, laba ditahan terhadap total aktiva, laba sebelum bunga dan pajak terhadap aktiva, nilai pasar modal saham terhadap nilai buku hutang, dan penjualan terhadap aktiva. Analisis tersebut dikenal dengan analisis Z-score yang dapat memprediksi secara akurat tentang kinerja perusahaan, serta kemungkinan kondisi kesehatan keuangan di masa yang akan datang, apakah perusahaan mengalami kebangkrutan, rawan bangkrut, atau dalam keadaan sehat. Hal tersebut sangat membantu bagi para investor dalam menanamkan modalnya, apakah ia akan menjual, membeli, atau bahkan menahan investasinya pada perusahaan yang bersangkutan. Bagi para leaders (pemimpin) perusahaan, mereka mempunyai kepentingan untuk dapat menyusun, mempertimbangkan, dan memperbaiki serta menenetukan keputusan yang tepat agar dapat dipertanggung jawabkan kepada para pemegang saham atau investor. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah βBagaimanakah kondisi keuangan pada industri pertambangan dan kemungkinan adanya potensi kebangkrutan dengan menggunakan analisis Z-scoreβ. Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam menyusun skripsi ini antara lain: 1. Untuk menilai kondisi keuangan pada industri pertambangan tersebut.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
3
2. Untuk mengetahui prospek industri pertambangan tersebut dimasa yang akan datang. 3. Untuk mengetahui prediksi kebangkrutan pada industri pertambangan berdasarkan analisis Z-score. TINJAUAN TEORETIS
Definisi Z-score (Diskriminan) Menurut Weston dan Copeland (1992:298) analisis Z-score (diskriminan) adalah salah satu teknik statistik yang bisa digunakan untuk pengklasifikasian apakah suatu perusahaan bangkrut ataukah tidak bangkrut. Sedangkan menurut Indiantoro dan Supomo (1999:211) analisis diskriminan merupakan metode statistik untuk memprediksi pengaruh beberapa variabel independen (diukur dengan skala interval atau rasio) terhadap variabel dependen (objek atau orang) dengan dua atau lebih kategori yang diukur dengan skala nominal.
Model Prediksi Kebangkrutan Banyak penelitian yang dilakukan untuk membangun sebuah model analisis prediksi kebangkrutan. Berbagai model analisis tersebut biasanya menggunakan data akuntansi yang dinyatakan dalam sebuah bentuk rasio keuangan. a. Studi Kebangkrutan Beaver Studi kebangkrutan pertama kali oleh Beaver (1996) yang menggunakan dua puluh sembilan rasio pada lima tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Dengan studi ini, Beaver menemukan bahwa rasio keuangan terbukti sangat berguna untuk memprediksi atau memperingatkan adanya kemungkinan kebangkrutan perusahaan yang memang akan jatuh bangkrut dan yang tidak bangkrut. Sayangnya penelitian Beaver ini gagal dirumuskan dalam sebuah formulasi yang sederhana dan mudah diterapkan. b. Model Prediksi Kebangkrutan Altman (Diskriminan) Model prediksi kebangkrutan dengan pendekatan multivariate telah dikembangkan dibanyak negara. Model survei Altman telah diterapkan di Amerika, Jepang, Swiss, Brasil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada dan perancis. Salah satu masalah yang bisa dibahas adalah kesamaan rasio keuangan yang bisa dipakai untuk prediksi kebangkrutan untuk semua negara ataukah mempunyai kekhususan. Persamaan diskriminan tersebut antara lain sebagai berikut : πi = 1,2 π1 + 1,4 π2 + 3,3 π3 + 0,6 π4 + 1,0 π5 Dimana : π1 = aktiva lancar β hutang lancar / total aktiva π2 = laba ditahan / total aktiva π3 = laba sebelum bunga dan pajak / total aktiva π4 = nilai pasar saham / nilai buku total hutang π5 = penjualan / total aktiva Salah satu masalah selain uang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go public dan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Untuk negara seperti Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian mengembangkan model alternatif dengan menggantikan variabel π4 (nilai saham pasar preveren dan biasa / nilai buku utang). Dengan cara demikian model tersebut
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
4
bisa dipakai untuk perusahaan yang go public maupun yang tidak go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam itu adalah sebagai berikut : πi = 0,717 π1 + 0,847 π2 + 3,107 π3 + 0,420 π4 + 0,998 π5 Model yang baru tersebut mempunyai kemungkinan prediksi yang cukup baik juga (94% benar atau 62 benar dari total sampel 66), sedangkan yang asli 95% benar dari total sampel (Hanafi dan Halim 2000:275). Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Erniati (2004) berjudul βAnalisis Rasio Keuangan dan Diskriminan untuk Menilai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugianβ. sedangkan sampel yang digunakan oleh Erniati adalah 9 perusahaan asuransi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tepatnya di Surabaya dan laporan yang tersedia adalah tahun 1997 sampai dengan 2002 setelah dilakukan analisis diskriminan diperoleh dua variable ratio yang mempengaruhi atau membuat perusahaan asuransi dalam kondisi sehat dan kondisi tidak sehat, rasio tersebut adalah Agent`s Balance to Surpluss Ratio dan Comminissions Ratio. 2. Setiarin (2004) dengan judul βAnalisis Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (kasus pada Adelisting Company)β sedangkan sampel yang digunakan tiga perusahaan delisting pada tahun 2002 dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ketiga perusahaan tersebut telah mengalami masalah keuangan / financial distress dilihat dari π1 (rasio likuiditas), π2 (rasio profitabilitas), π3 (rasio leverrage), π4 (rasio solvabilitas) dan π5 (rasio aktivitas). 3. Adnan dan Kurniasih (2000) dengan jurnalnya yang berjudul βAnalisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan dengan Pendekatan Altman (Kasus pada Sepuluh Perusahaan di Indonesia)β dari analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis tingkat kesehatan perusahaan bisa dijadikan atau digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan, hasilnya hal ini dapat dilihat dari perseroan yang dijadikan objek penelitian mempunyai tingkat kesehatan dan potensi kebangkrutan yang buruk karena kesepuluh perseroan mempunyai rasio keuangan dibawah kategori baik. 4. Peter dan Yoseph (2011) melakukan penelitian mengenai kebangkrutan terhadap PT Indofood dengan metode Z-score Altman, Springate dan Zmijewski. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kebangkrutan PT Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 2005-2009 dengan mengiakan metode Z-score Altman, Springate dan Zmijewski. Data yang digunakan di peroleh dari gambaran umum perusahaan atau profil perusahaan dan laporan keuangan perusahaan yang meliputi neraca dan laporan rugi laba perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk selama tahun 2005 hingga 2009. Kesimpulan dari penelitian Peter dan Yoseph adalah : a. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Altman Z-score pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi bangkrut sepanjang periode tersebut. b. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Springate PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Pada tahun 2005, 2006 dan 2009 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut sedangkan untuk tahun 2007 dan 2008 perusahaan di klasifikasikan sebagian dan perlahan yang berpotensi bangkrut. c. Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Zmijewski PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tidak berpotensi bangkrut.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
5
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industri, atau lainnya yang kemudian penelitian ini membantu peneliti untuk memberikan gagasan untuk penyelidikan dan peneliti lebih lanjut atau membuat keputusan tertentu yang sederhana (Sekaran, 2006:158)
Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian Menurut (Sugiyono 2010:61) populasi adalah suatu wilayah atau ruang lingkup atas suatu subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan adalah laporan keuangan empat perusahaan di industri pertambangan pada periode 2008 sampai dengan periode 2012 yaitu PT Citatah Tbk d/h Citatah Industri Marmer Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk, PT Radiant Utama Interinsco Tbk, PT Mitra Investindo Tbk, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Teknik Pengambilan Sampel Menurut (Sugiyono 2010:65) area sampling (cluster sampling) merupakan teknik sampling dengan mengambil sampel dari suatu populasi yang luas yang kemudian dipersempit dengan suatu ktiteria tertentu. Kriteria-kriteria pengambilan sampel yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Dalam penelitian ini sampel yang digunakan diambil dengan prosedur non random sampling yaitu pemilihan elemen populasi yang akan dijadikan sampel berdasarkan atas kebijakan peneliti yang didasarkan pada pertimbangan atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan. 1. Perusahaan dibidang Industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dimana merupakan perusahaan yang sudah go public di Indonesia. 2. Perusahaan industri pertambangan yang menerbitkan laporan keuangan secara teratur pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. 3. Data laporan yang digunakan terdiri dari neraca dan laporan laba rugi pada tahun 2008 sampai dengan 2012 yang telah tersedia dipusat referensi pasar modal. Dengan demikian perusahaan-perusahaan yang dapat memenuhi kriteria tersebut dan yang akan digunakan sebagai sampel antara lain : 1. PT Citatah Tbk d/h Citatah Industri Marmer Tbk 2. PT Perdana Karya Perkasa Tbk 3. PT Radiant Utama Interinsco Tbk 4. PT Mitra Investindo Tbk Teknik Pengumpulan Data Untuk dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini maka peneliti mengambil data sekunder dari Bursa Efek Indonesia, adapun teknik pengambilan data adalah sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan Merupakan metode pengumpulan data yang diperlukan dengan mempelajari literature peneliti yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
6
2. Studi lapangan Dokumentasi Merumuskan teknik pengumpulan data dengan cara mengutip data atau catatan yang telah tersedia dipusat referensi pasar modal, adapun data sekunder yang diperlukan adalah : 1) Data neraca dan laporan laba rugi industri pertambangan selama tahun 2008 - 2012. 2) Prospektus perusahaan untuk gambaran peneliti. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami berbagai unsur-unsur yang menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi variabel penelitian. Definisi operasional variabel adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang terukur. Dalam definisi operasional ini, variabel yang digunakan ialah sebagai berikut: 1. Variabel penelitian Altman menemukan lima rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Kondisi perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi : a. Apabila nilai Z-score > dari pada nilai cut off maka diprediksi sebagai perusahaan yang sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan. b. Apabila nilai Z-score = nilai cut off maka perusahaan diprediksi sebagai perusahaan yang rawan bangkrut atau kritis, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan. c. Apabila nilai Z-score < dari pada nilai cut off maka diprediksi bangkrut sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar. 2. Rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman Z-score Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman Z-score ini dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Rasio Likuiditas (π1) Rasio ini menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. b. Rasio Profitabilitas (π2) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. c. Rasio Leverage (π3) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan laba yang diperolehnya. d. Rasio Solvabilitas (π4) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. e. Rasio Aktivitas (π5) Rasio ini mengukur efisiensi, efektivitas dan pemanfaatan dari setiap aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk dapat menghasilkan volume penjualan. (Riyanto, 2001:330) 1) Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva (π1) Digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau bisa juga untuk mengukur suatu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
7
internal seperti ketidak cukupan kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indikator lainnya. Adapun rumus dari rasio ini adalah sebagai berikut : π1 =
Modal Kerja Total Aktiva
2) Rasio Laba Ditahan Terhadap Total Aktiva (π2) Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva selama masa operasi perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Bila perusahaan merugi, maka total dan nilai laba ditahan pada perusahaan akan mengalami penurunan karena semakin kecil nilai rasio ini akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Adapun rumus dari rasio ini adalah : Laba Ditahan Total Aktiva
π2 =
3) Rasio Pendapatan Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT) Terhadap Total Aktiva (π3) Rasio ini merupakan suatu rasio laverage yaitu rasio yang dapat digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva suatu perusahaan. Rasio tersebut juga dapat mampu mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan suatu laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kuartal, persediaan meningkat, penjualan juga menurun, serta terlambatnya hasil penagihan piutang. Adapun rumus dari rasio laverage tersebut adalah : π3 =
EBIT Total Aktiva
4) Rasio Nilai Pasar Modal Saham Terhadap Nilai Buku Hutang (π4) Digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan keuangan perusahaan menjadi tidak sehat. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preveren, sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka panjang. Adapun rumus dari rasio ini adalah : π4 =
Nilai Pasar Modal Nilai Buku Hutang
5) Rasio Penjualan Terhadap Total Aktiva (π5) Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva untuk meningkatkan volume penjualan dan mendapatkan laba. Semakin rendah rasio ini maka semakin kecil tingkat pendapatan perusahaan sehingga menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Adapun rumus dari rasio ini adalah : π5 =
Penjualan Total Aktiva
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
8
Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif yaitu suatu teknik analisis data dengan menganalisis menggunakan perhitungan angka-angka dari laporan keuangan, seperti neraca, laba rugi dan penjualan, yang kemudian digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung beberapa rasio keuangan perusahaan yang terdapat dalam sampel penelitian ini 2. Data atau hasil perhitungan rasio keuangan kemudian dianalisis dengan menggunakan formula yang ditemukan oleh Altman yaitu : πi = 0,717 π2 + 0,847 π2 + 3,107 π3 + 0,420 π4 + 0,998 π 5 Dimana: π1 = Rasio Modal Kerja terhadap total aktiva π2 = Rasio Laba Ditahan terhadap Total Aktiva π3 = Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT) terhadap Total Aktiva π4 = Rasio Nilai Pasar Modal Saham terhadap Nilai Buku Hutang π5 = Rasio Penjualan terhadap Total Aktiva 3. Mengklasifikasikan masing-masing sampel penelitian berdasarkan kriteria-kriteria kebangkrutan. Kriteria-kriteria kebangkrutan menurut Altman adalah sebagai berikut: = Perusahaan dikategorikan sehat Jika πi > 2,99 Jika πi diantara 1,81 - 2,99 = Perusahaan berada pada daerah rawan/kritis Jika πi < 1,81 = Perusahaan dikategorikan bangkrut. (Hanafi dan Halim, 2005:274) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan Nilai Altman Z-score 1. PT Citatah Tbk Hasil perhitungan untuk nilai Z-score PT Citatah Tbk pada periode 2008 hingga 2012 dapat terlihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Nilai Z-score PT Citatah Tbk Tahun 2008 β 2012
πΏ1
πΏ2
πΏ3
πΏ4
πΏ5
πi
Klasifikasi
2008
0.10%
-2.39%
0.07%
2.91%
0.79%
0,29%
Bangkrut
2009
0.01%
-2.47%
0.03%
3.61%
0.79%
0,30%
Bangkrut
2010
-0.07%
-2.29%
0.05%
3.69%
0.76%
0,49%
Bangkrut
2011
-0.06%
-2.09%
0.02%
3.23%
0.68%
0,27%
Bangkrut
2012
0.08%
-1.73%
0.04%
2.51%
0.62%
0,27%
Bangkrut
Periode
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
9
Dari data di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Selama lima tahun berturut-turut perusahaan dari PT Citatah Tbk tersebut berada dalam keadaan posisi kebangkrutan. Hal ini dapat dilihat pada nilai πi yang berada kurang dari 1,81%. Pada periode tahun 2008 hingga periode tahun 2010 perusahaan ini sedikit demi sedikit mengalami peningkatan, itu dapat dilihat pada nilai πi yang pada tahun tersebut dalam keadaan posisi naik sedikit demi sedikit. Peningkatan tersebut yang terjadi dari periode tahun 2008 hingga periode tahun 2010 itu menunjukkan bahwa perusahaan sedang memperbaiki kinerja keuangannya, namun di periode tahun 2011 sampai dengan periode tahun 2012 perusahaan dari PT Citatah Tbk mengalami penurunan, hal ini diperkirakan bila perusahaan tersebut tidak dapat meningkatkan kinerjanya lagi pada tahun berikutnya maka dapat dikhawatirkan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang dialami dalam manajemen perusahaan ini dapat dimasukkan dalam kondisi perusahaan yang tidak sehat atau bahkan bangkrut bila perusahaan PT Citatah Tbk tidak mampu untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya. Dari hasil perhitungan nilai Z-score PT Citatah Tbk pada periode 2008-2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 1 berikut : 3,50 3,00 2,50
Sehat
2,00
Kritis
1,50
Bangkrut
1,00
Z score
0,50 0,00 2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 1 Nilai Z-score PT Citatah Tbk
2. PT Perdana Karya Perkasa Tbk Hasil perhitungan untuk nilai PT Perdana Karya Perkasa Tbk pada periode 2008 hingga 2012 dapat terlihat pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Data Nilai Z-score PT Perdana Karya Perkasa Tbk Tahun 2008 β 2012 Periode
πΏ1
πΏ2
πΏ3
πΏ4
πΏ5
πi
Klasifikasi
2008
0.04%
0.12%
0.14%
0.39%
0.90%
1.62%
Bangkrut
2009
-0,03%
0.39%
0.09%
0.41%
0.79%
1.56%
Bangkrut
2010
-0,07%
1.00%
0.06%
0.44%
0.62%
1.79%
Bangkrut
2011
-0,10%
0.15%
0.07%
0.39%
0.86%
1.29%
Bangkrut
2012
-0,16%
0.15%
0.05%
0.54%
0.74%
1.14%
Bangkrut
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
10
Dari data di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Selama lima tahun berturut-turut PT Perdana Karya Perkasa Tbk berada di posisi bangkrut. Hal ini dapat dilihat pada nilai πi yang berada dibawah 1,81% itu dapat dilihat pada jumlah nilai πi yang diperoleh pada tahun tersebut dalam keadaan posisi turun naik kemudian turun lagi. Naik turunnya jumlah nilai dari πi yang terjadi selama lima tahun tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sedang dalam proses memperbaiki kinerja keuangannya namun dibeberapa tahun yang terjadi perusahaan ini mengalami penurunan hal ini diperkirakan bila perusahaan tersebut tidak dapat meningkatkan kinerjanya dikhawatirkan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang terjadi ini dapat dikatakan ataupun dikategorikan sebagai industri pertambangan yang masuk dalam kondisi industri pertambangan yang tidak sehat apabila tidak dapat memperbaiki kinerjanya. Dari hasil perhitungan nilai Z-score PT Perdana Karya Perkasa Tbk pada periode 20082012 dapat digambarkan pada grafik gambar 2 sebagai berikut: 3,50 3,00 2,50
Sehat
2,00
Kritis
1,50
Bangkrut
1,00
Zi
0,50 0,00 2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 2 Nilai Z-score PT Perdana Karya Perkasa Tbk
3. PT Radiant Utama Tbk Hasil perhitungan untuk nilai Z-score PT Radiant Utama pada periode 2008 hingga 2012 dapat terlihat pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3 Nilai Z-score PT Radiant Utama Tbk Tahun 2008 β 2012
Periode
πΏ1
πΏ2
πΏ3
πΏ4
πΏ5
πi
Klasifikasi
2008
-0,50%
0.23%
0.15%
0.18%
2.86%
3.21%
Sehat
2009
-0,33%
0.18%
0.10%
0.22%
1.84%
2.15%
Kritis
2010
-0,22%
0.18%
0.07%
0.20%
1.76%
2.07%
Kritis
2011
-0,04%
0.10%
0.06%
0.10%
1.18%
1.47%
Bangkrut
2012
-0,04%
0.11%
0.11%
0.08%
1.36%
1.79%
Bangkrut
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
11
Dari data diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Selama dua tahun berturut-turut PT Radiant Utama Tbk berada dalam kondisi kritis yakni pada tahun 2009 sebesar 2,15% dan 2010 sebesar 2,07%. Pada tahun 2008 PT Radiant Utama Tbk berada pada kondisi sehat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai πi perusahaan yakni sebesar 3,21%. Meskipun ditahun 2008 mengalami kondisi perusahaan yang sehat tetapi pada tahuntahun berikutnya perusahaan mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu dimulai pada tahun 2009 yang nilainya sebesar 2,15% kemudian pada tahun 2010 turun kembali menjadi 2,07% dan ditahun 2011 industri pertambangan PT Radiant Utama Tbk kembali turun drastis yaitu sebesar 1,47%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan masuk dalam kategori bangkrut namun pada tahun 2012 perusahaan kembali naik yakni sebesar 1,79% meskipun demikian industri pertambangan tersebut masih diklasifikasikan dalam kondisi bangkut. Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-score PT Radiant Utama Tbk pada periode 2008 hingga 2012 dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 3 sebagai berikut : 3,50 3,00 2,50
Sehat
2,00
Kritis
1,50
Bangkrut
1,00
Zi
0,50 0,00 2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 3 Nilai Z-score PT Radiant Utama Tbk
4. PT Mitra Investindo Tbk Hasil perhitungan untuk nilai Z-score PT Mitra Investindo Tbk pada periode 2008 hingga 2012 dapat terlihat pada tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4 Nilai Z-score PT Mitra Investindo Tbk Tahun 2008 β 2012
Periode
πΏ1
πΏ2
πΏ3
πΏ4
πΏ5
πi
Klasifikasi
2008
0,06%
-1,71%
0.11%
3,09%
0,73%
0,95%
Bangkrut
2009
-0,07%
-1,91%
0,00%
4,14%
0,62%
0,70%
Bangkrut
2010
-0,12%
-2,63%
0,05%
4,21%
0,74%
0,35%
Bangkrut
2011
-0,22%
-2,33%
0,29%
6,06%
1,18%
2,50%
Kritis
2012
-0,33%
0,12%
0,19%
6,22%
1,02%
4,09%
Sehat
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
12
Dari data diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Pada periode tahun 2008 hingga pada periode tahun 2010 perusahaan di industri pertambangan PT Mitra Investindo Tbk mengalami penurunan, di tahun 2011 dan di tahun 2012 mengalami peningkatan, dari hasil nilai πi tersebut maka hal ini dapat terlihat pada nilai Z-score dari tahun 2008 hingga tahun 2012 yang berturut-turut yaitu sebagai berikut pada tahun 2008 yaitu dari 0,95% kemudian 2009 turun menjadi 0,70% ditahun 2010 turun lagi menjadi 0,35% kemudian ditahun 2011 naik menjadi 2,50% ditahun 2012 hasil nilai πi pada industtri pertambangan PT Mitra Investindo Tbk mengalami kenaikan drastis yaitu sebesar 4,09%. Dari hasil perhitungan untuk nilai Z-score perusahaan industri pertambangan PT Mitra Investindo Tbk pada periode 2008 hingga pada periode tahun 2012 diatas maka dapat digambarkan grafik yang terlihat pada gambar 4 berikut: 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Sehat Kritis Bangkrut Zi
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 4 Nilai Z-score PT Mitra Investindo Tbk
Kesimpulan Perhitungan Nilai Z-score Setelah dilakukan perhitungan nilai terhadap masing-masing variabel (π1, π2, π3, π4, π5) dalam lima tahun berturut-turut sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata Z-score pada industri pertambangan yakni sebesar 1,42%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perusahaanperusahaan industri pertambangan yang ada dalam tabel tersebut secara keseluruhan sangat berpotensi untuk masuk kedalam kondisi kebangkrutan. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut yakni PT Citatah Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk dan PT Mitra Investindo Tbk. Pada tiga industri pertambangan ini selama lima tahun berturut-turut masuk dalam kategori bangkrut. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus lebih memfokuskan pada usaha perbaikan kinerja perusahaan untuk meningkatkan kelima rasio tersebut, misalnya yaitu dengan meningkatkan volume penjualan terhadap persediaan yang ada, sehingga ada pemasukan kas perusahaan dari hasil penjualan perusahaan tersebut. Selain memperbaiki dari segi keuangan, selain itu juga perusahaan dapat dengan memperbaiki dan menambah aset tidak berwujud (Intangible Asset) yang dimiliki oleh perusahaan. Intangible Assets ini diantaranya adalah sistem manajemen perusahaan, pinjaman (Loan) dari pihak kedua, baik bank maupun perusahaan lain, bantuan dari pemerintahan (Subsidiary), perjanjian kontrak kerjasama dengan perusahaan ternama. Melihat kondisi diatas maka pengelola harus lebih berhati-hati dan harus melakukan perbaikan secepatnya agar industri pertambangan
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
13
tersebut tidak terus menerus masuk dalam kategori industri pertambangan yang mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang dalam kategori tidak bangkrut namun masuk kedalam kondisi perusahaan yang kritis (rawan bangkrut) selama lima tahun berturut-turut itu adalah industri pertambangan dari PT Radiant Utama Tbk, Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki rasio yang cukup dalam menjaga kestabilan perusahaan tersebut jika dibandingkan dengan tiga perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut tersebut diatas. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan tersebut dapat dikategorikan dalam industri pertambangan yang masuk dalam kondisi industri pertambangan yang cukup baik dalam kurun waktu lima tahun berturut-turut dan melihat kondisi diatas pula perusahaan harus mampu lebih meningkatkan kembali kondisi dari nilai keuangan perusahaan dan juga perusahaan tersebut dapat dikatakan juga sebagai perusahaan yang tidak masuk dalam kategori industri pertambangan yang mengalami kebangkrutan untuk ditahun yang akan datang selanjutnya. Kesimpulan dari hasil perhitungan nilai Z-score perusahaan di industri-industri pertambangan tersebut yang dapat dilihat pada tabel 5 yaitu sebagai berikut: Tabel 5 Kesimpulan Nilai Z-score Pada Industri Pertambangan Tahun 2008 β 2012
Nama Perusahaan
Z-score
Rata-Rata
Kriteria
0,27%
0,32%
Bangkrut
1,29%
1,14%
1,48%
Bangkrut
2,07%
1,47%
1,79%
2,14%
Kritis
0,35%
2,50%
4,09%
1,72%
Bangkrut
2008
2009
2010
2011
2012
PT Citatah Tbk
0,29%
0,30%
0,49%
0,27%
PT Perdana Karya Perkasa Tbk
1,62%
1,56%
1,79%
PT Radiant Utama Tbk
3,21%
2,15%
PT Mitra Investindo Tbk
0,95%
0,70%
Rata-Rata
1,42%
Dari tabel diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Setelah dilakukan perhitungan nilai terhadap masing-masing variabel (π1, π2, π3, π4, π5)dalam lima tahun berturut-turut sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata Z-score pada industri pertambangan yakni sebesar 1,42%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perusahaanperusahaan industri pertambangan yang ada dalam tabel tersebut secara keseluruhan sangat berpotensi untuk masuk kedalam kondisi kebangkrutan. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut yakni PT Citatah Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk dan PT Mitra Investindo Tbk. Pada tigaindustri pertambangan ini selama lima tahun berturut-turut masuk dalam kategori bangkrut. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus lebih memfokuskan pada usaha perbaikan kinerja perusahaan untuk meningkatkan kelima rasio tersebut, misalnya yaitu dengan meningkatkan volume penjualan terhadap persediaan yang ada, sehingga ada pemasukan kas perusahaan dari hasil penjualan perusahaan tersebut. Selain memperbaiki dari segi keuangan, selain itu juga perusahaan dapat dengan memperbaiki dan menambah aset tidak berwujud (Intangible Asset) yang dimiliki oleh perusahaan. Intangible Assets ini diantaranya adalah sistem manajemen perusahaan, pinjaman (Loan) dari pihak kedua, baik bank maupun perusahaan lain, bantuan dari pemerintahan (Subsidiary), perjanjian kontrak kerjasama dengan perusahaan ternama. Melihat kondisi diatas maka pengelola harus
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
14
lebih berhati-hati dan harus melakukan perbaikan secepatnya agar industri pertambangan tersebut tidak terus menerus masuk dalam kategori industri pertambangan yang mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang dalam kategori tidak bangkrut namun masuk kedalam kondisi perusahaan yang kritis (rawan bangkrut) selama lima tahun berturut-turut itu adalah industri pertambangan dari PT Radiant Utama Tbk,Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki rasio yang cukup dalam menjagakestabilan perusahaan tersebut jika dibandingkan dengan tiga perusahaan yang masuk dalam kategori bangkrut tersebut diatas. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan tersebut dapat dikategorikan dalam industri pertambangan yang masuk dalam kondisiindustri pertambangan yang cukup baik dalam kurun waktu lima tahun berturut-turutdan melihat kondisi diatas pula perusahaan harus mampu lebih meningkatkan kembali kondisi dari nilai keuangan perusahaan dan juga perusahaan tersebut dapat dikatakan juga sebagai perusahaan yang tidak masuk dalam kategori industri pertambangan yang mengalami kebangkrutan untuk ditahun yang akan datang selanjutnya. SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Dari hasil penelitian berdasarkan analisis Z-score ini terdapat 25% atau satu dari empat sampel perusahaan di industri pertambangan yang masuk dalam kategori kritis, perusahaan tersebut ialah PT Radiant Utama Tbk. Meskipun demikian namun perusahaan ini tetap mampu bertahan sampai saat ini, hal ini dikarenakan adanya peningkatan yang dilakukan sedikit demi sedikit dalam kinerja keuangannya sebagaimana dapat terlihat pada kemampuan likuiditas perusahaan, adanya peningkatan dalam menghasilkan laba ditahan dalam kondisi keuangan industri pertambangan tersebut yang meskipun dalam kondisi EBIT (Earnings Before Interest and Tax) industri pertambangan ini masih mengalami keadaan yang fluktuatif, tetapi dalam hal penjualan PT Radiant Utama Tbk tetap mampu untuk terus meningkatkan volume penjualannya meskipun terkadang harus menurun dan kemudian meningkat lagi hingga ditahun 2012 yang hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang tercatat dari tahun 2008. Perusahaan industri pertambangan yang masuk dalam kategori bangkrut yakni sebesar 75% atau tiga dari empat sampel perusahaan di industri pertambangan yaitu PT Citatah Tbk, PT Perdana Karya Perkasa Tbk dan PT Mitra Investindo Tbk. Meskipun demikian perusahaanperusahaan ini tetap mampu bertahan hingga saat ini, hal itu dikarenakan masih adanya beberapa perusahaan-perusahaan tersebut yang masih mampu mengembangkan atau meningkatkan kinerja keuangan mereka sebagaimana dapat terlihat dari kinerja keuangan perusahaannya yang berada dalam kondisi cukup baik dalam beberapa tahun tertentu. Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa analisis ini hanyalah bersifat βprediksiβ atau ramalan keuangan perusahaan sehingga nilai Zi ini tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam penentuan apakah perusahaan tersebut akan benarβbenar bangkrut ataupun tidak bangkrut, karena manajemen harusmelihat dari segi indikatorβindikator kegagalan perusahaan. Selain itu juga model diskriminasi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman ini didalamnya terdapat variabel variabel yang diambil dari laporan keuangan sehingga jika penyusunan laporan keuangan terdapat kesalahan maka hasil dari nilai Zi ini juga tidak akan akurat lagi.
Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 12 (2014)
15
DAFTAR PUSTAKA Adnan, A. M. dan K. Eha. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman (pada 10 perusahaan di Indonesia). Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Desember 2000. vol. 4 No.2 131151. Beaver. 1996. Analysis Ratios and the Prediction of Corporate Bankcrupty. Journal of Finance (2): 263-383. Erniati. 2004. Analisis Ratio Keuangan dan Diskriminan untuk Menilai Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian. Skripsi. STIE Perbanas. Surabaya. Hanafi, M. M. dan Halim, A. 2000. Analisis Laporan Keuangan. AMP-YKPN. Yogyakarta. _________. 2005. Analisis Laporan Keuangan. AMP-YKPN. Yogyakarta. Indiantoro, N. dan Supomo, B. 1999. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. BPFE Yogyakarta. Peter dan Yoseph. 2011. Analisis Kebangkrutan dengan Metode Z-score Altman, Springate dan Zmijewski pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Periode 2005 - 2009. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi 2(4). Riyanto. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Cetakan Ketujuh. BPFE. Yogyakarta. Sekaran, U. 2006. Research Methods For Bussiness (4th Edition). Salemba Empat. Jakarta. Setiarin, A. 2004. Analisis Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Kasus pada Adelisting Company). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN). Malang. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Weston, F. dan Thomas E. C. 1992. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. Terjemahan A.Jaka Wasana dan Firbandoko. Binarupa Aksara. Jakarta. βββ