http://karyailmiah.polnes.ac.id
ANALISIS TINGKAT KESEHATAN DAN KINERJA KEUANGAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL (Studi kasus pada PT. Bank Mega Syariah Indonesia periode 2008-2010)
Eko Adi Widyanto (Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak
EKO ADI WIDYANTO : Kemajuan suatu negara ditandai dengan berkembangnya perekonomian di negara tersebut. Perekonomian yang kuat pada umumnya ditunjang oleh entitas ekonomi yang dimilikinya. Salah satu entitas yang hampir ada di setiap negara adalah lembaga keuangan perbankan. Tingkat kesehatan dan kinerja yang baik dari perbankan suatu negara akan mendorong peretumbuhan ekonomi di negara tersebut Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesehatan dan kinerja keuangan yang terjadi pada Bank Mega Syariah Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Rasio CAMEL (Capital/CAR, Asset/PAD, Management, Earning/ROA dan BOPO, Liquidity/FDR) sesuai dengan peraturan perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesehatan dan kinerja keuangan pada setiap rasio meski turun naik namun tetap dalam kategori baik (KPMM/CAR). Kinerja keuangan baik pada rasio Aktiva produktif yang diklasifikasi (APD) terhadap Aktiva Produktif, PPAP yang dibentuk terhadap dan PPAP yang wajib dibentuk juga dalam kategori baik. Kinerja keuangan pada rasio ROA masih dalam kategori baik walaupun tidak stabil (naik dan turun). Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tahun 2008 sebesar 116,25 % tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia, yaitu biaya operasional tidak lebih dari 93,52 %. Ini berarti biaya operasional pada tahun 2008 lebih tinggi dari pada pendapatan operasionalnya. Dan rasio yang terakhir adalah FDR tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia, yang seharusnya tidak lebih dari 94,755%. Keyword : kinerja, modal, likuditas, laba, aktiva
PENDAHULUAN Lembaga keuangan perbankan mempunyai peran penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan perekonomian suatu negara terutama di dalam era perdagangan bebas dewasa ini. Peluang pasar internasional yang terbuka tersebut perlu dimanfaatkan oleh bank-bank domestik yang besar, kompetitif dan sehat untuk menghadapi tantangan dan peluang baru dari unsur internal dan eksternal sehingga mampu bersaing pada tingkat global dengan lembaga keuangan internasional.
Riset / 2287
Keberadaan bank-bank umum di Indonesia diatur oleh Undang-undang No. 14/1967, kemudian Undang-undang No. 7/1992, dan diganti dengan Undang-undang No. 10/1998. Perubahan aturan hukum perbankan itu disebabkan karena aturan hukum lama sudah tidak mampu lagi untuk menjawab persoalan perbankan di Indonesia. Perubahan itu otomatis memberikan implikasi terhadap sistem perbankan. Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat disebabkan oleh adanya serangkaian deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang berpengaruh
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
terhadap perkembangan jumlah bank dan kantor bank, perkembangan dana dan kredit bank dan manajemen perbankan. Sebelum deregulasi, bank negara mendominasi dengan saham terbesar dari seluruh aset total bank, dana deposito, dan kredit dalam jumlah besar. Kini, bank-bank swasta mendapatkan bagian yang sama dalam tiap kategori. Ekspansi sektor swasta merefleksikan sasaran pemerintah untuk mencapai mobilisasi sumber dana perbankan agar lebih efektif, demi memenuhi kapasitas pinjaman yang terus membesar, terutama dari sektor industri dan jasa yang tumbuh dengan cepat. Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang didalamnya mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Jumlah bank umum syariah di Indonesia telah bertambah dengan telah beroperasinya Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, dan Unit Usaha Syariah Bank IFI, Bank BNI, Bank BRI, Bank Danamon, Bank BII, Bank Bukopin, Bank Niaga, Bank Pennata, Bank Tabungan Nasional, HSBC, Ltd. Bank syariah beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga pada bank-bank konvensional yang dianggap kurang berhasil di dalam mengemban misi utamanya, memiliki keistimewaankeistimewaan yaitu yang melekat pada konsep (build in concepts) dengan berorientasi pada kebersamaan mendorong kegiatan investasi, mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan memperluas kesempatan kerja, menjadi pendukung kebijaksanaan moneter yang handal yang merupakan peluang bagi umat Islam dan juga umat non-muslim sebagai sarana penunjang pembangunan ekonomi yang handal dan dapat beroperasi secara sehat. Bank Islam dinilai mampu hidup berdampingan secara serasi dan berkompetisi secara sehat dan wajar dengan bank-bank konvensional yang ada, karena bank Islam tidak bersifat eksklusif untuk umat Islam saja, tetapi tidak ada larangan bagi umat non-Islam untuk melakukan hubungan. Bahkan pengelolaannya pun biasa dilakukan oleh orangorang non muslim, seperti yang terjadi pada bank Islam di London, Luxemburg, Switzerland dan Pakistan (Sumitro, 2002: 50). Bank Indonesia sebagai Bank Sentral menetapkan bahwa untuk menilai tingkat kesehatan suatu bank harus didasarkan pada tiga kriteria rasio yaitu rasio likuiditas,
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
rentabilitas/profitabilitas, dan solvabilitas. Kredibilitas suatu bank sebagai lembaga intermediasi secara operasional dapat dilihat dari kemampuan bank tersebut untuk tumbuh dengan sehat sekaligus kuat. Pengertian sehat dan kuat menurut acuan teknis perbankan berdasarkan standar internasional dikaji atas indikator-indikator CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earning Capacity serta Liquidity) meliputi segi permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen bank, rentabilitas dan likuiditas keuangan. Meskipun secara sistem, perbankan syariah telah menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik, sistem perbankan syariah sementara ini masih memberikan tingkat return yang lebih rendah kepada nasabah dibandingkan dengan yang dapat diberikan oleh perbankan konvensional. Peningkatan efisiensi operasional yang berdampak pada perbaikan tingkat return kepada nasabah tentunya akan memacu para investor untuk bermitra dengan bank syariah yang mana selain mengharapkan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah, juga tentunya mengharapkan tingkat return yang lebih baik. Hal ini tentunya perlu dicermati terutama dalam menghadapi era persaingan global dimana pesaing usaha bukan hanya datang dari industry sejenis, akan tetapi juga dari industri lainnya yang memiliki kemampuan untuk memberikan jasa sejenis. Keterbatasan bankir syariah yang handal, yang menguasai operasional perbankan syariah serta teguh menjalankan prinsip syariah juga merupakan masalah yang mendasar dalam perbaikan kinerja bank syariah. Usaha peningkatan kualitas sumber daya insani akan juga mencakup peningkatan kemampuan manajerial dan operasional bank syariah. Bank Mega Syariah diawali dari sebuah bank umum konvensional bernama PT Bank Umum Tugu, dan terhitung pada tanggal 25 Agustus 2004 nama badan hukum Bank ini secara resmi telah berubah menjadi PT. Bank Mega Syariah. Produk dan layanan perbankan Mega Syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah sesuai komitmen, yaitu: Berasal Sumber yang Bersih, Berbagi Hasil yang Murni, Produk-produk penghimpun serta penanaman dana dilandaskan pada prinsip syariah dan pemberdayaan modal secara produktif. Bank Mega Syariah memiliki produk dan jasa yaitu: Produk Pendanaan, Produk pembiayaan dan Jasa Layanan (Services). Bank Mega Syariah pada tahun 2010 tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva Rp 4.6 triliun serta perolehan laba bersih sebesar 62.85 milyar, pendapatan operasional 785 milyar, dengan jumlah modal sebesar 62.9 milyar. Jumlah masing-masing pos dari awal berdiri hingga sekarang yaitu dari tahun 2004 hingga 2010 mengalami naik turun. Rasio CAR dari tahun 2004-2007 yaitu 21,26 %, 10,40 %,
Riset / 2288
http://karyailmiah.polnes.ac.id 8,30 %, 12,91%. Rasio Aktiva produktif yang diklasifikasi (APD) terhadap Aktiva Produktif pada tahun 2004-2007 yaitu 2,53%, 0,38%, 0,74%, 1,30%. Rasio PPAP yang dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk pada tahun 2004-2007 yaitu 100%, 100,33%, 100,29%, 110,79%. Rasio ROA pada tahun 2004-2007 yaitu 2,02%, 0,35%, 2,34%, 4,87%. Rasio BOPO tahun 2004-2007 adalah 64,37%, 51,29%, 36,58%, 29,21%. Dan rasio LDR dari tahun 2004-2007 adalah 482,99%, 162,94%, 747,63%, 324,12% dari perhitungan rasio CAMEL pada tahun 2004 sampai dengan 2007 Bank Syariah Mega Indonesia mengalami naik turun, walaupun naik turun kinerja keuangan Bank Syariah Mega Indonesia dapat dikatakan “sehat”. Pada saat terjadinya krisis pada tahun 2008 menyebabkan terjadinya krisis perbankan nasional, masalah yang dihadapin perbankan antara lain: nilai tukar yang berfluktasi, hancurnya sektor korporat yang dibiayai perbankan, menurunnya kegiatan usaha, dan meningkatnyan kredit macet, menjadi faktor penyebab banyaknya bank-bank yang mengalami kebangkrutan. Keadaan tersebut berujung pada menurutnnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Dengan terjadinya krisis pada tahun 2008, maka penulis ingin mengetahui bagaimana kinerja keuangan Bank Syariah Mega Indonesia pada saat krisis dan sesudahnya. Masih bisa dikatakan sehat atau tidak sehat, mampukah Bank Syariah Mega Indonesia mengatasinya pada saat krisis yaitu pada tahun 2008 dan sesudahnya pada tahun 2009 dan 2010 Semakin ketat persaingan antara bank dan juga melihat kondisi perekonomia yang ada, maka untuk tetap mempertahankan kredibilitasnya bank di tuntut untuk memiliki kondisi dan kinerja yang baik. Untuk itulah diperlukan evaluasi secara kontinyu terhadap laporan keuangan sehingga akan diketahui tingkat kondisi perbankan yang sehat. Kesehatan perbankan dilakukan olehpemerintah guna memperbaiki kinerja perbankan di Indonesia sehingga berkualitas, dan kualitas bank menghadapi permasalahan yang timbul akibat krisis ataupun untuk menghadapi persaingan yang ketat serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Penilaian kinerja keuangan perbankan dapat di ketahui dengan berbagai cara salah satunya adalah mengunakan rasio keuangan perbankan. Rasio-rasio keuangan perbankan adalah sebagai suatu ukuran tertentu dalam mengadakan interpretasi dari analisis laporan suatu bank. Rasio keuangan perbankan akan memperlihatkan segala aspek dalam keuangan antara lain likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas. Atas dasar kondisi di atas sejauh mana pengelola kinerja keuangan yang baik, setelah pada tahun 2008 perbankan mengalami krisis sehingga dapat di jadikan bahan pertimbangan
Riset / 2289
dalam membuat kebijakan dan mengembangkan perusahaan maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan melakukan analisis rasio kesehatan bank yang ditetapkan Bank Indonesia pada PT Bank Mega Syariah Indonesia. RUMUSAN MASALAH Sebagaimana dalam latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah: “Apakah kinerja keuangan PT Bank Mega Syariah Indonesia, mengalami peningkatan antara periode 2008-2010 ? TUJUAN PENELITIAN Tujuan Penelitian adalah untuk untuk mengetahui kinerja keuangan PT Bank Mega Syariah Indonesia dengan melakukan analisis rasio keuangan pada pada tahun 2008, 2009 dan2010. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan bagi pihak perusahaan, terutama bagi manajemen penyusunan kebijaksanaan strategi bank mengenai kondisi intern bank pada umumnya dan kondisi keuangan bank pada khususnya dalam mengambil keputusan dan membuat perencanaan yang tepat di masa sekarang dan masa yang akan datang. LANDASAN TEORI 1. Rasio Keuangan Khusus Bank Ada beberapa jenis rasio keuangan yang hanya lazim diterapkan didalam usaha bank, yaitu : 1) Earning Assets To Total Assets Ratio (Assets Utilization) "Rasio ini digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar dana yang terkumpul digunakan atau diinvestasikan pada harta yang produktif." (Santoso, 1995: 101). Semakin besar angka rasia ini, semakin baik kebijaksanaan penggunaan dana yang ditanamkan pada jenis-jenis harta yang produktif. 2) Public Fund to Purchased Fund Ratio "Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank di dalam mengumpulkan dana dari masyarakat." (Santoso, 1995: 101). Dana masyarakat (Public Fund) merupakan sumber dasar pertumbuhan bank di masa yang akan datang dan mempunyai dimensi jangka panjang. Sedangkan dana yang dibeli (Purchased Fund) atau dana non masyarakat
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
3)
4)
5)
6)
7)
hanya bersifat sementara dan mempunyai dimensi jangka pendek. Besar kecilnya rasio ini menunjukkan tingkat keberhasilan bank dalam menghimpun dana masyarakat. Apabila rasio ini lebih besar dari 1 (atau 100%) maka dapat dikatakan bahwa bank tersebut dinilai relatif berhasil dalam menghimpun dana masyarakat dan tidak menggantungkan dari pasar uang atau pinjaman Bank Indonesia. Loan to Deposit Ratio (LDR) "Loan to Deposit Ratio (LDR) menggambarkan perbandingan antara besarnya jumlah pinjaman yang diberikan dengan jumlah dana masyarakat yang dihimpun." (Ali, 2004: 344). Rasio LDR dalam Bank Islam disebut dengan Financing to Deposit Ratio (FDR). Rasio yang tinggi menggambarkan bank yang kurang likuid dan menunjukkan bahwa dana deposito masyarakat yang ditanamkan pada pinjaman semakin besar. Ratio of Loan To Write Off to Loan "Rasio ini digunakan untuk mengukur kualitas pinjaman. Besar kecilnya rasio ini menunjukkan risiko usaha perbankan yang dilakukan." (Santoso, 1995: 97). Penilaian rasio ini didasarkan kepada besarnya nilaipenyusutan sebagai pinjaman yang dihapus. Meskipun komponen penyusutan tersebut juga meliputi penyusutan untuk aktiva tetap dan inventaris, tetapi jumlahnya relatif kecil dan bisa diabaikan Interest Margin Interest Margin adalah selisih antara jumlah seluruh penghasilan bunga yang diperoleh bank selama masa tertentu, dengan jumlah beban bunga yang harus mereka tanggung selama masa yang sama. (Sutojo : 1997: 55) Rasio interest margin, yaitu perbandingan antara jumlah interest margin dengan jumlah harta operasional bank yang menghasilkan (bank earning assets). Net Margin Tolak ukur profitabilitas net margin dapat disamakan dengan profit on salespada perusahaan industri manufaktur, yaitu perbandingan antara jumlah keuntungandengan pendapatan operasional selama masa tertentu. (Sutojo : 1997 : 56) Earning per Share "Earning per share adalah tolak ukur profitabilitas modal yang telah ditanam para pemegang saham. Earning per share diperoleh dengan membagi keuntungan yang diperoleh
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
bank selama masa dengan jumlah saham yang telah mereka terbitkan dan disetor." (Sutojo : 1997: 58) 8) Liquidity Risk "Risiko likuiditas adalah risiko dimana bank tidak memiliki dana yang cukup dalam memenuhi kewajiban segera (current obligations)." (Ali, 2004: 72).Liquidity risk diukur dengan membandingkan saldo dana likuid dengan jumlah simpanan giro, tabungan dan deposito yang terhutang. 9) Credit Risk Tinggi rendahnya risiko yang dihadapi bank dari seluruh jumlah kredit yangmereka berikan ditandai oleh tinggi rendahnya persentase credit risk yaituperbandingan antara jumlah saldo kredit bermasalah dan jumlah saldo hartakeseluruhan. (Siswanto Sutojo; 1997: 60).Risiko kredit terjadi akibat dari gagalnya penerima kredit (debitur) dalam memenuhi perjanjian kredit untuk melunasi, pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga kredit pada bank. 10) Capital Risk "Capital Risk merupakan hasil perbandingan antara jumlah saldo harta neto pemegang saham dan harta bank yang mengandung resiko." (Sutojo, 1997: 60). Rasio ini digunakan untuk mengukur proporsi modal sendiri dibandingkan dengan dana luar di dalam pembiayaan kegiatan usaha perbankan. Semakin besar rasio berarti semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah. Unsur kepercayaan masyarakat terhadap sebuah bank dapat berpengaruh terhadap kemampuan bank dalam menghimpun dana-dana masyarakat atau dari kelembagaan (institusi) tergantung pada kinerja intemal bank sendiri (dan kinerja perbankan pada umumnya) yang diwakili oleh gambaran dari tingkat kesehatan bank.Kinerja itu mencakup unsur-unsur dalam CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earning Capacity serta Liquidity) Aspek-aspek tersebut dapat dipantau oleh masyarakat melalui laporan keuangan bank yang dipublikasi, kemampuan bank mencetak laba dan menjaga likuiditas serta integritas dan kredibilitas para manajemen (direksi) dan pengawas (komisaris) bank yang bersangkutan Kinerja keuangan menurut Sugiyarso dan Winarni (2005: 130) "Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan
Riset / 2290
http://karyailmiah.polnes.ac.id dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut” Gambaran kinerja sebuah bank ditunjukkan oleh data atau laporan keuangan yang meliputi neraca serta income statement dan rekening administratif (off balance sheet) menggambarkan potret dan kinerja bank. Secara implisit, laporan itu menggambarkan pula risiko-risiko apa saja yang mungkin sedang dihadapi oleh bank yang bersangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank dan unsur-unsur risiko inilah yang harus diantisipasi oleh manajemen dalam usahanya mencapai sasaran yang ditetapkannya 1. Capital (Permodalan) Capital (Permodalan) adalah untuk menjaga kesehatan struktur permodalan bank yang sudah beroperasi. Bank Indonesia mengendalikannya dengan mengeluarkan ketentuan tentang jumlah minimal CAR yaitu delapan persen dari jumlah aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) yang dimiliki bank agar diharapkan bahwa modal tersebut mampu melindungi stakeholder lain selain pemilik dalam menghadapi berbagai jenis risiko yang dihadapi oleh bank tersebut. Pada dasarnya besaran CAR (Capital Adequacy Ratio) suatu bank dihitung dengan membagi besaran modal bank tersebut de ngan besaran ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko)-nya. Sedangkan dalam pengertian modal, dicakup balk modal inti maupun modal pelengkap. (Ali, 24: 441) 2.
Assets Quality (Kualitas Aktiva)
Menurut Sutojo (1997: 103) "Kualitas harta atau aktiva bank ditentukan oleh kemungkinan menguangkan kembali atau kolektibilitas aktiva tersebut." Aktiva produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bankpenyertaan, termasuk komitrnen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. (Ali, 2004: 306) Penilaian terhadap Kualitas Aktiva Froduktif (KAP) didasarkan pada dua rasio,yaitu :
1. Jumlah aktiva yang diklasifikasikan milik bank tersebut tidak lebih dari 3,4% jumlah selunth aktiva produktif. 2. Jumlah cadangan penghapusan aktiva produktif minimal 54 % jumlah seluruh aktiva yang diklasifikasikan (Sutojo, 1997: 103) Sejak 30 Juni 2001, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia perihal pencadangan untuk portofolio lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet, bank berturutturut wajib membentuk pencadangan masingmasing sebesar 1 % (sebagai cadangan umum), 5%, 15%, 50% dan 140 % dari nilai outstanding portofolio kredit tersebut. 3. Management Bank)
Quality
(Kualitas
Manajemen
"Penilaian terhadap faktor manajemen mencakup dua komponen, yaitu manajemen umum dan manajemen risiko dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan." (Ali,2004:489) Penilaian itu hanya rnenyangkut 100 aspek manajemen umum dan manajemen risiko yang melekat pada berbagai kegiatan operasional bank devisa. Khusus untuk bank umum non devisa, penilaian hanya didasarkan pada 85 aspek. 4. Earnings Capacity (Rentabilitas) Penilaian didasarkan pada :
terhadap
faktor
rentabilitas
1. Rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama. 2. Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama. (Ali, 2004: 489) Bank Indonesia menilai keberhasilan profitabilitas dengan menggunakan dua macam tolak ukur, yaitu Return On Assets (ROA) minimal 1,2% pendapatan operasional dan rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO) minimal 93,5% dari pendapatan operasional. 5. Liquidity (Likuiditas Keuangan)
1. Rasio Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APD) terhadapAktiva Produktif (AP). 2. Rasip PPAP (yang telah dibentuk oleh bank) terhadap PPAPyang wajib dibentuk oleh bank (PPAPWD). (Ali, 2004: 488) Aktiva produktif sebuah bank dapat dinilai sehat, apabila :
Riset / 2291
Penilaian didasarkan pada :
terhadap
faktor
likuiditas
1. Rasio kewajiban bersih call money terhadap "aktiva lancar" dalam rupiah meliputi kas, giro pada Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang telah diendos oleh bank lain.
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
2. Rasio kredit terhadap "dana yang diterima oleh bank dalam rupiah dan valuta asing" meliputi kredit likuiditas Bank Indonesia; giro, deposito dan tabungan masyarakat; pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan dan tidak termasuk pinjaman subordinasi; deposito dan pinjaman dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan; surat berharga yang diterbitkan oleh bank berjangka waktu lebih dari tiga bulan; modal inti dan modal pinjaman. (Ali, 2004: 490)
Kriteria Penilaian Peringkat Rasio CAMEL
ALAT ANALISIS Alat analisis dan pengujian hipotesis merupakan salah satu unsur terpenting dari suatu penelitian, di mana penentuan alat analisis dan pengujianhipotesis dilakukan secara tepat agar permasalahan yang dihadapi dapat diukur dan dipecahkan. Di dalam menganalisis kebenaran hipotesis yang dikemukakan, maka di sini penulis menggunakan peralatan analisis rasio keuangan sebagai berikut :
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
Riset / 2292
http://karyailmiah.polnes.ac.id
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Agar suatu bank dapat menjalankan seluruh kegiatannya dengan baik, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah perencanaan, pengoperasian, pengendalian, dan pengawasan. Proses aliran keuangan secara terus menerus dan mencatatnya dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan perhitungan rugi-laba. Berdasarkan hasil perhitungan rasio permodalan selama tiga tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Mega Syariah Indonesia memperoleh rasio CAR (Capital Adequecy Ratio) yang mengalami turun naik. Rasio permodalan selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 lebih besar dari kriteria penilaian tingkat kesehatan bank yang ditetapka oleh Bank Indonesia sebesar 12% maka rasio yang dicapai Bank Syariah Mega Indonesia dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Peningkatan nilai CAR (Capital Adequecy Ratio) ini menunjukkan adanya peningkatan pada jumlah modal dan peningkatan jumlah aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) pada Bank Mega Syariah Indonesia. Dengan adanya peningkatan yang cukup besar dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, maka dapat dikatakan bank berhasil mempertahankan dan meningkatkan nilai rasio CAR. Hal ini dapat tercapai karena bank sangat memperhatikan faktorfaktor eksternal dan semoga kedepannya bank dapat terus mempertahankannya. Hasil perhitungan rasio kualitas aktiva produktif (KAP) selama tiga tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Mega Syariah Indonesia memperoleh rasio KAP (kualitas aktiva produktif) yang terus mengalami kenaikan. Rasio kualitas aktiva produktif (KAP) selama tahun 2008 sampai tahun 2010 telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia yaitu lebih dari 0,99 %. Hal ini menunjukkan bahwa rasio yang dicapai Bank Mega Syariah Indonesia selama tahun 2008 sampai dengan 2010 dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan terjadinya kenaikan setiap tahunnya berarti bank berhasil melakukan penanaman dana bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat-surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening adminstratif. Semoga untuk kedepannya bank terus memperhatikan dalam penanaman dananya. Hasil perhitungan rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) selama tiga
Riset / 2293
tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Syariah Mega Indonesia memperoleh rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terus menurun. Walaupun mengalami penurunan setiap tahunnya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) masih memenuhi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu minimal 81,0 % maka rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang dicapai Bank Syariah Mega Indonesia dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan terus menurunya PPAP berarti bank dapat dikatakan kurang berhasil dalam mencapai cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal berdasarkan penggolongan kualitas aktiva produktif yang telah terbentuk. Apabila PPAP semakin naik, maka semakin baik yang berarti bank telah melakukan dengan benar dalam mengantisipasi penghapusan kredit macet. Hasil perhitungan rasio Return On Assets (ROA) selama tiga tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Mega Syariah Indonesia memperoleh Rasio ROA (Return On Assets) yang naik turun. Rasio Return On Assets (ROA) pada tahun 2009 dan 2010 memenuhi kriteria penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek rentabilitas yang ditetapkan oleh pihak Bank Indonesia minimal sebesar 1,5 %, maka Rasio Return On Assets (ROA) yang dicapai Bank Mega Syariah Indonesia pada tahun 2009 dan 2010 dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Sedangkan Rasio Return On Assets (ROA) pada tahun 2008 lebih kecil dari kriteria penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan aspek rentabilitas yang ditetapkan oleh pihak Bank Indonesia sebesar 1,5 %, maka Rasio Return On Assets (ROA) yang dicapai Bank Mega Syariah Indonesia dikategorikan dalam kelompok KURANG SEHAT. Dikarenakan bank belum mampu untuk menghasilkan keuntungan secara relatif yang dibandingkan dengan nilai total asetnya. Hal ini terlihat dari hasil ROA sebesar 0,77 % yang berarti setiap Rp 100 dari aktiva akan menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp 0,077, sedangkan kreteria ROA dinyatakan sehat apabila bisa mencapai 1,22 % yang berarti setiap Rp 100 dari aktiva akan menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp 0,122. Walaupun ROA ini dinyatakan kurang sehat akan tetapi Bank Indonesia biasanya tidak memberlakukan ketentuan yang ketat, sepanjang bank tersebut tidak mengalami kerugian atau tidak ada tanda-tanda atau kecenderungan untuk mengalami kerugian di masa yang akan datang, maka bagi bank sentral hal tersebut cukup dipahami. Hasil perhitungan rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO) selama tiga tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Mega Syariah Indonesia
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
memperoleh Rasio biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO) yang naik turun. Rasio Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO) pada tahun 2009 dan2010 telah memenuhi criteria penilaian tingkatan kesehatan bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kurang dari 83 % maka rasio yang dicapai Bank Mega Syariah Indonesia dikategorikan dalam kelompok SEHAT, sedangkan pada tahun 2008 tidak memenuhi criteria penilaian tingkatan kesehatan bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, itu berarti bahwa bank tidak berhasil mempertahankan BOPO pada tahun 2008. semakin besar biaya maka semakin kecil perolehan laba operasional Bank. Hasil perhitungan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) selama tiga tahun yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 Bank Mega Syariah Indonesia memperoleh rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) yang turun naik. Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 lebih besar dari kriteria penilaian tingkat kesehatan Bank berdasarkan aspek likuiditas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bekisar antara 50 - 75 %. Maka Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) yang dicapai Bank Mega Syariah Indonesia dikategorikan dalam kelompok TIDAK SEHAT. Bank Syariah Mega Indonesia terlalu banyak memberikan pinjaman, sedangkan dana pihak ke 3 yang diperoleh sangat kecil, Semoga untuk kedepannya bank harus memperhatikan dalam memberika pinjaman. Meskipun dinyatakan TIDAK SEHAT tetapi Bank Indonesia biasanya tidak memberlakukan ketentuan yang ketat, sepanjang bank tersebut tidak mengalami kerugian atau tidak ada tandatanda atau kecenderungan untuk mengalami kerugian di masa yang akan datang, maka bagi bank sentral hal tersebut cukup dipahami. Sebelum perbankan mengalami krisis pada tahun 2008, PT Bank Syariah Mega Indonesia dinyatakan “SEHAT” terbukti dari semua rasio yang digunakan untuk menghitung kinerja keuangan perbankan yaitu rasio CAMEL memenuhi standar ketentuan Bank Indonesia. Sebagai sebuah negara yang perekonomiannya terbuka, Indonesia tak luput dari imbas dinamika pasar keuangan global. Termasuk pula imbas dari krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat, yang menerpa negara-negara lainnya, dan kemudian meluas menjadi krisis ekonomi secara global yang dirasakan sejak semester kedua tahun 2008. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 2,2% pada tahun 2009. Perlambatan ini tentu saja pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor nasional, yang pada akhirnya berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
guncangan sistem keuangan global ini berdampak terhadap industri perbankan syariah di Indonesia. Pada saat krisis terjadi yaitu pada tahun 2008 Bank Syariah Mega Indonesia masih mampu menghadapinya, terbukti pada rasio CAR, APD dan PPAP tahun 2008 masih memenuhi ketentuan Bank Indonesia, sedangkan ROA, BOPO, dan FDR dibawah ketentuan Bank Indonesia. ROA dinyatakan kurang sehat karena bank belum mampu untuk menghasilkan keuntungan secara relatif yang dibandingkan dengan nilai total asetnya. BOPO tidak sehat dikarenakan biaya operasional bank lebih besar dari pada pendapatannya. Bank banyak memperhatikan kegiatan operasional dan non operasional dalam upaya mempertahankan bank dari krisis. FDR dinyatakan tidak sehat karena bank terlalu banyak meminjamkan dana kepada nasabah dengan tujuan agar mendapatkan bagi hasil yang tinggi tanpa memperhitungkan dana dari pihak ketiga. Setelah krisis terlewati, Bank Syariah Mega Indonesia mampu mengembalikan predikat sebagai Bank “SEHAT” yaitu pada tahun 2009 dan 2010 semua rasio CAMEL memenuhi standar ketentuan Bank Indonesia, walaupun pada tahun 2009 rasio CAR, PPAP, BOPO mengalami penurunan dan pada tahun 2010 rasio ROA dan FDR mengalami penurunan, sedangkan untuk rasio PPAP kembali mengalami penurunan. Pada tahun 2008 Bank Mega Syariah menghadapin masalah perbankan antara lain nilai tukar yang berfluktasi, hancurnya sektor korporat yang dibiayai perbankan, menurunnya kegiatan usaha, dan meningkatnyan kredit macet. Ini merupakan salah satu penyebab menurunnya beberapa rasio pada Bank Mega Syariah pada tahun 2009. Rasio CAR pada tahun 2009 mengalami penurunan dikarenakan modal yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank belum terpenuhi. Rasio PPAP pada tahun 2009 menurun dan kembali menurun pada tahun 2010 dikarenakan penyisihan penghapusan penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, dan lain-lain yang dibentuk mengalami kenaikan setiap tahunnya begitu juga pada penyisihan penghapusan penanaman dana bank yang wajib dibentuk. Rasio BOPO pada tahun 2009 menurun dikarenakan biaya operasional bank lebih besar dari pada tahun sebelumya, sehingga menghasilkan laba operasional bank pada tahun 2009 lebih kecil. Rasio ROA pada tahun 2010 mengalami penurunan karena bank mengalami penurunan dalam mendapatkan keuntungan dan kurang efesiensi dalam menjalankan usaha perbankannya. Raio FDR pada tahun 2010 menurun dikarenakan
Riset / 2294
http://karyailmiah.polnes.ac.id bank kurang mampu membayar semua hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek seperti simpanan masyarakat, bank juga kurang mampu memenuhui semua permohonan kredit yang layak dibiayai. KESIMPULAN 1. Kinerja keuangan baik pada rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM/CAR). PT. Bank Mega Syariah Indonesia pada rasio ini memenuhi ketentuan Bank Indonesia setiap tahunnya walaupun turun naik. 2. Kinerja keuangan baik pada rasio Aktiva produktif yang diklasifikasi (APD) terhadap Aktiva Produktif, pada rasio ini PT. Bank Mega Syariah Indonesia memenuhi ketentuan Bank Indonesia setiap tahunnya dan mengalami kenaikan tiap tahunnya. Rasio PPAP yang dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk juga memenuhi ketentuan Bank Indonesia setiap tahunnya meskipun bertolak belakang dengan rasio APD yakni mengalami penurunan tiap tahunnya. 3. Kinerja keuangan baik pada rasio ROA pada tahun 2008, 2009, dan 2010 telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia walaupun tidak stabil (naik dan turun). Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tahun 2008 sebesar 116,25 % tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia, yaitu biaya operasional tidak lebih dari 93,52 %. Ini berarti biaya operasional pada tahun 2008 lebih tinggi dari pada pendapatan operasionalnya. 4. Rasio FDR pada Bank Mega Syariah Indonesia dari tahun 2008, 2009, dan 2010 tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia, yang seharusnya tidak lebih dari 94,755%. SARAN 1. Mengecek secara berkala penyediaan modal minimum bank agar tetap pada batasnya, memperhatikan penyediaan dari investasinya untuk setiap aktiva tertimbang menurut resiko. 2. Penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing harus lebih diperhatikan, walaupun rasio ini jauh memenuhi kreteria BI tetapi bila mengalami kenaikan setiap tahunnya, maka bisa saja rasio ini menjadi kurang sehat dan menjadi tidak sehat bila setiap tahunnya mengalami kenaikan secara terus menerus. Penyisihan penghapusan penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, dan lain-lain yang dibentuk
Riset / 2295
dan juga pada penyisihan penghapusan penanaman dana bank yang wajib dibentuk juga diperhatikan, jangan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. 3. Bank harus mampu menghasilkan keuntungan secara relatif yang dibandingkan dengan nilai total asetnya dan berusaha mempertahankanya. Pengelolaan aktiva/asset bank perlu ditingkatkan yaitu dengan cara mengurangi beban operasional dan beban non operasional serta meningkatkan bagi hasil bagi bank. Beban operasional dan beban non operasional yang kurang mendukung majunya bank, hendaknya dikurangi. 4. Pengelolaan pinjaman yang diberikan hendaknya harus lebih diperhatikan agar sesuai dengan dana yang didapat atas pihak ketiga. PT. Bank Mega Indonesia lebih memperhatikan kepada siapa saja nasabah yang diberi pinjaman,agar resiko kredit macet tidak terjadi. 5. Agar kepercayaan masyarakat kembali kepada Bank Syariah Mega Indonesia setelah krisis melanda perbankan, hendaknya Bank Syariah Mega Indonesia lebih aktif dalam memasarkan prodak-prodak yang dimilikinya baik Produk Pendanaan, Produk pembiayaan maupun Jasa dan layanannya. Memberikan keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki pada Bank syariah lain. 6. Agar Bank Mega Syariah selamat dari dampak langsung guncangan sistem keuangan global maka Exposure pembiayaan perbankan syariah lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi. 7. Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar Bank” (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, kita yakin bahwa di masa-masa mendatang akan semakin tinggi minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya hal tersebut akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank konvensional dalam kerangka Dual Banking System (sistem perbankan ganda) Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
JURNAL EKSIS
Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
DAFTAR PUSTAKA Ali, Masyhud, 2004. Asset Liability Management Menyiasati Risiko Pasar Dan Risiko Operasional Dalam Perbankan, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Antonio, Muhammad S yafi’i, 2003. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cetakan Ketujuh, Gema Insane Press, Jakarta. Arifin, Zainul, 1999. Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang dan Prospek, Cetakan Pertama, AlvaBet, Jakarta.
Sabardi, Agus, 1995. Manajeman Keuangan, Jilid 1, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Santoso, Ruddy Tri, 1995. Prinsip Dasar Akuntansi Perbankan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Andi Offset, Yogyakarta. Sartono, R. Agus, 1997. Manajemen Keuangan (Teori Dan Aplikasi), Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta. 1998. Manajeman Keuangan, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, BPFE, Yogyakarta
Brigham, Eugene F And J. Fred Weston, 1993. Essential Of Managerial Finance, Tenth Edition, The Dryden Press, United States Of America.
Sukristono, 1995. Perencanaan Strategis Bank, Edisi Revisi (Kedua), Institute Banker Indonesia, Jakarta.
Baridwan, Zaki, 1997. Intermediate Accounting, Edisi Ketujuh, Cetakan Kelima, BPFE, Yogyakarta.
Sumitro Warkum, 2002. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Cetakan Ketiga, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Greunig, Hennie Van, 2005. “ Internat ional Financial Reporting Standards” a Practical Guide, Newly Revise Edition, Clearance Center, Inc, Washington. Harahap, Sofyan Syafri, 1997. Akuntansi Islam, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta. 2002. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hasibuan, Malayu, 2004. Dasar-Dasar Perbankan, Cetakan Ketiga, Bumu Aksara, Jakarta. Http://www.Mega Syariah.com Http://www.bi.go.id Husnan, Suad, 1996. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, (Keputusan Jangka Panjang), Edisi Keempat, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta. Sudarso , 2002. Pengantar Ekonomi Perusahaan, Prenhallindo, Jakarta. Latumaerissa, Julius R., 1999. Mengenal Aspek-Aspek Operasi Bank Umum, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta. Riyanto,
Sutojo, Siswanto, 1997. Manajemen Terapan Bank, Seri Manajemen Bank No. 3, Cetakan Pertama, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Syamsuddin, Lukman, 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan Konsep Aplikasi Dalam Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan, Edisi Baru, Cetakan Kelima, Rajawali Pers, Jakarta. Tunggal, Amin Widjaja, 1995. Dasar-Dasr Analisis Laporan Keuangan, Catakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta.
Weygandt, et, Al., 1996. Accounting Principles, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc, Canada. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan Pertama, AlvaBet, Jakarta.
Bambang, 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE, Yogyakarta.
Munawir, 2001. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Cetakan Kedua Belas, Liberty, Yogyakarta. 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357
Riset / 2296