ISSN : 1979 - 5971
Media Litbang Sulteng 2 (1) : 67 – 74, Oktober 2009
ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN LAHAN PADA BEBERAPA SUB DAS DI KAWASAN DANAU POSO (Oleh : Isrun1)
ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi tingkat kerusakan lahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun secara alamiah di kawasan Danau Poso. Selain itu teridentifikasinya potensi dan permasalahan, serta terciptanya keserasian/keterpaduan pemanfaat kawasan Danau Poso. Obyek penelitian meliputi Sub DAS Kodina-Boe, Bancea-Panja, Taipa, Meko, Salukai, Toinasa, Saluopa-Mayakeli, Peura-Sangele, dan Sub Das Dulumai-Tokilo yang merupakan kawaan Danau Poso. Penelitian dilakukan dengan metode survei dan non eksprimental, sedangkan analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat degradasi lahan adalah sistem Pakar (Expert System/EXSYS). Model regresi ganda (multiple regression) digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) pada setiap Sub DAS menurut metode Draper dan Smith (1992). Hasil analisis tingkat kerusakan lahan di wilayah penelitian menunjukkan bahwa umumnya pada lahan-lahan usaha pertanian berada pada tingkat kerusakan agak rusak (AR) sampai rusak (R). Sedangkan lahan terbuka pada semua Sub DAS berada pada kategori kelas rusak. Dinamisasi sosial kependudukan yang tinggi merupakan salah satu penyebab penting kerusakan lahan dan menyusutnya luas hutan. Berdasarkan hasil analisis regresi pada setipa Sub Das dalam Kawasan Danau Poso diketahui bahwa terdapat lima variabel yang berperanan penting dalam pendugaan tingkat kerusakan lahan yaitu (1) lahan terbuka, (2) luas hutan sekunder, (3) luas kebun campuran, (4) padang rumput, dan (5) Kepadatan Penduduk. Kata Kunci : Degradasi lahan,DAS, Erosi dan Analisis Regresi.
1.1 PENDAHULUAN memandang pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS. Saat ini terlihat ekosistem DAS di Kawasan Danau Poso tidak dikelola sebagaimana mestinya. Sehingga terjadi pemanfaatan kawasan lebih mendominasi sumberdaya alam danau dan kawasan daerah aliran sungai (watershed). Hal ini dapat mengakibatkan danau berada pada kondisi suksesi, yaitu berubah dari ekosistem perairan ke bentuk ekosistem daratan. Pendangkalan akibat erosi, eutrofikasi merupakan penyebab suksesi suatu perairan danau. Hilangnya ekosistem danau mengakibatkan kekurangan cadangan air tanah pada suatu kawasan/wilayah yang bakal mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Akibatnya, keberlanjutan suatu lingkungan hidup yang didalamnya terdapat manusia dan alam terancam tak dapat berlanjut (Connell & Miller,1995 ; Haan, C.T., H.P. Johnson and D.L. Brakeinsiek, 1982). Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian menyeluruh mengenai pola dan struktur pemanfaatan/pengeolaan kawasan Danau Poso, yang kemudian dimanifestasikan menjadi arahan
Degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) ditandai semakin meluasnya lahan kritis, erosi pada lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian dan untuk peruntukan lain seperti pemukiman dan sebagainya telah berdampak luas terhadap lingkungan antara lain banjir yang semakin besar dan frekuensinya meningkat (Ambar. S.,Asdak., C., 2001). Selain itu debit air sungai di musim kemarau yang sangat rendah, percepatan sedimentasi pada danau dan jaringan irigasi, serta penurunan kualitas air, yang mengancam keberlanjutan pembangunan khususnya pembangunan pertanian (Darga, T. N, 1979). Terjadinya fenomena tersebut tidak terlepas sebagai akibat dari kurang efektifnya pengelolaan DAS, terutama karena tidak adanya keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan oleh berbagai sektor, instansi, atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan DAS. Pendekatan menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan yaitu pendekatan yang menuntut suatu manajemen terbuka yang menjamin berlangsungnya proses koordinasi antara lembaga atau instansi terkait, 1) Staf Pengajar Tadulako Palu
Pada
Fakultas
Pertanian
Universitas
67
kebijakan daerah sehingga kawasan danau tersebut terpelihara kelestarian lingkungannya. Kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi tingkat kerusakan lahan (degradasi lahan) yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun secara alamiah di kawasan Danau Poso. Selain itu teridentifikasinya potensi dan permasalahan, serta terciptanya keserasian dan keterpaduan pemanfaat kawasan Danau Poso. II.
daftar pertanyaan (quesioner), Pemilihan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Informasi lainnya terutama gambaran umum wilayah diperoleh melalui pengumpulan data sekunder berupa peta, buku potensi desa, hasilhasil penelitian, dan literatur penunjang lainnya. Variabel Penelitian Variabel bebas (dependen variable) dalam penelitian ini adalah luas pola penggunaan lahan, pemukiman dan penduduk seperti tertera dalam Tabel 3.4 berikut.
METODE PENELITIAN
Tabel 1. Variabel-variabel bebas (X) yang diduga mempengaruhi tingkat kerusakan lahan di wilayah Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wiliayah Kawasan Danau Poso meliputi Sub DAS Kodina-Boe, Bancea-Panja, Taipa, Meko, Salukai, Toinasa, Saluopa-Mayakeli, PeuraSangele, dan Sub Das Dulumai-Tokilo yang berlangsung selama 3 bulan dari Agustus sampai Oktober 2007. Penelitian dilakukan dengan pendekatan metode survey dan non eksprimental. Alat yang digunakan meliputi (a) peralatan lapang yaitu : meteran, ring sampel untuk contoh tanah, bor tanah, sekop, timbangan analitik, oven listrik, dan kamera, dan alat tulis menulis (b) peralatan studio, personal komputer dengan sofware pendukung SPSS 11.0, Sistem Pakar , dan ARC. VIEW untuk pengolahan data secara digital. Bahan yang digunakan adalah : peta rupa bumi skala 1 : 50.000, Citra Landsat 7 ETM Band 542 tahun 2005, peta penggunaan lahan skala 1: 50.000, peta administrasi skala 1:100.000,peta lereng skala 1 : 100.000, peta kawasan hutan dan perairan, dan peta geologi.
No
Variabel-variabel yang diteliti (peubah-peubah bebas)
Notasi
Satuan *)
1. Hutan primer X1 % 2. Hutan Sekunder X2 % 3. Sawah X3 % 4. Semak Belukar X4 % 5. Kebun Campuran X5 % 6. Tegalan X6 % 7. Padang Rumput X7 % 8. Lahan Terbuka X8 % 9. Pemukiman X9 % 10. Kepadatan Penduduk X10 Org Keterangan : Satuan luas dalam % menunjukkan persentase luas variabel yang diteliti dibandingkan dengan luas Sub-sub DAS yang bersangkutan.
Sedangkan variabel terikatnya (independent variable) adalah tingkat kerusakan lahan masingmasing Sub DAS. Pengolahan dan Analisis Data Analisis Laju dan Bahaya Erosi Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam pendugaan besarnya nilai erosi tanah, dihitung dengan menggunakan model matematik yang diformulasikan dalam persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun Rumus pendugaan besarnya nilai erosi adalah sbb.:
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan di lakukan melalui pengambilan sampel yang ditentukan secara sistematik dengan unit contoh berupa jalur ukur atau strip yang tidak terputus (Continous Strip Sampling). Jalur yang diamati adalah segmen Danau dan sungai bagian hulu, hilir dan muara. Pembuatan transek dibutuhkan untuk menggambarkan pola penggunaan lahan, tinggi tempat dari permukaan laut dan informasi lain tentang sumber daya lahan pada setiap titik lokasi. Selain itu dilakukan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA) dipandu dengan
A = R x K x LS x CP A = R x K x LS
(prediksi erosi aktual) (prediksi erosi potensial)
Ket: A = Besar laju erosi (ton/ha/tahun). R = Faktor Indeks Erosivitas hujan. K = Faktor Indeks Erodibilitas Tanah. LS = Faktor Indeks panjang dan kemiringan lereng. CP = Faktor Indeks pengelolaan tanaman dan tanah.
68
Kriteria Bahaya Erosi (BE) yang digunakan berdasarkan pedoman teknis RLKT Departemen Kehutanan tahun 1998, seperti pada Tabel 3.3 berikut.
Biasanya nilai G ini adalah kira-kira 0,3 sampai 0,50 dan dianggap sebagai yang menunjukkan keadaan topografi dan geologi dari DAS yang bersangkutan.
Tabel 2. Kelas Bahaya Erosi (BE)
Kemiringan Sungai Kemiringan sungai disini adalah nisbah antara (1) perbedaan tinggi tempat antara mata air atau ujung hulu sungai utama dengan tempat stasion pengamatan pada sunagai utama yang bersangkutan, dengan (2) panjang sungai utama. Yang dirumuskan sebagai berikut :
< 15
Erosi (ton/ha/tahun) 15 – 60 61 - 180 181 – 480 II III IV
Kelas I Erosi Sumber : Pedoman Teknis RLKT, Dep. Hut. 1998.
> 480 V
Penentuan Debit Air dan Sedimentasi Pengukuran dan pengamatan secara langsung di lapangan, untuk menentukan debit air dan sedimentasi dilakukan melalui tahapan berikut (1) pengamatan dan pengambilan contoh air, dan (2) analisis dan pengolahan data hasil.
H1 + H2 S = -----------Ket:
10.L
S = Kemiringan sungai H1 = Ketinggian tempat ujung hulu sungai utama dari permukaan laut (m) H2 = Ketinggian tempat stasion pengamatan sungai utama dari permukaan laut (m) L = Panjang sungai utama
Penentuan Koefisien Bentuk DAS Koefisien bentuk DAS adalah nisbah antara luas DAS dengan kuadrat panjang sungai utama, yang dirumuskan sebagai berikut :
Tingkat kemiringan dasar menentukan kecepatan arus.
A F = ----
perairan
dapat
Penentuan Tingkat Degradasi Lahan Untuk mengetahui status kerusakan kerusakan atau degradasi lahan digunakan metode/sistem Pakar (Expert System/EXSYS). Korelasi Faktor-faktor Sangat Mempengaruhi Tingkat Degradasi Lahan/Kawasan Danau
L2 Ket : F = Koefisien bentuk A = Luas daerah aliran sungai (km2) L = Panjang sungai utama Makin besar harga F makin lebar daerah pengaliran itu.
Metode analisis statistik yang digunakan yaitu model regresi ganda (multiple regression) untuk mengetahui hubungan variabel bebas (X) dengan variabel respon (Y) dalam unit kawasan Danau atau Sub DAS menurut metode Draper dan Smith (1992). Adapun model regresinya adalah :
Penentuan Kerapatan Sungai Kerapatan sungai adalah suatu indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai dalam suatu DAS, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Yi = βo + β1X1i + β2X2i …….+ β8X8i + Єi Yi = (Y1i, Y2i, Y3i )
L+I G = -------
Yi =
A Ket : G = Kerapatan sungai I = Jumlah panjang anak-anak sungainya (km) A = Luas daerah pengaliran sungai (km2) L = Panjang sungai utama
Yaitu variabel-variabel tak bebas (respon) seperti tertera pada Tabel.
X1i, X2i,….X8i tertera pada
= variabel-varibel bebas seperti
Tabel. βo, β1,…….. β8 = koefisien regresi. Є = error, dan i = (1, 2, 3,….8)
69
Untuk mengetahui model penduga persamaan regresi yang terbaik, dipergunakan teknik sidik regresi ganda dengan prosedur langkah mundur (The backward regression procedure) menurut Draper dan Smith (1992).
atau longsor yang terjadi sepanjang aliran sungai dan selanjutnya diendapkan pada wilayah hilir DAS atau Danau. Seperti halnya dengan laju sedimentasi pada Sub DAS Meko dan Sub DAS Kodina adalah paling tinggi nilai sedimentasinya dibanding dengan beberapa sub DAS lainnya. Kedua Sub DAS tersebut masing-masing memiliki laju sedimentasi 13,49 dan 12,14 ton/tahun. Laju sedimen yang tinggi berkorelasi dengan percepatan pendangkalan terutama pada segmen sungai dan danau di kawasan das tersebut (Darga, T. N, 1979). Pendangkalan ini telah membuat daya tampung Sungai dan danau Poso menjadi berkurang, sehingga airnya mudah meluap pada saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi dan waktu yang lama.
III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Laju Erosi dan Sedimentasi Sebagaimana pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa laju erosi tertinggi terdapat di wilayah Sub DAS Kodina yaitu 57,98 ton/ha/tahun. Pada Sub DAS Meko dan SaluopaMayakeli masing-masing sebesar 50,90 dan 42,39 ton/ha/tahun. Kemudian paling rendah laju erosinya adalah Sub DAS Taipa dan PeuraSangale yakni 14,89 ton/ha/tahun.
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Luas Sub DAS, Panjang Sungai, Koefisien Bentuk, Kerapatan Sungai, Kemiringan Sungai, Laju Erosi, dan Sedimentasi No
Kode Sampel
Luas DAS (km2) (A)
Panjang Sungai Utama (km) (L)
Koefisien Bentuk (F)
Kerapatan Sungai (G)
Kemiringan Sungai (% S)
Laju Erosi (LE) (ton/Ha/ Tahun)
Laju Sedimentasi Sungai (LSS) (ton/tahun)
1
Kodina-Boe
8.875,14
38,58
32,84
0,0019
1,30
57,98
12,14
2
Bancea-Panja
13.768,98
25,17
21,73
0,0028
2,02
36,37
9,12
3
Taipa
3.727,95
12,15
25,25
0,0067
9,84
14,89
5,39
4
Meko
46.793,16
54,89
15,53
0,0021
2,14
50,9
13,49
5
Salukaia
7.108,53
16,31
26,72
0,0061
7,35
18,85
6,69
6
Toinasa
7.826,36
12,45
50,49
0,0055
8,62
25,05
9,15
238,59
0,0035
0,92
42,39
6,91
erosi pada 124,50
0,0033
11,28
14,89
5,47
2,85
25,2
7,13
7
Saluopa589,51 5,64 Mayakeli Faktor utama penyebab tingginya laju 8 Peura-Sangele 97,26 5,30
wilayah 9
Dulumai-Tokilo 9.359,51
8,59
126,84
0,0025
Kodina dan Meko adalah tingkat kerusakan lahan, panjang dan kemiringan lereng (kelas lereng IV) yang ditunjang oleh kondisi lahan dalam bentuk lahan terbuka serta curah hujan rerata bulanan di atas 100 mm. Masalah erosi ini perlu mendapat perhatian karena tanah dilokasi studi masih dalam taraf perkembangan dan peka terhadap erosi, sehingga pada saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi, akan menyebabkan aliran permukaan besar yang akan menghanyutkan partikel-partikel tanah dalam bentuk erosi lembar, bersama-sama dengan hasil luruhan dari erosi tebing sungai
Di samping itu, sungai-sungai yang berada di sekitar kawasan Danau Poso juga mempunyai potensi yakni kandungan bahan terutama pasir dan kerikil yang berimplikasi terhadap kandungan sedimentasi di bagian hilir sungai maupun danau. 3.2 Tingkat Kerusakan Lahan Di wilayah Penelitiaan terdapat 9 pola penggunaan lahan meliputi: hutan primer, hutan sekunder, sawah, semak belukar, kebun campuran, tegalan, padang rumput, lahan 70
terbuka, dan pemukiman penduduk. Ke sembilan pola penggunaan lahan tersebut dianalisis tingkat kerusakan lahannya melalui konsep system pakar (Expert System) pada setiap Sub DAS. Prinsip metode ini didasarkan pada pendekatan pencocokan (matching) antara karakteristik iklim dan sumberdaya lahan serta tindakan pengelolaan.
Hasil analisis tingkat kerusakan lahan menunjukkan bahwa umumnya di daerah usaha pertanian berada pada tingkat kerusakan agak rusak (AR) sampai rusak (R). Sedangkan lahan terbuka pada semua sub DAS memiliki status rusak baik pada lereng 25 – 45% maupun di atas 40%. Dari Tabel 3.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa secara umum kondisi lahan di kawasan DAS Danau Poso berada pada kondisi tingkat kerusakan (degradasi) lahan dari baik (B), agak rusak (AR) sampai dengan rusak (R). Pada kawasan hutan primer (hutan rapat) kondisi lahannya masih tergolong baik, kecuali hutan sekunder (hutan jarang) pada Sub DAS KodinaBoe dan Sub DAS Meko yang memiliki tingkat kerusakan pada tahap agak rusak (AR). Pada kondisi lahan dengan tingkat degradasi agak rusak dibutuhkan perhatian dari semua pihak karena pada wilayah tersebut telah terdapat kegiatan-kegiatan yang mengarah pada perusakan ekosistem DAS (Ambar. S.,Asdak., C., 2001). Secara umum, bagian tengah dan hilir sub DAS sekitar kawasan Danau Poso yang dinilai agak rusak terutama pada daerah berlereng curam sampai dengan sangat curam dengan tiper penutupan lahan berupa lahan terbuka (tanah gundul dan padang rumput), tegalan dan ladang, serta beberapa lokasi pada liputan vegetasi kebun campuran. Mengingat terjadinya kecenderungan kearah kerusakan lahan dari kondisi baik menjadi agak rusak dan kondisi agak rusak menjadi rusak, maka perlu diupayakan adanya tata kelola kawasan DAS yang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air di wilayah DAS Danau Poso. Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu diupayakan adanya payung kelembagaan yang mampu mengamankan kawasan DAS dari kerusakan dengan melibatkan para pihak terkait dalam bentuk forum koordinasi pengelolaan DAS terpadu.
Tabel 3.2 Tingkat Kerusakan Lahan pada Kawasan Danau Poso Tingkat Kerusakan 1 2 4 5 3
6
7
8
9
B B
B B
B B
B B
B B
B B
-
-
-
Lereng 25-40 % >40 %
A R
B B
A R
B B
B B
B B
B B
B B
-
Sawah (X3)
B
B
B
B
B
B
B
B
B
A R
-
B B
A R
B B
B B
B B
B B
-
Lereng 25-40 % >40 %
R R
A R
A R
R R
A R
A R
A R
A R
A R
Tegalan (X6) Lereng 25-40 % >40 %
R R
-
A R
-
-
-
A R
-
-
A R
-
A R
A R
-
-
A R
-
-
R R
R R
R R
-
-
-
R R
-
-
B
A R
B
B
Penggunaan Lahan Hutan Primer (X1)
Lereng 25-40 % >40 % Hutan Sekunder(X2)
Semak Belukar (X4)
Lereng 25-40 % >40 % Kebun Campuran (X5)
Padang Rumput (X7)
Lereng 25-40 % >40 % Lahan Terbuka (X8)
Lereng 25-40 % >40 % Pemukiman (X9)
A B B A B R R Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2007
Keterangan: AR = Agak Rusak, B=Baik, R = Rusak 1 = Sub DAS Kodina; 2 =Sub DAS Bancea-Panja; 3=Sub DAS Taipa; 4= Sub DAS Meko; 5 = Sub DAS Salukaia ; 6=Sub DAS Toinasa ; 7= Sub DAS Saluopa-Mayakeli; 8 = Sub DAS Peura-Sangele; dan 9 = Sub DAS Tokilo - Dulumai.
1.1. Hubungan Antara Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Lahan dengan Tingkat Kerusakan Lahan di Sekitar Kawasan Danau Poso
71
Pada kedelapan sub DAS di wilayah penelitian, berdasarkan hasil analisis regresi linier secara bertatar (Stepwise) dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3.
Persamaan Regresi Linear Berganda Secara Bertatar Pola penggunaan Lahan terhadap Tingkat Kerusakan Lahan pada 8 Sub DAS di Lokasi Penelitian
Sub Das
Persamaan Model
R2
Y = 8,324 – 7,399 X10 + 1,832 X8 +0,54X2
0,754
2
DAS BanceaPanja DAS Taipa
0,792
3
DAS Meko
4
DAS Salukaia DAS Toinasa DAS SaluopaMayakeli DAS PeuraSangele DAS DulumaiTokilo
Y = 10,640 – 4,399 X8 + 0,814 X2 - 0,021X6 Y = 13,514 – 8,136 X10+ 0,791 X5 + 0,165 X72 Y = 7,381 – 3,184 X5 + 0,912 X2 Y = 9,121 – 5,028 X5 + 0,529 X2 Y = 10,740 – 4,513 X10 + 0,627 X5- 1,201X8 Y = 8,103 – 2,135 X5 + 1,092 X2 Y = 8,914 – 4,192 X5 + 1,832 X8- 0,115X2
0,732
No 1
5 6
7 8
Lebih lanjut Manan, S. 1978 dan Neno Sutrisno dan Nurida. L.N., 1997, sasaran yang akan dicapai dalam pengelolaan DAS tersebut adalah: (1) Mengurangi aliran permukaan dan percepatan peresapan; (2) Meningkatkan daya dukung air dan lahan; (3) Mengefektifkan fungsi lindung; (4) Menetapkan zonasi kawasan secara fungsional (budidaya dan nonbudidaya); (5) Terciptanya teknologi tepat dan ramah lingkungan; (6) Implementasi rehabilitasi lahan (kritis) dan konservasi tanah; (7) Pengendalian banjir, kekeringan, erosi dan sedimentasi, serta (8) kemerosotan mutu air. Dalam kaitannya dengan proses perencanaan pengelolaan DAS terutama di sekitar kawasan Danau Poso, maka upayaupaya konservasi (misalnya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah atau RLKT) yang lebih banyak dilakukan di daerah hulu. Dalam pengelolaanya haruslah diintegrasikan dengan upaya pengembangan DAS (sumber daya air) yang lebih banyak dilakukan di bagian tengah dan bagian hilir. Dengan kata lain antara "watershed management/conservation" dan "water resources development" haruslah menjadi satu paket di dalam pengelolaan DAS. Usaha-usaha menjaga kelestarian tanah dan air serta pengembangan sumber daya air dalam DAS pada dasamya merupakan usaha kembar dalam pengelolaan DAS, sehingga kedua usaha tersebut seharusnya dilaksanakan secara paralel. Pengelolaan terpadu perlu pula mempertimbangkan bahwa air permukaan berada pada satuan wilayah sungai, sementara air bawah tanah merupakan suatu basin, dalam hal ini pemanfaatan air permukaan haruslah diutamakan dalam arti pemakaian air permukaan harus diberi prioritas dibanding air bawah tanah.
0,91 0,831 0,801 0,884
0,851
Berdasarkan persamaan di atas diketahui bahwa umumnya pola penggunaan lahan terbuka, hutan sekunder dan kebun campuran, serta padang rumput secara kuat berpengaruh pada tingkat kerusakan lahan. Namun variabel penduga tersebut sangat variatif keberadaannya pada masing-masing Sub DAS. Hal itu disebabkan oleh adanya pola penggunaan lahan yang tidak seragam. Melihat kondisi DAS di sekitar kawasan Danau Poso cenderung mengalami kerusakan akibat pola penggunaan lahan disertai tindakan pengelolaan yang kurang tepat, maka perlu kegiatan pengelolaan DAS. Upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi: pengelolaan lahan, pengelolaan air termasuk pemeliharaan prasarana pengairan, pengelolaan vegetasi dan pembinaan aktifitas manusia dalam penggunaan sumber daya alam (Arsyad, S., 1989; Langdale, G.W. and W.D. Shrader, 1982). Pengelolaan sumber daya alam adalah usaha konservasi yang mengandung pengertian perlindungan, peningkatan dan pemanfaatan (Soeharto. L.K. 1998 ; Sinukaban, N., 1995 ; Hudson, N.W., 1988).
II.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Hasil analisis tingkat kerusakan lahan (degradasi lahan) di wilayah penelitian menunjukkan bahwa umumnya pada lahan-lahan usaha pertanian berada pada tingkat kerusakan agak rusak (AR) sampai rusak (R). Sedangkan lahan terbuka pada semua Sub DAS berada pada kategori kelas rusak. Dinamisasi sosial 72
kependudukan yang tinggi merupakan salah satu penyebab penting kerusakan lahan dan menyusutnya luas hutan. Ini nampak dari adanya korelasi negatif yang kuat dari kepadatan penduduk dengan penyusutan luas hutan yang diperkirakan bahwa setiap penambahan 1 persen penduduk menyebabkan menyusutnya luas hutan sebesar 0,3 persen. Berdasarkan analisis regresi berganda diketahui bahwa terdapat lima variabel yang berperanan dalam pendugaan tingkat kerusakan lahan yaitu (1) lahan terbuka, (2) luas hutan sekunder, (3) luas kebun campuran, (4) padang rumput, dan (5) Kepadatan Penduduk.
4.2 Saran Untuk kelancaran pembangunan di wilayah DAS Danau Poso secara berkelanjutan, diperlukan adanya langkah-langkah strategi penanganan kawasan antara lain . 1) Penerapan rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) secara tegas dan konsisten pada kesembilan wilayah Sub DAS; 2) Percepatan dan peningkatan kapasitas rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah-wilayah Sub DAS yang telah mengalami degradasi lahan, terutama pada wilayah prioritas 1 dan prioritas 2, baik secara vegetatif maupun sipil teknis: 3) Penerapan sistem zonasi pada kawasan lindung secara partispatif, terutama pada wilayah Cagar Alam Bancea.
DAFTAR PUSTAKA Ambar. S.,Asdak., C., 2001. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Penunjang Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dalam Rangka Otonomi Daerah Jawa Barat. Makalah Seminar Sehari dan Musda HITI Komda Jawa Barat. Bandung, 30 Juni 2001 Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Connell, D.W & G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran (Terjemahan Yanti Koestoer). Penerbit Univesitas Indonesia (VI-Press ). Jakarta. Darga, T. N, 1979. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Debit Air dan Kadar Lumpur di Perairan Sungai Jawa Barat. Disertasi Doktor (Tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. Draper, N.R., and H. Smith. 1992. Applied Regression Analysis. John Willey and Sons Inc. New York. Haan, C.T., H.P. Johnson and D.L. Brakeinsiek, 1982. Hydrology Modelling of Small Watershed. Publisher by ASAE. St.Joseph. Michigan, USA. Hudson, N.W., 1988. Soil Conservation. Batsford, England. Langdale, G.W. and W.D. Shrader, 1982. Soil Erosion Effects on Soil Productivity of Cultivated Croplan. American Society of Agronomy and Soil Science Society of America. 677 South Segoe Road, Madison, Wisconsin, USA. Manan, S. 1978. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Jurusan Manajemen Hutan. Fak. Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Neno Sutrisno dan Nurida. L.N., 1997. Penanganan Perladangan Berpindah Melalui Usahatani Konservasi. Prosiding Kongres Nasional VI HITI Buku II. Jakarta, 12-15 Desember 1995. Sinukaban, N., 1995. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Bahan Kuliah pada Program Pascasarjana, IPB, Bogor (tidak di publikasikan). Soeharto. L.K. 1998. Evaluasi Tingkat Bahaya Erosi di Kecamatan Kali Bogor Kabupaten Banyumas. Jurnal Penelitian Pertanian. Agrin, ISSN 1410-0029 Vol. 3, No. 5, 5 Oktober 1998. UNSOED., Purwakerto.
73
LAMPIRAN :
74