ANALISIS TINGKAT BAHAYA EROSI MENGGUNAKAN METODE CA (CELLULAR AUTOMATA) DI SUB DAS JENNEBERANG KABUPATEN GOWA PROPINSI SULAWESI SELATAN
AYU PRATIWI H221 09 263
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi tingkat erosi dengan melakukan aturan perubahan penggunaan lahan menggunakan metode CA (Cellular Automata). Data yang diinput adalah data spasial tingkat bahaya erosi existing multi waktu menurut kondisi pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2012. Seluruh data spasial ini diubah kedalam format ASCII yang diolah dan dianalisis menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Simulasi dilakukan mulai pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2012 dengan durasi waktu tiap 3 tahun, yang selanjutnya akan divalidasi dengan algoritma Kappa dan Fuzzy Kappa. Aturanaturan yang dirumuskan dalam model CA menghasilkan peta tingkat bahaya erosi (TBE) dengan periode tiga tahunan yakni 2006, 2009, dan 2012. Hasil perhitungan luas daerah untuk tingkat bahaya erosi setelah simulasi untuk tahun 2006, 2009, dan 2012 mengalami penurunan rata-rata sebesar 2% dari tingkat bahaya erosi sebelum simulasi. Kata kunci: CA (Cellular Automata), SIG (Sistem Informasi Geografis), Kappa, Fuzzy Kappa
I. PENDAHULUAN Peningkatan
jumlah
kegiatan
pembangunan
pesat
mengakibatkan
memperhatikan penduduk
negatif
yang
ditimbulkannya.
semakin
Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan tersebut,
peningkatan
antara lain: penebangan hutan secara liar,
kebutuhan manusia terhadap sumberdaya
perladangan berpindah, konversi hutan
lahan. Eksploitasi sumberdaya lahan yang
alam menjadi penggunaan lahan yang lain,
berlangsung sangat intensif menyebabkan
pembangunan perumahan dan industri di
bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang
daerah resapan air, dan penggunaan lahan
dilakukan di dalam suatu wilayah daerah
yang tidak menerapkan prinsip konservasi
aliran
tanah dan air.
sungai
(DAS)
yang
dan
dampak
sering
tidak
Kegiatan tersebut di atas menimbulkan
DAS Jeneberang (BPDAS Jeneberang-
terjadinya tekanan yang berat terhadap
Walanae 2003). Erosi yang terjadi di Sub
kelestarian sumberdaya lahan yang pada
DAS Jeneberang bagian hulu sangat erat
akhirnya
kaitannya dengan kondisi iklim, geologi,
mengakibatkan
degradasi
lahan.
terjadinya
Peningkatan
tingkat
tanah, topografi dan vegetasi yang tumbuh
degradasi lahan mengakibatkan fungsi
di
hidrologis dari DAS tersebut tidak berjalan
penggunaan
dengan
dengan
batuannya yang mudah lapuk, kemiringan
terjadinya fluktuasi debit aliran permukaan
lereng yang relatif curam, serta penutupan
yang tinggi, peningkatan laju erosi, dan
vegetasi yang kurang.
baik,
yang
dicirikan
daerah
tersebut,
serta
lahannya,
bentuk
yaitu
jenis
tingginya tingkat sedimentasi. Perkembangan
pesat pemukiman dan
penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Jeneberang
bagian
hulu,
berdampak
negatif dan sangat berpengaruh nyata terhadap kondisi DAS Jeneberang, dimana tingkat kekritisan lahan telah mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat (BPDAS
Jeneberang-Walanae
2003).
Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut, pada beberapa tahun terakhir
ini
Jeneberang
kondisi Hulu
hidrologis
DTA
menunjukkan
kecenderungan yang semakin menurun. Banjir terjadi pada setiap musim hujan dan
Salah satu langkah yang digunakan untuk mengurangi
laju
permukaan
erosi
dan
diperlukan
penanggulangan,
melalui
aliran upaya
penggunaan
lahan secara optimal dalam mengurangi dampak laju erosi dan aliran permukaan. Penggunaan lahan sendiri sangat erat kaitannya dengan dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal ini terkait dengan pernyataan Waltz ,et al (2004), dimana penggunaan lahan merupakan salah satu wujud keterkaitan yang nyata antara aktivitas
manusia
dan
perubahan
lingkungannya.
kekeringan di musim kemarau merupakan
Ada beberapa pemodelan yang dapat
bukti nyata yang tidak dapat dipungkiri
digunakan dalam perubahan penggunaan
(BPDAS Jeneberang-Walanae2003).
lahan, salah satunya melalui metode
Demikian pula luas areal yang mengalami erosi berat di Sub DAS Jeneberang bagian hulu mencapai 33.269 ha, dan areal ini hampir seluruhnya berada di bagian hulu
Cellular
Automata.
Model
ini
dapat
mempredeksi kondisi di waktu yang akan datang secara spasial.
Cellular
automata
(CA)
awalnya
diperkenalkan oleh von Neumann dan
penggunaan lahan untuk pengendalian erosi di Sub-DAS Jeneberang.
Ulam pada tahun 1948 sebagai model sederhana sistem
untuk
menyelidiki
kompleks
mempelajari
secara
proses
perilaku
luas
biologi
dan seperti
II. LOKASI DAN DESKRIPSI AREA PENELITIAN
memperbanyak diri (Von Neumann, 1966;
Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS
Toffoli T and Margolus N. 1987).
Jeneberang, Kab.Gowa Propinsi Sulawesi
Model CA adalah suatu metoda komputasi untuk
memprediksi
perubahan
sistem
dinamik yang bergantung pada aturan sederhana dan berkembang hanya menurut aturan tersebut dari waktu ke waktu. CA telah banyak diterapkan di berbagai bidang ilmu, baik di bidang ilmu sosial maupun ilmu eksakta. Salah satunya dalam Houet, T., Moy, L.M., (2004). Dimana penelitian ini
menghasilkan
prediksi
perubahan
tutupan lahan kota berdasarkan skenario dan jumlah iterasi selama prosesnya dengan
menggunakan
model
Cellular
Automata.
Selatan (Gambar 1) Secara geografis DAS Jeneberang terletak pada 119o23’50”BT 119o56’10“BT
dan
05o10’00”LS
05o26’00” LS
dengan panjang sungai
-
utamanya 78,75 km. Daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang secara administrasi berada dalam Kabupaten Dati II Gowa, Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. Sungai Jeneberang
bersumber
dari
Gunung
Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang, mempunyai ketinggian ± 2.833 mdpl. Arah utama pengalirannya adalah ke barat pada bagian hulu dan ke barat daya pada bagian tengah dan pada bagian hilir terpecah menjadi dua arah ke barat laut dan ke barat
Dinamika perubahan penggunaan lahan
daya.
setiap saat dan di lokasi manapun akan
menjadi Sub DAS diantaranya Sub DAS
selalu
untuk
Jeneberang dengan luas total sebesar
meminimalisasi faktor tersebut, diperlukan
34.238 ha dan menurut Dinas Pekerjaan
aturan
Umum Propinsi Sulawesi Selatan (1988)
berlangsung. dan
juga
Namun skenario
sehingga
DAS
Jeneberang
Devianto
(2008),
terbagi
perubahanya akan mengurangi dampak
dalam
kerusakan yang ditimbulkannya. Karena
Jeneberang
itu penelitian ini akan menggunakan model
administratif Kecamatan Tinggimoncong
CA untuk melakukan simulasi perubahan
Kabupaten Gowa.
termasuk
Sub
lagi
dalam
DAS wilayah
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI
Ap = R.K.LS
USLE merupakan suatu model parametrik
Keterangan: Aa = Erosi Aktual; Ap =
untuk memprediksi erosi dari suatu bidang
Erosi Potential
tanah. USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suat kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam
pertanaman
dan
tindakan
pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan (Arsyad, 1989). Pendugaan menggunakan
Erosi
dilakukan
Metode
USLE
persamaan sebagai berikut: Aa = R.K.LS.C.P …………(1)
dengan dengan
R = Indeks Erosivitas Hujan K = Erodibilitas Tanah LS = Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng C = Vegetasi P = Teknik Konservasi Tanah dan Air Faktor R, K, L dan S secara matematis dapat dikategorikan sebagai variable tidak terkontrol.
Dengan
kata
lain,
untuk
menurunkan erosi hanya dapat dilakukan
dengan cara memanipulasi nilai C dan P (Suwardjo, et al. 1990) Data Curah Hujan
Data DataTanah Tanah
Panjang Panjang lereng lereng
Lereng Lereng
Tindakan Tindakan Konservasi Konservasi
Land LandUse Use
Faktor R,K,L,S,C,P Erosi= R.K.L.S.C.P
Kelas Erosi
Peta Erosi
Gambar 2 Skema Penentuan Kelas Erosi Perangkat lunak yang digunakan yaitu SIG,
Bulan Juli sampai Oktober dan Angin
SpaCelle,
Mapper,Map
Muson Barat Laut yang bertiup antara
Comparison Kit (MCK) dan Microsoft
November sampai April. Angin Muson
Excel.
Tenggara
Global
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
bersifat
kering
yang
menyebabkan musim kemarau dan Angin Muson Barat Laut bersifat basah yang
Curah Hujan
menyebabkan musim hujan.
Daerah penelitian seperti halnya daerah
Data
lain di Indonesia dipengaruhi oleh angin
Berdasarkan data diketahui jumlah curah
Muson Tenggara yang bertiup antara
hujan rata-rata maksimum sebesar 703.38
diperoleh
dari
enam
stasiun.
mm dan jumlah curah hujan rata-rata minimum sebesar 11.21 mm.
Tabel 1 Curah hujan bulanan dalam satu tahun di enam stasiun Stasiun
Bulan
Bontobili
Malino
Rata-rata
Bili-Bili DAM
Jonggoa
Limbunga
Mangenpang
(mm)
Jan
509.00
863.00
538.86
711.86
625.43
972.14
703.38
Feb
322.00
717.00
490.71
518.57
568.43
887.00
583.95
Mar
236.00
502.00
385.57
451.57
463.43
660.86
449.90
Apr
324.00
442.00
181.29
226.71
259.00
368.57
300.26
Mei
89.00
216.00
97.43
64.29
102.86
176.71
124.38
Jun
39.00
143.00
61.00
83.71
83.57
105.29
85.93
Jul
5.00
101.00
14.43
23.71
48.86
60.86
42.31
Ags
12.00
25.00
0.29
19.86
7.43
2.71
11.21
Sep
26.00
48.00
4.71
8.57
17.86
26.71
21.98
Okt
80.00
85.00
131.71
148.14
141.86
196.00
130.45
Nov
454.00
379.00
233.29
335.43
241.43
507.14
358.38
Des
604.00
772.00
519.43
623.29
647.86
1,043.43
701.67
Total
2,700.00
4,293.00
2,658.71
3,215.71
3,208.00
5,007.43
3,513.81
DAS Jenneberang terletak pada ketinggian
Geologi dan Jenis Tanah
antara 65-2800 mdpl. Berdasarkan peta digital jenis tanah, jenis tanah
yang
terdapat
di
Sub
DAS
Jeneberang adalah Andosol Coklat yang terbentuk dari bahan induk tufa vulkan masam
dan
alkali,
Latosol
Coklat
Kekuningan dari bahan induk tufa vulkan masam
sampai
intermedier,
Komplek
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dari bahan induk tufa dan batuan vulkan intermedier
serta
Mediteran
Kemerahan.
Sub
DAS
Coklat
Jenneberang
didominasi oleh jenis tanah Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol
Kemiringan Lereng Faktor kemiringan dan panjang lereng sangat
berpengaruh
terhadap
erosi.
Semakin curam lereng akan membuat erosi semakin tinggi. Sub DAS Jenneberang memiliki bentuk wilayah dan kemiringan lereng yang cukup beragam dari datar hingga berbukit-bergunung. Wilayah yang lebih dominan dengan kemiringan lereng agak miring (4-8%) menempati luas 13271.5 Ha.
dengan luas 22377.5 Ha.
IV.I Evaluasi Tingkat Bahaya Erosi
Topografi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan
Berdasarkan hasil pengolahan peta digital elevasi skala 1 : 200.000, wilayah Sub
berdasarkan tingkat erosi atau laju erosi (ton/ha/tahun) dengan kedalaman tanah.
Perbedaan tingkat erosi antar satuan lahan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Sebelum
disebabkan
Simulasi
karakteristik setiap satuan
lahan berbeda-beda. Factor-faktor yang menentukan tingkat erosi tersebut adalah: Erosivitas Hujan (R), Erodibilitas Tanah (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Pengelolaan Tanaman (C), dan Praktek
Berdasarkan hasil perhitungan dari factor R,K,L,S,dan CP maka didapatkan peta hasil erosi untuk tahun 2003,2006,2009, dan 2012.
Konservasi (P). a. Tahun 2003
(Gambar 3 Peta Tingkat Erosi tahun 2003 Sub DAS Jenneberang)
Untuk tahun 2003,
dapat dilihat bahwa
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
“Erosi
menempati wilayah terluas dengan total
terkecil dengan total wilayah 959.658 Ha
wilayah 19562.500Ha atau sekitar 52 %
atau sekitar 3 % dari keseluruhan luas
dari
wilayah DAS Jenneberang.
keseluruhan
b. Tahun 2006
luas
wilayah
DAS
Rendah”
menempati
wilayah
(Gambar 4. Peta Tingkat Erosi tahun 2006 Sub DAS Jenneberang)
Untuk tahun 2006, dapat dilihat bahwa
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
“Erosi
menempati wilayah terluas dengan total
terkecil dengan total wilayah 959.502 Ha
wilayah 19509.300Ha atau sekitar 52 %
atau sekitar 3 % dari keseluruhan luas
dari keseluruhan c. Tahun 2009
wilayah
luas
wilayah
DAS
Rendah”
menempati
(Gambar 4.11 Peta Tingkat Erosi tahun 2009 Sub DAS Jenneberang)
wilayah
Untuk tahun 2009,dapat dilihat bahwa
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
“Erosi
menempati wilayah terluas dengan total
terkecil dengan total wilayah 959.502Ha
wilayah 19511.600Ha atau sekitar 52 %
atau sekitar 3 % dari keseluruhan luas .
dari keseluruhan d. Tahun 2012
luas
wilayah
Rendah”
menempati
wilayah
DAS
(Gambar 5 Peta Tingkat Erosi tahun 2012 Sub DAS Jenneberang)
Untuk tahun 2012dapat dilihat bahwa erosi
memperoleh
dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
menurunkan tingkat bahaya erosi. Aturan
menempati wilayah terluas dengan total
ini akan disimulasikan dalam program
wilayah 19802.600 Ha atau sekitar 52 %
Spacelle, dimana sebelumnya diperlukan
dari
DAS
beberapa lapisan diantaranya penggunaan
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat
lahan, konservasi lahan serta tingkat
“Erosi
bahaya erosi sebelum simulasi.
keseluruhan Rendah”
luas
wilayah
menempati
wilayah
terkecil dengan total wilayah 959.658 Ha atau sekitar 3 % dari keseluruhan luas wilayah DAS Jenneberang.
beberapa aturan perubahan penggunaan hal
ini
dapat
Simulasi hasil
simulasi
maka
didapatkan peta hasil erosi untuk tahun
Sebelum memulai simulasi diperlukan lahan,
yang
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Setelah
Berdasarkan
Aturan Simulasi
aturan
dimaksudkan
untuk
2006,2009, dan 2012, sebagai berikut:
Untuk tahun 2006 dapat dilihat bahwa
Data
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
perhitungan hasil erosi sebelum simulasi
menempati wilayah terluas dengan total
tahun 2006,2009,2012 dan hasi simulasi
wilayah 20,858.30 Ha atau sekitar 55 %
2006,2009,2012.
dari
keseluruhan
luas
wilayah
DAS
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat “Erosi
Rendah”
menempati
wilayah
terkecil dengan total wilayah 824.13 Ha atau sekitar 2 % dari keseluruhan luas wilayah DAS Jenneberang. Untuk tahun 2009,
dapat dilihat bahwa
menempati wilayah terluas dengan total wilayah 20,901.80 Ha atau sekitar 55 % keseluruhan
luas
wilayah
DAS
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat “Erosi
Rendah”
menempati
wilayah
terkecil dengan total wilayah 806.31Ha atau sekitar 2 % dari keseluruhan luas wilayah DAS Jenneberang. Untuk tahun 2012,
dapat dilihat bahwa
menempati wilayah terluas dengan total wilayah 21,043.60 Ha atau sekitar 56 % keseluruhan
luas
wilayah
DAS
Jenneberang. Dan erosi dengan tingkat “Erosi
Rendah”
menempati
wilayah
terkecil dengan total wilayah 825.57 Ha atau sekitar 2 % dari keseluruhan luas wilayah DAS Jenneberang. Perbandingan
Hasil
adalah
Untuk tahun 2006 didapatkan bahwa hasil perhitungan sebelum simulasi untuk erosi dengan kelas “Sangat Tinggi” mengalami peningkatan sebesar 3 % dari luasan awal 19509.3
Ha
menjadi
20858.3
Ha.
Rendah” mengalami penurunan sebesar 1%. Untuk tahun 2009 didapatkan bahwa hasil perhitungan sebelum simulasi untuk erosi dengan kelas “Sangat Tinggi” mengalami peningkatan sebesar 3 % dari luasan awal 19511.6Ha
menjadi
20901.8Ha.
Sedangkan untuk kelas erosi “Sangat Rendah” mengalami penurunan sebesar 1%.
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
dari
dibandingkan
Sedangkan untuk kelas erosi “Sangat
erosi dengan tingkat “Erosi Sangat Tinggi”
dari
yang
Erosi
Simulasi dan Hasil Simulasi
Untuk tahun 2012 didapatkan bahwa hasil perhitungan sebelum simulasi untuk erosi dengan kelas “Sangat Tinggi” mengalami peningkatan sebesar 4 % dari luasan awal 19802.6Ha
menjadi
21043.6Ha.
Sedangkan untuk kelas erosi “Sangat Rendah” mengalami penurunan sebesar 1%. Perbandingan perhitungan tingkat erosi
Sebelum
sebelum simulasi dengan hasil simulasi ditunjukkan pada gambar 6
Tahun
Perbandingan Perubahan Existing
Simulasi
Selisih
2006
2009
2012
Tanpa perubahan penggunaan lahan
Ket
Terjadi perubahan penggunaan lahan
(Gambar 6 Perbandingan perubahan tingakat erosi sebelum simulasi dan sesudah simulasi pada tahun 2006,2009,2012)
Uji Validasi Uji
validasi
dimaksudkan
untuk
mengetahui tingkat kepercayaan terhadap hasil yang diperoleh dari simulasi. Untuk uji
validasi
sendiri
menggunakan
Microsoft Excel dan Map Comparison Kit (MCK). Untuk hasil penggunaan excel didapatkan selisih antara luas wilayah erosi sebelum simulasi dan setelah simulasi ditunjukkan pada tabel dibawah.
Tabel 2 Selisih antara luas wilayah erosi sebelum simulasi dan setelah simulasi Tahun & luas perbedaan dalam (Ha) TBE
2006
2009
2012
Sangat Rendah (0-5)
387.14
4%
387.6
4%
117.87
1%
Rendah (5-12)
135.372
14%
153.192
16%
134.088
14%
Sedang (12-25)
570.11
17%
681.94
20%
423.11
13%
Tinggi (25-60)
376.76
10%
280.87
8%
628.88
17%
Agak Tinggi (60-150)
-36.46
3%
-30.2
3%
20.24
2%
Sangat Tinggi (> 150)
-1349
7%
-1390.2
7%
-1241
6%
Tabel diatas menunjukkan bahwa selisih antara hasil erosi existing dan hasil
Sedangkan
untuk
hasil
menggunakan Map Comparison Kit (MCK) baik dengan algoritma
simulasi tidak terlampau jauh.
validasi
Kappa
maupun Fuzzy Kappa didapatkan seperti table dibawah. Tabel 3 Nilai kappa simulasi
Statistik
Perbandingan Peta Referensi Dengan Simulasi 2006
2009
2012
Kappa
0.93097
0.92565
0.93087
Klocation
0.98848
0.98435
0.99131
Khisto
0.94182
0.94036
0.93903
Fraction Correct
0.95563
0.95224
0.9561
Nilai Kappa yang disjikan pada table
memuat 6 kategori tingkat erosi. Namun
diatas
demikian,
menunjukkan
bahwa
program
menghitung secara keseluruhan sel yang
program
menghasilkan
nilai
kategori seperti tabel.
Tabel 4 Nilai fuzzy kappa simulasi
ini
juga
statistic
dapat menurut
TBE
Tahun 2006
2009
2012
Sangat Rendah (0-5)
0.95815
0.96102
0.940
Rendah (5-12)
0.91958
0.91137
0.920
Sedang (12-25)
0.85593
0.81745
0.868
Tinggi (25-60)
0.78544
0.7573
0.827
Agak Tinggi (60-150)
0.9951
0.99853
1.000
Sangat Tinggi (>150)
0.86519
0.8589
0.958
Berdasarkan
table diatas, nilai yang
erosi sangat ringan, akan tetapi perbedaan
didapatkan berada pada rentang baik
yang
hingga sangat baik dengan nilai diatas
wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat
70% (berdasarkan nilai ambang batas
bahaya erosi tinggi dan sangat tinggi. Perlu
Monserud and Leemans 1992 dalam
dilakukan
paharuddin 2012)
metode yang sama pada daerah yang
erosi
dengan
mencolok
terlihat
penelitian-penelitian
pada
dengan
berbeda untuk melihat matrik tingkat
V. KESIMPULAN Prediksi
sangat
kesamaannya sehingga bisa dilihat apakah menggunakan
metode ini cocok atau tidak diterapkan di
metode ini tidak memperlihatkan hasil
Indonesia.
yang jauh berbeda dengan penelitian yang
simulasi hendaknya menyertakan pula
menggunakan data lapangan pada wilayah-
faktor sosial dan ekonomi, sehingga
wilayah yang mempunyai tingkat bahaya
didapatkan hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[Dephut] Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dephut. Gardner, F.P., Pearce R.B, dan Mitchell, R. L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan
Selain
itu,
Dalam
proses
Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Haridjaja O. 2000. Pencemaran Tanah dan Lingkungan. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Paharuddin,dkk 2013. Desain model Cellular Automata dalam penyusunan scenario penggunaan lahan untuk pengendalian erosi di Sub Das Jeneberang. Universitas Hasanuddin
Sutiyono AP. 2006. Penggunaan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Karateristik Hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Toffoli T., and Margolus N., Cellular Automata Machines: A New Environment for Modeling, Cambridge, MA: MIT Press, 1987 Von Neumann J., The Theory of Selfreproducing Automata, Urbana, IL: Univ. of Illinois Press, 1966