ANALISIS SUBSlDl SllANG ANTAR UNIT PRODUKSI Dl RSUD WONOGlRl Bagus Trihandoyo dan Wahyu Pudji Nugraheni
ABSTRAK Cost Recovery Rate (CRR) forproduction unit at District Hospital was influenced each income levelto expect establishing cross-subsidy concept for equity of health care sewice. The case research performed at i (one) District Hospital in Central Java Province Wonogiri District Hospital). The data is collected by observing available research result of writer in 2000 and the financial data collection 2001 by applies adjustment with Consumption Price Index (CPI) of budget 2000. There are 2 methods of cost calculation namely full cost and direct cost. The research result shows tha the highest production unit income at Wonogiri Distric Hospital 2000 is from hospital wards and the lowest from electrical diagnostic, in 2001 the highest also from hospital wards and the lowest from operation room (OK). Full cost calculation defind that biggest total cost at production unit of year 2000 at Wonogiri Distric Hospital is hospital wards and the lowest electro diagnostic, in 2001 the biggest and the lowest are also from hospital ward and electro diagnostic. If calculation with direct cost the bigest and the lowest in 2000 are hospital wards and electro diagnostic, in 2001 -the bigest and the lowest also from hospital wards and electro diagnostic. CRR at Wonogiri Distric Hospital full cost calculation difine that there are 2 production units having CRR > 100%. CRR percentage of retribution at WonogjriDistrict Hospital 35.27 and 29.95%. and direct cost calculation define also 2 production units having CRR > loo%, CRR percentage of distribution at Wonogiri District Hospital 56.98 and 47.09%. Full cost calculation business yield remaining (SHU) of production unit at Wonogiri District hospital in 2000 and 2001 almost never have positive SHU that there are some production units having positive SHU where such cross subsidy is establish among production units. However total SHU from total retribution show negative result.
Key words: hospital, production unit, cross subsidy
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 berdampak pada pembiayaan kesehatan, yaitu
menurunnya anggaran dari pemerintah dan meningkatnya tingkat ketergantungan terhadap bantuan luar ncgen. Dengan makin memburuknya perekonomian makro, maka pemerintah perlu melakukan lagi rasionalisasi
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bag1us Trihandoyo, Wahyu Pudji Nugraher7i)
anggaran yang jelas akan lebih menurunkan kapasitas pemerintah untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah akan mengantar kita kepada perubahan yang cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintah. Desentralisai bukan saja sampai tingkat propinsi, tetapi sampai tingkat kabupatenlkota. Bidang pemenntah yang akan didesentralisasikan termasuk kewenengan bidang kesehatan, bahkan kesehatan menjadi kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh kabupatenlkota. Untuk mendukung pembiayaan kesehatan dalam pelaksanaandesentralisasi seperti diamanatkan dalam UU No. 25 tahun 1999 telah terbit beberapa Peraturan Pemerintah yakni: a. PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. b. PP No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. c. PP No. 106 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan. d. PP No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Penyusunan anggaran pembangunan tahun 2001 juga telah menampung berbagai ketentuan yang digariskan
dalam UU 22 tahun 1999 dan UU 25 1999. Dengan demikian penetapan prioritas pembangunan daerah menjadi kewenangan daerah. Gambaran selama,6 tahun (19901 1991-199611997) menunjukkan besamya potensi masyarakat yang ditunjukkan dengan meningkatnya secara drastis penerimaan langsung (retribusi) dari pengguna jasa Rumah S Pemerintah. Perubahan tersebut mendapat tantangan dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang berdampak langsung terhadap kesehatan adalah situasi yang berkaitan dengan dua hal, yaitu: Pertama, penurunan pendapatan nyata seluruh masyarakat yang berkaitan lebih lanjut berupa sarana pelayanan kesehatan pemerintah akan menerima beban yang jauh lebih besar dari sebelumnya dan kedua, berkurangnya sumber daya pelayanan dan program kesehatan. Pemerintah daerahlkota harus mengatisipasi ha1tersebut di atas dengan melakukan alokasi DAU dan pendapatan asli daerah (PAD) atau sumber dana lain untuk kesehatan, paling tidak untuk kebutuhan biaya 2 kelompok program yang menjadi tanggung jawab pemerintah, yaitu public goods dan protecting the poor. Pembiayaan kesehatan bertujuan menyediakan dana yang memadai dan terciptanya insentif keuangan yang benar bagi para penyedia pelayanan kesehatan, agar masyarakat memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desernber 2002: 148-169
pribadi rnaupun kesehatan rnasyarakat. Ini berarti upaya rnengurangi atau mernperkecil kemungkinan seseorang tidak dapat rnernbayar biaya pelayanan kesehatan, atau rnengalami kesulitan dalarn mernperoleh pelayanan kesehatan, ha1 tersebut diperlukan peningkatan baik kualitas rnaupun pernerataan pelayanan kesehatan. Dalarn rneningkatkan kualitas pelayanan dan pemerataan pelayanan kesehatan perlu didukung adanya dana yang cukup rnemadai, terutarna dalarn rnernbangun dan menyediakan sarana dan prasarananya. Untuk itu perlu adanya perbaikan dalarn pengalokasian dana dalam konsep yang menyeluruh sesuai dengan kondisi wilayah. Kesehatansebagai salah satu sektor pernbangunan yang menyerap dana tidak sedikit, akan terkena imbas dari konsekuensi fakta tersebut di atas, khususnya Rumah Sakit sebagai salah satu sistern dalarn sektor kesehatan yaitu sernakin rnahalnya biaya operasional yang ditanggung, di mana ha1 ini secara langsung akan berpenganih terhadap pelayanan di Rumah Sakit. Kondisi tersebut secara langsung akan mempengaruhi pada kinerja Rurnah Sakit, khususnya dalarn ha1 kualitas pelayanan terhadap masyarakat secara luas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan menurunnya alokasi anggaran dari pemerintah kepada Rumah Sakit maka biaya untuk operasional Rurnah Sakit juga akan menurun. Padahal pelayanan kesehatan yang bermutu tidak
terlepas dari cukupnya dana yang tersedia karena mutu yang baik memerlukan biaya yang memadai. RurnahSakit sebagai salah satu subsistern dalam kesehatan rnerupakan suatu system yang kornpleks, dilihat dari segi pelayanan Rumah Sakit rnerniliki berbagai macarn pelayanan baik rawat inap maupun rawat jalan. Dan sudut pandang rnasyarakat, segrnen pasar Rumah Sakit kelas sangat beragam yaitu masyarakat mulai ekonomi kelas bawah sarnpai ekonorni kelas atas, sebagai contoh dalam pelayanan swat map, fenomena tersebut tergambarkan pada jenjang kelas penawaan, yaitu terdiri dari kelas Ill. 11, I dan VIP. Hat ini tentu saja mernbawa konsekuensi bagi Rumah Sakit untuk rnengatur anggaran keuangannya agar seluruh lapisan masyarakat yang dapat menerirna pelayanan yang optimal tanpa terkecuali. Untuk itu perlu pengaturan tersendiri dan cennat dalam ha1 pembiayaan agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pada umumnya Rumah Sakit pernerataah khususnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tidak rnempunyai keletuasaan untuk meningkatkan pendapatan, ha1 ini dikarenakan tarif pelayanan ditetapkan oleh Peraturan Daerah (Perda), akan tetapi tidak sedikit masyarakat sebetulnya mampu untuk mernbayar tarif yang lebih tinggi dari tarif yang ditentukan oleh Perda tersebut. Kalaupun RSUD dapat menghasilkan pendapatan tetapi penghasilan tersebut tidak dapat dimanfaafkan secara
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandoyo, Wahy~rPudji Nugraheni)
langsung oleh RSUD bersangkutan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta masih membutuhkan subsidi yang relatif cukup besar dari pemerintah. Menyadari keterbatasan dana pemerintah yang tersedia, maka perlu dicari upaya-upaya untuuk mengurangi subsidi pada sarana kesehatan diantaranya penyesuaian tarif don otonomi RSUD. Rumah Sakit mempunyai banyak unit produksi yang tingkat utilisasi yang berbeda, sehingga di dalam melakukan proses produksi memerlukan biaya yang berbeda pula. Ada unit produksi yang tingkat utilisasinya rendah dan menyebabkan tingkat pendapatannya juga rendah, tetapi membutuhkan biaya yang cukup besar karena economic of scale tiap unit produksi ini tidak bisa dihilangkan karena sangat terkait dengan pelayanan, sehingga mengakibatkan sulit untuk melakukan proses produksi jika tidak ditunjang dana dari unit produksi yang lain yang potensial serta merupakan revenue center bagi Rumah Sakit. Konsep aliran dana dari unit produksi yang tingkat pendapatannyatinggi ke unit produksi yang tingkat pendapatannya rendah (subsidi silang) sudah banyak diterapkan di berbagai Rurnah Sakit, akan tetapi apakah konsep subsidi silang tersebut sudah berjalan dengan baik?, sayangnya ha1 ini yang belum banyak diketahui. Selain konsep subsidi silang antar unit produksi ha1 yang perlu diperhatikan di dalam suatu proses produksi pelayanan di Rumah Sakit, ada
faktor penting pula yang perlu diperhatikan yaitu penyesuaian tarif pelayanan, karena tarif pelayanan merupakan salah satu sumber pendapatan dari unit produksi yang ada di Rumah Sakit. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. pada tahun 2000 di RSUD Wonogiri menunjukkan bahwa Maya total dari kedua RSUD tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan totalnya, sehingga masih diperlukan subsidi dari pemerintah. Basamya subsidi yang diberikan oleh pemerintah (baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) pada tahun 2000 juga cukup besar, yaitu sebesar Rp5.249.918.720,OO. Dari data tersebut di atas terlihat bahwa masih cukup besarnya subsidi yang diberikan oleh pernerintah, walaupun RSUD Wonogiri merupakan Rumah Sakit unit swadana yang mana salah satu tujuan unit swadana adalah mengurangi subsidi, ha1 ini jika dikaitkan dengan keterbatasan kemampuan pemerintah untuk mernbiayai pelayanan kesehatan, maka RSUD Wonogiri perlu menjalankan mengaplikasikan proses subsidi silang antar unit produksi serta penyesuaian tarif pelayanan berdasarkan perhitungan unit cost, agar dapat meningkatkan mutu pelayanan serta meningkatkan pendapatan dari masing-
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169 masing unit produksi, yang akhirnya dapat mengurangi subsidi pemerintah. Konsep subsidi silang mernang sudah banyak diterapkan di Rumah Sakit, akan tetapi aplikasi dari subsidi silang tersebut belum banyak dikupas dan ditelaah. Dengan dasar kondisi di atas serta merujuk hasil penelitian analisis biaya don penghitungan unit cost di kedua RSUD pada tahun 2000 yang telah dilakukan tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis subsidi silang antar unit produksi di RSUD Wonogiri dengan harapan dapat memberikan tambahan informasi mengenai aplikasi dari konsep subsidi silang di Rumah Sakit, sebagai salah satu alternatif solusi rnasalah pembiayaan di RSUD dikaitkan dengan adanya kondisi ekonomi saat ini yang sedang dilanda krisis dan rnenjawab permasalahan keuangan intern Rumah Sakit dalam mewujudkan 'pemerataan pelayanan kesehatan bagi mayarakat luas khususnya masyarakat yang kurang mampu. Lebih jauh daripada itu sebenamya dari subsidi silang diharapkan akan dapat melindungi penduduk yang kurang mampu akibat intervensi penyesuaian tarif di Rumah Sakit.
ICRR) masing-masing unitproduksi. Oleh karena itu diharapkan konsep subsidi silang dapat berjalan, di mana unit produksi yang tingkat pendapatannya tinggi dapat memberikan subsidi pada unit produksi yang tingkat pendapatannya rendah. Kebijakan subsidi silang antar unit produksi diharapkan dapat menjawab permasalahan pembiayaan di RSUD Wonogiri dan selanjutnya dapat memberikan dampak terhadap pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan fakta di atas, maka perlu dilakukan penelitian sarnpai sejauh mana aplikasi dari konsep subsidi silang antar unit produksi di kedua RSUD Wonogiri dapat dilaksanakan. Pertanyaan Penelitian a.
b.
c.
Masalah Rumah Sakit mempunyai unit produksi yang bervariasi tingkat pendapatannya, sehingga ha1 ini secara langsung rnempengaruhi tingkat pemulihan biaya (cost recovery rate
d.
Berapakah pendapatan total (total revenue) yang ditenma oleh rnasingmasing unit produksi RSUD Wonogiri? Berapakah biaya total (total cost) di masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri, baik secara full cost maupun direct cost? Seberapa besar tingkat pernulihan biaya (cost recovery rate) di masingmasing unit produksi RSUD Wonogiri, baik secara full cost rnaupun direct cosf? Berapa besaran subsidi silang (sisa hasil usaha1SHU) yang terjadi pada masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri, baik secara full cost maupun direct cost?
Analisis Subsidi Silang antar Uni! Produksi (Bagus Triharidoyo, Wahyil Pudji Nugrahenr)
Tujuan
Waktu Penelitian
Umum: Mengetahui gambaran subsidi silang antar unit produksi di RSUD Wonogin, Propinsi Jateng. Khusus: 1. Menghitung total pendapatan (total revenue) masing-masing unit produksi di RSUD Wonogin. 2. Menghitung biaya total (totalcost) di masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri, baik seeara full cost maupun direct cost. 3. Menghitung tingkat pemulihan biaya (cost recovery rate) di masingmasing unit produksi di RSUD Wonogin, baik secara full cost maupun direct cost. 4. Menghitung besaran nilai subsidi silang (SHU) yang tedadi pada masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri, baik secara full cost maupun direct cost.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2002.
METODOLOGI PENELlTlAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang menganalisis garnbaran kemampuan dalam pemulihan biaya pada masing-masing unit produksi di Rumah Sakit. Kasus diambil di RSUD Wonogiri. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Wonogiri.
Unit Analisis Unit analisis di dalam penelitian ini adalah laporan dan data keuangan RSUD Wonogiri tahun 2001 serta laporan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu tahun 2000, di mana penelitian tersebut menghasilkan alokasi biaya dari unit penunjang ke unit produksi dengan menggunakandouble distribution method dan besar unit cost masingmasing pelayanan di unit produksi tahun 2000. Pengumpulan Data Pengumpulan data, dilakukan dengan melihat data yang sudah ada dari hasil penelitian sebelumnya yaitu data. keuangan tahun 2000 di kedua RSUD tersebut, dan untuk data keuangan tahun 2001 dengan menggunakan metode indeks harga konsumen dari data biaya tahun 2000. Pengolahan Data Data biaya yang diperoleh dari RSUD Wonogiri, baik biaya di unit penunjang maupun unit produksi akan dilakukan perhitungan yang pada akhimya diperoleh biaya total pada masing-masing unit produksi.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169
Analisis Data Menglutung total pendapatan (TR) dari masing-masing unit produksi. Dalam menghitung pendapatan total dan masing-masing unit produksi tahun 2000 yang bersumber dari retribusi, menggunakan data output dan tarif masing-masing unit produksi yang telah dikumpulkan pada penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya, dengan cara mengalikan output dengan tarif pelayanan pada masing-masing unit produksi. Sedangkan untuk menghitung pendapatan total dari masing-masing unit produksi tahun 2001 yang bersumber dari retribusi, rnelihat laporan jumlah output dan tarif masing-masing unit produksi yang berlaku pada tahun 2001. Tidak ada perubahan tarif di RSUD Wonogiri dari tahun 2000 ke tahun 2001. Selain pendapatan dari retribusi di atas, pendapatan juga didapat dari pendapatan fungsional lainnya, seperti pendapatan jasa medis, ambulance, pengurusan jenazah dan pendapatan lainnya.
2.
Menghitung biaya total (TC) masingmasing unit produksi. Untuk menghitung biaya total masing-masing unit produksi tahun 2000 dipergunakan data yang telah ada (data sekunder) dari hasil penelitian dengan menggunakan 2 (dua) skenario yaitu (1) full cost, mengitung seluruh biaya dan (2)
direct cost, tidak memperhitungkan biaya investasi dan biaya gaji. Sedangkan untuk biaya total masingmasing unit produksi tahun 2001, menggunakan penyesuaian (adjustment) dengan indeks harga konsumen yang berlaku pada tahun 2001. Dan data Badan Pusat Statistik didapat indeks harga konsumen bulan Januari hingga bulan Desember berkisar antara 8,O sampai dengan 10,0%, maka untuk penelitian ini dipergunakan indeks harga konsumen rata-rata pada tahun 2001 sebesar 9,0%. Cara perhitunganTC masing-masing unit produksi dengan mengunakan indeks harga konsumen, adalah sebagai berikut: Total biaya pada masingmasing unit produksi menurut kegunaannya (investasi, operasional dan pemeliharaan) tahun 2000 yang telah didapat pada penelitian sebelumnya dikalikan dengan 1 (satu) ditambah indeks harga konsumen; 3 TC unit produksi tahun 2001 = TC unit ~roduksi tahun 2000 x (1 + 0,09). Dari perhitungan tersebut maka akan didapat biaya total di masing-masing unit produksi menurut kegunaannyapadatahun2001. Untuk biaya gaji tahun 2001 dimasing-masing unit produksi tidak di indeks, karena
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandoyo, Wahyu Pudji Nugraheni) diasumsikan sepanjang tahun 2001 tidak ada kenaikan gaji, sehingga biaya gaji tahun 2000 sama dengan biaya gaji tahun 2001. Perhitungan biaya total masingmasing unit produksi tahun 2001 yang perhitungannya mempergunakan indeks harga konsurnen ini dilakukan pads dua skenario di atas, yaitu secara full cost dan direct cost.
3.
Perhitungan cost recovery rate (CRR) Setelah diketahuinya total pendapatan (TR) dan biaya total (TC) masing-masing unit produksi di RSUD Wonogiri tahun 2000 dan tahun 2001, maka dapat dihitung CRR-nya, baik secara total, unit maupun kasus. Perhitungan CRR ini juga mempergunakan 2 (dua) skenario, yaitu full cost dan direct cost.
4.
Menghitung besaran subsidi silang Besaran subsidi silang dapat diketahui dengan melihat selisih total pendapatan (TR) dengan biaya total (TC) masing-masing unit produksi, sehingga akan terlihat unit produksi yang mempunyai selisih negatif (SHU negatif) yang perlu mendapatkan dana (subsidi) dari unit produksi yang mempunyai selisih positif (SHU positif) dan yang merupakan revenue center.
GAMBARAN UMUM Fasilitas dan Utilisasi RSUD Sragen dan RSUD Wonogiri RSUD Wonogiri terletak di kota Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah, yang dibangun di atas tanah seluas 11.370 M2, dengan luas bangunan 6.370 M2, merupakan Rumah Sakit Pemerintah Daerah type B non-pendidikan, di mana sejak tahun 1999 statusnya menjadi Rumah Sakit unit Swadana. Tingkat pemanfaatan RSUD Wonogiri dapat dilihat dan data jumlah kunjungan di unit produksi rawat jalan dan BOR dan LOS di unit produksi rawat inap. label 1. Data kunjungan rawat jalan tingkat pemanfaatan rawat inap (BOR & LOS) RSUD Wonogiri tahun 2000
dan 2001
Gambaran Wonogiri
Ketenagaan
RSUD
Ketenagaan yang ada di RSUD Wonogin pada tahun 2000 terdin dari pegawai PNS dan pegawai honorer. Jumlah keseluruhan pegawai RSUD Wonogiri adalah 334 orang.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169 Tabel 2. Jenis dan jumlah tenaga RSUD
Wonogiri tahun 2000
Table 3. Neraca keuangan RSUD Wonogiri
tahun 2000
Sumber: Dokumen RSUD Wonogiri, tahun 2000
HASlL PENELITIAN Perhitungan Pendapatan Total di Unit Produksi RSUD Wonogiri
1.
JJ~*
-33Q-.
Sumber: Dokumen RSUD Wonogiri, tahun 2000
Garnbaran Keuangan RSUD Wonogiri Pendapatan RSUD Wonogiri pada tahun 2000 bersumber dari: (1) pendapatan dari retribusi; (2) pendapatan fungsional lainnya; dan (3) subsidi dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pernerintah daerah. Sedangkan pengeluaran total RSUD Wonogiri pada tahun 2000 cukup besar jika dibandingkan dengan pendapatan dari hasil retribusi dan pendapatan fungsional lainnya.
Pendapatan total RSUD Wonogiri dan hasil retribusi yang diperoleh dan penjumlahan perkahan tanf (tidak ada kenaikan tarif dari tahun 2000 ke tahun 2001) dengan utilisasi masing-masing unit produksi, adalah sebesar Rp1.712.190.000,00, tahun 2000 dan Rp1.542.361.000,OO tahun 2001. Unit produksi yang memberikan sumbangan pendapatan terbesar pada tahun 2000 dan 2001, adalah dari pelayanan rawat inap yaitu Rp696.197.500.00 (40,66%), dan Rp632.346.000,OO (41,00%). dan yang terkecil tahun 2000 dan adalah unit produksi diagnostik Rp37.107.000,OO (2,17%) dan unit produksi OK Rp40.015.500,00 (2,59%). Total
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandovo, Wahytr Pudji Nugrahenr)
pendapatan RSUD Wonogiri jika ditambah dengan pendapatan fungsional lainnya - pads tahun 2000 sebesar Rp3.587.621.039,OO dan tahun 2001 sebesar Rp3.586.580.833,OO. Perhitungan Biaya Total d i Unit Produksi RSUD Wonogiri
Perhitungan biaya total rnenggunakan 2 (dua) skenario, yaitu: (1) menggunakan full cost yaitu menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit; dan (2) menggunakan direct cost tidak memasukan biaya gaji dan biaya nvestasi di dalam perhitungan.
1) Perhitungan biaya total dengan cara full cost Untuk menghitung biaya total di unit produksi, terlebih dahulu harus menghitung seluruh biaya asli, baik untuk biaya investasi, operasional maupun biaya pemeliharaan, melalui tahapan-tahapan analisis biaya. Perhitungan total biaya tahun 2000 merupakan rekapitulasi dari perhitungan analisis biaya yang pernah dilakukan, sedangkan untuk tahun 2001, seluruh biaya diperhitungkan dengan mempergunakan indeks harga konsumen, yang diasumsikan rata-rata sebesar 9,0% per tahun.
Tabel 4. Pendapatan total di unit produksi dan pendapatan fungsional lainnya RSUD Wonogiri tahun 2000 dan 2001
Buletin Penelitiarl Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169
Biaya total RSUD Wonogiri tahun 2000 adalah sebesar Rp4.854.741.527,00, dengan rincian: biaya investasi Rp273.877.955,OO (5,64%), operasional Rp4.519.071.922,OO (93,09%) dan perneliharaan Rp61.791.650,OO (1,27%),
sedangkan untuk tahun 2001 biaya total Rp5.149.845.311,00, dengan rincian: biaya investasi Rp298.526.971,OO (5,80%), operasional Rp4.783.965.441,OO (92,90%) dan perneliharaan Rp67.352.899,OO ( I ,31 YO).
Tabel 5. Rekapitulasi biaya total asli (full cost) RSUD Wonogiri tahun 2000 dan 2001
Keterangan:
Hasil analisis biaya dan perhitungan unit cost, laporan penelitian tahun 2000 ** Hasil perhitungan dengan rnenggunakan indeks harga konsurnen
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandoyo, Wahyi~Pudli Nugraher:~)
2)
Perhitungan biaya total dengan cara direct cost. Biaya total RSUD Wonogiri tahun 2000 dan 2001 adalah sebesar Rp3.005.052.972,OO dan Rp3.275.507.740,OO.
Perhitungan Cost Recovery Rate (CRR) di Unit Produksi RSUD Wonogiri
Perhitungan cost recovery rate (CRR) di unit produksi ini juga
mempergunakan2 (dua) skenario, yaitu: (1) menggunakan full cost yaitu menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit; dan (2) menggunakan direct cost yaitu biaya investasi dan biaya gaji tidak dimasukkan di dalam perhitungan.
1) Perhitungan CRR secara full cost Hasil perhitungan CRR secara full cost di masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri tahun 2000 didapat
Tabel 6. Rekapitulasi biaya total asli (direct cost). RSUD Wonogiri tahun 2000 dan 2001
1. Biaya PerneliharaanAlat Medis 8 Non Medis
5.700.000,OO
6.213.000,OO
2. Biaya Perneliharaan (
1.650,OO
55.744.399,OO
3. Biaya Perneliharaan I Biaya Tota
1.000,OO
5.395.500,OO
2.972,OO
3.275.507.740,OO
Keterangan:
Hasil analisis biaya dan perhitungan unit cost, laporan penelitian tahun 2000 ** Hasil perhitungan dengan rnenggunakan indeks harga konsumen
159
Buletin Penelitian Sistern Kesehatan -Val. 5. No. 2 Desernber 2002: 148-169
CRR tertinggi di laboratorium 11732% dan CRR terendah pada rawat jalan 17,54%, sedangkan CRR untuk RSUD Wonogiri secara keseluruhan sebesar 35,27% dan tahun 2001 CRR tertinggi juga pada unit produksi laboratorium yaitu sebesar 117,529'0dan CRR terendah pada unit produksi OK 11,49%, serta CRR untuk RSUD Wonogiri secara keseluruhan sebesar 29,95%. Apabila pendapatan total ditambah dengan pendapatan fungsional larnnya, perhitungan CRR total RSUD Wonogiri secara fullcost akan berubah menjadi 73,90% tahun 2000 dan 69,64% tahun 2001.
2)
Perhitungan CRR secara direct cost Hasil perhitungan CRR secara direct cost masing-masing unit produksi RSUD Wonogin tahun 2000 tertinggi laboratorium 184,71% dan terendah rawat jalan yaitu 24,38%, sedangkan CRR RS UD Wonogiri secara keseluruhan sebesar 56,98%. Tahun 2001 CRR tertinggi juga pada laboratorium yaitu 179,10% dan terendah instalasi rawat jalan 15,35%, dan CRR RSUD Wonogiri secara keseluruhan sebesar 47.09%. Apabila ditambah dengan pendapatan fungsional lainnya, maka CRR total RSUD Wonogiri secara direct cost akan berubah menjadi 119,39% tahun 2000 dan 109,50% tahun 2001.
Tabel 7. Hasil perhitungan CRR di unit produksi dan per kelas pelayanan (fvllcost)RSUD Wonogiri tahun2000dan2001
Keterangan: ' Hasil dari analisis biaya dan perhitungan unit cost. laporan penelitian tahun 2000 ** Hasil perhitungan dengan menggunakan indeks harga konsumen
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandoyo, Wahyil Pudji Nugraheni) Tabel 8. Hasil perhitungan CRR di unit produksi dan per kelas pelayanan (direct cost). RSUD Wonogiri tahun 2000 dan 2001 2001**
IRNA (lama hari rawat)
45,49
37,91
Poli (pasien)
24,38
20,78
UGD (tindakan) Laboratoirium(tindakan)
90,64
78,15 179,lO
184,71
Kamar Operasi (tindakan)
I
CRR (%)
CRR (%) 2000'
Unit Produksi
ICUIICCU (lama hari rawat) Radiologi (tindakan) Diagnostik (tindakan) Total Rumah Sakit
I 1
I I
I
28,19 62,04 151,18 96,19 56.69
I
15,35 42,28 79.73
I
95,84 70.75
I
I
I
Total RS + Pendapatan fungslonal lainnya 119,39 148,25 I Keterangan: ' hasil dari analisis biaya dan pengbitungan unit cost, laporan penelitian tahun 2000. *' hasil pehitungandengan menggunakan indeks harga konsumen. Besaran dan Perbandingan Subsidi Silang antar Unit Produksi RSUD Wonogiri Perhitungan besarnya subsidi silang antar unit produksi di Rumah Sakit dapat dilihat dari besamya pendapatan, biaya dan CRR dan masing-masing unit produksi, sehingga sisa hasil usaha (SHU) masing-masing unit produksi tersebut dapat dihitung. Unit produksi yang CRR-nya lebih dari 100% atau SHUnya positif diharapkan dapat memberikan subsidi kepada unit produksi yang CRRnya kurang dari 100% atau SHU-nya negatif. Perhitungan besaran subsidi silang antar unit produksi di Rumah Sakit mempergunakan 2 (dua) skenario, yaitu:
I
1
I
(1) menggunakan full cost, yaitu menghitung selumh biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing unit produksi yang ada di Rumah Sakit; dan (2) menggunakan direct cost, yaitu tidak mengikut sertakan biaya investasi dan biaya gaji di dalam perhitungan. 1)
Perhitungan besaran subsidi silang antar unit produksi dengan cara full cost. Hasil perhitungan SHU secara full cost pada masing-masing unit produksi RSUD Wonogiri tahun 2000, menunjukan bahwa ada dua unit produksi yang menghasilkan SHU positif yaitu laboratorum dan radiologi, yang masing-masing sebesar Rp44.078.900,OO dan
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169
Rp2.738.877,00, sedangkan untuk unit produksi lainnya rnernpunyai SHU negatif, SHU negatif terbesar di IRNA sebesar (Rp1.976.255.531,OO). SHU total RSUD Wonogiri yang dihitung secara full cost adalah negatif sebesar (Rp3.142.551.529,OO). Tahun 2001 rnenunjukan hanya satu unit produksi yang menghasilkan SHU positif, yaitu unit produksi laboratorium sebesar Rp45.397.354,00, SHU negatif terbesar pada IRNA sebesar (Rp2.191.872.408,OO). SHU total RSUD Wonogiri tahun 2001 dihitung secara full cost adalah negatif sebesar (Rp3.607.484.309,OO).
2)
Perhitungan besaran subsidi silang antar unit produksi dengan cara direct cost. Hasil perhitungan SHU secara direct cost pada masing-masing unit
produksi di RSUD Wonogiri pada tahun 2000, menunjukkan bahwa ada dua unit produksi yang menghasilkan SHU positif, yaitu unit produksi laboratorium dan radiologi yang masing-masing sebesar Rp135.602.237,OO. dan Rp47.283.748,OO. Sedangkan sisanya rnempunyai SHU negatif, SHU negatif terbesar pada IRNA yaitu (Rp834.198.965,OO). SHU total RSUD Wonogiri tahun 2000 negatif sebesar (Rpl.292.862.972,OO). Tahun 2001 hanya satu unit produksi mernperolah SHU positif, yaitu laboratorium sebesar Rp138.016.328,OO dan sisanya menunjukkan SHU negatif, SHU negatif terbesar pada lRNA sebesar (Rp1.035.786.147,OO). SHU total RSUD Wonogiri tahun 2001 negatif sebesar (Rp1.733.146.739,OO).
Tabel 9. Sesaran dan perbandingan subsidi silang antar unit produksi (full cost) RSUD Wonogiri tahun2000dan2001
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandovo, Wahyi~Pudji Nugraheni)
PEMBAHASAN Gambaran Pendapatan Total Pendapatan total dari retribusi RSUD Wonogin sebesar Rp1.712.190.000,00 untuk tahun 2000 dan Rp1.542.361.000,OO untuk tahun 2001. Selisih pendapatan dari retribusi antara tahun 2000 dan tahun 2001 di RSUD Wonogiri turun sebesar Rp169.829.000,OO (9,92%). Penurunan pendapatan tersebut dimungkinkan dampak dan diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, yang mana RSUD Wonogiri sedang melakukan persiapanlmenata kinerjanya untuk meningkatkan utilisasi Rumah Sakit yang secara signifikan akan dapat meningkatkan pendapatanfungsionalnya di tahun-tahun yang akan datang. Gambaran Biaya Total Rumah Sakit merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, ha1 ini membawa dampak terhadap beban biaya yang harus ditanggung oleh Rumah Sakit. Seperti diketahuibahwa Rumah Sakit membutuhkan biaya operasional yang besar, karena memang yang dihasilkan Rumah Sakit pada umumnya adalah komoditi jasa sesuai dengan unit usaha yang dilakukan yaitu bersifat padat karya. Selain itu banyak sekali komponen biaya yang ada di Rumah Sakit hingga menyebabkan besarnya beban biaya keseluruhan di Rumah Sakit. lronisnya pendapatan yang diterima oleh Rumah Sakit pemerintah sering tidak sebanding
dengan beban biaya yang dikeluarkan. Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemasukan Rumah Sakit pemerintah hanya 20% dari biaya operasionalnya. Sehingga kekurangan biaya itu (80%) ditutup dengan subsidi pemerintah. Pada analisis ini penghitungan biaya dilakukan dengan dua skenano, yaitu full cost (menghitung seluruh komponen biaya) dan direct cost (tidak memasukan biaya mvestasi dan gaji di dalam perhitungan). Pada RSUD Wonogiri terlihat bahwa apabila biaya dihitung secara full cost makes diperoleh total biaya tahun 2000 dan 2001 adalah sebesar Rp4.854.741.527,OO dan Rp5.149.845.311,OO. Jumlah itu jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan yang ditenma pada tahun yang sama. Namun demikianjika dihitung secara direct cost diperoleh biaya total RSUD Wonogiri pada tahun 2000 sebesar Rp3,005.052.972,00 dan tahun 2001 Rp3.275.507.740,OO. Untuk perhitungan biaya secara direct cost pun pendapatan total dari retribusi belum bisa menutupi biaya totalnya, baik pada tahun 2000 maupun 2001. Cost Recovery Rate fingkat cost recovery bisa diukur dalam dua bentuk, yaitu: (1) total cost recovery dan (2) unit cost recovery. Total cost recovery adalah perbandingan antara pendapatan total unit produksi (dari pembayaran pengguna pelayanan) dengan Maya total yang dikeluarkan
-
Buletin Penelitian Sistem Keseliatan - Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169 Kalau pendapatan total adalah TR (total revenue) dan biaya total adalah TC (total cost), makes cost recovery adalah TRC, dinyatakan .dalarn persen. Cost recovery secara absolut atau biasa disebut dengan sisa .hasil usaha (SHU) juga bisa dinyatakan sebagai selisih pendapatan dengan biaya (bisa surplus dan bisa juga defisit atau subsidi). Perhitungan CRR masing-masing unit produksi tahun 2000 dan 2001 di RSUD Wonogin yang dihitung baik secara full cost rnaupun direct cost mernperlihatkan bahwa pendapatan total RSUD Wonogiri sudah cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkanjika pendapatan tersebut rnemperhitungkan pendapatan fungsional lainnya, Narnun jika hanya rnernperhitungkan pendapatan dari retribusi RSUD Wonogiri rnasih rnernerlukan subsidi dari pernerintah untuk rnenutupi biaya yang dikeluarkan. Rendahnya tingkat pernulihan biaya RSUD Wonogiri tersebut terutarna jika rnernpergunakan perhitungan secara full cost, ini sudah rnenjadi fenornena lama. Hal ini dikarenakan salah satunya adalah terbatasnya kernarnpuan Rurnah Sakit pernenntah untuk melakukan berbagai rnacarn upaya untuk rnenutupi sebagian atau bahkan seluruhnya biaya yang dikeluarkan. Peliknya birokrasi yang ada selarna ini jelas rnengharnbat segala upaya positif tersebut. Diantara upaya yang dapat dilakukan oleh Rumah Sakit pemerintah adalah dengan menaikkan tarif untuk jenis dan kualitas pelayanan tertentu, tentu saja kenaikan tarif tersebut
harus disesuaikan dengan kernarnpuan rnasyarakat untuk membayar (ability to paylATP) dan kernauan rnasyarakat untuk rnembayar (willingness to pay1 WTP) rnasyarakat seternpat. Sejalan dengan ha1 itu, idealnya Rurnah Sakit pemerintah juga diberi wewenang yang leluasa dalarn rnernanfaatkan secara langsung pendapatan yang diperoleh. Dengan dernikian paling tidak upaya Rumah Sakit pernerintah untuk dapat meningkatkan CRR bisa dilakukan secara maksirnal. Namun demikian dengan kebijakan kenaikan tarif tersebut, harus tetap rnernpertirnbangkan dan melindungi kepentingan rnasyarakat kelas bawah yang tidak rnampu untuk rnernbayar pelayanan yang rnahal. Besaran Subsidi Silang
Konsep swadana diawali dengan disadarinya keterbatasan dan kekurangrnampuan pernerintah untuk rnembiayai Rurnah Sakit atau untuk mernberikan subsidi kelompok masyarakat bawah. Dengan konsep swadana berarti Rumah Sakit diberi otonomi, untuk rnengelola keuangan terutama untuk menggunakan pendapatannya. Narnun dengan konsep swadana ini bukan berarti pemerintah rnelakukan privatisasi atau swastanisasi, akan tetapi Rumah Sakit yang diswadanakan satusnya masih menjadi milik pemerintah, dalam artian Rurnah Sakit tetap diawasi, dinilai dan dikendalikan pemerintah serta juga harus tetap rnengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bagus Trihandoyo, Wahyu Pudji Nugrahenl)
Kebijakan subsidi silang antar unit produksi tergantung dari kebijakan dari masing-masing Rumah Sakit, besarnya subsidi yang akan diberikan kepada suatu unit produksi tidak bisa diukur karena semua pendapatan yang diperoleh masing-masing unit produksi diterima oleh Rumah Sakit dan kemudian dikembalikan ke unit produksi sebagai biaya sesuai dengan kebutuhan dari unit produksi tersebut. Besaran subsidi silang yang bisa diukur hanya selisih dari besarnya pendapatan atas biaya yang dibutuhkan untuk proses produksi suatu unit produksi (SHU), iika SHU positif berarti jumlah tersebut yang diberikan kepada unit produksi lainnya yang mempunyai SHU negatif, demikian pula sebaliknya jika SHU negatif berartijumlah tersebut yang akan diterima dari unit produksi lainnya yang mempunyai SHU positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2000 dan 2001 di RS.UD Wonogiri terjadi subsidi silang antar unit produksidengan justifikasi adanya variasi CRR yang sangat beragam di masingmasing unit produksi. Namun sebagai Rumah Sakit unit swadana sesuai dengan teori bahwa pemerintah akan berkurang dalam memberikansubsidi, ha1 ini tidak terbukti. Justru setelah swadana, subsidi pemerintah untuk RSUD Wonogiri masih sama besarnya. Hat ini tentu saja tidak sesuai harapan dengan dikembangkannya konsep swadana seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Masih tetapnya subsidi pemerintah pada Rumah Sakit unit swadana tersebut mungkin dikarenakan masih rendahnya tingkat pendapatan kedua Rumah Sakit tersebut, terlihat bahwa masih banyaknya CRR di unit produksi di bawah loo%, terutama jika dihitung secara full cost. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tarif yang berlaku di unit pelayanan kesehatan milik pernerintah memang masih di bawah unit cost. Dengan dernikian pemerintah masih memberlakukan tarif subsidi di unit produksi. Hal ini tentu saja sudah tidak relevan lagi karena harga-harga di pasaran semakin meningkat, terutama harga obat setelah krisis ekonomi harga obat di pasaran naik 300%. Seharusnya fenomena ini segera direspon oleh pengelola Rumah Sakit sehingga beban pemerintah tidak terlalu berat dengan mensubsidi biaya operasinal Rumah Sakit yang semakin tinggi. Subsidi silting adalah keadaan di mana teriadi kelebihan pendapatan di atas biaya atau mempunyai SHU positif (surplus) dari satu unit produksi yang dialihkan ke unit produksi lannya yang pendapatannyadi bawah biaya yang ada atau rnempunyai SHU negatif (defisit). Subsidi silang dapat terjadi dalam dua ha1 yaitu ( I ) subsidi silang antar institusi dan (2) subsidi silang dalam satu institusi (intern). Sebagai dasar penelaian terjadi subsidi silang dapat menggunakan CRR sebagai patokan. Seperti telah di atas bahwa apabila CRR > 100% maka suatu unit dalam keadaan surplus dan bisa
Buletin Penelitian Sistem
KE?sehatan-Val. 5. No. 2
rnelakukan subsidi silting, sebaliknya apabila CRR c 100% rnaka suatu unit dalarn keadaan defisit sehingga tidak bisa rnelakukan subsidi silang. Teori tersebut tidak mutlak adanya, ha1 ini apabila dikaitkan dengan kasus yang terjadi dalarn satu institusi Rumah Sakit pernerintah yang terdiri dari beberapa unit produksi, di rnana dana yang tersedia sangat kecil dan di lain pihak biaya yang harus dikeluarkan sangat besar, rnaka untuk terjadi subsidi silang tidak harus suatu unit produksi tersebut dalarn keadaan CRR z 100%. Dalarn satu institusi Rurnah Sakit khususnya Rumah Sakit pernerintah, pengaturan keuangan dilakukan secara terpusat, di rnana pengeluaran dan penerimaan dari masing-masing unit baik unit produksi rnaupun unit penunjang yang ada di Rumah Sakit diatur secara kolektif. Dengan keadaan ini maka subsidi silang antar unit dapat terjadi secara otornatis walaupun tingkat pernulihan biayanya (CRR) tidak lebih dari 100%. Dari hasil perhitungan CRR dan SHU dapat dilihat bahwa RSUD Wonogiri di dalarn perhitungan CRR dan SHU rnenunjukkanadanya subsidi silang antar unit produksi jika perhitungan rnenggunakan direct cost, baik untuk tahun 2000 rnaupun tahun 2001. Dengan melihat hasil di atas, rnaka dapat dikatakan bahwa secara internal telah terjadi subsidi silang diantara unitunit produksi pada masing-masing RSUD. Oleh sebab itu otoritas sentral
Desernber 2002: 148-169
menjadi sangat perlu terutarna guna rnenjamin adanya koordinasi dalarn kegiatan operasional di RSUD. Dengan dernikian subsidi dapat dilakukan diantara unit produksi walaupun CRR yang dihasilkan tidak harus sama atau lebih dari 100%. Fada tabel tersebut di atas juga rnenunjukkan bahwa di RSUD Wonogiri tahun 2000 unit produksi yang rnernilki CRR terbesar adalah unit produksi laboratoriurn dan CRR terendah ada pada unit produksi rawat jalan, untuk tahun 2001 unit produksi yang rnemiliki CRR terbesar adalah unit produksi laboratorurn dan CRR terendah adalah unit produksi kamar operasi. ldealnya subsidi silang yang terjadi apabila CRR unit produksi lebih dari loo%, yang harus diupayakan oleh Rumah Sakit pernerintah adalah meningkatkan tarif rasional unit produksi yang strategis dan dianggap revenue center guna rneningkadcan pendapatan Rurnah Sakit sehingga dapat menutup biaya secara keseluruhan. Dengan dernikian unit produksi yang tingkat pendapatannya kecil dapat tertutupi oleh unit produksi yang tingkat pendapatannya besar dengan besaran subsidi silang, sehingga rnasalah pernbiayaan Rurnah Sakit khususnya RSUD Wonogiri dapat teratasi. KESllVlPULAN DAN SARAN Kesirnpulan Dengan rnelihat hasil penelitian yang telah dilakukan serta rnengacu pada
Analisis Subsidi Silang antar Unit Produksi (Bay1J S Trihandoyo, Wahyii Pudji Nugraher:i) tujuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Terjadi penurunan pendapatan total dari retribusi pada tahun 2000 ke tahun 2001 di RSUD 'Wonogin sebesar Rp169.829.000,OO (9,92%). 2.
3.
Biaya total RSUD Wonogiri pada tahun 2000 sebesar Rp4.854.741.527,OO dan tahun 2001 sebesar Rp5.149.845.311,OO perhitungan secara full cost, bila dihitung secara direct cost tahun 2000 sebesar Rp3.005.052.972,OO dan tahun 2001 Rp3.275.507.740,OO. CRR masing-masing unit produksi tahun 2000 dan 2001 jika dihitung secara full cost, hanya ada satu unit produksi yang mampu menutupi biaya (CRR > 100%) atau hampir tidak ada unit produksi yang mampu untuk saling membatu dalam ha1 biaya (subsidi silang). Demikian pula CRR keseluruhan RSUD Wonogiri pada tahun 2000 dan 2001 baik tanpa ataupun dengan menghitung pendapatan fungsional lainnya semua di bawah 100%. Jika CRR dihitung secara direct cost, sebagian besar unit produksi mampu menutupi biaya (CRR > 100%). Dernikian pula untuk CRR keseluruhan RSUD Wonogiri pada tahun 2000 dan 2001 baik tanpa ataupun dengan menghitung pendapatan fungsional lainnya mampu untuk menutupi biaya totalnya (CRR > 100%).
4.
RSUD Wonogiri pada tahun 2000 dan tahun 2001 iika diperhitungkan secara direct cost menunjukkan adanya subsidi silang antar unit produksi, karena ada beberapa unit produksi yang mempunyai SHU positif walaupun nilainya relatif kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan seluruh unit produksi.
5.
Subsidi pernerintah untuk RSUD Wonogiri masih sama besarnya dengan sebelum RSUD Wonogiri menjadi Rumah Sakit unit swadana. Hal ini tentu saja tidak sesuai harapan dengan dikembangkannya konsep Rumah Sakit unit swadana, karena sesuai dengan teori unit swadana bahwa pemerintah akan mengurangi subsidinya setelah suatu unit di swadanakan.
Saran
1.
2.
Perlu dilakukan analisis biaya lebih lanjut untuk data keuangan tahun 2001, karena perhitungan biaya dengan cara penyesuaian mempergunakan indeks harga konsumen tidak sama persis data riil yang ada di RSUD Wonogiri. RSUD Wonogiri yang merupakan RSUD unit swadana tersebut, dalam waktu mendesak bisa melakukan penyesuaian tarif pada unit produksi yang mempunyai CRR di atas 100% atau unit produksi yang CRR mendekati 100% untuk dijadikan revenue center bahkan profit center,
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan -Vol. 5. No. 2 Desember 2002: 148-169 Hal ini juga akan mendorong adanya subsidi silang antar unit produksi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA , 1997. Analisa Situasi KelompokKelompok Kerja Repelita VII Bidang Kesehatan. Kelompok V "Pembiayaan Kesehatan di Indonesia", Departemen Kesehatan, Jakarta: 29 hlm.
.
1998. Mobilisasi Dana Kesehatan, PZKT, ICDC Project, FKM-UI, Depok: 76 hlm. ,1998.RencanaLima Tahun Refom~asi Pembangunan Kesehatan 199W19992003/2004, Departemen Kesehatan, Jakarta: 62 hlm. Bambang S, dan Kartasaputra G. 1992 Kalkulasi dan Pengendalian Biaya Produksi, Renika Cipta, Jakarta: xii + 238 hlm. Boedihartono, 1980.Manajemenpada Rumah Sakit Pemerintah, Kumpulan Naskah llmiah Kongres I Persi di Jakarta. Creese A, dan Parker D, 1994.Cost Analysis in Primary Health Care "A Training Manual For Programme Managers," World Health Organization, Geneva: x + 147 hlm.
Panel Nasional, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam ~ ~ t i m a l i s a sdan i'~~~ PembiayaanKesehatan di Era Otonomi Daerah, JMK-UGM. Yoyakarta: 8 hlm. Gani. A. 2001. Kemitraan Sektor Pemerintah dan Swasta dalam Pelayanan Kesehatan, Makalah Semiloka PublicPrivate Mix dalam Pelayanan Kesehatan, Jakarta: 8 hlm. lrawan dan Suparmoko, M. 1982. Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: xiv + 284 hlm. Kosen S dan Trihandoyo B, 1997.Adjustment o f Hospital Autonomy Policy i n Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI., Jakarta: 32 hlm. Malik AR, Trihandoyo B dan Rachrnat S. 1997. Pengamatan Sepuluh Tahun 19851995 Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia (Pemerintah, Masyarakat dan Swasta), Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI., Jakarta: 59 hlm.
Finkler A.S, 1994.Cost Accounting for Health Care Organizations "Concepts and Aplications," An Aspen Publication, Gaitherburg, Maryland: xv + 781 hlm.
Mills A dan Gilson L, 1990. Ekonomi Kesehatan untuk Negara-negara Sedang Berkembang, Dian Rakyat dan Unit Analisa Kebijaksanaan Ekonomi Kesehatan (AKEK), Biro Perencanaan, Depkes RI.. Jakarta: 182 hlm.
Gani, A, 2001.Pembiayaan Kesehatan di Era Otonomi, Makalah Seminar dan Diskusi
Neumann RB, Suver, DJ dan Zelman. NW, 1988.FinancialManagement"Concepts
Analisis Sirtrsidi S~langantar Unit Produksi (Bagus Trihanrloyo. Wahyir Pudji Nugraherii) and Applications for Health Care Providers," Second Edition, The AUPHA Press, Baltimore, Maryland: xii + 636 hlrn. Sarnryn LM, 2001. AkuntansiManajerial Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: xiv + 352 hlrn. Sarnuelson AP. 1980. Economics, Eleventh Edition, McGraw-Hill Kogakusha. Ltd., Tokyo: xxv + 861 hlrn. Sardjono B,2001. Desentralisasidan Otonomi, Biro Perencanaan. Depkessos RI, Jakarta. 7 hlm. Soeparan S, 2001. Pembiayaan Kesehatan dalam Era Otonomi, Biro Perencanaan, Depkessos RI, Jakarta. 14 hlrn. Suparmoko M, 1986. Keuangan Negara "Dalam Teoti dan Praktek." Edisi Ketiga, Bagian Penerbit Fakultas Ekonorni, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: viii + 369 hlrn. Tabrany H. 2001. Apakah Pelayanan Kesehatan Bamng Swasta?, Makalah Semiloka Public-Private Mix dalam Pelayanan Kesehatan, Jakarta: 14 hlm.
Trihandoyo B dan Trisnowibowo H. 2000. Pengembangan Puskesmas Swadana di Kabupaten Serang, Propinsi Jawa Barat, Laporan Akhir Penelitian Risbinkes 199912000, Puslitbang Yantekkes, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI., Jakarta: 91 hlm. Trisnantoro L, 2001. Kegagalan Pemerintah dan Kekuatan Pasar dalarn Pelayanan Kesehatan: Apakah Kebijakan Desentralisasi Pelayanan Kesehatan Akan MempenSuruk Situas~?,Makalah Serniloka Public-Private Mix dalarn PelayananKesehatan. Jakarta: 21 hlrn. Trisolini MG. et. al. 1992. Methods for Cost Analysis, Cost Recovery and Cost Control for a Public Hospital in a Development Country, International Journal of Health Planning and Management. Vol. 7. Widjaya R. 2000. Hukum Perusahaan, Undang-undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-undangdi Bidang Usaha, Kesaint Blanc. Jakarta: xxiv + 615 hlrn.