ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL DALAM PEMBERITAN AKSI 411 PADA SURAT KABAR REPUBLIKA DAN RAKYAT MERDEKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Sos)
Disusun Oleh: Agita Surya Pertiwi 1112051100002
JURUSAN JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saYa menYatakan bahwa: salah 1. Slripsi ini merupakan hasil'karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi Hidayatullah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif Jakarta.
2.
saya cantumkan Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah Jakarta' sesuai
saya atau 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karyaini bukan hasil karya asli menerima merupakan hasil jiplakan dari karya ofang lain, maka sayabersedia sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarla.
Jakarta, 13
Apil20l7
Agita SuryaPertiwi
AKSI 4I1 ANALISIS SENIIOTIKA SOSIAL DALAM PEMBERITAAN
MERDEKA PADA SURAT KABAR REPUBLIKA DAN RAI(YAT SkriPsi untuk Memenuhi Diajukan kepacla Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Persyaratan MemPeroleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Asita Surva Pertiwi 1112051100002
Di Bawah Bimbingan,
NIP : 19650 4262014L11001
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTASILMUDAKWAHDANILMUK0MUNIKASI JAKARTA I.INIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULI'AH 1438H I 2017
M
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudu ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL DALAM PEMBERITAAN AKSI 4II PADA SURAT KABAR REPUBLIKA DAN RAI(YAT MERDEKA telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, 13 April 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komunikasi (S.Sos) Program Studi Jurnalistik.
Jakarta, 13
April2}l7
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap
Anggota
Sekretaris Merangkap
Anggota
i'a. IIi. Muslirah Nurlail NrP. 19710 4122000032001
Anggota Penguji
I
Penguji
,\*.--h t
II
'/''
Dr.Ismail Cawidu. M.Si NrP. 19s602031983031003
Siti Nurbava. M.Si NrP. 1 9790 8232009122002 Pembimbing
196504262014111001
ABSTRAK Agita Surya Pertiwi NIM: 1112051100002 Analisis Semiotika Sosial Dalam Pemberitaan Aksi 411 Pada Surat Kabar Republika Dan Rakyat Merdeka Berdasarkan pemberitaan di berbagai media khususnya media cetak, penistaan agama menjadi topik pembicaraan bagi masyarakat Indonesia atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, saat melakukan kunjungan kerjanya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Konflik selalu menjadi isu yang menarik bagi kalangan media. Media dapat berperan memperuncing pemberitaan konflik atau sebaliknya media dapat berperan sebagai jalur perdamaian agar konflik tersebut tidak memanas kembali, tergantung dari sikap praktisi media, apakah ingin menjadi media provokatif atau media yang memproklamirkan perdamaian dengan menerapkan jurnalisme damai. Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun mayornya adalah bagaimana Republika dan Rakyat Merdeka menampilkan kata-kata dalam memberitakan Aksi 411? Pertanyaan minornya adalah apakah Republika dan Rakyat Merdeka telah menerapkan jurnalisme damai dalam pemberitaan Aksi 411? Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivis. Menurut pandangan konstruktivis, realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari adanya konstruksi. Data temuan dianalisis dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Semiotika Sosial M.A.K Halliday yang terdiri atas tiga konsep yaitu Medan Wacana yang menggambarkan situasi apa yang diwacanakan dalam pemberitaan Aksi 411 di kedua media; Pelibat Wacana berita tersebut dilihat dari siapa saja yang terlibat dalam teks tersebut; dan Sarana Wacana menggambarkan bagaimana Republika dan Rakyat Merdeka menggunakan gaya bahasa dalam pemberitaan serta dikaitkan dengan perspektif Jurnalisme Damai Johan Galtung yaitu sebuah pendekatan yang mengarahkan perdamaian ketika meliput peristiwa konflik. Jurnalisme damai memandang konflik sebagai sebuah masalah dan berusaha mencari solusi melalui pemberitaan. Kemudian dianalisis dengan menggunakan orientasi perdamaian, orientasi kebenaran dan masyarakat, serta orientasi penyelesaian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Republika telah menerapkan prinsip jurnalisme damai dengan berita-berita yang tidak fokus pada konflik yang terjadi antara Ahok dan masyarakat, hanya fokus pada upaya perdamaian dan mengupayakan solusi perdamaian. Sedangkan Rakyat Merdeka memilih untuk menjadi media provokatif dengan penggunaan gaya bahasa yang digunakannya dalam memberitakan Aksi 411. Walaupun Rakyat Merdeka belum menggunakan pendekatan jurnalisme damai, bukan berarti Rakyat Merdeka menerapkan jurnalisme perang dalam memberitakan peristiwa Aksi 411. Kata kunci: Penistaan Agama, Republika dan Rakyat Merdeka, Jurnalisme Damai i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam juga tidak lupa peneliti jujungkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh peneliti saat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras. Selain itu, peneliti menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah agama yang begitu menjunjung tinggi perbedaan serta penuh cinta kepada seluruh manusia. Penelitian
skripsi
ini
tentu
memiliki
beragam
tantangan
dalam
pengerjannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagi pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Orangtua tercinta, Ayahanda M. Arozi dan Ibunda Suryani yang sangat luar biasa memerjuangkan peneliti untuk bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang dan do’a yang tak terhingga sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik serta Adik tercinta Laela Kawakib yang menjadi salah satu alasan agar peneliti tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi 2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I
ii
Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dr.Roudhonah, M.Ag, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M.Si. 3. Ketua Jurusan Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si, Sekertaris Jurusan Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar berkonsultasi dan meminta bantuan dalam hal perkuliahan. 4. Drs. Helmi Hidayat M.A. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada peneliti di tengah kesibukan yang padat, serta membimbing peneliti dengan sabar agar skripsi ini selesai dengan baik dan juga manfaat. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mengajari dan memberi Ilmu kepada peneliti. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkuliahan. 6. Seluruh karyawan dan staf
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi serta pengelola perpustakaan yang telah memberikan layanan yang baik kepada peneliti. 7. Stevy Maradona sebagai Asisten Redaktur Pelaksana di Surat Kabar Republika dan Ricky Handayani sebagai Pemimpin Redaksi di Surat Kabar Rakyat Merdeka yang telah bersedia membantu peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini di tengah kesibukan yang sangat padat.
iii
8. Keluarga Besar HMJ Jurnalistik dan DEMA FIDKOM yang menjadi tempat untuk berposes dan belajar dalam segala hal terutama organisasi. 9. HMI KOMFAKDA Fajri, Hisan, Rani, Meteor, Amor, Adhiya, Mancung, Zuyin, Reksa, Daus, Mugni, Shopet, Rizky dan semua yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. Kalian bukan hanya sekedar teman berproses tetapi juga keluarga, karena kita berteman lebih dari saudara. YAKUSA. 10. Teman-teman Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) Ajeng Eka, Rahma Sari, Agustina Permatasari, Irfan Ma’ruf, Akmal Fauzi, Tanto Fadly, Muhammad Zikri, Rendy Iskandar, Melky Amirus Soleh, Khoriroh Maknunah, Afrizal Rosikhul, Alfani Roosy, Deni Hidayat yang telah menjadi teman belajar dan berproses bagaimana menjadi jurnalis sejati. 11. Sahabat Autis Ajeng Eka, Firdha Muftiha, Rizkika Utami, Afrizal Rosikhul Ilmi, Abitu Rohmansyah, Ahmad Budi Setiawan(Achiw), Isna Rifka, Deby Novia, Gustaf Maulana, M kasyif Fuad dan Ahmad Miftahudin, Ramdhan Hidayat, Rully Muharram, yang selalu menjadi tempat berbagi dalam suka dan duka serta selalu memberikan semangat dan kebahagiaan kepada peneliti. 12. Sahabat seperjuangan dari SMA Arlia Sari Artana, Dede Fauziah, Sarah Dwi Asterina, Tirta Alivia, Windi Nadia yang selalu memberikan semangat, menjadi tempat berbagi serta menemani dikala suka maupun duka.
iv
13. Sahabat Resolusi 2012 Restu Mayang Tampi, Dede Fauziah, Isna Rifka, Ahmad Fauzi (Joni), Andre Anang, Syarif Hidayatullah, Reza Armanda, Badruzzaman, Lukman Hakim, Arfian Mubarrak yang telah berbagi ilmu, motivasi, inspirasi serta canda tawa kepada peneliti. 14. KKN SIAP Arlia Sari Artana, Haryati Indah, Ajeng Eka, Isna Rifka, Dewi Nuraini, Firdha Muftiha, Arirama Trihantoro, Aditya Saputra, Muhammad
Zainuddin,
Reza
Pakhlevi,
Rizky
Abdullah,
Abdurrahman, dan Afrizal Rosikhul yang bersama-sama mengabdi di Desa Pekayon dan menjadi keluarga baru selama satu bulan. 15. Teman Sepermainan Muhammad Norhalim, Rizal Wahyuda, Fanhari Nugraha, Fikri, Rahmat Darmawan, Kahfi Ibrahim, Rifky Vahrizal (Gingsul), Afrizal Putra, Janos, Agung Nugroho, Asep Azhari, Tridiwa, Ali Bazdawi, Manggala, Niam, Asa, Bill Tesyar, Dinna Kurniyawati, Lidya Ismawati, Uswatun Hasanah yang selalu membantu dan memberikan semangat kepada peneliti. 16. Kakak-kakak senior yang berteman baik dengan penulis, Mira Rachmalia, Syukron Akbar, Damar Yudhistira, Achmad Fauzi, Iman Dito, Isye Naisila, Eko Wahyudi, Donni Bhestadi, Adi Komba, Bandhe, Abew, Dedi Eka, Bryan, Tama, yang telah menjadi kakak yang baik dan memberikan motivasi dan semangat kepada peneliti. 17. Seluruh staf Seeties Indonesia yang telah memberikan kesempatan peneliti mendapatkan pengalaman internship Diana Fianty, Febrilia
v
Kusuma Dewi, Luthfi Gazi, Aris Munandar, Ridwan Ramadhan dan yang tidak bias peneliti sebutkan satu per satu. 18. Seluruh teman-teman Jurnalistik A 2012 (JKA27) yang selalu menjadi tempat berbagi dan belajar banyak hal di dalam kelas, semoga tali silaturahmi di antara kami tidak terputus sampai di sini. 19. Teman-teman Jurnalistik 2012 yang bukan hanya sekedar tempat berbagi dan belajar namun sebagai keluarga baru yang memberikan kenyamanan. 20. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Amal dan kebaikan kalian selalu diijabah oleh Allah SWT. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang telah peneliti lakukan dapat bermanfaat untuk para pembaca, memberikan nilai kebaikan khususnya bagi peneliti maupun pembaca sekalian dan semoga dapat menjadi suatu amalan kebaikan dalam bidang dakwah dan komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aamiin Ya Rabbal Alamiin Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Jakarta, 13 April 2017
Agita Surya Pertiwi
vi
DAFTAR ISI ABSTRAK.....................................................................................................................i KATAPENGANTAR..................................................................................................ii DAFTAR ISI .............................................................................................................vii DAFTAR TABEL ......................................................................................................ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah.............................................................5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................5 D. Metodologi Penelitian..............................................................................6 E. Tinjauan Pustaka.....................................................................................11 F. Sistematika Penulisan.............................................................................12
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Pengertian Semiotika ...........................................................................13 B. Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday..........................................19 C. Konstruksi Sosial Media Massa............................................................25 D. Gaya Bahasa (Majas)............................................................................27 E. Pengertian Jurnalisme Damai...............................................................44 F. Kode Etik Jurnalistik............................................................................55
BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Konflik....................................................................60 B. Surat Kabar Republika 1. Sejarah dan Profil...........................................................................62 vii
2. Visi dan Misi.................................................................................66 C. Surat Kabar Rakyat Merdeka 1. Sejarah dan Profil..........................................................................68 2. Visi dan Misi.................................................................................75 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Medan Wacana, Pelibat Wacana, Dan Sarana Wacana Serta Kaitannya Dengan Jurnalisme Damai Pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka 1.
Medan Wacana a. Pemberitaan 3 November 2016............................. ............77 b. Pemberitaan 4 November 2016............................. ............82 c. Pemberitaan 5 November 2016............................. ............86
2.
Pelibat Wacana a. Pemberitaan 3 November 2016............................. ............89 b. Pemberitaan 4 November 2016............................. ............91 c. Pemberitaan 5 November 2016............................. ............93
d.
Sarana Wacana a. Pemberitaan 3 November 2016............................. ............94 b. Pemberitaan 4 November 2016............................. ............98 c. Pemberitaan 5 November 2016............................. ..........100
B.
Bentuk-bentuk Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Aksi 411 pada Harian Umum Republika dan Rakyat Merdeka.............103
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................110 B. Saran .................................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................113 LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Perbedaan Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang……………………... 49 Tabel 2 Rekap Perbandingan Analisis Semiotika Sosial…………………………...107
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bernuansa agama kerap terjadi pada 2016 atas tuduhan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Masyarakat menyaksikan amarah umat Islam terhadap Ahok atas pernyataannya yang dianggap mengandung penistaan terhadap agama (Islam), khususnya terkait al Qur’an Surat Al Maidah ayat 51, yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Sekelompok orang yang mengatasnamakan sebagai Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) memimpin demo besarbesaran di Ibukota Jakarta pada Jum’at, 4 November 2016. Mereka menuntut pemerintah segera memproses Ahok secara hukum, bahkan ada yang secara emosional menuntut agar Ahok segera ditangkap. Diperkirakan ada ribuan demonstran yang melakukan unjuk rasa di Ibukota Jakarta. Ini dianggap sebagai unjuk rasa terbesar di Indonesia. Para pengunjuk rasa
1
2
tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga dari sejumlah daerah lainnya. 1 Itu menggambarkan bahwa apa yang dilakukan Ahok benar-benar persoalan serius bagi umat Islam. Menyikapi aksi tersebut, pemerintah tidak bisa melarangnya. Menyampaikan pendapat merupakan hak konstitusional setiap warga yang dilindungi undang-undang. Pemerintah hanya bisa mengimbau agar peserta unjuk rasa tertib dan tidak anarkis, sehingga aksi dapat berlangsung damai. Aksi damai 4 November 2016 ini terjadi akibat adanya statment Ahok saat melakukan kunjungan kerjanya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Tiba-tiba di tengah dialognya Ahok menyinggung Surat Al Maidah ayat 51, dengan dialog sebagai berikut:2 “Jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil bapak-ibu gak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai surat Al Maidah:51, macemmacem. Itu hak bapak ibu ya. Jadi bapak-ibu perasaan, gak bisa pilih nih, karena takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, ngga papa..” Oleh sebagian orang perkataannya tersebut dianggap menistakan agama yang kemudian memicu demonstrasi yang dikenal sebagai Aksi 4 November atau disebut Aksi 411. Opini masyarakat tentang aksi 411 cukup beragam. Ada yang setuju dan ada pula yang menyayangkan aksi damai ini harus terjadi. Saat pemberitaan ini gencar digulirkan, situasi politik Indonesia memang sedang hangat menjelang Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia Periode 2017 yang digelar secara serentak. Pemberitaan mengenai penggalan ayat Al Quran yang digunakan Ahok memang menarik untuk ditelaah karena mendapat perhatian besar dari media
1 2
Surat Kabar Republika, Ulama Imbau Unjuk Rasa Damai, 02 November 2016, h. 1 Surat Kabar Republika, Ahok diperiksa 9 jam, 8 November 2016, h. 1
3
dan masyarakat. Apalagi kasus ini bukanlah kasus yang pertama yang terjadi antara kelompok pro dan kontra Ahok. Para pengunjuk rasa yang datang berbondong-bondong dari berbagai daerah dengan membawa rasa kebencian terhadap Ahok marak terpublikasikan oleh media massa. Media massa memiliki peran penting dalam menyebarluaskan isuisu yang sedang berkembang. Namun, setiap media mempunyai cara pandang tersendiri dalam mengonstruksi sebuah peristiwa, sehingga reaksi atas berita yang dikonsumsi khalayak menimbulkan persepsi yang berbeda pula. Saat itu, ada ketakutan dan kekhawatiran bahwa aksi tersebut akan berujung pada konflik horizontal berbau Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), khususnya di Ibukota Jakarta. Pers sangat berperan aktif dalam sebuah pemberitaan untuk membentuk dan memobilisasi opini publik. Dengan demikian dikatakan secara sederhana bahwa dalam suatu proses jurnalistik, upaya menceritakan kembali suasana atau pun keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang terdapat dalam sebuah peristiwa merupakan upaya untuk mengonstruksi realitas.3 Memberitakan konflik bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan oleh media. Sebab khalayak kerap berharap agar media bertindak netral dan seimbang ketika memberitakan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik. Begitu pula dengan pemberitaan yang terkait SARA. Ironisnya, realitas konflik yang tercatat dalam berita menjadi lakon drama yang menarik perhatian khalayak. Apalagi media sengaja mengemasnya sedemikian rupa sehingga menjadikan kasus konflik 3
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 168
4
untuk menarik perhatian khalayak dan bukan menjadikannya sebagai sarana jurnalisme damai (peace journalism) sehingga peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masyarakat. Dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok menjadi perhatian menarik bagi sejumlah media massa untuk diberitakan. Namun, tak semua media menyebarkan informasi sesuai pedoman jurnalistik. Rakyat Merdeka misalnya, dalam menuliskan judul terkesan tidak mengajak masyarakat dalam perdamaian. Dengan demikian, keadaan bangsa semakin memanas pasca peristiwa dugaan penistaan agama tersebut. Sebaliknya dengan Republika, Koran ini lebih memilih judul-judul yang menenangkan masyarakat. Karena itu, supaya konflik tidak semakin meruncing karena pemberitaan yang tidak seimbang, tidak komprehensif, dan tidak menerapkan prinsip jurnalisme damai, praktisi jurnalis haruslah menerapkan prinsip jurnalisme damai. Berawal dari situlah, peneliti beranggapan bahwa isu tersebut menarik untuk diteliti karena penulis ingin melihat bagaimana praktisi jurnalis menuliskan berita dalam peristiwa konflik, apakah sudah menerapkan prinsip jurnalisme damai atau memilih untuk menjadi media provokatif, terutama kaitannya dalam konflik dugaan penistaan agama yang kini menjadi sorotan di media, seperti Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka. Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pemberitaan kedua media itu dengan judul “Analisis Semiotik Sosial dalam Pemberitaan Aksi 411 Pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka.”
5
B. Pembatasan dan perumusan masalah 1. Batasan Masalah Supaya pembahasan dalam penelitian ini lebih terfokus, peneliti membatasi masalah ini pada pemberitaan Aksi 411 di Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka yang termuat pada 3 – 5 November 2016, atau saat kejadian serta sehari dan sesudah aksi tersebut terjadi. 2. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana Republika dan Rakyat Merdeka menerapkan kata-kata dalam memberitakan Aksi 411? b. Apakah Republika dan Rakyat Merdeka telah menerapkan jurnalisme damai dalam pemberitaan Aksi 411? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedua surat kabar menampilkan kata-kata dalam memberitakan Aksi 411 terhadap Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, atas pernyataannya yang dianggap mengandung dugaan penistaan agama (Islam) pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka. Melihat apakah jurnalisme damai sudah diterapkan dalam kerja jurnalis terutama kaitannya dalam memberitakan Aksi 411 terhadap Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, atas pernyataannya yang
6
dianggap mengandung dugaan penistaan agama (Islam) pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang peneliti harapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan menambah wawasan ilmu jurnalistik serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai semiotik sosial dan jurnalisme damai di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurnalistik. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada para mahasiswa untuk dapat berkembang dalam melakukan penelitian selanjutnya, terutama pada sebuah metode penelitian semiotik sosial. Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi evaluasi media dalam menuliskan sebuah berita dan menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme damai dalam pemberitaan yang menuai kontraversi di masyarakat. Serta diharapkan dapat menjadi bahan perhatian pembaca agar mampu memilah-milah pemberitaan dan tidak mudah terprovokatif. D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis memandang bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karena itu, konsentrasi
7
analisis pada paradigma kontruktivis adalah untuk mengetahui bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.4 Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan, yakni bahwa rancangan konstruktivis melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial. 5 Dalam pandangan konstruktivis, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga dilihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu. Dengan demikian, analisis yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud dan makna tertentu yang disampaikan oleh sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.6 Karena itu paradigma konstruktivis digunakan untuk menggali dan mengetahui bagaimana makna yang terkandung dalam sebuah teks yang disampaikan dalam kasus pemberitaan Aksi 411 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan lebih mendalam melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya. Penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif memiliki relasi dengan analisis data visual dan verbal yang merefleksikan pengalaman sehari-hari. Data akan dideskripsikan 4
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2008), h.35 5 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), h. 204 6 Junroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 83
8
secara sistematis dan akurat dalam objek penelitian. Upaya yang dilakukan dalam analisis ini ialah bekerja dengan data, mengorganisasikan data, kemudian memilah-milah menjadi satuan yang bisa dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari.7 3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday. Dalam menganalisis sebuah teks dapat dilakukan dengan menggunakan metode semiotika, metode semiotika diterapkan dengan memperhatikan aspek sebuah teks yang berupa kata, frase, gambar, ataupun suatu cara penulisan. Selain itu peneliti juga menggunakan metode Jurnalisme Damai yang di prakarsai oleh Johan Galtung. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Observasi; adalah metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini, dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang diselidiki. Observasi pada penelitian ini diartikan sebagai mengamati teks berita pemberitaan demonstrasi 4 November 2016 terhadap Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas pernyataannya yang dianggap mengandung penistaan agama (Islam) pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka edisi 3 - 5 November 2016
7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 248
9
b. Dokumentasi; adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di perpustakaan, internet, atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. c. Wawancara; adalah cara mengumpulkan data dengan tatap muka secara langsung dengan informan.8 Peneliti melakukan tekhnik wawancara indepth interview dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada Asisten Redaktur Surat Kabar Republika dan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Rakyat Merdeka. 5. Teknis Analisis data Dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik analisis semiotika sosial M.A.K. Halliday. Semiotika ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, dikatakan bahwa semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.9 Dalam semiotik sosial, terdapat tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu:10
8
Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertaising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 98 9 Alex Sobur, Analisis Tekks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 101 10 Alex Sobur, Analisis Tekks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, h. 148
10
Media Wacana (field of discourse), yaitu menunjuk pada hal yang terjadi: apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapagan peristiwa. a. Pelibat Wacana (tenor of discourse), yaitu menunjuk pada orang-orang yang dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya. b. Sarana Wacana (mode of discourse), yaitu menunjuk pada bagian yang diperankan
oleh
bahasa;
bagaimana
komunikator
(media
massa)
menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang-orang yang dikutip); apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau dihiperbolik, eufeministik atau vulgar. Kemudian ketiga hal tersebut ditinjau dari perspektif Jurnalisme Damai yang mengarah pada orientasi perdamaian, orientasi kebenaran dan masyarakat, dan orientasi penyelesaian. Sehingga dapat diketahui apakah sebuah media yang diteliti menerapkan Jurnalisme Damai atau tidak. 6. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelirian ini adalah Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka, kemudian yang menjadi objek penelitian ini adalah berita-berita tentang peristiwa Aksi 411 terhadap Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, atas pernyataannya yang dianggap mengandung penistaan agama (Islam).
11
7. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian akan dilakukan selama Januari 2017. Penelitian ini dilakukan di kantor Republika, Jalan Warung Buncit Raya No. 37, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, dan kantor Rakyat Merdeka, Gedung Graha Pena Lt. 8, jalan. Kebayoran Lama No. 12 Jakarta Selatan. E. Tinjauan Pustaka Selama melakukan penelitian, peneliti tentu perlu meninjau pada buku-buku terdahulu, diantaranya adalah: 1. “Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Pernikahan Beda Agama Pada Asmirandah Dengan Jonnas Rivano Di Situs Tempo.Co” karya Ika Suci Agustin, Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. 2. “Jurnalisme Damai Media Online Dalam Kasus Lurah Susan” karya Indah Fajar Rosalina, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. 3. “Analisis Semiotika Sosial Makna Pemahaman Dalam Pengamalan Surat AlFatihah Pada Program Acara Berita Islami Masa Kini di Trans TV (Episode “Kesalahpahaman dalam Mengamalkan Surat Al-Fatihah”) karya Wulantari, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
12
F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini sidudun secara sistematis yang terdiri dari 5 bab, sebagai berikut: BAB I:
PENDAHULUAN; terdiri atas latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II:
KAJIAN TEORITIS; terdiri atas teori yang meliputi Definisi Semiotika, Semiotika Sosial M.A.K Halliday, Definisi Konstruksi Media, Gaya Bahasa/Majas, Definisi Jurnalisme Damai dan Kode Etik Jurnalistik.
BAB III:
GAMBARAN UMUM; terdiri atas profil kedua media, yang meliputi sejarah perusahaan dan visi serta misi perusahaan.
BAB IV:
TEMUAN DAN ANALISIS DATA; pada bab ini penulis menguraikan hasil temuan data lapangan yang telah penulis lakukan, yaitu menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K. Halliday yang disajikan berupa analisis perkelompok berita. Kemudian hasil analisis semiotik tersebut akan dilihat dari perspektif Jurnalisme Damai yang meliputi Orientasi Perdamaian, Orientasi Kebenaran dan Masyarakat, dan Orientasi Penyelesaian.
BAB V:
PENUTUP; pada bab terakhir ini berisikan kesimpulan hasil analisis peneliti serta saran untuk media dan penelitian selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Semiotika Semiotika sebagai suatu metode dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”.1 Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti tanda, atau dari kata semeiotikos yang berarti teori tanda.2 Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
sederetan
luas
objek-objek,
peristiwa-peristiwa,
seluruh
kebudayaan sebagai tanda.3 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang menaruh perhatian pada dunia simbol. Alasannya, seluruh isi media massa pada dasarnya adalah bahasa (verbal), sementara itu bahasa merupakan dunia simbolik.4 Maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa semiotika adalah studi tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterpretasikan. Batasan yang lebih jelas dikemukakan oleh Preminger bahwa semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini, kata Preminger seperti dikutip Alex Sobur, menganggap bahwa feneomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu 1
Alex Sobur, Analisis Teks Media: suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotika, analisis framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 87 2 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h.46 3 Alex Sobur, Analisis Teks Media: suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotika, analisis framing, h. 95 4 Alex Sobur, Analisis Teks Media: suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotika, analisis framing, h. 140
13
14
merupakan tanda-tanda.5 Maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa semiotika itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda- tanda tersebut mempunyai arti. Sementara itu Charles Sander Peirce, juga seperti dikutip Alex Sobur, mendefinisikan semiotika sebagai “a relationship among a sign, an object, and a meaning (suatu hubungan di antara tanda, objek, dan makna)”.6 Peirce menganggap semiotika adalah studi tentang tanda. Melalui tanda manusia berhubungan dengan orang lain, kemudian memberi makna. Oleh Ferdinand de Saussure semiotika didefinisikan di dalam Course in general linguistic, sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.7 Dalam buku Alex Sobur, analisis semiotika dianggap sebagai suatu ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna „berita di balik berita‟. 8 Teks dianggap sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat serta terbentuk suatu makna yang diciptakan melalui lingkungan sosial. Dengan demikian, semiotika dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, dan drama.9
5
Alex Sobur, Analisis Teks Media: suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotika, analisis framing, h.96 6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Rosdakarya, 2009), h. 16 7 Yasraf Amir Piliang, Hipesemiotika:Tafsir cultural Studies Atas Matinya Makna, (Yogyakarta: Jalasuara, 2003), h. 256 8 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitia dan skripsi komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hal: 7 9 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, analisis semiotika, analisis framing, h. 123
15
Mengenal lebih jauh tentang semiotika, tidak terlepas dari tokoh pemuka semiotika yang menjadi tokoh penting dan sangat berpengaruh dalam ilmu semiotika, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure menetap di Eropa dan Peirce menetap di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik sedangkan latar belakang keilmuan Peirce adalah filsafat dan logika.10 Ada dua gagasan besar tentang tanda yang umumnya dijadikan dasar bagi penelitian semiotika, yakni gagasan tentang tanda menurut Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce, filsuf sekaligus ahli logika. Beberapa konsep dasar dari pemikiran Saussure dan juga pengikutnya, adalah:11 1. A Signifier (penanda) berkaitan dengan aspek sensoris dari tanda-tanda, yang dalam bahasa lisan mengambil bentuk sebagai citra bunyi atau citra akustik (sound image) atau kesan mental dari suatu yang bersifat verbal atau visual, seperti: tulisan, suara atau benda. 2. The signified (petanda) merupakan aspek mental atau makna yang dihasilkan oleh tanda. Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign) dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan signified
10
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi visual: Metode Analisis Tanda dan Makna Pada Karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), cet. Ke-2, h. 11 11 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika: Paradigma, Teori, dan metode Interpretasi Tanda dari Semiotika Struktural Hingga Dekonstruks Praktis, (Bandung: CV pustaka Setia, 2014), h. 93
16
(petanda). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified).12 Jadi tanda adalah seluruh yang dihasilkan dari penanda dan petanda. Saussure lebih memfokuskan masalah bahasa dan struktur yang digunakan oleh manusia dalam memaknai realitas pada kehidupan, termasuk bahasa sebagai tanda. Karena itu, sistem tanda dalam linguistik menjadikan landasan utama semiologinya. 13 Sedangkan
Pierce
dikenal
dengan
teori
segitiga
makna
yang
dikembangkannya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri atas:14 1. Representamen; bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda. Representamen diistilahkan juga menjadi sign (tanda). 2. Interpretant; bukan penafsir tanda, tetapi lebih merujuk pada makna dari tanda. 3. Object; sesuatu yang merujuk pada tanda. Object dapat berupa respresentasi mental (ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. Menurut Peirce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah suatu yang dirujuk tanda, bisa berupa materi yang tertangkap panca indera, bisa juga bersifat mental atau imajiner. Sedangkan interpretant adalah
12
Deddy Mulyana, Semiotika dalam Riset Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), h.19 Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika: Paradigma, Teori, dan metode Interpretasi Tanda dari Semiotika Struktural Hingga Dekonstruks Praktis, h. 97 14 Deddy Mulyana, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 21 13
17
tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.15 Seorang ahli semiotik Perancis dan penerus pemikiran Saussure, Roland Barthes, juga memiliki fokus utama dalam teorinya, yakni gagasan signifikasi dua tahap (two orders of signification), yaitu denotasi dan konotasi. 16 Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas. Sedangkan konotasi merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru.17 Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan sistem signifikasi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna objektif yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan bervariasi.18 Dengan kata lain, denotatif adalah makna langsung atau sebenar-benarnya, sedangkan konotatif adalah tanda kedua setelah denotatif, artinya tanda tersebut merupakan makna yang tidak langsung atau bukan makna sebenarnya dari yang terlihat/terdengar. 15
Deddy Mulyana, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 22 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, analisis semiotika, analisis framing, h. 127 17 Deddy Mulyana, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 28 18 Deddy Mulyana, Semiotika dalam Riset Komunikasi, h. 28 16
18
Secara keseluruhan, luas atau tidaknya cakupan semiotika bergantung pada batasan pengertian terhadap fokus kajiannya, yakni tanda. Mansoer Petada, seperti dikutip Deddy Mulyana, menyebutkan sembilan macam semiotika yang dikenal sekarang, masing-masing sebagai berikut:19 1. Semiotika analitik; ialah semiotika yang menganalisis sistem tanda. Peirce menyatakan bahwa semiotika berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. 2. Semiotika deskriptif; ialah semiotika yang memperhatikan sistem tanda yang dapat dialami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. 3. Semiotika faunal (zoosemiotic); ialah semiotika yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. 4. Semiotika kultural; ialah semiotika yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. 5. Semiotika naratif; ialah semiotika yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). 6. Semiotika natural; ialah semiotika yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. 7. Semiotika normatif; ialah semiotika yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya ramburambu lalu lintas.
19
Dadan Rusmana, Filsafat Semiotika, h. 35-36
19
8. Semiotika sosial; ialah semiotika yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambing, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. 9. Semiotika struktural; ialah semiotika yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. B. Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday Semiotika sosial dijelaskan Michael Alexander Kirkwood Halliday (M.A.K Halliday) dalam bukunya yang berjudul Language Social Semiotic. Ia lahir di Leeds, Inggris pada 13 April 1925. Ketertarikannya dalam bahasa dimulai dari orangtuanya, Ibunya, Winifred dan Ayahnya Wilfred merupakan dialectologist dan guru bahasa Inggris. Halliday mengawali kariernya sebagai pengajar bahasa Mandarin di London sebelum menerbitkan makalah pencetus model SFL pada tahun 1961. Ia merupakan anggota kelompok linguis Eropa yang tergabung dalam aliran Praha.20 Semiotika sosial merupakan cabang dari studi mengenai tanda yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan
20
https://id.scribd.com/doc/311245079/Biografi-Mak-Halliday
20
kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.21 Menurut Halliday dan Hasan, istilah semiotika sosial diartikan secara berbeda yaitu semiotika dan sosial. Konsep semiotika mulanya berasal dari konsep tanda, dan kata modern ini ada hubungannya dengan istilah semainon (penanda) dan semainomenon (petanda) yang digunakan dalam ilmu bahasa Yunani kuno oleh pakar filsafat Stoik. 22 Sedangkan kata sosial yang terdapat dalam semiotika sosial diartikan sebagai kebudayaan yang dimaksud sebagai suatu sistem sosial. 23 Semiotika sosial lebih menelaah mengenai bahasa karena bahasa adalah salah satu makna yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia.24 Bahasa juga sangat diperlukan dalam kebutuhan manusia untuk memahami seseorang dalam kehidupan. Dengan demikian, semiotika sosial merupakan hubungan setiap manusia dengan lingkungan manusia yang memiliki arti, dan arti tersebut akan dimaknai oleh orang-orang yang saling berinteraksi dengan melibatkan lingkungan tersebut. Model semiotika sosial M.A.K. Halliday merupakan metode yang tepat jika dipergunakan untuk memperdalam makna pesan dari bahasa yang disampaikan oleh media karena dapat mempermudah pembaca untuk mengetahui makna yang
21
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, analisis semiotika, analisis framing, h.101 22 Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan, bahasa, Konteks, dan teks, Aspek-Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotika Sosial, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1994), hal. 3 23 Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan, bahasa, Konteks, dan teks, Aspek-Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotika Sosial, h.5 24 Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan, bahasa, Konteks, dan teks, Aspek-Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotika Sosial, h.5
21
diproduksi melalui surat kabar dari kata-kata atau gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan sebuah berita. Kajian semiotika sosial tentang bahasa ini meliputi teks dan konteks. Teks dan konteks merupakan dua aspek dari proses yang sama. Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya, teks yang menyertai teks itu adalah konteks.25 Suatu teks di dalamnya memiliki arti jika dijadikan konteks. Teks memiliki keterkaitan dalam pembentukan suatu konteks sehingga nantinya konteks tersebut dapat memiliki makna. Ricoeur, dalam buku Alex Sobur, mengatakan teks adalah wacana (berarti lisan) yang ditetapkan dalam bentuk tulisan. Teks juga bisa diartikan sebagai seperangkat tanda yang ditransmisikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima melalui medium tertentu dengan kode-kode tertentu.26 Dalam teori bahasa, apa yang dinamakan teks tidak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang disepakati
oleh
masyarakat,
sehingga
sebuah teks
ketika
dibaca
bisa
mengungkapkan makna yang dikandungnya. 27 Sedangkan konteks diartikan untuk memasukkan semua situasi dari hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. 28 Maka dapat disimpulkan
25
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan, bahasa, Konteks, dan dalam Pandangan Semiotika Sosial, h.6 26 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk semiotika, analisis framing, h. 52 27 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk semiotika, analisis framing, h. 54 28 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk semiotika, analisis framing, h. 55
teks, Aspek-Aspek Bahasan Analisis Wacana, analisis Analisis Wacana, analisis Analisis Wacana, analisis
22
bahwa kumpulan dari suatu teks disebut sebagai konteks. Dari konteks itulah nantinya akan timbul suatu maksud yang terkandung pada suatu teks. Halliday berpikir tentang bahasa dan dikatakan sebagai cara bertanya tentang bahasa sebagai objek yang menimbulkan pertanyaan berupa sifat dan fungsi bahasa. Teks dapat dilihat melalui dua sisi, yaitu teks dipandang sebagai proses dan teks dipandang sebagai sebuah produk.29 a. Pertama, teks dapat dipandang sebagai suatu proses, yaitu proses interaksi dan aktivitas sosial antarpartisipan dalam mengekspresikan fungsi sosial. Ketika seseorang memberi informasi dalam bentuk teks, tentu dalam otaknya terjadi proses pemahaman terhadap informasi tersebut. Dalam proses belajar-mengajar di kelas contohnya, proses tersebut dapat diketahui melalui interaksi antara guru dan muridnya di dalam urutan aktivitas sosial untuk mencapai tujuan pengajan tersebut dalam konteks situasi dan kulturalnya. b. Kedua, teks dapat dipahami sebagai sebuah produk. Dalam hal ini, teks dapat direkam dalam bentuk audio dan visual serta dapat disimpan dan dikeluarkan kembali untuk keperluan proses sosial lainnya (berwujud). Sebagai contoh, ada sebuah papan bertuliskan kata „bahaya‟ yang terpasang pada gardu listrik di salah satu tiang di pinggir jalan. Dari contoh teks sebagai sebuah produk di atas, dapat dipahami bahwa konteks teks tersebut ialah medan yang berupa peringatan mengenai berbahayanya listrik yang terdapat di gardu tiang listrik dengan kabelnya yang terletak di pinggir jalan. Pelibatnya adalah manajemen
29
M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotika Sosial, h. 16
23
PLN dan orang yang lewat. Sarananya adalah papan bertuliskan bahaya mungkin dengan tanda kilat. Sedangkan konteks kulturalnya adalah pengetahuan mengenai listrik. Khususnya listrik dengan tegangan tinggi dapat menyengat orang sampai mati. Konsep- konsep yang digunakan untuk menafsirkan konteks sosial menurut Halliday ada tiga pokok bahasan, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.30 Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: a. Medan Wacana (field of discourse) Menunjuk pada sesuatu hal yang sedang terjadi dalam suatu teks, pada sifat tindakan sosial yang sedang berlangsung. Apa yang sesungguhnya sedang disibukkan oleh para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur tertentu. Medan wacana merupakan „permainan‟ jenis kegiatan, sebagaimana dikenal dalam kebudayaan yang sebagian diperankan oleh bahasa. Medan wacana merujuk pada hal yang terjadi, pada apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi. b. Pelibat Wacana (tenor of discourse) Menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian (interpersonal), pada sifat para pelibat, kedudukan dan peran hubungan sosial seperti hal-hal yang sedang berjalan, memberi atau meminta informasi. Jenis-jenis hubungan peran apa yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan-hubungan tetap dan sementara, baik jenis peran tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan
30
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan, bahasa, Konteks, dan teks, Aspek-Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotika Sosial, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1994), hal.16
24
maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka. Pelibat wacana merupakan „pemain‟ pelaku, atau tepatnya peran interaksi, antara yang terlibat dalam perciptaan teks (makna antarpelibat). Banyak orang yang terlibat dalam pembentukan suatu teks, bagaimana hubungan mereka dalam penciptaan sebuah teks tersebut. c. Sarana Wacana (Mode of Discourse) Merujuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu. Organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam konteks, termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya) dan juga mode retorikanya yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik dan semacamnya. Sarana wacana merupakan „bagian‟ fungsi khas, yang diberikan kepada bahasa dan saluran retorisnya (makna tekstual). Bahasa yang diperankan dalam penciptaan teks tersebut banyak yang mengandung unsur mengajak, menolak ataupun lainnya, sehingga dalam sebuah teks pasti terdapat makna yang terkandung sendiri di dalamnya. Dengan kata lain, bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan situasi,apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbola, eufemistik atau vulgar.
25
C. Konstruksi Sosial Media Massa Teori konstruksi realitas ini dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Luckman dalam bukunya “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowladge”. Kajian ini menjelaskan tentang pemikiran manusia mengenai proses sosial. Berger menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi manusia, di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.31 Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai dasarnya, sedangkan bahasa bukan saja alat mempresentasikan realitas, tetapi juga menentukan relief seperti apa yang hendak diciptakan bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk memengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksi.32 Bagi jurnalis dan pengelola media massa, bahasa bukan sekadar alat komunikasi untuk menyampaikan informasi atau peristiwa. Bahasa juga bukan sekadar alat untuk menggambarkan realitas. Lewat pilihan diksi, media massa menentukan gambaran-gambaran atau citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada benak publik (pembaca).33
31
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan televise, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger & Thomas Luckman (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2008), h. 13 32 Ibnu Hamad, Muhamad Qadari dan Agus Sudibyo, Kabar-kabar kebencian, (Jakarta: Institute Studi Arus Informasi, PT Sembrani Aksara Nusantara, 2001), h. 74-75 33 J. Anto, Meretas Jurnalisme Damai di Aceh, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan KIPPAS, 2007), h. 35
26
Pada dasarnya tujuan dari konstruksi isi pemberitaan tersebut adalah untuk menyamakan pandangan antara media massa yang mengonstruksi berita dengan masyarakat yang membaca hasil konstruksi berita tersebut, yang pada akhirnya menciptakan opini masyarakat terhadap berita tersebut. Dengan demikian, menurut Berger dan Luckman, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah tetapi sebagai sesuatu yang dibentuk dan dikonstruksi. Dalam konteks media massa, memungkinkan realitas memiliki makna ganda. Setiap orang memiliki konstruksi yang berbeda terhadap suatu realitas. Menurut McQuail, membentuk suatu makna bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan tiga tindakan yang dilakukan oleh pekerja media dan oleh komunikator massa, yaitu dengan pemilihan simbol bahasa, pemilihan kata yang disajikan, dan kesediaan memberi tempat. Komunikator media massa adalah sejumlah orang dari pekerja media yang bertanggung jawab atas editorial redaksi, sedangkan pekerja media massa adalah orang yang bekerja pada suatu organisasi media.34 Konstruksi melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna dengan melihat bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Pendekatan konstruktivis memandang bahwa kehidupan sehari-hari terutama adalah kehidupan dengan bahasa. Ada dua karakteristik
dari
pendekatan konstruksionis.
Pertama,
pendekatan
yang
menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat
34
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hal. 16
27
gambaran tentang realitas. Kedua, pendekatan yang memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis.35 Realitas yang ditampilkan oleh media pada dasarnya merupakan hasil konstruksi media itu sendiri. Realitas dalam media massa dikonstruksi dengan melalui tiga tahap, yaitu tahap konstruksi realitas pembenaran, kesediaan dikonstruksi oleh media massa dan sebagai pilihan konsumtif. Pertama, konstruksi realitas pembenaran merupakan realitas yang dikonstruksi media massa dan apa yang disajikan di media massa seluruhnya dianggap sebagai suatu kebenaran. Kedua, tahap kesediaan dikonstruksi oleh media massa, kesediaan khalayak menjadi konsumen media. Ketiga, tahap pilihan konsumtif, yaitu ketergantungan individu terhadap media.36 D. Gaya Bahasa (Majas) Majas atau gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian secara kalamiah saja. Gaya bahasa juga dapat diartikan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
35
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: PT LKIA Printing Cemerlang, 2002), h. 47 36 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 212-213
28
dan kepribadian penulis. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.37 Haris Sumadiria, dalam bukunya Bahasa Jurnalistik, membagi majas atau gaya bahasa menjadi empat kelomok, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan. Berikut ini penjelasan tentang keempat majas tersebut: 38 1. Majas Perbandingan Gaya bahasa perbandingan mencoba membandingkan dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Dengan gaya bahasa perbandingan, seseorang akan mengetahui unsur-unsur apa saja yang dianggap sama, dan unsur-unsur apa pula yang dianggap berbeda atau bahkan bertentangan satu sama lain. Gaya bahasa perbandingan mencakup 10 jenis, masing-masing: a. Perumpamaan Membandingkan dua hal yang berbeda sehingga dianggap memiliki unsur- unsur persamaan di antara keduanya. Dalam bahasa Latin, perumpamaan sering disebut „simile’ yang bermakna „seperti’. Menyebut sesuatu dengan seperti, berarti sifat- sifat atau ciri pokok yang melekat pada sesuatu yang akan dibandingkan, seolah disamarkan sehingga menjadi tidak tampak. Sebaliknya, sifat- sifat atau ciri pokok yang melekat pada objek perbandingan, seolah ditonjolkan sehingga tampak lebih mencolok.
37
Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010), hal.145-146 38 Haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik, h.147-179
29
Para jurnalis hanya dapat menggunakan gaya bahasa perumpamaan ini ketika menulis tajuk rencana, artikel, kolom, berbagai jenis cerita khas berwarna (feature), catatan perjalanan, atau pelaporan mendalam (depth reporting). Gaya bahasa perumpamaan tidak boleh digunakan pada laporan jenis berita langsung (straight news) karena menurut kaidah jurnalistik, gaya bahasa jenis ini termasuk subjektif. Etika dasar jurnalistik mengajarkan, seorang jurnalis tidak boleh bersikap subjektif dalam berita yang ditulisnya, misalnya seperti: Penjahat itu licin seperti belut; rakus seperti monyet; seperti kucing dan anjing; seperti singa lapar; bagai air dengan minyak; bagai air di daun talas; bagai raja sehari. b. Metafora Metafora adalah pemakaian kata-kata yang bukan arti sebenarnya, melainkan
sebagai
lukisan
yang
berdasarkan
persamaan
atau
perbandingan, misalnya: Anak emas; buah bibir; mata keranjang; air mata buaya; kelinci percobaan; jendela dunia; mata duitan. c. Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep- konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang bisa menggerakkan tubuhnya, berkatakata, bernyanyi, bersiul, berlari, menari, melihat, serta mencium. Personifikasi lebih tepat digunakan untuk karya-karya jurnalistik yang sifatnya soft news, seperti contoh: Nyiur melambai; ombak berkejarkejaran; hanya dingin malam yang setia menemani pria paruh baya itu.
30
d. Depersonifikasi Gaya
bahasa
ini
merupakan
kebalikan
dari
personifikasi.
Depersonifikasi mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku beku. Tidak bisa melihat, mendengar, mencium, menggerakkan tubuhnya. Gaya bahasa ini digunakan terutama untuk menunjukkan situasi, posisi, atau kondisi seseorang, sekelompok orang, atau sesuatu hal yang sifatnya pasif, seperti: Dari tadi kakek tua itu mematung; wajah gadis itu membeku; akulah matahari dan engkaulah bulan; akulah api engkaulah air. e. Alegori Alegori berasal dari bahasan Yunani, allegorein, yang berarti bicara secara kias atau bicara dengan menggunakan kias. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, tempat atau wadah objek-objek atau
gagasan-gagasan
yang
diperlambangkan.
Alegori
biasanya
mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia dan biasanya sering ditemukan dalam bahasa jurnalistik majalah remaja dan majalah anakanak, misalnya: Kisah buaya yang tamak; kancil yang cerdik; atau kelinci yang berbudi. Tujuannya lebih banyak bersifat persuasive dan edukatif daripada argumentative atau korektif. f. Antesis Antesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan. Antetis merupakan salah satu gaya bahasa andalan dalam
31
dunia jurnalistik sastra. Antesis membuat laporan jurnalistik yang sifatnya faktual, menjadi seolah-olah karya fiksi yang sifatnya imajisional, misalnya: Kecantikannyalah yang membawa dirinya kelembah nista; meski diludahi berkali-kali di depan umum dia tetap tersenyum; tumpukan benda rongsokan dan sampah inilahyang melahirkan santrisantri remaja berakhlak mulia. g. Pleonasmes dan Tautologi Pleonasme adalah pemakaian kata mubazir atau berlebihan yang sebenarnya tidak perlu. Pleonasme bisa disebut juga merupakan penegasan terhadap suatu kata atau konsep yang sudah tegas dan jelas, misalnya: hanya harga kentang dan cabai merah yang sudah turun lagi ke bawah; dia mendengar istrinya telah berselingkuh dengan sopir truk dengan telinganya sendiri. Sedangkan tautologi adalah penegasan terhadap suatu hal yang mengandung unsur-unsur perulangan tetapi dengan menggunakan katakata yang lain, seperti: Pencopet yang tewas dibakar massa itu kini tak bisa gentayangan lagi di bus-bus umum; darah merah itulah yang melumuri wajahnya; para pengungsi menerima bantuan satu ton atau seribu kilogram beras dari pemerintah provinsi. h. Perifrasis Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme. Keduanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan, dengan contoh: Setelah dirawat selama tiga pecan di
32
rumah sakit, mantan pejuang yang sangat dicintai keluarganya itu akhirnya beristirahat dengan tenang untuk selama-lamanya (meninggal dunia). i. Antisipasi (Prolepsi) Kata antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipation yang berarti „mendahului‟ atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi, misalnya: Tiga hari sebelumnya, gadis malang itu masih sempat singgah ke salon dekat rumah untuk potong rambut; masih enam bulan lagi Piala Dunia 2006 digelar, tetapi Jerman sudah bersolek habis-habisan; hatinya berbunga-bunga, minggu depan ia akan disunting pengusaha kaya raya dari negeri jiran Brunei Darussalam. j. Koreksio (Epanortosis) Gaya bahasa yang berwujud semula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana yang salah, contohnya seperti: Lelaki pemulung itu pun mencintai, eh meniduri, sang nenek separuh baya ini hingga subuh; pejabat, ah bukan, penjahat ini sudah dikenal licin bagai belut karena setelah tiga tahun buron baru pecan lalu tertangkap. 2. Majas Pertentangan Gaya bahasa pertentangan, sesuai dengan namanya, membandingkan dua hal yang berlawanan atau bertolak belakang. Ada 12 jenis gaya bahasa pertentangan, masing-masing:
33
a. Hiperbola Sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya, dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya, seperti contoh: Sedikitnya 120 rumah rata dengan tanah disapu badai; Jakarta nyaris tenggelam dilanda banjir; gunung kudaki laut kusebrangi demi kasihku padamu. b. Litotes Majas yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan, misalnya: Jika ada waktu singgahlah di gubuk saya (padahal rumahnya seperti istana); saya memang menjadi juara tetapi dia tetap lebih baik (padahal tiga kali juara dunia). c. Ironi Majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang megimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan, misalnya seperti: Bandung adalah kota kembang yang penuh sampah; meski sedang diadili dalam perkara korupsi, ia tetap mencalonkan diri menjadi gubernur. d. Oksimoron Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama,
34
seperti: Dengan televisi seseorang bisa menghibur diri, dengan televisi pula seseorang bisa bunuh diri; perang bisa menciptakan perdamaian tetapi juga bisa menimbulkan kehancuran. e. Satire Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis dan estetis. Aksi-aksi unjuk rasa yang sering didengar dan dilihat diberbagai kota besar di Indonesia selama ini, sarat dengan muatan satire, misalnya: Pengusungan keranda jenazah sebagai symbol kematian demokrasi; atau pembakaran papan nama suatu perusahaan karena perusahaan itu dianggap telah gagal melindungi dan menyejahterakan para pekerja. Satire juga bisa ditampilkan dalam bentuk tulisan, seperti: Mari kita belajar menjadi koruptor yang dermawan; Indonesia surge narkoba; ajari kami untuk pandai meipu rakyat. f. Inuendo Sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sambil lalu saja, seperti: Pidatonya disambut dingin karena tidak menyinggung kenaikan gaji; karena hobi makan di restoran, badannya seperti gajah. g. Antifrasis Gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, misalnya: Inilah pahlawan kita (padahal pengkhianat); dia
35
dikenal sebagai pembela rakyat (padahal penipu rakyat); dia layak mendapat penghargaan (padahal layak menerima hukuman). h. Paradox Suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan pertentangan, misalnya: Dia menderita dalam keluarga bahagia; mantan pejabat itu merasa bahagia setelah masuk penjara; panen melimpah petani menangis; penipu yang pintar sekaligus bodoh. i. Klimaks Sejenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan, misalnya: Datang, berjuang, menang; balita, remaja, dewasa, manula; menanam, merawat, memanen. j. Antiklimaks Kebalikan dari gaya bahasa klimaks. Antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturutturut ke agasan yang kurang penting. Antiklimaks dapat digunakan sebagai suatu istilah umum yang masih mengenal spesifikasi lebih lanjut, yaitu dekrementum, katabasis, dan batos. Dekrementum, adalah semacam antiklimaks yang berwujud menambah gagasan yang kurang penting pada suatu gagasan yang penting, misalnya: Rektor mengingatkan gelar sarjana yang diraih akan sangat penting maknanya apabila sejak esok hari para wisudawan tak bertopang dagu di teras rumah.
36
Katabasis, merupakan antiklimaks yang mengurutkan sejumlah gagasan yang semakin kurang penting, seperti: Kampanye gerakan hidup sehat itu diikuti para manula, dewasa, remaja, anak-anak, dan bahkan balita; semua wilayag dilibatkan mulai dari provinsi, kota, kecamatan, kelurahan. Sedangan batos, meripakan jenis antiklimas yang menjelaskan gagasan dari suatu yang sangat penting ke yang sama sekali tidak penting, misalnya: Dia dikenal sebagai jendral penembak jitu, hidup di bawah ketiak istri pula; dia guru agama teladan di sekolahnya, dan kemarin tertangkap basah sedang memperkosa gadis ingusan di kebun singkong. k. Sinisme Sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati, misalnya seperti: Apa yang tidak bisa Anda beli? Jangankan mobil dan rumah mewah, istri orang lainpun Anda sikat. Bahkan negara ini besok lusa jadi milik Anda. Kalau mau, Anda juga bisa menyebut diri sebagai Tuhan. l. Sarkasme Sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati, misalnya: Kau bisa jadi ketua tapi langkahi dulu mayatku; biangkerok, kamu memang pantas ku cincang; kejaksaan kini memeriksa lima koruptor yang sangat terkutuk dan penuh laknat iti; keempat pemerkosa ini, yang sikap dan perilakunya seperti anjing.
37
3. Majas Pertautan Gaya bahasa pertautan menunjukan adanya hubungan pertautan atau pertalian diantara dua hal yang sedang dibicarakan. Ada 10 gaya bahasa pertautan, masing-masing: a. Metonomia Sejenis gaya bahasa yang mempergunakan nama suatu barang bagi sesuatu yang lain berkaitan erat dengan nya. Metonomia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya, seperti: Sudah kalau tidak ada yang lain, pakai kijang saya saja; Kalau mau ke Bali, Merpati terbang lebih pagi, Garuda agak siang, sementara Pelita sore. b. Sinekdoke Majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya atau sebaliknya. Atau dapat dikatakan gaya bahasa yang mengatakan sebagian untuk mengganti keseluruhan. Alusi lebih banyak digunakan untuk menunjukan atau mengangkat kembali sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah, misalnya: Melawan Medan, Bandung belum pernah menang meskipun bertemu di Siliwangi; para pengunjuk rasa adu mulut dengan polisi, meminta pintu gerbang pabrik dibuka. c. Eufemisme Ungkapan lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau tidak menyenangkan, seperti: Di kawasan kumuh itu, kita akan dengan mudah menemukan perempuan-perempuan
38
muda yang cekikikan hanya dengan pakaian kutang dan buah dada yang terguncang-guncang., onggokan tahi penuh lalat, anak-anak yang sedang berak di pari-parit kecil, atau bau kencing di sana-sini yang sangat menyengat hidung. d. Eponim Semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat tersebut, seperti: Hercules untuk menyatakan kekuatan; Hellen dan Troya untuk menyatakan kecantikan; Vera menyatakan kebenaran, Dewi Fortuna menyatakan keberuntungan; dan Dewi Sri menyatakan kesuburan. e. Epitet Semacam gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau cirri yang khas dari seseorang atau sesuatu hal, seperti: Raja rimba untuk singa; puteri malam untuk bulan; atau lonceng pagi untuk ayam jantan. f. Antonomasia Gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri, atau gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri, misalnya: Gubernur mengimbau para kepala desa di Jawa Barat tidak ramai-ramai demo ke Istana Negara, Jakarta, hanya untuk meminta penambahan masa jabatan dari dua menjadi tiga periode.
39
g. Erotesis atau Retoris Sejenis gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban, seperti: Haruskah guru mogok mengajar? Pantaskah kaum guru demo, berteriak lantang, berpidato berapi-api di lapangan terbuka minta diangkat menjadi pegawai negeri? h. Paralelisme Gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian katakata yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama, seperti: Dosen bicara, mahasiswa menyimak, saling menghargai dan menghormati; suami bekerja mencari nafkah, istri mengabdi di rumah, anakanak bersekolah, dalam rangka membangun keluarga sakinah; siang berdagang, malam begadang, pagi berenang, semuanya dilakukan hanya untuk mencapai keseimbangan hidup. i. Elipsis Gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilang kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa, misalnya: Sudahlah (Sudahlah jangan diungkit-ungkit lagi); Mau apa? (Kamu datang ke sini mau apa?); Besok pagi saja (Tidak perlu dikerjakan sekarang karena sudah malam).
40
j. Asindeton Gaya bahasa yang berupa acuan pada dan mampat ketika beberapa kata, frasa atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk – bentuk tersebut biasanya dipisahkan oleh tanda koma, seperti: Sendok, garpu, gelas, piring, meja, kursi, tempat tidur, adalah modal awal membangun keluarga kecil yang bahagia; harta, tahta, wanita, bukan itu yang dicari para pejuang kemerdekaan. 4. Majas Perulangan Majas perulangan adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, frasa, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Gaya bahasa perulangan berfungsi untuk menekankan suatu gagasan atau peristiwa, sehingga mendapat perhatian dan dicatat dalam ingatan khalayak. Ada 10 gaya bahasa perulangan, masingmasing: a. Aliterasi Semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan, seperti: Di dadaku ada kamu Di dadamu ada aku Di perutmu ada aku Di perutku ada kamu
41
b. Asonansi Sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vocal yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan, misalnya seperti: Dari mana datangnya lintah Dari sawah turun ke kali Dari mana datangnya cinta Dari mata turun ke hati c. Antanaklasis Gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda, seperti: Cinta palsu akan berakhir dalam kehancuran, cinta tulus akan hidup dalam keabadian; ujung rambutnya yang berjuntai, ujung dahinya yang lapang, ujung matanya yang indah, ujung dagunya yang bergayut, ujung bibirnya yang lancip, dan ujung lehernya yang jenjang, membuat putrid gunung itu terpilih menjadi Gadis Pesona Kota Kembang 2006. d. Kiasmus Semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik frasa maupun klausa, yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Kiasmus adalah jenis pribahasa
yang
mengajak
kita
memasuki
dunia
logika
sekaligus
mempertanyakan nilai-nilai yang dikandungnya, contonya seperti: Hidup melawan matahari, siang dijadikan malam, dan malam dijadikan siang; Anda
42
kaya, tetapi selalu merasa miskin; banyak orang pintar bersikap seperti orang bodoh, dan tidak sedikit orang bodoh yang merasa atau sok pintar. e. Epizeukis Gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu kata yang ditekankan atau dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut, misalnya: Katakan, ya katakana, dan katakana sekali lagi, kamu memang benar mencintaiku, sayang; sudah, sudah, ya sudahlah, kita harus menerima kenyataan pahit ini; hanya bapak, bapak, memang hanya bapak, satu-satunya orang yang bisa menolong kami keluar dari tempat neraka ini. f. Tautotes Gaya bahasa perulangan atau repetisi atau sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Tautotes adalah salah satu jenis gaya bahasa bersajak tiktak, saling lempar, memberi dan menerima, subjek jadi objek, objek jadi subjek, dan begitu seterusnya, seperti: Saya sungguh mencintai dia, dia mencintai dia, saya dan dia saling mencintai, saya dan dia menyatu; Anton memukul Bimo, Bimo memukul Anton, Anton dan Bimo saling memukul, kedua anggota DPR ini memang sudah lama berseteru dan sudah dua kali beradu tinju. g. Anafora Gaya bahasa yang lebih banyak memberi penekanan pada frasa yang diletakkan pada awal kalimat, untuk diulang sampai beberapa kali tetapi dengan objek yang berbeda, misalnya: Kamu tahu kan, saya anak rakyat jelata? Kamu tahu kan, saya ini Cuma anak buruh tani? Kamu tahu kan, saya
43
baru saja dipecat dari pabrik? Kamu tahu kan, kita suda diancam pemilik bedeng ini untuk angkat kaki secepatnya? h. Simploke Gaya bahasa yang lebih banyak memberi penekanan pada klausa dengan cara mengulangnya beberapa kali tetapi pada konteks yang berbeda. Pada simploke, klausa yang ditempatkan pada awal kalimat selalu berganti pada setiap kalimat, misalnya seperti: Apa tadi, kau bilang aku pe-es-ka, kupukupu malam, pelacur, lonte jalanan? Biar saja. Apa tadi, kau bilang aku lepas kendali, tak punya harga diri, tak punya moral? Biar saja. Apa tadi, kau bilang aku bukan lagi teman dekatmu, bukan lagi pacar gelapmu, bukan lagi istri mudamu, bukan lagi selimut? Biar saja! i. Epanalepsis Semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat menjadi target. Epanalepsis adalah gaya bahasa repetisi atau pengulangan yang memberi tekanan kepada posisi dan fungsi subjek dalam sebuah kalimat, seperti: Pilihlah saya sebagai rector, jika universitas ini menghendaki perubahan cepat ke aras yang lebih baik, pilihlah! Bunuhlah saya kalau kamu sudah tidak sudi melihat saya lagi, bunuhlah! j. Anadiplosis Sejenis gaya bahasa repetisi ketika kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat
44
berikutnya. Gaya bahasa atau perulangan ini dibangun dalam untaian kata bersajak atau berpantun, contohnya seperti: Siapa kira kita bercinta tadi malam Siapa kira tadi malam kita bercerita Siapa kira kita bercerita tentang kita Siapa kira tentang kita tak ada makna Siapa kira tak ada makna yang bicara Siapa kira bicara makna bicara cinta
E. Jurnalisme Damai Jurnalisme damai (Peace Journalism) kali pertama diprakarsai oleh Johan Galtung. Dia adalah seorang veteran mediator damai kelahiran Norwegia. Ia juga mendirikan International Peace Research Institute, Oslo (PRIO) pada 1959 dan Journal of Peace Research pada 1964. Saat ini ia merupakan professor ilmu damai pada European Peace University dan University of Tromsoe. Kemudian Gagasan jurnalisme damai dikembangkan oleh Jake Lynch dan Annabel McGoldrick. Mereka berdua telah melakukan workshop di berbagai negara, termasuk beberapa negara di Asia.39 Dalam arti kata, jurnalisme damai adalah cara membingkai berita yang lebih luas, seimbang, dan akurat, menggambarkan di balik analisa dan transformasi konflik. Jurnalisme damai berusaha meminimalkan celah antara pihak yang berlawanan
dengan
tidak
menimbulkan
fakta
yang
memperparah
atau
meningkatkan konflik. Jurnalisme damai dapat dikatakan seperti jurnalisme Kesehatan (Health Journalism), sebab seorang koresponden kesehatan yang baik
39
Iswandi Syahputra, Jurnalisme Damai Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik, (Yogyakarta: P_Idea, 2006), h. 91-92
45
akan mendeskripsikan perjuangan seorang pasien melawan kanker, tetapi juga menceritakan mengenai penyebab kanker, gaya hidup, lingkungan, perubahan genetic, dan lain-lain. Sedangkan jurnalisme damai akan secara spontan mencari dan mengembangkan ide untuk mencapai perdamaian serta membawa pembaca menuju cerita yang penting dan menarik.40 Istilah “Jurnalisme Damai” kerap kali terdengar dalam dunia kewartawanan, khususnya pada saat melakukan peliputan peristiwa konflik; Entah itu konflik suku, agama, ras, atau antargolongan (SARA). Maksud istilah itu adalah sedapat mungkin jurnalis yang meliput peristiwa konflik mendorong proses perdamaian dalam pemberitaannya, bukan sebaliknya malah „mengompori‟ kedua pihak untuk meneruskan konflik hingga dampak kerugian kian meluas. Menurut Jake Lynch dan Annabel McGoldrick, jurnalisme damai terwujud ketika para redaktur dan reporter menetapkan pilihan-pilihan bersifat damai, tentang berita apa yang akan dilaporkan, dan bagaimana cara melaporkannya. Yang dimaksud dengan „bersifat damai‟ itu adalah bentuk pemberitaan yang menciptakan peluang bagi sebagian masyarakat, untuk mempertimbangkan dan menghargai tanggapan tanpa kekerasan terhadap konflik yang bersangkutan. 41 Dalam dunia jurnalis ada ungkapan „A bad news is a good news.‟ Konflik adalah a good news. Menurut Iswandi Syahputra, konflik dapat muncul kapan saja dan di mana saja. Karena itu, ia mengingatkan saat jurnalis meliput konflik, liputannya itu harus dibarengi dengan semangat kuat untuk memerangi konflik itu
40 41
Iswandi Syahputra, Jurnalisme Damai Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik, h.89-94 Jurnalisme Damai (Peace Journalism), http://damai.id/jurnalisme-damai-peace-journalism/
46
sendiri.42 Dalam bahasa sederhananya, peran media dalam memberitakan kasuskasus pertikaian memiliki dua potensi yang sama besarnya, yakni memberikan kesempatan kepada kedua pihak yang berkonflik untuk menempuh jalan damai atau malah memperuncing keadaan atas pemberitaan tersebut. Jurnalisme damai di Indonesia juga penting digunakan untuk menghindari apa yang disebut dengan “talking journalism” atau jurnalisme omongan. Dalam talking journalism kaidah pers “big name big news, no name no news” masih berlaku. Pada Orde Baru, orang-orang penting seperti pejabat tinggi negara dan militer menjadi narasumber yang omongannya dipercaya dan menjadi sebuah fakta kebenaran. Setiap pejabat dengan pangkat dan nama besarnya dianggap mewakili klaim atas seluruh kejadian dan kebenaran. Setiap terjadi suatu peristiwa, mereka selalu dijadikan narasumber. Sehingga jelas bahwa berita tidak bersifat komprehensif dan berat sebelah.43 Dalam situasi konflik, media dipandang amat berperan penting dalam megonstruksi realitas untuk membentuk dan menggiring opini publik. Untuk dapat memahaminya, komunikator (media/jurnalis) perlu menjadikannya kode-kode atau kumpulan simbol sehingga akan memengaruhi makna bagi penerimanya. Pemilihan makna serta simbol tersebut bergantung pada ideologi media massa yang bersangkutan. Sesuai dengan istilah yang dipakai, jurnalisme damai adalah jenis jurnalisme yang lebih mengarah pada penyampaian informasi yang berdampak pada 42
Iswandi Syahputra, Jurnalisme Damai Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik, h. 32 Bachtiar Hakim, Jurnalisme Damai, diakses 18 Mei 2008 http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/05/18/mengenal-jurnalisme-damai/ 43
47
perdamaian. Menurut Ali, istilah ini bisa saja digunakan untuk membedakan diri dengan “jurnalisme perang,” yakni jenis jurnalisme yang mengobarkan peperangan dengan penyampaian informasi yang bersifat provokatif dan penuh intimidasi. Penganut paradigma jurnalisme perang tidak hanya mengobarkan konflik tetapi juga memotret kekerasan secara telanjang. 44 Jurnalisme ini mengajarkan wartawan untuk tidak turut menjadi bagian dari pertikaian, melainkan menjadi bagian pencari solusi. Jurnalisme damai melihat pertikaian sebagai sebuah masalah dan berusaha mencari solusi melalui pemberitaan, menggarisbawahi bahwa akibat dari suatu pertikaian atau kekerasan akan mengakibatkan kerusakan dan kerugian psikologis, budaya dan struktur dari kelompok masyarakat yang menjadi korban konflik.45 Berbeda dengan jurnalisme kekerasan/perang (war journalism), jurnalisme ini hanya memberitakan pertikaian di tengah masyarakat dan lebih berorientasi pada peristiwa kekerasannya. Pemberitaan ini terfokus pada tempat terjadinya konflik, dengan menonjolkan dampak fisik dari kasus tersebut. Selain itu, dalam pemberitaannya wartawan memberikan penilaian sepihak terhadap pihak mana yang menjadi pemenang atau yang kalah, serta cenderung menjadikan elit yang bertikai sebagai narasumber.46 Jurnalisme damai pada dasarnya adalah upaya meluruskan kembali apa yang menyimpang dari jurnalisme dalam praktik. Prinsipnya, jurnalisme itu tujuannya 44
Muhammad Ali, Jurnalisme Damai, Suatu Keniscayaan, diakses 14 Februari 2005 http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/14/opi4.htm 45 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), h. 51 46 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan, h. 47-48
48
untuk kepentingan publik, untuk kebaikan masyarakat luas. Jadi, ketika suatu pemberitaan kemudian tidak memberi kebaikan untuk masyarakat, misalnya, karena cara pemberitaannya yang kurang mempertimbangkan bagaimana menyelesaikan konflik, atau malah cara pemberitaan itu berpotensi membuat konflik jadi semakin berkepanjangan, maka di situ muncul jurnalisme damai (peace journalism). Yaitu, upaya mengembalikan jurnalisme ke ruh atau tujuan dasarnya, yaitu kepentingan publik. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jurnalisme damai merupakan sebuah konsep baru di bidang akademik, khususnya jurnalisme dan sektor media. Jurnalisme damai menekankan pada bagaimana berita dikumpulkan, diolah, dan disajikan sehingga produk jurnalisme yang dihasilkan mengarahkan audiens untuk memberikan tanggapan positif atas berita yang disajikan media. Menurut Iswandi Syahputra, ada tiga hal yang harus diperjuangkan jurnalisme damai:47 a. Menghindari penggambaran konflik sebagai dua pihak yang memperebutkan satu tujuan. Hasil yang mungkin adalah salah satu menang dan yang lain kalah. Sebaiknya jurnalisme damai akan memecah kedua pihak menjadi beberapa kelompok kecil. Mengejar beberapa tujuan, membuka selang hasil yang lebih kreatif dan potensial.
47
Iswandi Syahputra, Jurnalisme Damai Meretas, h. 90-93
49
b. Menghindari menerima perbedaan antara diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat digunakan untuk membangun rasa bahwa pihak lain merupakan ancaman atau memiliki sikap yang diluar batas. c. Menghindari perlakuan konflik sebagai sesuatu yang hanya terjadi di tempat dan waktu di m ana kekerasan terjadi. Sebaiknya coba untuk menelusuri hubungan dan konskuensi bagi orang di tempat lain pada saat itu dan di masa depan. Dari uraian di atas, jelas bahwa liputan oleh media mengenai konflik dan perang tidak selalu berdampak positif. Liputan media kerap kali “mengompori” perang atau konflik sehingga prospek ke arah perdamaian justru semakin kecil. Lebih buruk lagi, ada media yang menjadi bagian dari konflik atau berpihak pada kubu-kubu yang berkonflik. Berikut ini adalah tabel perbedaan antara jurnalisme damai dan jurnalisme perang. Seperti yang diungkapkan Nurdin dalam bukunya Jurnalisme Masa Kini:48 Tabel 1 Perbedaan Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang Menurut Johan Galtung Jurnalisme Damai Perdamaian Diorientasikan
Jurnalisme perang Perang Diorientasikan
Menggali informasi konflik dari pihak x, tujuan y, masalah z, orientasi “win-win” Buka ruang, buka waktu; sebab dan akibat, juga sejarah/budaya
Fokus pada arena konflik, dua pihak, satu tujuan
I
48
Tutup muka, tutup waktu, sebabsebab dan jalan keluar arena, siapa
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 241
50
Menjadikan konflik transparan Memberikan suara ke seluruh pihak, empati dan pengertian Melihat konflik/perang sebagai masalah, focus pada kreativitas konflik Memanusiakan semua sisi; sisi terburuk dari senjata Proaktif: pencegahan sebelum kekerasan/ perang terjadi Fokus pada dampak yang tak terlihat (trauma dan keinginan mendapatkan kejayaan, pengrusakan terhadap struktur/budaya) Kebenaran diorientasikan
yang pertama melempar batu Membuat perang tak transparan/ rahasia Jurnalisme “kita-mereka”, propaganda, pengaruh untuk kita Melihat “mereka” sebagai masalah, fokus pada siapa yang menang perang Melepaskan atribut kemanusiaan dari “mereka”, sisi terburuk dari senjata Reaktif: menunggu kekerasan sebelum diberitakan Fokus hanya pada dampak kekerasan yang terlihat (pembunuhan, penglukaan dan kerusakan materi) Propaganda diorientasikan
II
III
Membeberkan ketidakbenaran dari semua sisi/mengungkap semua yang ditutup-tutupi Golongan masyarakat diorientasikan Fokus pada penderitaan secara keseluruhan; pada wanita, orang berumur, anak-anak, member suaa pada yang tidak bersuara Menyebut nama-nama yang melakukan kejahatan Fokus pada orang-orang yang membawa perdamaian Penyelesaian diorientasikan
Membeberan ketidakbenaran “mereka”/ membantu menutupi “kita”/ berbohong Golongan elite diorientasikan Fokus pada penderitaan “kita” pada bagaimana elite yang sehat, menjadi penyambung lidah mereka Menyebut nama-nama dia yang melakukan kejahatan Fous pada pembawa perdamaian dari kalangan elite Kemenangan diorientasikan
IV Perdamaian= tidak adanya kekerasan+kreativitas Menyoroti prakarsa-prakarsa kedamaian, juga mencegah lebih
Perdamaian= kemenangan+gencatan senjata Menutupi usaha perdamaian, sebelum kemenangan diraih
51
banyak perang Fokus pada struktur, budaya, masyarakat yang tentram
Fokus pada fakta, lembaga, masyarakat yang terkontrol
Akibat: resolusi, konstruksi ulang, rekonsiliasi
Pergi untuk perang yang lain, kembali juka yang lain bergejolak
Praktek jurnalisme damai di Indonesia memang sulit untuk dilaksanakan karena oleh sebagian media unsur kekerasan dianggap masih menjadi sebuah daya tarik bagi pemberitaan. Maka dengan melihat perbedaan juralisme damai dan jurnalisme perang di atas, dapat disimpulkan bahwa jurnalisme damai berorientasi pada perdamaian, kebenaran, masyarakat atau korban, dan penyelesaian atau penghentian kekerasan. Sedangkan jurnalisme perang berorientasi pada perang, propaganda, elit atau pelaku kekerasan, dan kemenangan. Terdapat pula tiga indikator yang menonjol pada jurnalisme damai dan jurnalisme perang, antara lain: menghindari penggunaan bahasa yang kasar (demonizing), menggunakan pendekatan yang tidak berpihak pada kelompok manapun (non partisan approach), dan berorientasi pada berbagai kelompok (multi-party orientation). Sedangkan Jurnalisme perang cenderung fokus pada apa yang terjadi di sini dan saat ini, menggunakan orientasi pada elit (elite orientation), dan menciptakan dikotomi baik dan buruk.49 Lebih Jauh, McGoldrick dan Jake Lynch pernah menawarkan 16 catatan yang harus dilakukan oleh penggiat jurnalisme perdamaian, masing-masing:50
49
Lee Wilkins, The Handbook of Mass Media Ethics, (New York: Routleidge, 2009), hal.258-261, dalam jurnal penelitian Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegoro Volume III/No.1 Januari 2014 pada penelitian Rindang Senja Andarini yang berjudul Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Ahmadiyah pada Harian Jawa Pos 50 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, h.242-248
52
a. Wartawan hendaknya menghindari penggambaran bahwa konflik hanya terdiri dari dua pihak yang bertikai atas satu isu tertentu. Konskuensi logis dari penggambaran macam ini adalah ada satu pihak yang menang dan ada satu pihak yang kalah. b. Wartawan baiknya menghindari penerimaan perbedaan tajam antara “aku” dan “yang lain.” Hal ini bisa digunakan untuk membuat perasaan bahwa pihak lain adalah “ancaman” atau “tidak bisa diterima” tingkah laku yang berada. Keduanya merupakan pembenaran untuk terjadinya kekerasan. c. Wartawan hendaknya menghindari memperlakukan konflik seolah-olah ia hanya terjadi pada saat dan tempat kekerasan terjadi. d. Wartawan sebaiknya menghindari pemberian penghargaan kepada tindakan ataupun kebijakan dengan menggunakan kekerasan hanya karena dampak yang terlihat. e. Wartawan sebaiknya tidak melakukan pengidentifikasian suatu kelompok hanya dengan mengulang ucapan para pemimpin mereka ataupun tuntutan yang telah dikemukakan. f. Wartawan hendaknya tidak memusatan perhatian hanya pada pihak-pihak yang bertikai, hanya mencari perbedaan dari ucapan kedua belah pihak tentang apa yang mereka inginkan. g. Wartawan sebaiknya jangan melakukan pelaporan yang hanya menonjolkan unsur kekerasan dan mendeskripsikan tentang “horror.” h. Wartawan jangan sampai menyalahkan salah satu pihak karena akan memulai perselisihan.
53
i. Wartawan harusnya menghindari laporan yang hanya berfokus pada penderitaan, ketakutan, dan keluhan hanya dari satu sisi. j. Wartawan hendaknya menghindari penggunaan bahasa yang menonjolkan sosok korban seperti kata “miskin,” “hancur.” “tak berdaya,” “memelas,” “tragedy” yang semuanya hanya menunjukkan hal apa yang telah dan mungkin dilakukan untuk kelompok ini. k. Wartawan jangan sampai menggunaan kata-kata emosional yang tidak tepat menggambarkan apa yang telah terjadi kepada sekelompok orang. l. Wartawan harusnya tidak menggunaan kata sifat seperti “kejam, brutal dan barbar.” m. Wartawan jangan menggunaan label seperti kata “teroris, ekstrimis, kelompok fanatic dan fundamental.” n. Wartawan hendaknya menghindari pembentukan opini atau klaim seolah-olah sudah pasti. o. Wartawan hendaknya tidak melakukan pujian atas perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh para pemimpin politik, yang hanya akan membawa kemenangan bagi militer ataupun gencatan senjata, seperti seolah- olah tercipta perdamaian. p. Wartawan baiknya hindari penantian akan pemimpin “kita” mengusulkan jalan keluar. Galtung yang kemudian diikuti oleh Annabel McGoldrick dan Jake Lynch mendorong pers mengubah teori klasik jurnalisme perang menjadi jurnalisme
54
damai (peace journalism).51 Pers harus mengambil peran memprovokasi pihakpihak yang bertikai menemukan jalan keluar. Pers harus melakukan pendekatan win-win solution dan memperbanyak alternatif penyelesaian konflik. Hampir sepanjang abad ke-21 lalu, unsur ketegangan dan pertentangan konflik dan perang mendominasi headline yang menghiasi berbagai halaman surat kabar di media massa. Konsep jurnalisme damai yang mungkin saja ada, tapi belum begitu disadari keberadaan dan manfaatnya, hampir tidak mendapatkan tempat dan porsinya secara layak. Karenanya tidak mengherankan kalau penerapan dan implementasinya sekarang ini juga masih terkesan tidak memiliki nilai jual yang tinggi, kurang komersil dan tidak popular. Meski begitu mengingat media cukup berperan dalam menciptakan dan membentuk opini publik dan opini pasar, maka tidak salah kalau upaya penerapan dan implementasi konsep jurnalisme damai dijadikan satu agenda penting yang harus disosialisasikan oleh semua lembaga penerbitan dan penyiaran.52 Oleh sebab itu, jurnalisme damai diharapkan menjadi salah satu referensi bagaimana seorang wartawan dituntut untuk mampu mentransformasikan fakta dan realitas konflik sebagai realitas media yang sesungguhnya. Pendekatan jurnalisme damai memberikan jalan baru bagi pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan konflik secara kreatif dan tidak memakai jalan kekerasan.
51
Merangkai Kata Damai, (Banda Aceh: Katahati Institute, 2009), http://www.fauzanalrasyid.com/2011/05konsep-jurnalisme-damai.html?m=1 52 J. Anto, Meretas Jurnalisme Damai di Aceh, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan KIPPAS, 2007), h. 131-132
55
F. Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam
melaksanakan
fungsi,
hak,
kewajiban
dan
peranannya,
pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik dan memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik, yang masing-masing:53 Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
53
http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etik-jurnalistik
56
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanaan tugas jurnalistik. Penafsiran Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
57
Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
58
Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
59
Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Konflik Belakangan ini banyak informasi beredar tentang Aksi 411, tentang demonstrasi atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Media banyak memuat berita tentang
aksi
demonstrasi
tersebut,
yang
menimbulkan
kecemasan
dan
kekhawatiran begitu dahsyat, bukan saja bagi warga Jakarta tetapi juga bagi warga daerah lainnya. Semuanya tampak begitu jelas tertulis dan terlihat di semua media. Media mengungkapkan berita ini sebagai perihal yang solah-olah sangat genting. Betapa tidak, diamati dari judul-judul media baik cetak, online, hingga elektronik, menayangkan pemberitaan pengamanan dimana-mana sehingga terlihat betapa gentingnya Ibukota Jakarta. Aparat berbaris seolah menghadang kerusuhan, pasukan tentara berkumpul dan menuliskan Ibukota siaga satu. Pemilihan narasumber pun tak kalah hebatnya, wawancara dilakukan mulai dari petinggi polisi dan TNI, pejabat, elit politik, tokoh agama, sampai tokoh masyarakat dilapis bawah. Bahkan sempat ada yang menyebutkan Presiden yang menjadi incaran demonstrasi 411. Semua ini menimbulkan keadaan semakin memanas, tidak bersatu padu, terpecah belah dan hilangnya keutuhan dan persatuan bangsa. Adapula yang berkata bahwa nanti akan terjadi kerusuhan dan demonstrasi ini mengarah pada isu berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Aksi 411
60
61
menjadi
perbincangan
di
mana-mana.
Seluruh
media
massa
ramai
memperbincangkan dan menjadi tranding topic. Meme-meme terus beredar luas dengan berbagai bentuk, melalui berbagai wadah. Semua khalayak dicekam ketakutan berlebihan. Dan semuanya ditangkap dengan sempurna oleh industri media dengan menempatkannya di halaman depan dengan penuh dramatis. Sebagai penyebar berita, pers memiliki hak memilih narasumber dan berita apa yang layak dimuat, sehingga tidak haram menulis berita yang mendinginkan suasana, bukan sekadar berita yang mengumbar rumor dan mengonsumsi fakta belaka. Media sudah seharusnya mengedepankan jurnalisme damai (peace journalism). Berita yang disajikan seharusnya mampu menyelesaikan konflik dan pertikaian serta mendorong solusi konflik dengan prinsip win-win solution seperti teori pendukung jurnalisme damai, Jake Lynch dan Annabel McGoldrick, atau misalnya menempatkan fungsi pers kembali ke jalannya atau sesuai Undangundang nomor 40 tahun 1999 tentang pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Seperti kedua surat kabar yang peneliti lakukan dan akan dipaparkan dalam BAB IV, ada surat kabar yang dirasa sudah menerapkan prinsip jurnalisme damai. Pemberitaannya menenangkan, membuat suasana masyarakat sejuk dan damai dan sementara salah satu surat kabar malah tidak menenangkan dan membuat suasana semakin memanas. Berikut profil dari kedua media yang akan diteliti:
62
B. Surat Kabar Republika 1. Sejarah dan Profil Surat Kabar Republika Surat Kabar Republika diterbitkan atas kehendak mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkualitas, yakni bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain di dunia, memegang nilai-nilai spiritual sebagai perwujudan pancasila sebagai filsafat bangsa, serta memiliki arah gerak seperti digariskan UUD 1945. Kehendak melahirkan masyarakat demikian searah dengan tujuan, cita-cita dan program Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang dibentuk pada 7 Desember 1990. Salah satu dari program ICMI yang disebarkan ke seluruh Indonesia antara lain, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program peningkatan 5K, yaitu: kualitas iman, kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas karya, dan kualitas pikir. Untuk mewujudkan tujuan, cita-cita dan program ICMI, beberapa tokoh pemerintahan dan masyarakat yang berdedikasi dan komitmen pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia, yang beragama Islam, membentuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992. Yayasan ini kemudian menyusun tiga program utamanya: a. Pengembangan Islamic Center b. Pengembangan CIDES (Center For Information and Development Studies) c. Penerbitan Harian Umum Republika Surat Kabar Republika diterbitkan berdiri di bawah Yayasan Abdi Bangsa. Pendiri yayasan ini terdiri dari beberapa mantan menteri, pejabat tinggi Negara,
63
cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha. Mereka antara lain, Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, Haji Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lain-lain.1 Sedangkan Haji Muhammad Soeharto, Presiden Republik Indonesia, berperan sebagai pelindung yayasan. Sementara Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, yang juga menjabat Ketua Umum ICMI, dipercaya sebagai Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa.2 Pada 28 November 1992 Yayasan Abdi Bangsa mendirikan Perusahaan Terbatas, PT Abdi Bangsa. Melalui proses, yayasan kemudian memperoleh SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) dari Departemen Penerangan Republik Indonesia, sebagai modal awal penerbitan Harian Umum Republika, SIUPP itu bernomor 283/ SK/ MENPEN/ SIUPP/ A.7/ 1992/ tertanggal 19 Desember 1992.3 Kemudahan pengeluaran SIUPP ini dilatarbelakangi dengan adanya Menteri Penerangan, Harmoko di dalam ICMI dan kedekatan tersendiri dengan Presiden Soeharto. Bahkan nama Republika sendiri merupakan ide Presiden Soeharto yang disampaikan saat beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap padanya untuk menyampaikan rencana peluncuran harian umum tersebut. Yang pada akhirnya surat kabar ini resmi diberi nama “Republika”4 dan terbit perdana pada 4 Januari 1993.
1
Arif Punto Utomo, Republika 17 Tahun Melintas Zaman, h. 4 Company Profile Republika 3 Arif Punto Utomo, Republika 17 Tahun Melintas Zaman, h. 7 4 Company Profile Republika 2
64
Kehadiran Surat Kabar Republika membawa konsep baru dalam dunia persuratkabaran di Indonesia. Di awal pembentukannya, Republika dikelola oleh para jurnalis yang handal dan intelektual musim modernis yang ingin mempersiapkan masyarakat dalam era baru perkembangan politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial dan budaya. Surat Kabar Republika adalah sebuah surat kabar pertama bagi kalangan komunitas Muslim di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan upaya panjang dari kalangan umat khususnya para wartawan muda yang professional guna untuk menembus ketatnya izin penerbitan pada masa itu. Tahun 2002 merupakan tahun penting dalam sejarah berdirinya Mahaka Media, dimana perusahaan ini pertama kali mencatatkan sahamnya sebagai PT Abdi Bangsa pada 3 April 2002 di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Mulai 2004, Republika dikelola oleh PT. republika Media Mandiri (RMM) di bawah perusahaan induk Mahaka Media. Di bawah PT. Republika Media Mandiri, Republika terus melakukan inovasi penyajian untuk kepuasan pelanggan. Menurut data company profile republika, ketika Surat Kabar Republika terbit pada 4 Januari 1993, penjualan oplah terus meningkat. Hanya dalam sepuluh hari sejak terbit, oplah Republika mencapai 100.000 eksemplar. Hal ini menandakan peningkatan 2,5 kali lipat dari rencana awal terbit dengan oplah rata-rata 40.000 per hari pada semester pertama tahun 1993.5 Berdasarkan hasil survey AC Nielsen 1999/2000, penyebaran Surat Kabar Republika hampir tersebar di seluruh Indonesia. Melihat proporsi sebaran 5
Company Profile Republika
65
wilayah DKI Jakarta menempati urutan pertama, yaitu 54%, kemudian Jawa Barat sebesar 10,9%, Jawa Tengah 8,1%, Jawa Timur 2,9%, Kalimantan 2,7%, Sulawesi 1,6%, NTB 0,3%, Bali 0,2%, dan luar negeri 0,1%. Dari data ini menunjukkan bahwa informasi yang dibawa oleh Republika dapat menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. 6 Surat Kabar Republika menempati posisi kedua sebagai media dengan pembaca yang berusia produktif serta memiliki kemampuan dan daya beli lebih. Bila dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar pembaca Surat Kabar Republika adalah pria, yaitu sebesar 60,1% dan perempuan hanya 39%. Sebagian besar, pembaca Republika berpendidikan SMU 44,2%, sedangkan yang berpendidikan tinggi 25,4% dan akademisi 11,1%. Dari kategori usia, pembaca Republika sebagian besar berusia 25-49 tahun, yaitu sebanyak 55,5%, kemudian usia 2029 tahun 38,1 %, dan kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 31,2%. Dari data ini terlihat bahwa Republika lebih banyak dibaca oleh usoa produktif.7 Corak jurnalisme Harian Umum Republika dilandasi keinginan untuk menyajikan informasi yang selengkapnya bagi para pembaca. Harian Umum Republika berupaya mengembangkan corak jurnalisme yang “enak dibaca” (readable). Bahasa dan gaya penuturannya diupayakan popular, renyah dan tidak kaku tanpa mengabaikan kaidah bahasa. Visualisasi dan desain yang menarik dalam entuk penonjolan unsur grafis yang informative (berupa gambar, foto, table) serta eksploitasi cetakan warna 6
Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali, (Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2007), h. 203 7 Arifatul Choiri Fauzi, Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali, h. 203
66
juga merupakan kekuatan surat kabar ini ditunjang oleh sajian berita tuntas pada suatu halaman, tanpa bersambung ke halaman lain. Dengan demekian, pembaca memiliki waktu lebih banyak untuk melacak berita maupun informasi di halaman-halaman lain. Tak terlalu berlebihan kiranya bila Harian Umum Republika pernah menyadang sebagai juara pertama dalam tata wajah terbaik dalam media cetak pada tahun pertama penerbitnya. 8 2. Visi dan Misi Harian Umum Republika Setiap harian umum memiliki visi dan misi yang berbeda. Tentunya memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk kelanjutan dari harian umum itu sendiri agar dikenal dan diingat oleh masyarakat, dan pada akhirnya masyarakat mencerna dan menelaah arti dari visi dan misi oleh suatu harian umum. Sejak berdiri moto “bukan sekedar menjual berita” dipakai, Harian Umum Republika menjadi perusahaan media cetak terpadu berskala nasional serta dikelola secara professional Islami, sehingga berpengaruh dalam proses pencerdasan bangsa, pengembangan kebudayaan, serta peningkatan keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia baru.9 Kemudian menjadikan Harian Umum Republika sebagai Koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas dan professional, namun
8
Company Profile Republika Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Pengantar: Prof Dr. Harsono Suwardi, MA. (Jakarta: Granit 2004), h. 122 9
67
mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman rahmatan lil alamin. Moto Harian Umum Republika “mencerdaskan kehidupan bangsa” menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru itu. Keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah kembali, mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan, tidak mesti harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun. Keberpihakan harian Umum Republika terarah kepada sebagian besar penduduk negeri ini, yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan adil. Media massa, dengan Harian Umum Republika sebagai salah satu darinya, hanya jadi penopang agar langkah itu bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.10 Dengan
motto
Republika
“Mencerdaskan
Kehidupan
Bangsa”
mencerminkan tujuan dari Republika yaitu bersemangat untuk mempersiapkan masyarakat memasuki era baru, dengan keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah untuk kembali, jika seluruh bangsa bersepakat mencapai kemajuan. Meski demikian, usaha untuk mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan, tidak harus mengganggu stablitas yang telah susah payah dibangun. Republika berpihak pada sebesar-besarnya penduduk negeri ini. Dengan latar belakang tersebut, visi Republika terdapat pada berbagai bidang kehidupan dimasyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan agama. 10
Aririf Punto Utomo, Republika 17 Tahun Melintas Zaman, hal. 24
68
Disamping itu, untuk menunjang visi tersebut, Republika juga memiliki beberapa misi dalam keberlangsungan operasional media tersebut, diantara misi tersebut ialah menciptakan dan menghidupkan sistem menejemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggungjawabkan secara professional. Menciptakan budaya kerja yang sehat dan transparan. Meningkatkan penjualan iklan dan Koran, sementara menekan biaya operasional (dengan memiliki mesin cetak). Merajut tali persaudaraan dengan organisasi-organisasi Islam di Indonesia. C. Harian Umum Rakyat Merdeka 1. Sejarah dan Profil Harian Umum Rakyat Merdeka Rakyat Merdeka merupakan salah satu anak perusahaan di bawah naungan Jawa Pos Group. Harian Umum Rakyat Merdeka terbit pertama kali sebanyak 12 halaman pada Kamis Pahing, 22 April 1999/ 6 Muharram 1420 H. Redaksi Rakyat Merdeka beralokasi di Gedung Graha Pena Lt. 8-9, Jalan Raya Kebayoran Lama No. 12, Jakarta Selatan 12212, sejak 17 Februari 2003, yang sebelumnya Harian Umum Rakyat Merdeka beralokasi di Jalan Raya Kebayoran Lama No. 17, Jakarta Selatan 12210. Surat Kabar ini terbit berdasarkan SK Menpen RI No. 326/SK/Menpen/SIUP/1998 dengan perubahan pada tanggal 6 April 1999 surat Menpen/Dirjen PPG No. 88/Ditjen PPG/K/1999.11
11
Ibnu hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Pengantar: Prof Dr. Harsono Suwardi, MA, h. 139
69
Seperti yang terlihat pada Surat Kabar Harian Umum Rakyat Merdeka, di dalam penyajiannya memiliki perbedaan tersendiri dengan surat kabar harian lainnya.
Headline
Harian
Umum
Rakyat
Merdeka
sering
dianggap
“sensasional” dengan penyajian berita-berita yang keras. Sehingga bulan-bulan pertama terbit, Harian Umum Rakyat Merdeka sering mendapat kecaman dari para pembacanya. Rakyat Merdeka tampil dengan penyajian berita yang keras dan menempatkan dirinya sebagai koran oposisi. Maksud oposisi di sini adalah surat kabar harian ini siap mengkritik siapa pun yang berkuasa memerintah negeri ini. Hal tersebut bagi Harian Umum Rakyat Merdeka dianggap perlu dilakukan, karena dalam era reformasi sekarang mudah sekali untuk mendapatkan surat izin terbit. Namun ini bukan berarti mudah menembus pasar, mengingat persaingan bisnis penerbitan semakin ketat dengan banyaknya majalah, tabloid, maupun surat kabar umum yang ditawarkan pada masyarakat. Belum lagi persaingan dengan media elektronik, seperti televisi dan internet. Karenanya diperlukan suatu pemikiran yang strategis dalam bisnis penerbitan. Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik tiap individu mulai dari bagian redaksi sampai bagian umum. Tetapi pasar membuktikan lain. Sebagai surat kabar yang lahir dari kandungan reformasi, surat kabar ini mampu mensejajarkan diri dengan surat kabar-surat kabar lain dalam pemasarannya. Pada 1999/2001 oplah Harian
70
Umum Rakyat Merdeka mencapai 150.000 bahkan pernah 210.000 eksemplar menjelang Presiden Habibie berhenti.12 Hingga saat ini, Harian Umum Rakyat Merdeka masih tetap eksis mengumandangkan dirinya sebagai surat kabar harian oposisi. Peredarannya sementara ini lebih terfokus pada wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek), Bandung, dan Bandar Lampung. Kalaupun ada yang beredar di luar wilayah tersebut, sangat masih terbatas, misalnya saja Kalimantan dan Malaysia. Kelahiran surat kabar yang ditebitkan oleh PT. Wahana Ekonomi Semesta (WES) ini memang tidak terlepas dari Harian Umum Merdeka. Ketika edisi pertama muncul, khalayak mengira ada perubahan Merdeka menjadi Rakyat Merdeka, karena logo Merdeka nyaris tidak berubah hanya di depannya ada tulisan Rakyat yang dicetak miring. Logo Rakyat Merdeka di halaman 1 dan 12 mengalami beberapa kali perubahan. Yakni, huruf Rakyat-nya pertama kali terbit miring, kemudian esok harinya disejajarkan . Selanjutnya mulai 29 April 1999 tulisan logonya menjadi Rakyat MERDEKA. Kata “Merdeka” sengaja dibuat dengan huruf kapital agar terlihat lebih gagah dan berani.13 Akan tetapi, perubahan logo itu masih dirasa kurang sempurna. Akhirnya diputuskan untuk membuka sayembara logo Rakyat Merdeka yang dapat diikuti oleh pembaca Rakyat Merdeka. Sayembara ini ternyata mendapat perhatian luar 12
Ibnu hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Pengantar: Prof Dr. Harsono Suwardi, MA, h. 138 13 Company profile Rakyat Merdeka
71
biasa. Pesertanya mulai dari kalangan awam hingga akademi. Ribuan Mode logo Rakyat Merdeka diterima panitia sayembara untuk selanjutnya dipilih oleh tim juri, yang terdiri dari Pemimpin Umum, H.Margiono, dan juri ahli Agus Dharmawan T, yang juga dikenal sebagai pemerhati seni lukis serta dari redaksi.
Setelah
logo,
menyusul
kemudian
slogan
Rakyat
Merdeka
disayembarakan, yang tak kalah pesertanya dari sayembara logo. Akhirnya juri memutuskan “Apinya Demokrasi Indonesia” sebagai pemenang. Sedangkan makna slogannya dijelaskan: “Rakyat Merdeka ialah pemegang kedaulatan teringgi dan Rakyat Merdeka ialah cermin tertinggi semangat kedaulatan itu”. 14 Dalam era reformasi saat ini, tidak sulit untuk menerbitkan surat kabar. Namun, bukan hal mudah bisa menembus pasar, mengingat Persaingan bisnis penerbitan semakin ketat dengan banyaknya majalah, tabloid maupun surat kabar umum ditawarkan kepada masyarakat. Belum lagi harus bersaing dengan media elektronik yang aktualitas beritanya tidak kalah dan lebih cepat disiarkan melalui jaringan televisi atau radio karenanya, apa yang harus dijual jika berita dan judulnya sama atau tidak jauh berbeda dengan surat kabar lainnya. Inilah perlunya pemikiran strategis bisnis penerbitan disamping kiat untuk menembus pasar agar surat kabar dapat beredar setiap harinya. Untuk itu memang diperlukan kemampuan tiap-tiap individu di bagian redaksi, pracetak, percetakan, pemasaran, maupun lainnya yang saling terkait terhadap penerbitan Rakyat Merdeka. Tanpa semua ini apalah artinya sebuah 14
Company profile Rakyat Merdeka
72
penerbitan surat kabar seperti Rakyat Merdeka agar tetap eksis dibaca masyarakat luas. Awalnya adalah krisis yang menimpa Harian Umum Merdeka. Akibat tiras yang terus menurun, masalah keuangan yang melilit, inefisiensi editorial dan persoalan administrasi, akhirnya merdeka bergabung dengan Jawa Pos Group. Tetapi perkawinan antara Merdeka dengan Jawa Pos tidak berlangsung lama. Menyusul krisis manajemen, pada 22 April 1999 terbitlah Rakyat Merdeka dibawah manajemen Jawa Pos Group. Pada penerbitan perdana itu, dimuat maklumat eks karyawan Merdeka yang menyatakan mendirikan Rakyat Merdeka yang dikelola dengan semangat dan jiwa Merdeka.15 Rupanya Rakyat Merdeka tidak ingin terus dibayangi oleh Merdeka. Untuk itu dilakukan sayembara logo dan slogan Rakyat Merdeka. Pemenang logo adalah Gito JK dari Jakarta. Sedangkan untuk slogan adalah “Apinya Demokrasi Indonesia” karya Nurmiati, petani asal Grobogan, Jawa Tengah, yang bermakna: “Rakyat Indonesia adalah pemegang kedaulatan tertinggi dan Rakyat Merdeka ialah cermin tertinggi semangat kedaulatan itu.” Dalam usianya yang sudah mencapai belasan tahun ini, Harian Umum Rakyat Merdeka terus memperbaiki dirinya. Memasuki awal tahun 2002 slogan Harian Umum Rakyat Merdeka berubah dari “Apinya Demokrasi Indonesia” menjadi “Politics News Leader” yang mengandung makna bahwa Harian
15
Ibnu hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, Pengantar: Prof Dr. Harsono Suwardi, MA, h. 139
73
Umum Rakyat Merdeka ini menjadi Surat Kabar Harian “terdepan” dalam isuisu politik. Pihak manajemen belum memutuskan membuka perwakilan di daerahdaerah untuk memperluas peredaran jaringan pemasaran. Sebab saat ini untuk wilayah Jabotabek pun masih banyak yang harus diperbaiki, termasuk meningkatkan jumlah pembeli Harian Umum Rakyat Merdeka. Sebagai surat kabar eceran, Rakyat Merdeka mempunyai ciri khas judul berita utama (headline) selalu menarik untuk dibaca (eye catching) dan gaya bahasanya yang cenderung sedikit “nakal”. Maka tidak mengherankan jika Rakyat Merdeka sering disebut sebagai Koran provokator. Mengingat pemberitaan Harian Umum Rakyat Merdeka selalu rawan bersentuhan dengan hukum, inilah yang akhirnya menjadi latar belakang berdirinya law ombudsman (sebuah lembaga yang berdiri untuk menjadi penengah dalam sengketa hukum antara Rakyat Merdeka dengan pihak ketiga). Dalam hal ini, law ombudsman harus bisa bersikap adil untuk kedua belah pihak, walaupun Harian Umum Rakyat Merdeka yang membayarnya. Selain pemberitaan cenderung fokus ke politik, Rakyat Merdeka juga memiliki halaman-halaman lain yang juga tidak kalah menarik, seperti Hiburan (Bibir Mer dan Hot Babes) dan Olahraga (Bomber dan Spirit). Bahkan sejak 13 April 2004, Rakyat Merdeka telah hadir menjadi 20 halaman, dengan menambah halaman suplemen khusus seputar info Bisnis, yang diberi nama ProBis, yang dahulu bernama Bisnis Harian. Dalam Bisnis Harian diulas informasi seputar Otomotif, Mall, Properti, Handphone, Komputer, dan
74
Elektronik. Dan kini, isi pemberitaan Harian Umum Rakyat Merdeka juga dapat dilihat secara online di website www.rakyatmerdeka.co.id .16 Sejak berdiri 1999, Rakyat Merdeka telah melahirkan beberapa anak perusahaan yaitu: Surat Kabar Harian Tangerang Satelit News, Surat Kabar Harian Kriminal Lampu Hijau, Surat Kabar Harian Umum Non’stop, Surat Kabar Harian Kriminal Surabaya Rek Ayo Rek, Surat Kabar Mingguan Info Lowongan Kerja, Tabloid Haji, Rakyat Merdeka Institute, Manajemen Artis Positif Art, dan Penerbit RM Book. Dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas disemua penerbitan, maka pihak manajemen Rakyat Merdeka mengambil satu langkah penting, yaitu membentuk satu lembaga yang namanya Manajemen Rakyat Merdeka Group (Manajemen Group). Dimana tugas utamanya adalah melakukan pengawasan, pembinaan, serta pengembangan terhadap semua penerbitan, termasuk Harian Umum Rakyat Merdeka itu sendiri. Melihat proporsi sebaran wilayah Jabodetabek menempati urutan pertama, yaitu 70%, kemudian Jawa Barat sebesar 20%, dan Lampung (7%). Dari data ini menunjukkan bahwa informasi yang dibawa oleh Rakyat Merdeka dapat menyebar ke berbagai wilayah Indonesia. Bila dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar pembaca Surat Kabar Rakyat Merdeka adalah pria, yaitu sebesar 70% dan perempuan hanya 30%. Sebagian besar, pembaca Rakyat Merdeka berpendidikan SLTA 40%, sedangkan yang berpendidikan tinggi S1 50% dan 5%. Dari kategori usia, pembaca Republika sebagian besar berusia 20-30 tahun, 16
Company profile Rakyat Merdeka
75
yaitu sebanyak 10%, kemudian usia 31-40 tahun 40%, kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 40% dan usia 51 tahun ke atas sebanyak 10%. Dari data ini terlihat bahwa Rakyat Merdeka lebih banyak dibaca oleh usoa produktif.17 2. Visi dan Misi Harian Umum Rakyat Merdeka Visi dari Rakyat Merdeka adalah menjadi surat kabar politik oposisi terkuat di Indonesia. Surat kabar ini sengaja dibuat sebagai alat kontrol sosial terhadap pemerintah, dan hadir sebagai penyambung aspirasi suara masyarakat. Misi dari Rakyat Merdeka adalah menjadi surat kabar aspirasi rakyat kecil terkuat, khususnya di wilayah Jabotabek dalam menyampaikan kritik-kritik pada pemerintah.
17
Company Profile Rakyat Merdeka
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA Berkaitan dengan rumusan masalah yang ingin diteliti, pada bab ini peneliti akan menganalisis bagaimana kata-kata dan penerapan jurnalisme damai dalam kerja jurnalis pada pemberitaan Aksi 411 terhadap Gubernur DKI nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, atas pernyataannya yang dianggap mengandung dugaan penistaan agama (Islam) pada kedua Surat Kabar yaitu Harian Umum Republika dan Rakyat Merdeka. Objek tulisan ini adalah tiga (3) berita pada Harian Umum Republika edisi November 2016 masing-masing berjudul; “SBY: Tuntaskan Kasus Ahok”; “Untuk Indonesia Jaga Kebinekaan Yang Bermartabat”; dan “Aksi Bermartabat.” Sementara itu, tiga (3) berita pada Harian Umum Rakyat Merdeka edisi November 2016 masingmasing berjudul “Blusukan Ke Rawa Belong Ahok Diusir, lalu Dilarikan Ke Polsek”; “Rumahnya Dijaga 100 Polisi Ahok Tak Akan Ngumpat”; dan “Aksi 411 Belum Puas, Demonstran Bergeser Ke DPR Presiden Tak Temui Demonstran.” Penulis akan menganalisis enam (6) berita dengan menggunakan analisis semiotika M.A.K. Halliday yang mengaji makna di balik suatu teks dengan menggunakan tiga metode yaitu, medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana atau modus wacana (mode of discourse). Tiga unsur inilah yang kemudian akan dikaitkan dengan perspektif jurnalisme damai.
76
77
Dengan demikian peneliti akan merinci ketiga unsur yang menjadi fokus penelitian pada Analisis Semiotika Sosial dan dikaitkan dengan perspektif jurnalisme damai. Untuk menjelaskan identifikasi masalah sesuai dengan rumusan masalah yang sudah di tetapkan, peneliti membaginya dalam dua sub bab yaitu: A. Analisis Medan Wacana, Pelibat Wacana, dan Sarana Wacana serta kaitannya dengan Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Aksi 411 1. Medan Wacana (Field of Discourse) a. Analisis berita 3 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis atas Surat Kabar Republika Dalam pemberitaan tertanggal 3 November ini terkesan bahwa Republika berusaha menggambarkan pemberitaan Aksi 411
bukan
semata-mata sebagai persoalan umat Islam karena bila dianalisis penyebab adanya Aksi 411 ini tidak hanya karena ada kalangan umat Islam yang merasa tersakiti, namun juga karena adanya suatu kasus yang mereka rasa penangananya cukup lambat dan adanya kepentingan politik di dalamnya. Dalam pemberitaan ini Republika menampilkan pemberitaan yang terlihat mendamaikan, walaupun sebenarnya peneliti menemukan adanya unsur politik di dalamnya, seperti yang terlihat pada judul “SBY: Tuntaskan Kasus Ahok.” Berdasarkan perkembangan berita yang ada SBY sebenarnya tidak hanya berbicara sebagai negarawan namun juga
78
memiliki unsur politik di dalamnya karena ia merupakan ayah kandung dari Calon Gubernur DKI Jakarta, Agus Yudhoyono, bersaing dengan Ahok.1
yang tengah
Walaupun pernyataan SBY memang benar
bahwa hukum harus ditegakkan atas tindakan Ahok yang dianggap menistakan agama dan pesan itu dianggap penting sebagai suatu penegasan agar pemerintah tidak bermain-main dalam kasus Ahok, namun posisi SBY sebagai ayah kandung Agus Yudhoyono menjadikan pernyataannya itu bias politik, karena itu wajar jika Presiden Jokowi menyebutkan ada tangan elite politik yang menunggangi kerusuhan setelah magrib pada Jumat pekan lalu itu. Dengan demikian, jelas bahwa Aksi Damai 411 tidak hanya berkaitan dengan dugaan penistaan agama tetapi juga ada indikasi bahwa aksi tersebut tidak steril dari kepentingan politik.2 Hal ini juga dibenarkan Stevy Maradona sebagai Asisten Redaktur Pelaksana saat menjawab wawancara: Oh iyaa pasti, justru yang menarik dari pemberitaan itu adalah SBY dan yang menjadi magnet berita itu adalah SBY, dari pidatonya itu dia dibilang sebagai orang yang menggerakkan aksi. Sehingga ide pada saat itu tim redaksi melihat cabang dari kekisruhan Ahok ini adalah SBY. Benar Argumenmu bahwa SBY berbicara disini tidak bisa netral walaupun dia mantan Presiden ke-6 tetapi dia punya kepentingan politik yang sangat besar. Selain itu, kasus ini merupakan dugaan penistaan yang dilakukan saat melakukan kunjungan resmi kerja dan ada penistaan agama di dalamnya, maka harus segera diurus, bener atau tidak ini merupakan penistaan, toh kasus penistaan sebelumnya nuansanya tidak
1
Kamerad: Pidato SBY Terkait Aksi 411 Mengandung Unsur Provokasi, diakses pada Senin, 14 November 2016 21:14 http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/11/14/72691/0/25/Kamerad-Pidato-SBY-Terkait-Aksi411-Mengandung-Unsur-Provokasi 2 Surat Kabar Republika, Ungkap Provokator, 06 November 2016, h. 1
79
ada yang sebesar ini. Kita harus tahu sesuatu, ini bukan persoalan umat Islam tetapi adanya pengabaian terhadap suatu kasus. 3 Dalam berita itu Republika melanjutkan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menekankan, akar pemicu unjuk rasa tersebut harus dituntaskan supaya suasana kembali adem. “Jadi kalau ingin Negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum.”4 SBY membantu masyarakat khususnya umat Islam atau para penuntut keadilan agar tuntutannya didengar sehingga tidak akan terjadi demonstrasi besar-besaran dan menekankan kepada penegak hukum supaya alasan adanya demonstrasi tersebut harus segera dituntaskan sehingga suasana kembali sejuk. Dalam paragraf selanjutnya Republika juga menyampaikan bahwa Kapolri Jendral Tito Karnavian menilai Presiden Joko Widodo sudah melakukan hal yang dituntut para demonstran dalam pertemuan dengan para ulama. “Jadi tidak perlu lagi demo ke Istana.” Tito menganggap tuntutan agar Jokowi memenjarakan Ahok tak bisa dipenuhi Presiden sebagai pimpinan eksekutif. “Itu adalah teknis hukum yang menjadi domain dari yudikatif.” Ia menekankan, kepolisian sudah melakukan langkah-langkah proses penegakan hukum kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. 5 Republika menyampaikan kepada pembaca supaya masyarakat tidak perlu lagi melakukan demosntrasi karena Presiden Joko Widodo sudah
3
Hasil wawancara dengan Stevy Maradona pada tanggal 1 Maret 2017 pada pukul 16.48 WIB Surat Kabar Republika, SBY: Tuntaskan Kasus Ahok, pemberitaan 3 November 2016 5 Surat Kabar Republika, SBY: Tuntaskan Kasus Ahok, pemberitaan 3 November 2016 4
80
melakukan tuntutan para demonstran dan sudah melakukan langkahlangkah proses penegakan hukum kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Dalam pemberitaan 3 November 2016 terlihat jelas cara Republika menyampaikan
pemberitaan
dengan
menampilkan
kesan
yang
mendamaikan bagi pembaca, walaupun orang mampu membaca bahwa ada unsur provokasi di dalamnya, namun cara yang digunakan Republika sangat halus dan mendamaikan. 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Rakyat Merdeka dalam pemberitaannya juga menggambarkan bahwa pemberitaan aksi ini bukan hanya persoalan Bela Islam tetapi juga persoalan Ahok dan pemerintah yang lamban menangani sebuah kasus. Pernyataan ini dibenarkan oleh Ricky Handayani sebagai Pimpinan Redaksi Rakyat Merdeka saat menjawab wawancara, Ia berkata: Yaa menurut saya ini sesuatu yang kompleks, karena sebenarnya demo ini akar pemicunya itu banyak, jadi ini bukan hanya persoalan umat Islam, sebenarnya ini hanya soal Ahok dan pemerintah yang lamban menangani sebuah kasus.6 Dalam pemberitaannya Rakyat Merdeka menyampaikan bahwa menjelang Aksi 411, Ahok masih melakukan blusukan ke sejumlah wilayah di Jakarta. Kemudian beberapa saat ketika Ahok sedang melakukan aksi blusukannya, ia dihadang dan diusir oleh sekelompok orang. Hal ini juga dapat dilihat dari pemilihan judul yang digunakan 6
WIB
Hasil wawancara dengan Ricky Handayani pada tanggal 24 Maret 2017 pada pukul 20.56
81
Rakyat Merdeka “Blusukan ke Rawa Belong Ahok Diusir, Lalu Dilarikan Ke Polsek” walaupun judul tersebut tidak menggunakan kata yang begitu bombastis, peneliti menilai bahwa ada unsur provokasi di dalamnya. Pemberitaan ini seolah-olah memberikan persepsi menjelang demonstrasi besar-besaran yang akan terjadi akibat dugaan penistaan yang dilakukan oleh Ahok, ia masih bisa blusukan ke sejumlah daerah di Jakarta. Hal ini juga memberikan kesan bahwa penegak hukum belum mendengar tuntutan masyarakat karena jelas terlihat Ahok masih bisa melakukan blusukan. Setelah itu banyak juga beredar pemberitaan bahwa masyarakat marah Ahok masih melakukan blusukan seperti yang dilansir salah satu situs pemberitaan, newscdn.newsrep.net.7 Dalam isi pemberitaannya Rakyat Merdeka juga menjelaskan bahwa massa yang datang menghadang jalan Ahok berteriak-teriak sambil membawa poster bernada protes kepada Ahok dan sebagian massa yang datang mengenakan peci, “Usir Ahok, Ahok ngapain lu ke sini”. Dari kata-kata tersebut timbul kesan bahwa umat Islam memang mudah „panas‟. Dengan kata lain Rakyat Merdeka menciptakan citra bahwa umat Islam mudah tergoda untuk membuat keonaran. Kemudian hal ini ditanggapi oleh Ricky Handayani dengan menyatakan “Berita kita
7
Ahok dan Djarot Tetap Nekat Blusukan Meski Tahu Ada Penolakan, diakses 4 November 2016 http://newscdn.newsrep.net/h5/nrshare.html?r=3&lan=en_US&pid=3&id=TH4a84a57VL_id&app_lan =&mcc=510&declared_lan=&pubaccount=ocms_0&showall=1
82
memang ada unsur provokasi di dalamnya, tetapi tidak ada niatan untuk mengadu domba antara satu dan lain pihak.” b. Analisis berita 4 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Dalam pemberitaan tertanggal 4 November 2016 Republika membuat pemberitaan yang berbeda dari biasanya. Republika sangat jelas terlihat menggambarkan
pemberitaan
untuk
mengajak
pembaca
kepada
perdamaian Biasanya, halaman satu Harian Republika dipenuhi berbagai berita utama, namun pada 4 November 2016 halaman ini didominasi berupa gambar lambang Negara Indonesia yaitu Burung Garuda dan beberapa pesan sederhana namun bermakna. Di atas gambar Burung Garuda,
tertulis
dua
kalimat Tebarkan
Damai
untuk
Sesama dan Tegakkan Hukum untuk Semua. Selain itu dibawah gambar Burung Garuda tertulis “untuk Indonesia, jaga kebinekaan yang bermartabat” Melalui
pemberitaan
ini
peneliti
menilai
Republika
sangat
mengarahkan pemberitaan pada perdamaian, dilihat dari pesan simbolik ini, peneliti berasumsi bahwa Republika seolah hendak berkata kepada pembaca bahwa sebagai rakyat Indonesia hendaklah bersama-sama menjaga kebinekaan atau keberagaman, tunjukkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bermartabat dan seolah-olah pembaca diajak untuk turut berempati serta menebarkan perdamaian bahwa aksi
83
damai sudah terlaksana, marilah bersama-sama kembalikan kepada hukum dan apapun hasilnya masyarakat harus bisa menerima. Seperti contoh di bawah ini:
Seperti yang disampaikan juga oleh Stevy bahwa ini adalah Indonesia yaitu sebuah Negara besar yang menganut satu Negara, satu Bangsa dan menghormati kebhinekaan. Dari awal rencana aksi ini selalu dikonotasikan horor, akan terjadi kerusuhan dan akan memicu perpecahan antar umat, bisa memicu gesekan horizontal antara Islam dan non Islam, Tionghoa dan non
84
Tionghoa, tetapi buat kita tidak, kita fokus pada masalahnya, makanya kita pakai gambar garuda karena pada saat itu kita bertanya-tanya bener tidak sih Indonesia bisa pecah gara-gara kasus Ahok. Melalui tagline itu juga kita ingin perlihatkan bahwa pada 411 itu umat Islam aksi damai untuk semua umat Islam dan umat yang lainnya. Nah akhirnya sebuah pancasila mengingatkan kita bahwa kasus ya tetap kasus, kita tetep satu Negara, kita tetep satu Bangsa, mari kita sama-sama tegakkan Bhineka Tunggal Ika. Lewat pesan itu kami juga ingin menyampaikan bahwa semua yang dilakukan pada hari ini bertujuan damai dan tidak ada niatan untuk menyakiti. 2) Analisis atas Surat Kabar Rakyat Merdeka Sementara itu Rakyat Merdeka dalam pemberitaanya tertanggal 4 November 2016 memaparkan bahwa untuk menghadapi Aksi 411 ini Ahok mengaku tidak akan bersembunyi, tetapi ia tetap akan melakukan blusukan ke Gang Langgar II, Pejaten Timur, Pasar Minggu. Namun akibat terjadinya insiden penolakan di Rawabelong pada 3 November 2016, penjagaan rumah Ahok ditingkatkan lagi saat demonstrasi. Peneliti menilai bahwa Rakyat Merdeka mengungkapkan berita ini sebagai perihal yang genting, dilihat dari judul misalnya “Rumahnya Dijaga 100 Polisi, Ahok Tak Akan Ngumpet,” seperti dikutip dalam isi berita sebagai berikut: Ada puluhan polisi bersenjata pelontar gas air mata yang mengawalnya. Beberapa lainnya membawa sejumlah tabung gas air mata yang dililitkan dibadan mereka. Penjagaan rumah Ahok juga akan ditingkatkan saat demo besar-besaran hari ini. Para personel Brimob terlihat tengah berada di posko lengkap dengan senjata laras panjangnya. Dalam pemberitaannya Rakyat Merdeka menjelaskan bahwa ketika sedang melakukan aksi blusukan untuk menanyai seputar masalah banjir, kemudian Ahok menghampiri seorang pemuda berjaket hitam yang duduk
85
di atas sepeda motor matic merah di depan warung kelontong. Lelaki yang tadinya menuju arah Tanjung Barat itu menyambut uluran tangan Ahok, kemudian si pemuda melemparkan pertanyaan yang menyinggung Ahok, seperti disampaikan sebagai berikut: “Jadi gimana penistaan agama?” Tanya lelaki itu dengan wajah sinis, Bapak Ibu jangan ikutin ini penista agama, ini kampung kita pak.” Tentu efek pemberitaan ini juga menjadi kecemasan dan kekhawatiran bagi masyarakat karena dalam pemberitaan seperti itu seolah-olah akan terjadi kerusuhan. Yang menarik, dalam pemberitaan ini di mana umat Islam berposisi sebagai pihak yang disakiti justru dalam pemberitaan Rakyat Merdeka digambarkan seolah-olah umat Islam diindikasikan sebagai pelaku kejahatan. Kalimat berikut ini menjelaskan ke arah tersebut: “Dayat, si korban yang tengah berbaring di rumah sakit Siloam, Kebon Jeruk, sumringah begitu dijenguk Ahok. Keduanya bersalaman dan Ahok tampak menanyakan kondisi Dayat karena dikeroyok 12 orang.” Sebelum Ahok melakukan blusukan, salah satu tim suksesnya menjadi korban pengroyokan yang dilakukan oleh warga yang tidak suka dengan kedatangan Ahok. Dalam pemberitaannya Rakyat Merdeka terlihat lebih memilih angle pemberitaan pada aksi-aksi Ahok melakukan blusukan dan terjadi pengeroyokan yang dilakukan oleh umat Islam yang tidak menyukai kedatangan Ahok ke tempat tinggalnya. Hal ini memberikan kesan bahwa ada hal yang dibelokkan dari tujuan awal aksi tersebut.
86
c. Analisis berita 5 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Walaupun sempat terjadi kericuhan akibat kesalahpahaman ulah oknum dan petugas keamanan, dalam pemberitaannya Republika tetap menuliskan judul berita “Aksi Bermartabat” bahwa Aksi 411 ini berjalan dengan damai dan tertib seperti yang sudah disepakati. Peneliti juga menilai dalam pemberitaan ini terlihat mendamaikan, walaupun keinginan massa aksi damai untuk bertemu sekaligus berdialog dengan Presiden tak terwujud, lantaran Presiden sedang melaksanakan kunjungan kerja di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, namun massa menyatakan persetujuannya bahwa tidak bisa menemui Presiden. Seperti dikutip yang dikutip dalam pemberitaan, sebagai berikut: Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan,Wiranto menilai perwakilan dari pemerintah dan legislatif tersebut sudah cukup representatif. Selepas bertemu Wiranto, Ustad Bachtiar Nasir selaku Pimpinan Gerakan Nasional Pendukung Fatwa MUI bertanya kepada massa, apakah berkenan jika yang ditemui adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla dan massa menyatakan persetujuannya. Serta Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Manager Nasution menilai umat Islam Indonesia yang turut dalam aksi damai telah menunjukkan pelaksanaan demokrasi secara bermartabat. “Inilah demo bermartabat dan terbesar pasca reformasi.” 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Surat Kabar Rakyat Merdeka juga membahas tentang Presiden Jokowi yang tidak bisa menemui para demonstran Aksi 411, dijelaskan bahwa Presiden sedang memenuhi jadwal di luar Istana, untuk meninjau fasilitas
87
dan infrastruktur Bandara Soekarno Hatta. Namun dalam pemberitaan 5 November ini Rakyat Merdeka menyampaikan bahwa para demonstran merasa belum puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk menindak tegas Ahok atas tuduhan menistakan agama tersebut. Sehingga membuat para demonstran yang menggelar aksi damai sejak siang di seputar Istana Negara akhirnya pindah ke depan Gedung DPR. Seperti dituliskan dalam judul pemberitaan “Aksi 411 Belum Puas, Demonstran Bergeser Ke DPR, Presiden Tak Temui Demonstran.” Dilihat dari judul yang dimuat, walaupun merupakan fakta bahwa Presiden tidak menemui para
demonstran
seharusnya
dituliskan
dengan
bahasa
yang
menentramkan dan tidak memanas-manaskan masyarakat. Dalam paragraf selanjutnya Rakyat Merdeka menggambarkan bahwa suasana semakin mencekam. Kesan ini semakin kuat dengan kata “bringas” yang beberapa kali digunakan Rakyat Merdeka untuk menggambarkan kerusuhan yang terjadi, seperti yang dikutip dalam isi pemberitaan, sebagai berikut: Pukul setengah delapan, massa jadi bringas. Mereka memaksa masuk ke dalam Istana. Kawat berduri mereka rusak. Dan Dorrr.. Gas air mata ditembakkan. Air dari water canon juga disemprotkan ke arah massa. Namun massa tak gentar. Mereka justru makin beringas. Beberapa menendang tameng-tameng polisi. Bahkan, ada beberapa polisi yang dipukuli massa. Beringasnya lagi, dengan menggunakan kabel dari sebuah mobil pemancar stasiun televisi, mereka membakar dua truk kepolisian. Api berkobar. Massa kian merangsek ke Istana. Kapolda dan Pangdam yang berada di atas barakuda mengimbau massa untuk tenang. Namun, tak didengar. Dor, dor, dor… kali ini polisi menembakkan lebih banyak gas air mata, terus menerus. Prajurit TNI ikut turun tangan membubarkan massa. FPI juga berusaha membantu dengan melantunkan ayat suci Al-Quran dan zikir. Namun massa masih bringas.”
88
Dari pemberitaan tersebut penggunaan istilah “bringas” secara berulang-ulang memunculkan citra yang tidak baik tentang kelompok Islam. Seakan-akan kelompok-kelompok Islam mudah naik darah, lepas kendali, dan tidak berpikir panjang dalam melakukan aksi-aksi kekerasan. Selain itu Rakyat Merdeka juga menjelaskan kericuhan tidak hanya terjadi di Istana namun juga terjadi di kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Dikutip dalam pemberitaan sebagai berikut: Ternyata kericuhan juga terjadi di kawasan Luar Batang. Massa yang sebagian adalah remaja terlibat ricuh dengan polisi. Mereka juga menjarah mini market dan membakar sepeda motor. Ratusan massa ini sore harinya sempat menyambangi kompleks rumah Ahok di Pantai Mutiara, Pluit, dan melempari batu. Sebagian massa kemudian dipukul mundur polisi. Namun, mereka kembali beringas di kawasan Penjaringan. Tepatnya di pertigaan lampu merah, Kali Pakin.” Berbeda dengan Republika, Rakyat Merdeka lebih memilih angle pemberitaan pada aksi kerusuhan yang terjadi dan bukan dari tujuan awal masyarakat melakukan Aksi 411. Hal ini ditanggapi Ricky bahwa Rakyat Merdeka memang melihat dari sisi lain. Menurut kita pemberitaan ini menarik. Dalam pemilihan berita itukan harus ada yang menariknya dan ada keunikannya. Kemudian kita juga harus bisa melihat yang lainnya itu apa dari semua pemberitaan. Kerusuhan itu kan kejadiannya malem, nah menurut kita itulah yang harus kita dalami, karena kalau kita beritakan kejadian dari pagi bahwa acara aksi 411 itu menghadirkan siapa saja, itu kan sudah selesai dibahas ditelevisi dan media online, kalau kita memberitakan itu basi jadinya, sehingga akhirnya kita melihat moment aksi kerusuhan itu yang harus kita dalami.
89
2. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) a. Analisis berita 3 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Pelibat wacana yang digunakan Republika tidak terlalu banyak hanya ada tiga narasumber, masing-masing terdiri atas: Pertama, Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dalam pemberitaan ini berperan sebagai orang yang membantu masyarakat menyampaikan aspirasi untuk meminta penegak hukum menindak tegas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, berikut kutipannya: SBY menekankan, akar pemicu unjuk rasa tersebut harus dituntaskan agar suasana kembali adem dan kasus tersebut harus mengacu pada sistem hukum dan KUHP. Di Indonesia, menurutnya sudah ada yurisprudensi dan preseden penegakan hukum pada waktu yang lalu terkait urusan yang sama. “Jadi, kalau ingin Negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, PakAhok ya mesti diproses secara hukum.” SBY juga meminta pemerintah tak membiarkan anggapan Ahok kebal hukum. Barang kali karena tuntutannya itu tidak didengar. “Kalau sama sekali tidakdidengar, diabaikan, sampai lebaran kuda, masih ada unjuk rasa itu.” Kedua, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa‟adi yang dalam pemberitaan ia berperan sebagai salah satu dari organisasi Islam yang menuntut upaya penegakkan hukum kasus tersebut segera dilaksanakan. Ketiga, Kapolri Jendral Tito Karnavian yang kedudukannya sebagai aparat penegak hukum yang dalam pemberitaannya bersifat menenangkan
90
masyarakat dalam tuntutan terhadap kasus dugaan penistaan agama, yang dikutip sebagai berikut: Kapori Jendral Tito Karnivan menilai Presiden Joko Widodo sudah melakukan hal yang dituntut para demonstran dalam pertemuan dengan para ulama. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi demo ke Istana. Ia menekankan, kepolisian sudah melakukan langkah-langkah proses penegakan hukum kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Sedangkan pelibat wacana pada Rakyat Merdeka terdapat lima narasumber, masing-masing terdiri atas: Pertama, Ahok sebagai pelaku dugaan penistaan agama yang dalam pemberitaan digambarkan sebagai calon Gubernur DKI yang sedang melakukan blusukan kepada warga, yang dalam pemberitaanya sebagai berikut: Ahok tiba dilokasi sekitar pukul empat sore. Ia datang mengenakan kemeja lengan panjang kotak-kotak berwarna merah biru dan sejumlah ajudan dan polisi berbaju preman mengikutinya. Awalnya keadaan berjalan kondusif, warga yang tahu kedatangan Ahok menyapanya, beberapa malah meminta foto bareng. Ahok melayani permintaan itu dengan ramah. Kepada warga Ahok juga bertanya soal banjir, anakanak yang ada di lokasi juga ikut menyalami Ahok. Kedua, Massa yang tak suka dengan kedatangan Ahok di daerah tempat tinggalnya datang menghadang Ahok dan melakukan aksi protes. Penulis menduga massa yang datang berbondong-bondong tersebut adalah umat Islam karena massa yang datang tersebut digambarkan mengenakan peci, seperti dikutip sebagai berikut: Massa ini menghadang jalan Ahok, berteriak-teriak sambil membawa poster bernada protes kepada Ahok. Massa yang datang sebagian mengenakan peci. „Usir Ahok‟ ujar si pemrotes. „Ahok ngapain lu kesini,‟ warga yang ada di lokasi diam saja melihat situasi itu. Beberapa anak kecil malah mengikuti yel-yel pengusiran Ahok.
91
Ketiga, para petugas polisi yang berusaha mengamankan Ahok akibat kejadian pemrotesan di Rawa Belong. Bahkan petugas juga sempat terlibat saling dorong dengan massa, berikut kutipannya: Para pengawal yang menjaganya sigap membentuk lingkaran mengelilingi Ahok. Sebagian lagi menutup jalan agar massa tidak mendekat. Sempat terjadi saling dorong antara massa dengan petugas polisi. “Tenang Pak jangan panik, santai saja. Kita amankan Bapak dulu.” Kemudian mantan Bupati Belitung Timur itu pun menjauh dengan setengah berlari. Keempat, Ketua Ranting PDIP yang bernama Dayat yang menjadi korban pemukulan oleh para massa yang tidak senang dengan kedatangan Ahok. Korban juga merupakan Ketua RT 01 RW 07 kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk. Kelima, Charles Honoris dan Prasetio Edi Marsudi sebagai anggota tim pemenangan Ahok-Djarot yang melaporkan peristiwa pengroyokan saat kampanye ke Polsek Kebon Jeruk, Jakarta Barat. b. Analisis berita 4 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Pada pemberitaan tertanggal 4 November 2016 Republika tidak mengutip narasumber dari manapun, Republika terlihat begitu netral dan berusaha menggambarkan perdamaian dalam pemberitaannya, dilihat dari halaman depan yang bergambar burung garuda pada satu halaman penuh seperti yang telah dijelaskan pada analisis Medan Wacana 4 November 2016.
92
2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Sedangkan Pelibat wacana yang digunakan pada Rakyat Merdeka sebanyak delapan narasumber, masing-masing terdiri atas: Pertama, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Narasumber disini berperan sebagai Gubernur DKI Jakarta nonaktif yang akan mencalonkan kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kedua, Wakapolsek Metro Pasar Minggu Ajun Komisaris Dalby, yang dalam pemberitaan ia akan mendampingi Ahok. Akibat adanya insiden di Rawa Belong pada 3 November 2016. Ajun mengatakan akan menambah pengawalan Ahok pada saat blusukan, ia mengaku ada 55 polisi yang akan mengawal Ahok. Ketiga, Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Agus Rianto serta Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono yang turut membantu mengamankan rumah Ahok mengatakan bahwa penjagaan rumah Ahok akan ditingkatkan saat demo besar-besaran, namun ia tak menyebutkan berapa jumlah pastinya. Keempat, Kharten Kailem sebagai Kepala Satpam Perumahan Pantai Mutiara, yang bekerja di kompleks tempat tinggal Ahok, yang juga mengatakan bahwa ada 100 polisi yang berjaga di rumah Gubernur DKI, termasuk satu SSK Brimob Polda Sumatera Selatan yang mulai berjaga sejak tiga hari lalu, yang dikutip sebagai berikut:
93
Para personel Brimob terlihat tengah berada di posko lengkap dengan senjata laras panjang. Personel Brimob yang disiagakan di perumahan itu untuk mengantisipasi saat demo terjadi. c. Analisis berita 5 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Rpublika Pada pemberitaan ini Republika hanya menggunakan tiga narasumber dalam pemberitaannya, masing-masing terdiri atas: Pertama, Wiranto yang menjabat sebagai Mentri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, perannya dalam pemberitaan 5 November ini adalah sebagai perwakilan dari pemerintah yang ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo untuk menemui massa aksi damai bersama perwakilan pemerintah dan legislatif lainnya, seperti Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Kapolri Jenral Tito Karnavian. Kedua, Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai perwakilan dari Presiden untuk bertemu dengan Ustad Bachtiar Nasir selaku pimpinan GNPF-MUI untuk mendengarkan aspirasi masyarakat terkait proses hukum Ahok terus berlanjut. Ketiga, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Manager Nasution juga menilai umat Islam Indonesia yang turut dalam aksi damai telah menunjukkan pelaksanaan demokrasi secara bermartabat. “Inilah demo termartabat dan terbesar pascareformasi,” ujarnya.
94
2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Tidak jauh berbeda, Rakyat Merdeka dalam pemberitaannya juga mencantumkan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai narasumber dan sebagai perwakilan dari Presiden Joko Widodo untuk menemui perwakilan demonstran yang dipimpin oleh Ustad Bachtiar Nasir dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, yang mengatakan bahwa sebenarnya Presiden ingin secepatnya kembali ke Istana, namun seluruh jalan menuju ke Istana sudah dipenuhi oleh demonstran, sehingga
Presiden
membatalkan untuk menuju Istana. Seperti dikutip sebagai berikut: “Mendengar masukan dari Komandan Paspampres, akhirnya Presiden tidak jadi balik, karena jalan ke Istana penuh demonstran,” ucapnya. 3. Sarana Wacana (Mode of Discourse) a. Analisis berita 3 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Pada sarana wacana pemberitaan tertanggal 3 November 2016 sangat sedikit ditemukan kalimat bermakna negatif atau majas yang membuat imajinasi serta emosi pembaca bermain. Dalam pemberitaan ini Republika cenderung menggunakan kalimat yang bersifat persuasif. Namun dalam pemberitaan kali ini peneliti menemukan kalimat yang bermajas Retoris. Majas retoris merupakan gaya bahasa untuk menanyakan
sesuatu
yang
jawabannya
telah
pernyataan tersebut, seperti pada pemberitaan berikut:
terkandung dalam
95
“Mari bertanya, sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini dan mengapa di seluruh Tanah Air rakyat melakukan protes dan unjuk rasa? Tidak mungkin tidak ada sebab, maka mari kita lihat dari sebabakibat” Kemudian peneliti juga menemukan majas disfemisme terkandung dalam pemberitaan pada tanggal 3 November ini. Majas disfemisme ialah kebalikan dari majas eufemisme, majas disfemisme ini menjadikan makna yang terkandung dalam kata menjadi kurang pantas, seperti pada kalimat berikut: SBY kemudian mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali pada awal mula kasus Ahok yang dianggap menistakan agama. Ia menekankan, kasus tersebut harus mengacu pada sistem hukum dan KUHP. Dari kata yang dipertebal diatas kata menistakan dirasa kurang pantas untuk melengkapi kalimat tersebut. Berbeda jika Republika menggunakan kata merendahkan dari pada menistakan. Kata merendahahkan bisa memiliki makna yang bersifat positif. Disfemisme disini menandakan Republika ingin menekankan kata menistakan untuk menganggap perlakuannya salah dan menyakiti perasaan umat Islam. Kemudian ditemukan majas Metafora pada pargraf ketiga. Majas Metafora adalah gaya bahasa yang memakai kata-kata yang bukan arti sebenarnya. Dalam hal ini metafora yang dibentuk merupakan sindiran negatif kearah pemerintah yang begitu lemah terhadap kasus Ahok. Majas Metafora ditemukan pada kalimat yang diberi penebalan di bawah ini: “Jadi kalau ingin Negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum.” SBY pun meminta pemerintah tak membiarkan Ahok kebal hukum.
96
Kata terbakar oleh amarah menunjukkan bukan arti sebenarnya. Metafora di sini dimaksud untuk menyampaikan kemarahan masyarakat yang akan memuncak menuntut keadilan kepada pemerintah apabila tuntutannya tidak didengar. Pada paragraf keempat juga ditemukan kalimat yang mengandung majas Alegori. Majas alegori ialah gaya bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan suatu hal melalui kiasan atau penggambaran. Hal itu ditemukan dalam pemberitaan berikut ini: “Barang kali karena tuntutannya itu tidak didengar. Nah, kalau sama sekali tak didengar, sampai lebaran kuda, masih ada unjuk rasa itu, ucap SBY” Kata lebaran kuda disini menunjukkan kata kiasan, karena tidak ada yang namanya lebaran kuda. Penggunaan majas alegori disini memaknai bahwa kalau tuntutan masyarakat tidak didengar sampai kapanpun unjuk rasa akan terus terjadi hingga masyarakat merasa tuntutannya didengar. 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Sedangkan pada pemberitaan tertanggal 3 November 2016 Rakyat Merdeka
menggunakan
bahasa
yang
sedikit
vulgar
dengan
dimunculkannya konstruksi-konstruksi yang unfavourable tentang umat Islam. seperti pada kalimat di paragraph : Massa ini menghadang jalan Ahok, berteriak-teriak sambil membawa poster bernada protes kepada Ahok dan sebagian massa yang datang mengenakan peci, “usir Ahok, Ahok ngapain lu kesini” kata si pemrotes.
97
Kata mengenakan peci menandakan sebagai simbol umat Islam, bahwa peci merupakan penutup kepala yang sering dipakai umat Islam pada kaum pria. Dari kata-kata tersebut menimbulkan kesan bahwa umat Islam memang mudah „panas‟ dan mudah tergoda untuk membuat keonaran. Selain itu peneliti juga menemukan sedikit kata yang bermajas parirama dalam paragraf kelima dan kedelapan dalam pemberitaan. Majas Parirama merupakan bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan, seperti pada kalimat berikut: a) Mendapat perlakuan itu, Ahok sedikit kesal. Dia menganggap, kelakuan itu menciderai demokrasi. “Masyarakat semua terima kok. Masyarakat penduduk asli terima kok. Mereka hanya segelintir orang yang menteriak-teriakkan itu. Ini yang saya katakana tidak dewasa,” kata Ahok. (P5) b) “Hukum Negara kita kan ngga bisa dipaksa, harus ada aturan. Aturan disepakati ya sudah. Kalau kaya begini kan kasihan masyarakat ketakutan dengar suara-suara begitu, teriak-teriak begitu,” tuntas Ahok. (P8) Selain itu Rakyat Merdeka juga menggunakan Majas Klimaks. Majas klimaks merupakan majas yang menggunakan beberapa kata berturutturut dan makin lama makin meningkat. Kata yang dipergunakan dalam majas klimaks adalah kata-kata yang berkesinambungan dan secara tersusun dari hal yang bersifat lebih ringan kepada hal yang bersifat lebih berat dan serius, sebagai bentuk penegasan atas suatu pernyataan. Seperti dalam pernyataan berikut: Ahok menduga, aksi pengusirannya itu didalangi sekelompok orang. Siapa dalangnya, Ahok tak mengungkap. Kenapa begitu, kata Ahok, karena tiap kali turun ke warga selalu ada yang memprotesnya. “Kalau melihat gerakan kaya gini, kemanapun mereka akan intai. Mereka akan datang. Saya sudah perkirakan hari pertama, hari kedua mereka mulai
98
merasa kecolongan. Makanya hari ketiga mereka pasti datang,” kata Ahok. Pada pernyataan di atas dari kata hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga memiliki majas klimaks karena kata-kata tersebut mengandung makna yang menunjukkan urutan peristiwa secara kronologi. b. Analisis berita 4 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Dalam pemberitaan kali ini Republika begitu netral karena tidak ada penggunaan gaya bahasa yang memihak kepada salah satu anggota yang bertikai.
Dalam
hal
ini
peneliti
berasumsi
bahwa
Republika
mengambarkan pemberitaan tersebut begitu persuasif dengan adanya sedikit kalimat yang mendukung, seperti a) “tebarkan damai untuk sesama, tegakkan hukum untuk semua” b) “untuk Indonesia, jaga kebinekaan yang bermartabat,” Dalam kalimat tersebut terlihat begitu persuasif karena Republika bermaksud mengajak pembaca untuk tetap menjadi bangsa yang bermartabat dan tetap damai walau dengan adanya aksi 411 tentang kasus dugaan penistaan agama. 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Sedangkan dalam pemberitaan Rakyat Merdeka, peneliti menemukan adanya penggunaan majas sinestesia pada paragraph dua belas dengan pernyataan sebagai berikut:
99
Namun ada juga insiden yang bikin suasana sedikit panas. Ini berawal saat Ahok menyalami seorang lelaki berjaket hitam yang duduk di atas sebuah sepeda motor matic merah depan warung kelontog. Majas sinestesia merupakan gaya bahasa yang mempertukarkan dua indera yang berbeda. Dalam kalimat ini kata panas yang digunakan mempertukarkan indera peraba dengan indera penglihatan. Selain itu, majas sinisme juga ditemukan dalam pemberitaan ini di paragraf keempat belas, seperti pada kalimat berikut: “Jadi gimana itu penistaan agama?” Tanya lelaki itu dengan wajah sinis. Sontak, sejumlah warga, terutama ibu-ibu, jadi heboh. “Heh jangan Tanya begitu dong, seru ibu-ibu. Majas sinisme merupakan sindiran yang berbentuk kesangsian cerita yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Pernyataan di atas dari kata Jadi gimana itu penistaan agama ? merupakan sindiran halus yang diungkapkan seorang lelaki kepada Ahok karena hari itu bertepatan dengan aksi damai yang akan digelar di Jakarta namun Ahok masih terlihat santai dan masih melakukan blusukan. Majas parirama juga ditemukan dalam pemberitaan ini. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa majas parirama merupakan bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan, yang dinyatakan dalam kalimat berikut: Gemas, sejumlah ibu-ibu menghampiri lelaki itu. Dia langsung tancap gas. Tetapi dia tetap ngoceh-ngoceh.
100
Dari kalimat di atas, kata ngoceh-ngoceh dimaknai dengan ungkapan bahwa saat dihampiri ibu-ibu lelaki itu segera pergi namun tetap ngomong terus. Selain itu pada pargram kedua puluh tiga peneliti menemukan majas antisipasi/prolepsis yang digunakan dalam pemberitaan dibawah ini: Terpisah, Kepala Satpam Perumahan Pantai Mutiara, kompleks Ahok tinggal, Kharten Kailem mengatakan ada 100-an polisi yang berjaga di rumah Gubernur DKI ini. Termasuk 1 SSK Brimob polda Sumatera Selatan yang mulai berjaga sejak 3 hari lalu. Majas prolepsis adalah gaya bahasa yang kalimat awalnya adalah kata yang sebenarnya sebelum suatu peristiwa. Pada pernyataan di atas, kalimat yang mulai berjaga sejak 3 hari lalu menunjukkan kata yang sebenarnya sebelum peristiwa terjadi. Peristiwa disini yakni Aksi 411 c. Analisis berita 5 November 2016 pada Surat Kabar Republika dan Rakyat Merdeka dalam pemberitaan Aksi 411 1) Analisis Surat Kabar Republika Gaya bahasa yang digunakan dalam pemberitaan ini terdapat kata yang bermajas disfemisme dalam paragraph pertama, yang dituliskan sebagai berikut: Aksi umat Islam yang menuntut penyelesaian kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama di Jakarta, Jumat (4/11). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Republika menggunakan kata penistaan menjadikan rasa kurang pantas untuk
101
melengkapi kalimat tersebut. Berbeda jika Republika menggunakan kata merendahkan dari pada menistakan. Kemudian ditemukan kata yang mengandung majas antisipasi/ prolepsis. Majas prolepsis adalah gaya bahasa yang kalimat awalnya adalah kata yang sebenarnya sebelum suatu peristiwa, seperti yang dituliskan dalam kalimat berikut: Sejak pagi, massa aksi damai mulai berdatangan ke Ibu Kota. Mereka yang berasal dari sejumlah daerah di Tanah Air telah hadir sejak dua hari silam. Pada pernyataan di atas, kalimat telah hadir sejak dua hari silam menunjukkan kata yang sebenarnya sebelum peristiwa terjadi. Peristiwa disini dimaksudkan untuk massa aksi damai yang datang. Pada pernyataan di atas, kalimat yang mulai berjaga sejak 3 hari lalu menunjukkan kata yang sebenarnya sebelum peristiwa terjadi. Peristiwa disini yakni Aksi 411. Peneliti juga menemukan gaya bahasa yang mengandung majas antonomasia. Majas ini merupakan gaya bahasa yang menggunakan nama diri, gelar resmi ataupun jabatan untuk menggantikan nama diri, seperti dalam pernyataan berikut: a) Ini lantaran Presiden sedang melaksanakan kunjungan kerja di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. (P6) b) Menurut Wiranto, Presiden sudah menugaskannya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian untuk menemui perwakilan massa aksi damai. (P9)
102
Dari pernyataan di atas, kata Presiden digunakan Republika untuk memanggil seseorang pada jabatan formal yang disandangnya, dengan sebutan pengganti bernada penuh penghormatan. 2) Analisis Surat Kabar Rakyat Merdeka Pada Rakyat Merdeka peneliti menemukan kata yang bermakna disfemisme. Disfemisme merupakan kata yang dirasa tidak sesuai atau kurang pantas, seperti pada kutipan dibawah ini: a) Belum puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk menindak tegas Ahok yang dituduh menistakan agama, demonstran yang menggelar aksi damai sejak siang di seputar Istana Negara, akhirnya pindah ke depan Gedung DPR tadi malam. b) Namun, pukul setengah delapan massa jadi beringas. Mereka memaksa masuk ke dalam Istana. Kawat berduri mereka rusak. Kata menistakan di atas kurang sesuai untuk menyatakan suatu pernyataan, misalnya saja Rakyat Merdeka mengganti kata menistakan dengan kata merendahkan, sehingga perkataan yang disampaikan lebih halus. Selain itu kata bringas juga dirasa terlalu kasar dan kurang pantas, bisa saja Rakyat Merdeka menggantinya dengan kata mengamuk. Selain itu ditemukan pula kata Pararima pada paragraph keempat. Diminta untuk bicara setelah Wapres. Bachtiar Nasir hanya berkata singkat. “Akan diproses secepat-cepatnya. Kata secepat-cepatnya merupakan majas parirama di mana memiliki makna pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata.
103
B. Bentuk-bentuk Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Aksi 411 pada Harian Umum Republika dan Rakyat Merdeka Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Aksi 411 menjadi hal yang menarik bagi kalangan media untuk menjadi bahan pemberitaan. Apalagi media sebagai wadah mampu mengonstruk masyarakat sesuai dengan ideologi media masingmasing. Media mengemas pemberitaan sedemikian rupa sehingga menjadikannya konflik yang menarik untuk dibaca khalayak dengan atau tanpa mengedepankan jurnalisme damai (peace journalism). Dalam kasus ini peneliti bermaksud menunjukkan bahwa kedua media yang peneliti analisis yaitu Republika dan Rakyat Merdeka mengedepankan jurnalisme damai atau menjadi media yang provokatif. Hal tersebut telah dijawab peneliti berdasarkan rumusan masalah dengan mengambil beberapa berita tentang Aksi 411. Setelah dilakukan analisis seperti di atas, peneliti menemukan adanya media yang menerakan jurnalisme damai dan media yang bersifat provokatif secara tersirat dalam pemberitaan. Pemberitaan yang dimuat oleh kedua media memengaruhi khalayak menciptakan asumsi-asumsi yang berbeda pula. Maka dari itu peneliti berusaha melihat pemberitaan dari perspektif jurnalisme damai yang dibagi dalam tiga bentuk, masing-masing: Bentuk pertama dapat dilihat dari orientasi perdamaian, pemberitaan yang dimuat oleh Rakyat Merdeka lebih provokatif dan Rakyat Merdeka memberitakan Aksi 411 sebagai sesuatu yang genting dan menimbulkan kesan bahwa umat Islam memendam potensi kekerasan dan secara tidak langsung menimbulkan citra bahwa umat Islam emosinya mudah terpancing. Yang menarik dari perbincangan tentang
104
Aksi 411 ini, umat Islam berposisi sebagai pihak yang direndahkan justru dibelokkan ke perbincangan tentang umat Islam yang diindikasikan sebagai pembuat keonaran. Kemudian fokus pemberitaan Rakyat Merdeka lebih banyak pada konflik yang terjadi antara Basuki Tjahja Purnama dengan Masyarakat dibandingkan dengan tujuan awal terjadinya Aksi 411. Rakyat Merdeka juga tidak mengupayakan perdamaian dari apa yang disebut dengan Aksi Damai atau Aksi 411. Hal ini dibenarkan oleh Ricky Handayani, seperti yang dikutip penulis saat menjawab wawancara: Oh iyaa bener kita memang ada provokatifnya, ini kan soal dagang jadi kalo misalkan di pasar dagangnya sama-sama mangga yah gimana mau laku, kita memposisikan ini strategi dagang, jadi kita harus jual lain dari yang lain, atau minimal kita dilirik supaya laku, itulah strategi dagang. Sedangkan Republika menyampaikan pemberitaan Aksi 411 sebagai bentuk upaya perdamaian, dapat dilihat dari pesan simbolik yang disampaikan pada pemberitaan 4 November 2016. Republika juga mencari akar penyebab konflik dan memberikan wadah kepada pihak yang bertikai dan lebih mengedepankan pemberitaan-pemberitaan tentang aksi damai yang dilakukan masyarakat dibandingkan dengan pemberitaan kerusuhan yang terjadi walaupun dalam pemberitaan Republika yang dimuat pada 3 November 2016 terkesan provokatif namun Republika mampu menyampaikan pemberitaan dengan pemberitaan yang terkesan damai. Seperti yang disampaikan oleh Stevy Maradona saat diwawancara: Menurut kami kericuhan itu tidak penting, buat kami yang penting adalah aspirasi yang disampaikan sama umat, kami fokus pada pada persoalan utamanya, buat kami ricuh itu persoalan sampingan, demo sebesar ini kira-
105
kira ada provokator itu pasti, namun jangan sampai membuat aksi kericuhan itu menutupi persoalan besar yang dituntut oleh umat sejak pagi. Bentuk kedua, dilihat dari orientasi kebenaran dan masyarakat, pemilihan kata yang digunakan Rakyat Merdeka cenderung bersifat provokatif. Koran ini lebih menonjolkan pemberitaan negatif tentang umat Islam dan memposisikan para demonstran sebagai penyebab konflik. Jika dikupas lebih dalam seperti yang telah dijelaskan pada analisis sebelumnya (lihat analisis medan wacana berita 4 November 2016) penggunaan istilah “bringas” yang digunakan secara berulangulang dalam pemberitaan mampu memunculkan citra yang unfavorable tentang kelompok Islam. sedangkan Republika
lebih menonjolkan pemberitaan-
pemberitaan yang positif dan menggunakan gaya bahasa yang lebih halus dan terkesan mendamaikan, dapat pula dilihat dari judul-judul yang dimuat dalam setiap pemberitaan Bentuk ketiga, dilihat dari orientasi penyelesaian. Rakyat Merdeka memberitakan rencana tindak lanjut para demonstran untuk bergeser ke Gedung DPR akibat demostran yang belum puas karena tidak bisa menemui Presiden. Seperti yang disampaikan dalam pemberitaan pada 5 November 2016, yang berbunyi: Belum puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk menindak tegas Ahok yang dituduh menistakan agama, demonstran yang menggelar aksi damai sejak siang di seputar Istana Negara, akhirnya pindah ke depan Gedung DPR tadi malam.
106
Rakyat Merdeka juga menyampaikan pemberitaan kericuhan yang terjadi dengan begitu jelas, mengajak pembaca seakan-akan peristiwa Aksi Damai yang terjadi pada hari itu benar-benar mencekam. Sedangkan Republika menyampaikan bagaimana supaya umat Islam tetap tenang, tidak terprovokasi untuk melakukan aksi-aksi anarkis dan meminta dengan tegas para penegak hukum segera menuntaskan penyebab demonstrasi tersebut dengan menggunakan pemberitaan-pemberitaan yang halus. Republika juga menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan umat Islam merupakan aksi yang bermartabat dan menyampaikan bahwa kasus dugaan penistaan yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama juga dijanjikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla akan diselesaikan dalam waktu dua pekan. Seperti yang disampaikan Stevy saat wawancara: Republika beranggapan kalau pemerintah dan polri tanggap sejak awal, situasi Indonesia tidak akan seperti ini, karena dari awal sudah tahu kasusnya seperti ini. Jadi menurut kami kenapa sampai umat Islam bereaksi sedemikian keras karena mereka melihat kita teriak dari awal minta kasus ini diurus. Apakah aksi umat Islam itu salah? jelas tidak, justru kita mengingatkan pemerintah bahwa tolong ini ada kasus maka segera selesaikan. Seharusnya dari awal kasus ini tidak usah menyentuh bidang akidah, udah kita arahin kasus ini sebagai dugaan penistaan titik, tidak menyangkut pilkada, tidak menyangkut akidah, Islam, Kristen non Kristen, Tionghoa non Tionghoa. Kita bisa bayangkan kalau sejak awal kasus ini diselesaikan tidak akan ada penghinaan terhadap Tionghoa, sampai keluarganya Ahok dan kesukuannya dihina-hina, justru kita mau meluruskan ini pada relnya.
Untuk mempermudah pembaca, maka peneliti membuat table rekap perbandingan analisis semiotika sosial, sebagai berikut:
107
Tabel 2 Rekap Perbandingan Analisis Semiotika Sosial dalam pemberitaan Aksi 411 REPUBLIKA SBY: Tuntaskan Kasus Ahok JUDUL BERITA
MEDAN WACANA (FIELD OF DISCOURSE)
PELIBAT WACANA (TENOR OF DISCOURSE)
SARANA WACANA (MODE OF DISCOURSE)
JUDUL BERITA
Kamis, 3 November 2016 Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuntut penegakkan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama. SBY menekankan kepada pemerintah supaya pemicu demonstrasi tersebut harus dituntaskan supaya suasana kembali sejuk. 1. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Indonesia ke6 2. Zainud Tauhid Sa‟adi, Wakil Ketua Umum ke-6 3. Kapolri Jendral Tito Karnavian, Aparat Penegak Hukum 1. Majas Retoris (p2) 2. Majas Disfemisme (p2) 3. Majas Metafora (p3) 4. Majas Alegori (p4) REPUBLIKA Jaga Kebinekaan Yang Bermatabat
RAKYAT MERDEKA Blusukan Ke Rawa Belong Ahok Diusir, Lalu Dilarikan Ke Polsek Kamis, 3 November 2016 Dua hari menjelang Aksi damai, Ahok masih blusukan ke sejumlah wilayah di Jakarta. Namun saat mendatangi pasar tradisional di Rawa belong, tiba-tiba Ahok dihadang sekelompok orang dan diusir, akhirnya Ahok dievakuasi ke Polsek Kebon Jeruk pakai mikrolet M24 jurusan Srengseng, Tanjung Duren 1. Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Gubernur DKI Jakarta 2. Massa yang datang menghadang Ahok 3. Petugas Kepolisian 4. Dayat, Ketua Ranting PDIP, Ketua RT 01 RW 07 1. Majas Parirama (p5), (p8) 2. Majas Klimaks (p6)
RAKYAT MERDEKA Rumahnya Dijaga 100 Polisi Ahok Tak Akan Ngumpet
108
MEDAN WACANA (FIELD OF DISCOURSE)
Jum‟at, 4 november 2016 Republika menampilkan gambar burung Garuda satu halaman penuh pada halaman pertama dengan ditambah tulisan “untuk Indonesia, jaga kebinekaan yang bermartabat” selain itu Republika juga menggunakan tagline “tebarkan damai untuk sesama, tegakkan hukum untuk semua”
PELIBAT WACANA (TENOR OF DISCOURSE)
-
SARANA WACANA (MODE OF DISCOURSE)
-
REPUBLIKA Aksi Bermartabat JUDUL BERITA
Jum‟at, 4 november 2016 Menghadapi Aksi 411 Ahok mengaku tidak akan mengumpat, malah akan blusukan ke Gang Langgar II, Pejaten Timur, Pasar Minggu. Namun akibat insiden penolakan di Rawabelong pada 3 November 2016 Penjagaan rumah Ahok akan ditingkatkan lagi saat demonstrasi. 1. Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Gubernur DKI Jakarta 2. Ajun Komisaris Dalby, Wakapolsek Metro Pasar Minggu 3. Brigjen Agus Rianto, Karo Penmas Mabes Polri 4. Komisaris Besar Awi Setiyono, Kabid Humas Polda Metro Jaya 5. Kharten Kailem, Kepala Satpam perumahan Pantai Mutiara 1. Majas Sinestesia (p12) 2. Majas Sinisme (p14) 3. Majas Parirama (p16) 4. Majas Antisipasi/ Prolepsis (p23) RAKYAT MERDEKA Aksi 411 Belum Puas, Demonstran Bergeser Ke DPR Presiden Tak Temui Demonstran
109
MEDAN WACANA (FIELD OF DISCOURSE)
Sabtu, 5 November 2016 Aksi umat Islam yang menuntut penyelesaian kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, dihadiri oleh masyarakat dari sejumlah daerah di Tanah Air dan berjalan dengan damai dan tertib hingga tenggat waktu yang disepakati, yaitu pukul 18.00 WIB.
Sabtu, 5 November 2016 Presiden Jokowi tak menemui para demonstran Aksi 411, Ia memenuhi jadwal di luar Istana, untuk meninjau fasilitas dan infrastruktur Bandara Soekarno Hatta. Sehingga membuat para demonstran merasa belum puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk menindak tegas Ahok atas tuduhan menistakan agama, akibatnya para demonstran yang menggelar aksi damai sejak siang di seputar Istana Negara, akhirnya pindah ke depan Gedung DPR 1. Jusuf Kalla, Wakil Presiden 2. Ustad Bachtiar Nasir, Koordinator GNPF MUI 3. Pramono Anung, Sekretaris Kabinet
1. Wiranto, Mentri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan 2. Perwakilan PELIBAT Pemerintah dan WACANA Legislatif (TENOR OF 3. Jusuf Kalla, Wakil DISCOURSE) Presiden 4. Manager Nasution, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 1. Majas Disfemisme 1. Majas Disfemisme (p1) (p1), (p8), (p20) SARANA 2. Majas Antisipasi/ 2. Majas Parirama (p4) WACANA (MODE Prolepsis (p2) 3. Majas Eklamasio OF DISCOURSE) 3. Majas Antonomasia (p13) (p6) Sumber: Hasil pengolahan data, 2016. Keterangan, p= paragraf
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan serangkaian analisis yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday dan Jurnalisme Damai Johan Galtung, peneliti membuat dua kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah pada BAB I, Bagaimana Republika dan Rakyat Merdeka menampilkan kata-kata dalam memberitakan Aksi 411 dan apakah Republika dan Rakyat Merdeka telah menerapkan jurnalisme damai dalam pemberitaan Aksi 411? Kedua kesimpulan itu masing-masing: 1. Kata-kata yang digunakan oleh Rakyat Merdeka cenderung provokatif dibandingkan dengan kata-kata yang digunakan Republika. Hal ini dapat dilihat dari analisis yang telah dilakukan, penggunaan gaya bahasa yang digunakan dalam penulisan berita serta melalui wawancara dengan narasumber. 2. Penerapan Jurnalisme Damai telah diterapakan secara garis besar oleh Republika dan belum diterapkan sepenuhnya oleh Rakyat Merdeka dilihat dari tampilan pemberitaan yang dimuat oleh kedua media, narasumber yang digunakan, penggunaan gaya bahasa yang digunakan dalam pemberitaan, dilihat dari segi orientasi perdamaian, orientasi kebenaran dan masyarakat, serta orientasi penyelesaian. Meskipun dalam salah satu pemberitaan di Harian Umum Republika ada unsur provokasi di dalamnya, seperti penggunaan narasumber yang diduga menjadi menjadi penggerak aksi, namun cara yang digunakan Republika 110
111
menyampaikan suatu pemberitaan lebih halus dan menimbulkan kesan mengajak pada perdamaian. Secara garis besar Republika telah menerapkan prinsip jurnalisme damai dengan tidak terfokus pada konflik yang terjadi antara Ahok dan masyarakat. Republika hanya terfokus pada upaya perdamaian dan mengupayakan solusi perdamaian. Berbeda dengan Rakyat Merdeka yang cenderung mengedepankan unsur provokatif dalam pemberitaannya. B. Saran Setelah membaca dan menganalisis berita, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan sebagai berikut: 1. Untuk media diharapkan mampu menanamkan rasa empati untuk mengusahakan inisiatif perdamaian pada konflik. Media harusnya mampu memberikan pemberitaan yang berimbang terhadap narasumber dari kedua belah pihak, menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan kaidah jurnalistik dan mampu menerapkan jurnalisme damai 2. Untuk pembaca berita diharapkan mampu beriskap kritis terhadap kalimatkalimat yang ada dalam sebuah pemberitaan dan tidak mudah tak terpancing dan terprovokasi akibat masalah yang menjadi perbincangan publik karena media mempunyai misi tersendiri untuk mengonstruk pembaca dalam suatu frame berita. 3. Untuk akademisi diharapkan mampu memberikan contoh-contoh kasus pada media lain untuk melihat seberapa besar penerapan jurnalisme damai itu diterapkan dalam sebuah media dan dapat lebih kritis dalam melihat berbagai masalah yang menjadi perbincangan public akibat dari konstruksi yang dilakukan oleh media.
112
4. Untuk Pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya lebih tanggap dan lebih tegas dalam menangani suatu permasalahan sosial, khususnya yang mengandung unsur SARA sehingga tidak menimbulkan perpecahan antar masyarakat.
113
DAFTAR PUSTAKA Ali,
Muhammad. “Jurnalisme Damai, Suatu Keniscayaan.” http://www.suaramerdeka.com/harian/0502/14/opi4.htm (diakses 14 Februari 2005) Setiati, Eni. 2005. Ragam Jurnalistik Baru Dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Andi Offset.
Alrasyid, Fauzan. 2009. “Merangkai Kata Damai. Banda Aceh: Katahati Institute. http://www.fauzanalrasyid.com/2011/05konsep-jurnalisme-damai.html?m=1 “Ahok dan Djarot Tetap Nekat Blusukan Meski Tahu Ada Penolakan.” http://newscdn.newsrep.net/h5/nrshare.html?r=3&lan=en_US&pid=3&id=TH 4a84a57VL_id&app_lan=&mcc=510&declared_lan=&pubaccount=ocms_0& showall=1 (diakses 4 November 2016) Anto J. 2007. Meretas Jurnalisme Damai di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan KIPPAS. Birowo, Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali. Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo. Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan televise, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Company profile Rakyat Merdeka Company Profile Republika Eriyanto. 2008. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara. Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: PT LKIA Printing Cemerlang. Fauzi, Arifatul Choiri. 2007. Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara.
114
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan Teks, Aspek-Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotika Sosial. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Hamad, Ibnu, Muhamad Qadari, dan Agus Sudibyo. 2001. Kabar-kabar kebencian. Jakarta: Institute Studi Arus Informasi PT Sembrani Aksara Nusantara. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hakim,Bachtiar. “Jurnalisme Damai.” http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/05/18/mengenal-jurnalisme-damai/ (diakses 18 Mei 2008) Junroni dan Suhaemi. 2006. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press. Kamerad “Pidato SBY Terkait Aksi 411 Mengandung Unsur Provokasi” http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/11/14/72691/0/25/KameradPidato-SBY-Terkait-Aksi-411-Mengandung-Unsur-Provokasi (diakses 14 November 2016) Kriyanto, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertaising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Kode
http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etikEtik Jurnalistik, jurnalistik (diakses 28 Juli 2011)
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2015. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers. Oni. “Kamerad: Pidato SBY Terkait Aksi 411 Mengandung Unsur Provokasi.” http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/11/14/72691/0/25/KameradPidato-SBY-Terkait-Aksi-411-Mengandung-Unsur-Provokasi (diakses 14 November 2016) Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipesemiotika: Tafsir cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasuara
115
Portal Damai. “Jurnalisme Damai (Peace Journalism).” http://damai.id/jurnalismedamai-peace-journalism/ (diakses 21 Juni 2015) Risalah, Dian Fath dan Fauziah Mursid. 2016. “Ahok diperiksa 9 jam.” Republika, 8 November 2016. Rusmana, Dadan. 2004. Filsafat Semiotika. Bandung: Pustaka Setia Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika: Paradigma, Teori, dan metode Interpretasi Tanda dari Semiotika Struktural Hingga Dekonstruks Praktis. Bandung: CV pustaka Setia. Sa’diyah, Halimatus. 2016. “Ulama Imbau Unjuk Rasa Damai.” Republika, 2 November 2016. Sobur, Alex. 2002. Analisis Tekks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Rosdakarya. Sumadiria, Haris. 2010. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Syahputra, Iswandi. 2006. Jurnalisme Damai Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik. Yogyakarta: P_Idea. Tinarbuko, Sumbo. 2008. Semiotika Komunikasi visual: Metode Analisis Tanda dan Makna Pada Karya Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitia dan skripsi komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Wilkins, Lee. 2009. The Handbook of Mass Media Ethics. New York: Routleidge. Jurnal penelitian Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegoro Volume III/No.1 Januari 2014 pada penelitian Rindang Senja Andarini yang berjudul Jurnalisme Damai dalam Pemberitaan Ahmadiyah pada Harian Jawa Pos. Merangkai Kata Damai. 2009. Banda Aceh: Katahati Institute. Wawancara dengan Asisten Redaktur Pelaksana, Stevy Maradona. Jakarta, 17 Maret 2017. Wawancara dengan Pimpinan Redaksi, Ricky Handayani., Jakarta, 24 Maret 2017.
Lampiran
KEMENTERIANAGAMA UI{IVERSITAS ISLAM NEGERI (UN) SYARTF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKUUTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI Telp./Fax: (62-21) 7432728 I 74703580 Email : fi
[email protected]
Jl. ir. H. Juanda No. 95, Ciputat l54l2,Indonesia Website : www.fi dkom.uinjkt.ac.id
Nomor
:
rrt$
Un.0l/F5/PP.00.9/
Larnp :l(satu)bundel
12016
Hal : Bimbingan Skripsi Kepada Yth. Drs. Helmi Hidayat, MA Dosen Fakultas Ilrnu Dakrvah dan Ihnu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullalr Jakarta
Assalamu'ala ikunt Wr. Wb.
Bersarla
ini kami sampaikan outline dan
naskah proposal skripsi yang diajukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilrnu Komunikasi
berikut,
Agita Surya Pertiwi
Nama
Nomor Pokok J
I I 1205t 100020
urusan/Kon sentras
i
Semester
Telp. Judul Skripsi
Jurnalistik IX (Sembilan) 089608707617
Analisis Wacan HAM dalam Pemberitaan Kasus Bentrok TNI Angkatan Udara dengan Warga Sipil di Medan pada Sindonervs.Com dan Republika Online.
Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasisr,va tersebut dalam penyusunan dan penvelesaian skripsinya selama 6 (enanr) bulan daritanggal l2 Oktober20l6 s.d. 12 April20l7. Demikian, atas perhatian dan kesediaannya karni sampaikan terima kasih. lVass a I amu' a laikum
Wr.
Wb.
an. Dekan,
Wakil DekanQidang Akademik
z'-\
/.
Tembusan : l. Dekan 2. Ketua Jurusan/Prodi Jurnalistik
n"
,
' J;:i;.'ri; l':!/"y,','i€';
:,:, :,
"\.1,1
REPUBTIKA
SURAT KETERANGAN No.:220lllll17 Harian Republika dengan ini menerangkan, bahwa:
Nama
:Agita Surya Pertiwi
Nomor Pokok Pekerjaan
:1112451100002 : Mahasiswa Universitas lslam Negeri (UlN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas llmu Dakwah dan llmu Komunikasi
-){RtAN EPUBTIKA
Jl. Warung Buncit Raya No.37 Jakarta 12510, lndonesia. P: +6221 780 3747 (Hunting). F: +62217800 649. www.republika.CO.id
wBakyat
THE POLITICAL NEWS LEADER
-
Kl
i
_
Merdeka
kl website : http ://www, ro lcyotmerdeko. co, id
SURAT KETERANGAI\ Nomor: 047/Liti/RedlRM/IIIl20
1
7
Harian Rakyat Merdeka yang berkedudukan di Gedung Pers Graha Penq Lantai I & 6, Ialan Raya Kebayoran Lamz No. l2,Jakartri Salatan 122ffi-mele*urglrai;bahwa nlrRa di bawah ini : Nama
: Agita Surya Pertiwi
Konsentrasi : Jurnalistik
Program
: Strata Satu (S-1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah melakukan penelitian/wawancara dengan Pimred surat kabar Harian Rakyat Merdeka untuk keperluan tugas akhir penulisan skripsi berjudul:
,,Analisi Semiotikil Sosial dalam PembefitaanAksi 411 pada Surat Kubar Republika dan Ralqat Merdehau Demikian surat keterangan ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Iakarta"27 Maret}0l7 lflar ian R alcy at M er de k a,
Pemimpin Redaksi
TIJE POLITICAL NEWS LEADER ., i,a:'.:,,:,.'.:i.l,:: ',,,:.)::, ,-rl: , !:':'a lr: .:'.'r'r r:.' ;::ii
1l ':::a
:.jj"r :
: )'. r::t
.:,
r
l
:il:l:i'.,
rtin' ',1-+ ''.'
: :'..:i r;.:t.i:1.:
K! i k ! we b s ite
:
http ://www. rakyatm
e
rd e ka
o n I i n e.
.f,r1ri ',iai';. 'ri..rj .'., .')::1:-: -ii
::.t:
t. tj
:.
:...
i
'
ri,:l
a-:i
: :*:i r": ,':..j'' -:_.-; l
l. ,,i!,:,j.] -r:;:!.!,
co m ;-:..i:,:::t-i;
':';lij,:t'. .ii?ij
. i: ;L-s', ..i l:'. +tiil i,i 1 1' . i
.i* *;: '
t:1"
;!:.'t
l:r, I-
Si
i...'
i :
:r ";" -.. '-:,{1..-, **;. i,,'1.''14$P;,r 5',":.'
..1
*
KAMIS,
3 T.'iCVEMBER
2016
PEMIMPI NNYA RUKUN, RAKYATNYA TENTRAM
Blusukan He Bauua Belofrg
ffifumls
EIiusiF,
EBEBMMEEqAM
lalu
B{E FEISEE€
Dua hari jelang ciemo besar'beiaran, Ahok nnasih blusukan ke sejurnlah wiiayah di Jakarta. Narnun, saat menyarnbangi pasar tradisional di
Rawabelong, cagub nomor urut dua itu tiba-iii:a dihadang sekelompok oranE dan diusirnya. Ahok akhirnya dievakuasi ke Polsek Kebon Jeruk pakai mikro,let M24 iurusan Snengseng'
Ianjung Duren.
PER ISTI',i\A pengusiran,\hok ter.jadi di Jalan .A1'ub" iiawabelqng. Kebon Jeruk. .lakarta Barat, kenrarin sore. Ahok sediany'a holdak meniniau Suneai Sekretaris dan warga y'ang BERSAMBUI".IG KE i.iAL 9
Dl ANGKOT: Ahok naik angkct menuju Polsek Kebon Jeruk, kemarin
*a
rsEiFi lg,g; I i rgggep lggg*E igs ig F ;itrlFEilr€ ri3=lgstf, i$r;E i16
o
e
tl f- ;> -:r -A
geggigririgiig
I
isgEis*gEF$fEE
$iF i iE [g
E*la* 5 E*:*3i
giiE
[; iiF
:
gEE5$gF*$ 3$
T L c)_
F= OJ Is >c 2y!. 7T
w
C) rD
ffi i$€ r
:r
7\
OJ OJ
u
E5 iEiiEg
igFg;, rFiiE$EgFEggiF
i
:t
(f rD
= (o
F FFFEElFIf,EEE* iggr$Fg$rF; + }5E
OJ
= -U
EE
-l rD
3 O) = llt' Es
SiaEris$
3
sFsg
-i*g$i}FFgFF i i a ;gs; i ne ig $; l
g 5E
fiIf
'E t$$i
E$i€
F$giFigiF
rD
JUMAT,4 NOVEMBER 2016
TUNTUTAN DEMO JANGAN CUIVIA DIDENGARKAN Humahmya Diiaga t 0t! PollsE
ffihmls Tals ffiH{alt frHruuEItPffi€ Menghadapi demo besar-besaran hari ini, Ahok mengaku tak akan ngumpet. Dia menyebut akan tetap blusukan. "Besok blusukan kayaknya deh," kata Ahok saat blusukan ke Gang Langgar ll; Pejaten Timur, Pasar Minggu, kemarin.
NAMUN, ditanya akan blusukan ke marra hari irii, Altok tak rneniawab. Menurutnya, .iadwal kanrpanye diatur oleh Tim Pemerrangan AhokDjarot. la hanya mengikuti agenda j -v.'ang telah di adrvalkan timny'a. Sejak insiden penolakan Ahok di Ra*abelong, Rabu (2iIl) petang
Ial u, ti rn
Ahok-Dj arot nrerahasiakan
.jadwal blusukan Alttrk. "iJnluir
kampanye tidak akan dilenrpar ke nredia karena alasan keantarran. Dan untuk nredia 1,arrg akan melipr.rt
Ahok untuk hadir -iam 7 pagi di
.,. BERSAMBUNG KE HAL 9
DIGENDONG
AHOK: Cagub DK! Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnarna atau Ahok
menggendong anak saat
itS.
blusr-ikan di
kawasan Gang Langat, Pejaten Timur, Jakarta. kemai'in.
{iit*iif
glsf 33l+=5ir *+$st +ciisEflrt
ziF,{ ziE*,rtdj;E{i i iEE + f 5E g i 5 igE =i,1? +*E
; lg isF t * *s i
=;;*1e?EieEiE=_ii*#i effe:lp =lEesp ?"i;'a $* ier ii i;r
5 o K :> 7\ >o 4x C OJ
I{ >o) r*
= *> C >x'
i;;
z9)
= 9. q+i ei$si5
+*'i
x
€-r I ; F€€ [i; =EZfllillti?lJ=?Eig;g;€ 1;,s;q E:s <**H e * F*w r{: 1+iA 5 = = rD =; =:Z aFi;s 4 i; t:+r igEE fEtriiqf $ C itgigiis+i+ii+t;. is-3E$EH iE t lE i+; fFg-E is3 +E5413igi$r;e OJ r*a
i=F= 7 EciE=:rliiIi;;,E =tlE -l :i ;rEr:a 1+1= l€€;a: gr+= E-i; rsri' s+ Er*;: i+E,fri.i,**E ryl+ iv"=; €=i t€F'?!,fr =E;g:= O) e=e;i'u 396 gcE
rI = ;i1:.i+f 5J;Eii F-= ir==rsE ='; E i c r:.;i= st= LO =nz=?iit r ia t E ii ill:,7tiiiii+E=1g:=zlE=_ U r=€ Ir-^ ;"=i?=_:E+ 7j-\3:?ai;e-l?E=gE: iE ? eei q-+7i?!!!E=; u€ =: i r r 3 ;Ac t; ; +,g ?g{il:*;=E! ro r: rD ilt?i!,\ii?if tf,7;i?;Z=. f il€rr *:s sig r$irl$; lE"',i; f.: :: i-':: *?:.'=? ?;tx77E1=;i1"* gE i:,?,8 a ,:...i--''C='|').=:..-;]JiyE€FfEe,a-,H.o6rED!s'g 3,f --:r,':/,::-: i=t:rr-srE i.,?=,c :._-. -u!i ,, 1ii ir,r=.iiai,i{= ;,[=F e,=?3t *f g€? -,Ii? i?;r. ? ; ho Tr-:*-",'-a.?= r,:l?;,p... -j..)-., i.; ;:.:i-:i.,.;1 lo-?r-? ._-.;r'r-; ftl . ;: ); ==:(::-:i,:;Ff ?l =Ir3;1 ?'1 ti:*i,f-,i 3r;.4{;? ,, =i i .zii, *=! F,-3,i;; 3€ 3 "',3?t"ir,Ega=:-Z:i'= -(t =;,,:'''i I r'\ 3 f i,izi-..{rE "= EE p;T )Xi#3 2 +a? lilf ;,: ;;i = -i7,F;i'r -,i gE g'rf g ;-;l* c: nd B l! f i? t :; i 4 EEI + ;!*= i n i zi 7-'-.; r .q i *q' i w ; d T i s H i P,1 l, ;'i E= [.--J
"?f,**'
;:.
";;
.=.
fi^
5*lJ
?"
p":
F
7z *;E =.k.i'= e 3gQJIF = PE E I* 57 2t = HHd.-E l" * >: I gq Bi; fJ Fr*irdE \,=_,i ag*; =r -s, ! rgs *i3 a'Fi qa-;!.i 6 ! ; j :,F.
r:i
a
r5lt g6lE€1#lf=";
= EH
+xpi ggt
;E,3f.:
5
= f;i6
E
:;
qi=f i = ;i,g o;5
r+3s vraE
E:i*r$ss -i[;i*ciiigtEE E$fs F'E flgEE EiF
SABTU, 5 NOVEMBER 2016
KASUS AHOK, PRESIDEN CEPAT BERTINDAK S E B E LU h/X Tffi RL4h,4
BAT
d6uffi Belum Puas, Ilemonstnan BenSe$eF He tlPffi Fresideffi Tak TesmuE Bemunt$tnt&tn
.,
.
knlqdhuram iadr
chm
Wtranlo. MenleriAgam tukman Hakim Safluddin dan UnadA.to lrhan memakai ruske, saatlerun t€ ldasi demstan di Jslan Medek Baral Saar [u batu sja lerjaCi le mbatah gas atr mal a da ri por]si le a€h dei. \sr ra n Naoun se3aa ! renud an ie mbakan dihenlikan alas Fdnlah KaFl
'.,. "'''.,t
.,.::!
,t.:1.,'"-1,
i.!..:r
i ;.
,,
Beiunr puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk rnenindak tegas Ahok yang dituduh r*enistakan agama. demostran yang menggelar aks! damai sejak siang di seputar lstana Negara, akhirnya pindah ke depan Gedung DPR tad! rnelam. JAWABAN pemerintah itLr disampaikan Wakil PresiJen Jusuf Kaiia saai meneritra per."r'ak;ian demons1.'ang clipimpin Ustad Bachtiar Nasii oukul I 7.l)C W its, kemarin.
iralr
\rraiPres nren-r,al:ikan bahi.va penaliE:rran i:.ast.rs Anok akan Cilakukan secaia cepat. tcgas. nainLln tetap me-
n5iktiti p|iisltiLrl' :ritirtltt.
\leit;it'i:t l..lpulri- lurli:rl \Iapies. penangairan itu akan memakan waktu di-ra i'lringge. "Pokokni a tegas," Jeiasn-r li. 1ri berarti "nasib" Ahok akan
rliicnl;-ikan 1 -trx24.jarn. llirnirrta untLik bicara scitiah Wapic>. Ilaclii iai :r" as i r- itaii'r':t bt:rkata
,.
BERSATUBL'NG KE I-IAL 9
E7
(D
Flc- [liEeag f:A[+ate:Elcaa***eFi* 1ffi r.IlgEi I 112
lii
[:*;?e3 [l;"]1i*E]3Ei' 1*fllsa
i1 3i Ii =+
:
tr_
vl? ;E3isE;rrilit lrE''**i+g *?liE g**! 5iEE i ff$ i;[i;tflFiil+ i*$ B€!F+ iiFf*]ifl; lltrE f
= "-, o EE
J
(n 4a r9. >cL
-+
>{ z9)
o,
ie <J
5 'i*V',.eFgaE -E \*; a i"EgE rEgg#F f iEE -F: # I I ri*fi i *E U * = ;# * aE gffi,E =; ' tcRliSgG4:S, 141-*i;* *E i$= I = *:E i2?;E I 1i c ,H
==,-,;z€lf CL g t a:r fi 3 ig iE:E IE Lt a{ \*2r ?H
t
i
T'
c
fr..EE*E$yH'.;E-s 5f;il
A;Eg;=a;aqfHIa riq r= l-- oi) v:fr* o-=- o-:l += q 6 Ei.B,
-g;:
!r*b
E
5
/\
r" d b
E
qgt
.=:aF.=*i;i==?i =*3r 3[*5 sEd 4 d *= = 1x *6 XEs 7 S; 6E +8i,. ggt 1;:ryTr',*-{,8 :rg ,HwB ?Z=iizts':.3 '*5g,D7, {Ez: -.-k5ag T=* r:; r0 {72 Eis il; lvc>
J
b M
d % re
,i[i :,ilIi$ r'irfr'E rEE flg p*;.
r"_H,
iiTi t=;,3 .ii'it,
;i.tr,=7*t=1n
ffiJ
_i=l= ^Fil i7.v*t; 1{{ H;,,.,_,
Fi[++l* a: i::,[li I ?i::EEk";tii::3 {1 i*'\ii;r rE rii*$F,s lilBE;l;;3;Eise[ 3 ri; +?i i; ru rri+]gt=i$ * g +rsrr;e i $tc qE $: *g.E il ***re*s iE [ia Ei= [E*E a =: r;-sEE a Eisr :,+*1=iEitE+figr Hiirlq $r;r*1fi; =i+Bi: ;$i6A;t€f' g,6FiaEfEiEEiil E r*ac F; * ili€BEE E*s; +i
a*ar1m
3
ffis ffi
!
;ffi
r
r$flr:r:i:1'-
; r{t', : ai'1v ::l'/:iir :jli'}
"...
3 SHAFAR 1 438 H
NOMOR 292 /TAHUN KE.24
APELXEIAP5146&Ntas!kanAsmaut!!snaPolri!3atme.9iIuliaFel[e$ptaglantpi9.(ndianpiLtadas.rer'ar:20i;r,LaFanranSlaiqrl.nas
Rabul2lrrlPisu[..le..ebulbat:Ldidandan]d€no..roP,ahda.s'rbrn9!n3m!n9fad:p,ats!njukr!5r..n,,!!irnp;dji!rrtrr11/lll
].La,h
yang menunjukkan Ahok menga-
6
I-JIIAR MUCHTAR, I\4UHYID]N
Kapolri menilai tuntutan kepada Jokowi tak lagi diperir-ikan.
takan ada pihak-pihakyang membohongi ralqyat dengan surah al-Maidah ayat 51. Ahok telah menyatakan permintaan maaf atas kasus tersebut. Meski begitu, sejumlah pihak dari kalangan
umat Islam merasa hal itu belum cukup. Beberapa ormas kemudian rneirsinisiasi aksi utriuk rasa besar-
umat lslam rnerasa hal rtu belum cukup. Beberapa orrnas kemudian illenginisiasi aksi unjuk rastr besar-
JAIL{RTA
Presiden ke-6 Ri Yudhoyono (SBY) angkat bicara soal rencana demon-
Susilo Barntrang
strasi akbar menuntut penegakan l-rukum atas dugaan penistaan agama
oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki ljahaja Pumama alias Ahok, kemarin. SBY menekankan, akar pemicu unjuk rasa tersebut mesti dituntaskan agar suasana kembali adem.
"Mari bertanya, sebenarnya apa inasalah.vang kita hadapi ini, dan mengapa di seiuruh Tanah Air raig'at melakukan protes dan unjuk rasa? Tidak nrungkn tidak ada sebab, maka mari iihat dari sebab-akibat," ujar dia dalam konferensi pers di Cikeas, Bogor, Rabu
izlrr). SBY kemudian mengajak seluruh eiemen masyarakat untuk kernbaii pada arvai mula kasus Ahok lang dianggap menistakan agama. Ia menekankan, kasus tersebut harus mengacu pada sistem hukum
dan KUHP. Di Indonesia, menurut dia, sudah ada lurisprudensi dan preseden penegakan hukum pada waktu 1-ang laiu terkait urusan yang sama.
"Jadi, kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadiian, Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum," tutur dia. SBYpun rneminta pemerintah tak membiarkan anggapan Ahok kebal hrikilm" "Barang kali karena tuntutann1,'a itu tidak didengar. Nah, kalau sama sekali tak didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda, ma-qih ada unjuk rasa itu." ucap dia. SBYjuga menyangkal ikut menggerakkan rnassa pada Jumat (4/rr) nanti. Ia meragukan ada kekuatan politik di baiik aksi unjuk rasa. "Kalau sudah urusan akidah, banyak di dunia ini yang mengorbankan jiwanya demi akidah," kata dia. Ahok dilaporkan dengan tudingan penistaan agama, bulan lalu. l,aporan itu didasarkan pada rekaman video
besaran besok. Mereka menggadanggadang sebanyak zoo ribu orang dari
berbagai daerah akan ikut serta. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan, Presiden Joko Widodo teiah menjanjikan tak bakal mengintervensi kasus .A.hok saat menemui para uiama di Istana Negara, Selasa (r/r:.). "Presiden sudah menugaskan kepada kapolri untuk terus mengusut tuntas dugaan penistaan agama yang
Karnavian menilai Presiden Joko Widodo sudah melakukanhalyang dituntut para demonstran dalam pertemuan dengan para ulama. "Jadi tidak perlu lagi derno ke istana," ujarnya. Tito menganggap, tuntutan agar Jokowi memenjarakan -Ahok tak bisa dipenuhi Presiden sebagai pimpinan eksekutif. "Itu adalah teknis hukum yang menjadi domain dari yudikatif," ujar Tito. Ia menekankan, kepolisian sudah melakukan langkah-langkah proses penegakan hukum kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. Upa.va penegakan hukum terhadap Ahok juga dise;-ukan secara resmi oleh Ma.jelis Ularna Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah, rian PB Nahdiatul Ulama (NLi). Walau demikian, secara institusional, tiga lembaga itu tak akan mengikuti aksi unjuk rasa. tr singo,h .r rvono/qomnar;a rJstantr
ffiffiffilqffi*tr,,.ffi{r' " .#Sr
.
r.publika.(o.id
UBTIK&
&Pil6[il E @Putu;[* l'i Rp l.5Oo /40 H.l.h.n LUAR P JAWA RPaJ00 D[ambah on916 tUm
WffiWffiffi
ffiffiffiffiffiffiffiffi& JAGA KEBIF.IEHT&AN YENffi BHREftARTAffiAT
&KSI BERfuTARTABAT
A
iIN4 REPUBLIKA
Wapres menjanjikan waktu dua pekan untuk penyelesaian kasus Basuki. JAKAR.TA -- Aksi umat Isiam yang menuntut penyelesaian kasus penistaan
agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki ;-ahaja Purnama di Jakarta,
Jumat (4/u), berjalan damai dan ter"tib hingga tenggat yang disepakati, yaitu pukui 18.oo WIB. Namun, selepas itu, kericuhan akibat kesalahpahaman yang bennula dari uiah oknurn mahasiswi dan perugas keamanan ierjadi. Sejak pagi, massa aksi darnai mulai berdatangan ke Ibu Kota. Mereka yang berasal dari sejumlah daerah di Tana[ Air ielah hadir sejak dua hari silam.
Sernentara
itu, massa aksi damai
yang berada di sekitar Jakarta, meliputi
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, muiai bergerak sejak pagi. Berdasarkan pantauan Tim Republikc di berbagai titik, seperti di Stasiun Juanda, Jalan Budi Kemuliaan, kawasan patung Tugu Tani, kawasan Monas, dan Lapangan Banteng, dipadati massa. Selepas shalat Jumat di beberapa masjid, termasuk Masjid Istiqlal, massa
mulai bergerak ke pusat konsentrasi,
yaitu di depan Istana Negara. Dalam orasinya, sejumlah tokoh dari berbagai ormas Islam menyampaikan tuntutan senada.
Pemerintah. dalam hal ini Kepolisian
Republik Indcnesia, diminta untuk segera menyeiesaikan kasus penistaan
agama 1'ang diduga diiakukan oleh
Gubernur DKi -iakarta, Basuki
!ahaja
Purnama. Selain i:u, presiden Joko 'rVidodo pun tiiurinta tidak melindungi Bas-*ki dari jerat:rn hukurn. "Jadi, ini beipuiang Lepada pemini-
pin nasional," ujar tokoh reformasi Amien Rais. Namun, keinginan massa aksi damai untuk bertemu sekaligus
terus berlanjut. "Kami sudah berbicara
dengan teman-teman yang mewakili massa. Saudara Ahok akan dilaksanakan proses hukum yang tegas dan cepat," katanya. Dalam kesempatan itu, Wipres pun memastikan proses hukum tersebut
berdialog dengan Presiden tak terwujud. Ini iantaran Presiden sedang rneIaksanakan kunjungan kerja di area
Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sekitar pukul r5.45 WIB, perwakilan massa aksi damai. khusuinva dari Gerakan Nasional Pendukung Fat-
lva MUI di bawah pimpinan Ustaz
Bachtiar Nasir (AQL Islamic Center), memasuki Istana. Kepresidenan. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
Wiranto, yang didampingi sejumlah menteri Kabinet Kerja,
mendengar aspirasi massa.
akan diselesaikan dalam waktu dua
pekan.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi &Ianusia Maneger Nasution menilai
umat Islam Indonesia yang turut dalam aksi damai telah menunjukkan pelaksanaan demokrasi secara bermar_ . tabat. "Inilah demo termartabat ln,- .,-_i i''
*: "'' 1;'
danterbesarpascareformasi."
Polri: Proses
Ahok Kericuhan Dipercepat Kericuhan
Hukum
antara massa
Akan tetapi, pertemuan buntu dan aparat keamaiian kemudi_ karena mereka bersikukuh ingin Hlm- 2 an pecah di depan Istana Mer_ bertemu dengan Presiden. deka. Petugas kepolisian pun Wiranto mengatakan, presiterpaksa melepaskan gas air den tidak dapat menemui masAksi Damai mata untuk mengendalikan sisa. "Saya sampaikan bahwa Marak tuasi.Padasaatbersamaan,tiga Presiden memang sedang ada mobil kepolisian terbakar di tugas di luar untuk meninjau Hlm- 3 kawasan Nlonas. Kericuhan jubeberapa proyek." ga dilaporkan terjadi di sejum_ I\Ienurut Wiranto, Presiden sudah lah titik, antara lain, penjaringan. menugaskannya, N{enteri Agama LukHingga kini, belum diketahui penyeman Hakim Saifuddin, Menteri Sekrebab pasti kericuhan di depan Istana Mertaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet deka. Ketua Umum Himpunan MahasisPramono Anung, serta Kapolri Jenderal wa Islam Mulyadi Tamsir menyatakan, Pol Tito Karnavian untuk menemui sumber kericuhan bukan berasal dari perwakilan massa aksi damai. Bahkan, arah kelompok massa HMI. perwakilan dari Komisi III DpR dan DpD Sebab, mereka berada di depan ikut hadir. gedung Kementerian Koordinator Bidang
Wiranto menilai, perwakilan dari
pemerintah dan legislatif tersebut sudah cukup representatif. Selepas bertemu Wiranto cs, Ustaz Bachtiar Nasir bertanya kepada massa, apakah berkenanjika
yang ditemui adalah Wakii presiden Jusuf KallaNlassa menyatakan persetujuannya. Sekitarpukul r7.r5 W'IB, Wapres bertemu Ustaz Bachtiar yang ditemani sejumlah
uiama, seperti Ustaz Zaitun Rasmin
(lVahdah Islamiyah). Selepas diaiog tefruiup, Wapres mernastikan proses hukum terhadap Basuki
Pernbangunan Manusia dan Kebu-
dayaan. "Kami sampaikan ke teman-teman, kita diam di sini (depan gedung Kemenko PMK), sampai massa aksi selesai,', kata Illuiyadi. I ed! muhammad iqbat
HASIL WAWANCARA DENGAN ASISTEN REDAKTUR PELAKSANA HARIAN UMUM REPUBLIKA Nama Narasumber
: Stevy Maradona
Profesi
: Asisten Redaktur Pelaksana
Tempat
: Kantor Republika, Jakarta Selatan
Hari/ Tanggal
: Jum’at/ 17 Maret 2017
1. Seberapa besar keterlibatan faktor individu jurnalis dalam penulisan sebuah pemberitaan? Kalo ditanya seberapa besar, itu besar sekali karena kalau tidak ada wartawan dilapangan saya dan editor tidak bisa buat berita, saya sebagai Asisten Redaktur Pelaksana jadi saya yang mensuperfisi editor dihalaman satu, editor dihalaman nasional dan editor dihalaman metropolitan, saya memang tidak berhubungan langsung dengan reporternya. Reporter itu adalah pemasok data dan fakta, selebihnya termasuk tentang aksi 411 ini kita sudah merundingkan bareng framingnya mau seperti apa, jadi reporter lepas dari framingnya, yang membuat framing adalah editor, asisten redpel, redpel, pemred dan wapemred. Lalu bisa sampai keputusan kenapa kita harus ambil berita ini kenapa design halamannya seperti ini mereka tidak ikut campur, kenapa harus pakai judul ini, kenapa harus berita ini yang ada di muka, nah mereka sudah tidak ikut campur. 2. Bagaimana Republika menentukan topik pemberitaan yang akan diterbitkan? Tiap malam itu editor harus punya perencanaan berita apa yang akan diberitakan hari ini. Lalu besok paginya kira-kira dari jam 11-12 kita update berita benar atau
tidak kira-kira perkiraannya yang diminta editor sama kejadian di lapangan dan fakta berita dilapangan. Kemudian jam 2 kita rapat dan itu kita nentuin anglenya seperti apa dan beritanya apa. Pada saat aksi 4 november kita membuat perencanaan sudah dari sehari sebelumnya, apa yang mau kita tampilkan didepan, yang jelas waktu itu kita bilang foto, alesannya pertama karena ini aksi massa yang sangat besar dan yang harus keliatan besar adalah kekuatan damai dari aksi massa Islam, itu harus diperlihatkan dengan foto yang besar, selain itu juga untuk memperlihatkan bahwa aksi massa Islam yang damai ini, aksi massanya damai dan tekanan poin yang massa Islam tekankan itu serius tetapi tetap dengan damai. Kedua berita apa yang ingin kita tampilkan didepan, kalau soal berita apa itu pertama soal berita damainya dulu sama berita pidato, misalnya kita pengen denger pidatonya ulama seperti apa keinginan warganya seperti apa nah itu poin buat didepan. Jadi yang kita ingin tampilkan itu berita aksi damainya berjalan bagus, dan pemberitaannya serius. Jadi ada memang cover yang kita rencanakan sehari sebelumnya, tokoh-tokoh yang harus kita muat diberita, sisanya pembuatan berita yang paling menarik dibaca keesokan harinya. 3. Bagaimana Republika menentukan sebuah berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Kalau aksinya seperti itu beritanya pasti layak tapi kita wanti-wanti sama reporternya ini kita persiapkan berita dari sehari sebelumnya lalu berita reporternya kita lihat sesuai ngga nih sama fakta yang ada dilapangan lalu kita bandingin sama kantor berita lain, sama Detik, Tempo, Merdeka, Kompas,
kemudian dilihat misalnya kita ada yang kurang layak, kita ada yang kurang data kalau ada suruh kerja balik reporternya, sampai berita itu layak dimuat dihalaman satunya, kalau masih kurang juga, tolong telephone lagi narasumbernya, tolong cek lagi dilapangan data-datanya. 4. Pada pemberitaan 5 November, saya melihat republika hanya sedikit memberitakan tentang kericuhan yang terjadi dan hanya sedikit space yang disediakan, apa alasannya? Menurut kami kericuhan itu tidak penting, buat kita yang penting adalah aspirasi yang disampaikan sama umat, kita fokus pada pada persoalan utamanya, buat kita ricuh itu persoalan sampinganlah, demo sebesar ini kira-kira ada provokator itu pasti, cuma kita jangan sampai membuat aksi kericuhan itu menutupi persoalan besar yang dituntut oleh umat sejak pagi. Aksi yang dilakukan massa sejak pagi kan berjalan damai, ricuhnya baru malam sekitaran jam 8an. Kericuhan sebenarnya sudah bisa diprediksi, kericuhan akan terjadi tinggal tunggu siapa yang akan memicu kericuhan. Apakah itu semua akan mengganggu tema utama republika? tentu tidak. Buat republika justru poin pertama kita adalah aspirasi umat yang berdemo pada saat itu. Yang kedua untuk masalah kericuhan kita bisa lihat di televise, kalau ditelevisi itu pasti lebih heroik membahas tentang kericuhan, ada bakar-bakaran lebih terlihat nyata, ada tembak-tembakkan lebih terlihat nyata, kalau soal kericuhan sudah pasti gambar hidup akan menang. Jadi menurut saya memberitakan hal semacam itu bukan keunggulannya koran, justru menurut saya kita harus bisa mencari apa yang televisi tidak bisa dapat, misalnya
kenapa bisa terjadi rusuh, siapa aja aktor-aktor kerusuhannya, dan bagaimana saat sebelum kerusuhan itu terjadi. 5. Bagaimana dengan pemilihan judul, apakah ada ketentuannya? Untuk kasus seperti ini, kita pengen judul yang adem, kita ingin judul yang bisa menggambarkan khirohnya orang-orang yang berdemo pada saat itu, semangat mereka, kita juga ingin judul yang bisa menangkap mereka ini berdemo karena apasih, dan kita juga ingin judul yang sekaligus menepis anggapan sebelumnya (media asing/intelegent) bahwa aksi 411 itu kemungkinan besar akan rusuh, memang rusuh tapi di akhir. Kita ingin pemberitaan dan judul yang pas, nah judul yang pas ini seperti apa? Kita buat yang adem dulu, tidak memicu konflik antara dua belah pihak, pokonya yang mencerahkan dan memberi inspirasi. 6. Bagaimana Republika memilih narasumber, apakah ada ketentuan tersendiri? Ya, dari awal kita bilang ingin narasumber yang khotbah dan pidato, jadi siapapun yang khotbah, siapapun yang pidato, catet dan kirim. Kemudian kita pilih yang kira-kira enak dibaca oleh pembaca republika besok. Kita tidak butuh narasumber yang kasar, tidak memberi inspirasikan justru malah manas-manasin nah itu tidak akan masuk kriteria kita. Poin pentingnya kan Ahok diduga sebagai pelaku penistaan agama dan harus diproses secara hukum, terkait khotbahnya seperti apa dan sejauh mana tekanannya kan pada polisi dan pemerintah agar jangan berpihak pada Ahok dan Ahok harus segera ditindak. Kita bergerak ditataran seperti itu saja, kalau ada yang ekstrim-ekstrim itu sudah pasti lewat.
7. Kenapa narasumber yang dipilih hanya dari kalangan pemerintahan dan umat Islam saja? Kita tetep masukin pemberitaan tentang Ahoknya ko tapi tidak di halaman depannya, jadi strateginya pada waktu itu memang kita meliput aksi 411 itu tidak cuma dua halaman, tapi halaman satu, 2, 3, 4, 12 sekitar 4-5 halaman, ahok tidak kita kasih space di depan karena ini Koran umat Islam kita harus tau anglenya kemana, tapi kita tetep kasih dia space di dalam. 8. Sedangkan dalam penulisan berita, ada tidak sih standar penggunaan bahasa? Atau gaya bahasa seperti apa sih yang digunakan Republika, apakah ada ketentuan tersendiri juga? Iyaa ada, kita punya bukunya, stadar pemilihan bahasa di republika lebih ketat, salah satu keinginan republika dari awal adalah menjadi Koran yang dapat dibaca oleh keluarga, jadi bahasanya tidak vulgar dan bahasanya enak dan akrab, tapi juga tidak terlalu selugas Koran metropolitan, karena kita Koran umat Islam maka panduannya ada disitu, maka saat kita menuliskan pemberitaan 411 kita tetap berpatokan pada standar nasional Republika. 9. Mengapa Republika membuat pemberitaan seperti tanggal 4 november, memang tidak takut rugi? Buat kita halaman satu itu adalah stand point, itu poin utama yang ingin ditujukan oleh Republika, jadi kita punya maksud, kita punya simbol. Salah satu kerja kita bikin halaman satu yang kadang-kadang nyeleneh, ya seperti itu. Itu sikap kita dalam menanggapi satu kasus. Kita flashback dulu, seperti kasus asap, kita buat
satu halaman. Kenapa kita buat seperti itu, alasannya karena masalah asap ini sudah terjadi dari bulan Juli dan tidak selesai-selesai. Kita beritain asapnya sampai kuning, halaman depannya kita bikin kuning semua, kita beritain anak-anak kecil pake masker, kita sudah beritain dari halus sampai bener-bener negor pemerintah, tapi kaya cuma angin lalu, jangankan Republika, koran lain juga sama sudah memberitakan hal yang sseperti itu. Akhirnya kita kasih saja nih ngerasain gimana susahnya orang membaca pada saat terpapar asap, kaya gimana sih rasanya, yaudah akhirnya kita buremin saja korannya, selesai. Apalagi Republika tidak beredar di Kalimantan dan hanya sebagian wilayah di Sumatra, untuk orang-orang yang di Jawa, Jakarta, Bandung dan sekitarnya, kita mau kasih tahu gini loh rasanya kalian baca koran di daerah teman kalian yang lagi terkena asap, nah makanya kita kasih hal itu, dan pemerintah belum bisa atasin hal itu, sampai kita harus membuat koran seperti itu. Nah sekarang kita balik lagi pada edisi 4 november, nah bagaimana kita membuat cover pendahuluan aksinya, kita tahu bahwa dari awal rencana aksi ini selalu dikonotasikan horor, akan terjadi kerusuhan, akan memicu perpecahan didalam terhadap umat, bisa memicu gesekan horizontal antara Islam dan non Islam, bisa memicu gesekan Tionghoa dan non Tionghoa, buat kita ngga, kita fokus pada masalahnya saja, bahwa kita tetep satu Indonesia makanya kita pakai gambar garuda. Namun supaya ini tidak menggambarkan bahwa umat Islam yang mengadakan aksi ini sehingga Indonesia harus pecah antara umat Islam dan non Islam, kita tetep Indonesia dan ada Umat islam yang merasa terhina, itu yang kita
boyong, bagaimana membuat covernya, kita cari simbol yang pas untuk membahasakan situasi pada saat itu, kita ngga menemukan simbol lain selain pancasila, karena situasinya pada saat itu kita ngerasa bener tidak sih Indonesia bisa pecah gara-gara kasus ahok. Nah akhirnya sebuah pancasila mengingatkan kasus ya tetap kasus jadi jalankan saja, kita tetep satu Negara, kita tetep satu Bangsa, kita tetep Bhineka tapi ini ada kasus loh jadi harus tetap diusut. Selain itu kita juga buat tagline “Tebarkan Damai Untuk Semua, Tegakkan Hukum untuk sesama” pada saat itu kita melihat kondisi sebelum 411, kalau kamu perhatikan di media online situasi menuju 411 itu begitu panas, yang kita lihat itu polri, pemerintah dan TNI , seolah-olah aksi 411 itu digiring bahwa yang akan terjadi pada 411 itu adalah kerusuhan bukan aksi damai, itu terus digiring sampai detik-detik aksi 411, nah lewat tagline itu kita ingin kasih lihat bahwa tidak kok 411 itu umat Islam aksi damai untuk semua umat Islam dan umat yang lainnya,. Lewat pesan itu kami juga ingin menyampaikan bahwa semua yang dilakukan pada hari ini bertujuan damai dan tidak ada niatan untuk menyakiti tapi aksi damai kita itu untuk menuntut ketegasan dari pemerintah bahwa kasusnya Ahok ini tolong diselesaikan dengan baik tanpa adanya campur tangan, tangan-tangan lain, tangan-tangan diluar pengadilan yang ikut campur. Maka kita sampai pada kalimat itu, karena kita melihat ko seolah-olah umat Islam dipojokkan bahwa aksi yang dilakukan umat Islam itu akan rusuh, jadi menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Jadi kita ingin tegaskan kepemerintah bahwa aksi kita ini aksi damai tapi aksi damai kita ini untuk menegaskan terhadap kasusnya Ahok
10. Jika dikaitkan dengan kasus yang sedang marak tentang umat islam melalui aksiaksinya, bagaimana republika memandang umat Islam itu sendiri dalam aksi 411 ini? Kalo terkait aksinya kita memandang bahwa sebetulnya umat itu tidak perlu menggalang aksi sampai turun kejalan kalau pemerintah dan polri itu dari awal sudah mengawal kasus ini dengan serius. Maksudnya Republika, aksi ini kan mengeluarkan energi yaa, energi yang dibuang pada saat itu untuk ngurusin Ahok. Harusnya pemerintah dan polri sejak September sudah mengusut kasus ini dengan baik sehingga kita tidak perlu turun ke jalan, kita cukup mengawal kasusnya saja diperadilan seperti sekarang. Jadi poin kita bukan aksi pada tanggal 4 sebenarnya, kalau dia 27 september ngomong dan pemerintah serta aparat aware bahwa pernyataannya itu mengandung dugaan penistaan agama dan segera diusut pekan kedua oktober ahok sudah diperiksa, pernyataan polisi menunjukkan ketegasan bahwa kasusnya segera diusut, tidak perlulah sampai bulan apa kita masih demodemoin Ahok. Kita Cuma perlu ketegasan bahwa dia diduga maka usut dong kasusnya tapi yang ditemui sampai pekan ketiga oktober ngga ada, yang ada itu cuma perang opini di media massa, perang opini di online, , perang opini di twitter perang opini di facebook, mempertanyakan ini bener penistaan tidak sih. Sedangkan ini tuh apinya itu dibiarkan menyala sampai menyebar sampai luas sama pemerintah, harusnya pemerintah dan polisi paham bahwa kasus Ahok ini berlandaskan apa, dan akan berefek seperti apa, harusnya mereka dari awal sudah bikin prefentif dong, oh yaudah kalo aksinya seperti ini sampai 2017 seperi ini
yaudah buruburu usut dong pak Tito, kapolri cegah supaya masyarakat tidak jadi panas, tapi ini malah kita harus menunggu sampai akhir oktober, begitu di media sosial sudah begitu panas baru pak polri menindak lanjut kasusnya. Jadi Republika beranggapan kalau pemerintah dan polri tanggap sejak awal, situasi Indonesia tidak akan seperti ini, karena dari awal sudah tau kasusnya seperti ini. Jadi menurut kami kenapa sampai umat Islam bereaksi sedemikian keras karena mereka melihat kita teriak dari awal kita minta kasus ini diurus. Apakah aksi umat Islam itu salah tidak, justru kita mengingatkan pemerintah bahwa tolong ini ada kasus maka selesaikan. 11. Kalau seperti itu bener tidak bahwa republika memandang bahwa ini bukan semata-mata persoalan umat islam? Oiya, malah dari awal seharusnya kasus ini tidak usah menyentuh bidang akidah, udah kita arahin kasus ini dugaan penistaan titik, tidak menyangkut pilkada, tidak menyangkut akidah, Islam, Kristen non Kristen, Tionghoa non Tionghoa. Kita bisa bayangkan kalau sejak awal kasus ini diselesaikan tidak akan ada penghinaan terhadap Tionghoa, sampai keluarganya Ahok dan kesukuannya dihina-hina, justru kita mau meluruskan ini pada relnya cuma saya melihat pemerintah ngapain membuat masyarakat beranggapan dan bertanya-tanya sebenernya kasus ini terkait umat Islam atau tidak sih? Jelas tidak, ini kasus dugaan penistaan yang dilakukan saat melakukan kunjungan resmi kerja dan ada penistaan agama, maka sudah diurus saja, bener tidak ini penistaan, toh kasus penistaan sebelum-sebelumnya
nuansanya tidak ada yang sebesar ini. Kita harus tau sesuatu ini bukan persoalan umat Islam tapi bagaimana ada pengabaian terhadap suatu kasus. 12. Dari pemberitaan 3 November 2016, saya melihat Republika menggunakan SBY sebagai narasumber dengan judul “SBY: Tuntaskan Kasus Ahok,” Berdasarkan perkembangan berita yang ada saya beranggapan SBY berbicara disini sebenarnya tidak semata-mata berbicara sebagai negarawan, namun ia juga memiliki kepentingan didalamnya karena yang kita ketahui bersama bahwa anaknya juga mencalonkan diri di pilkada dan menjadi pesaing Ahok. Bukan tidak mungkin SBY berbicara seperti itu karena ia tahu gejolak massa itu menguntungkan anaknya.
Kemudian
saya
melihat
Republika
menyampaikannya
dengan
pemberitaan yang damai, namun misi yang ingin disampaikan ada pesan politik tertentu di dalamnya, menurut bapak bagaimana menanggapi hal itu? Oh iyaa pasti, justru yang menarik dari pemberitaan itu adalah SBYnya, yang jadi magnet berita itu adalah SBYmya, kenapa? Karena setelah Agus mulai muncul kepermukaan pada September awal, SBY relatif tidak mengelurakan pemberitaan sekeras itu, September, oktober, November baru dia mengeluarkan pernyataan sekeras itu dan itupun kalau dilihat passionnya dia dari pidatonya itu dia dibilang sebagai orang yang menggerakkan aksi, jadi ide pada saat itu tim redaksi melihat cabang dari kekisruhan Ahok ini adalah SBY. Benar Argumenmu bahwa SBY berbicara disini tidak bisa netral walaupun dia mantan Presiden ke-6 tapi dia punya kepentingan politik yang sangat besar. Anaknya si Agus ikut berpartisipasi dan pada saat itu sentiment terhadap Agusnya masih sangat tinggi, karena pada saat itu
Agus dinilai naik karena didorong oleh SBY bukan karena keinginan Agusnya sendiri. 13. Bagaimana Republika melihat peran SBY maupun pemberitaannya pada saat itu? Kita melihat bahwa turunnya SBY ke gelanggang politik lewat pidato itu dia bener-bener turun secara real, sebelumnya kita melihat SBY ada di belakang layar, kita melihat dia yang setting pencalonannya Agus dan dia yang setting wakilnya agus itu harus silvi, nah sekarang lewat pidatonya ini SBY turun beneran ke gelanggang politik dengan bilang tolong tuntaskan kasus Ahok, terus setelah itu dalam sidang Ahok berikutnya dia dituding bahwa Kyai Maruf Amin sebelum ke PBNU menerima telephone dari SBY atas kesaksian pengacaranya Ahok di sidangnya Ahok. Untuk kami itu menarik sekali, satu langkah yang sangat menarik dari SBY pada saat itu, apakah itu membuat eskalasenya naik iyaa pada saat itu saya yakin eskalasenya pasti naik. Begitu SBY turun eskalase politiknya dilapangan pasti naik, lebih tinggi dibandingkan SBY hanya sekedar dibelakang layar. 14. Lalu saya melihat sebenarnya Republika ini agak terkesan provokatif walaupun penyampaian yang digunakan itu lebih damai, bagaimana pendapat bapak? Ya, kita ambil pemberitaan itu dihalaman satu karena pada saat itu belum ada tekanan pilkadanya, kita menaruh dihalaman satu karena melihatnya lebih lebar, lebih kepada penekanan yang disampaikan SBY, kita melihatnya gini kalau pemerintah ingin situasi pilkadanya lebih sejuk kasus Ahok cepat tuntaskan. Kalau itu yang berbicara bukan SBY mungkin kita tidak akan menaruhnya dihalaman
satu karena itu yang ngomong mantan Presiden, yang kedua memang anaknya ikut. Berati kita melihat bahwa tekanannya benar-benar kuat, jadi kita menganggap statement politik yang cukup keras terhadap pilkada maupun sidangnya Ahok. Kita melihat kesan politiknya itu begitu gamblang, jadi dalam menyampaikan pidatonya itupun perannya dia tidak hanya ngomong dari satu atau dua sisi tetapi dia berbicara banyak sekali, pesan politiknya begitu gamblang begitu kuat dan dalam framingnya republika, pesan itu kita anggap penting karena satu penegasan agar pemerintah tidak bermain-main dalam kasus Ahok, yang kedua bahwa acara pidato itu adalah shownya SBY memperlihatkan bahwa ia turun langsung ke gelanggang politiknya. 15. Ideologi seperti apa yang diterapkan oleh Republika? Ideologi kita Koran Islam tetapi kita tidak Islam yang kiri atau kanan, kita Islam yang moderat kita mendukung NKRI , kita ambil Islam yang menyejukkan kita Islam yang rahmatanlil alamin, bukan sekedar untuk umat Islamnya saja tapi juga untuk umat agama lain di Indonesia. Buat kita NKRI harga mati. Ya Islam Indonesia adalah islam yang maju dan tantangannya bukan lagi kebelakang tapi kedepan.
HASIL WAWANCARA DENGAN PEMIMPIN REDAKSI HARIAN UMUM RAKYAT MERDEKA Nama Narasumber
: Ricky Handayani
Profesi
: Pemimpin Redaksi
Tempat
: Kantor Rakyat Merdeka, Jakarta Selatan
Hari/ Tanggal
: Jum’at/ 24 Maret 2017
1. Seberapa besar keterlibatan faktor individu jurnalis dalam penulisan sebuah pemberitaan? Aksi itu kan heboh, besar, nasional, jadi kita menempatkan itu menjadi berita utama, semua wartawan kita fokuskan pada pemberitaan itu. Kemarin kita mengirimkan 3 fotografer dengan mengambil angle yang berbeda, wartawan tulisnya dua, ada yang memang memantau dilapangan dan ada juga yang memantau di media sosial, jadi memang karena ini liputan besar sehingga keterlibatan wartawan itu sangat penting dan tidak hanya di tempat kejadian perkara saja namun juga di media sosial. 2. Bagaimana Rakyat Merdeka menentukan topik pemberitaan yang akan diterbitkan, terutama dalam pemberitaan aksi 411? Biasanya itu dalam pembuatan sebuah berita ada perencanaannya, yaitu perencanaan sebelum, sedang dan pasca. Perencanaan itu bisa malam ini atau bisa juga saat sedang berlangsung. Komunikasi yang dibangun antara si reporter dan redaktur juga harus intens untuk mengubah perencanaan tadi. Untuk aksi 411 ini, aksi malem kan memang sudah beredar dan dari sebulan
sebelumnya kita sudah dapatkan informasi itu, seperti polisi mengamankan dan menurunkan pasukan berapa, dari demonstran melakukan apa itu sudah ada berita-berita ringannya. Nah pas besarnya itu malem 411 kita sudah mulai melakukan perencanaan, titik-titik mana aja yang akan kita liput, tokoh-tokoh siapa saja yang akan kita wawancara lalu tema wawancaranya apa, biasanya saat siang wartawan kita laporan bahwa dilapangan kejadiannya seperti apa selain itu ada juga tim yang memantau di media sosial. 3. Bagaimana kebijakan Rakyat Merdeka menentukan sebuah berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Pertama yang kita lihat dari sumber berita, bahwa orang ini layak atau tidak, kadang ada yang omongannya bagus tapi keluar dari mulut orang yang standarnya kurang. Jadi kita menentukan berita layak atau tidaknya dari yang berbicara dan dari contentnya (apa yang dibicarakan), kalau tokohnya bagus tapi yang dibicarakan standar itu udah bukan berita lagi. Jadi yang dilihat berita bagus itu pertama dari narasumbernya kemudian content beritanya seperti apa. 4. Bagaimana dalam pemilihan judul, apakah ada ketentuannya? Ada, biasanya koran itu punya karakter dan ideologi. Kita itu disebut koran merah. Merah itu berarti nasionalis, religious dan membela rakyat. Biasanya kita muncul sebagai koran yang pro rayat, nah biasanya untuk penjudulan itu kita buat agak unik dari koran lain, kita kadang ada nyelenehnya, kadang ada uniknya, kadang ada bombastisnya, ada hiperbolisnya, kadang ada juga yang
telenofellanya, yang jelas unik-uniklah. Jadi kadang kita mengambil judul itu diluar pakem atau luar mainstream, dan diluar EYD. Tapi tidak ada patokan khusus, ini tergantung bagaimana redakturnya. 5. Kenapa Rakyat Merdeka memilih judul-judul yang terkesan agak provokatif? Oh iyaa bener kita memang ada provokatifnya, ini kan soal dagang jadi kalo misalkan di pasar dagangnya sama-sama mangga yah gimana mau laku, kita memposisikan ini strategi dagang, jadi kita harus jual lain dari yang lain, atau kita minimal dilirik supaya laku, itulah strategi dagang. Dari awal memang koran ini membahasakan bahasa rakyat, maka kadang kita juga memakai bahasa sehari-hari, bahasa pasar, bahasa rakyat, bagaimana rakyat bicara itu kita bahasakan di koran. 6. Bagaimana dengan pemilihan narasumber, apakah ada ketentuannya juga? Iyaa ada. Jadi untuk pemilihan narasumber kita itu ada standar kualitas A,B,C. Untuk kategori A itu selalu menjadi target kita, biasanya tokohnya bagus, kompetensinya bagus, pangkatnya itu bagus. Saya selalu bilang kepada wartawan kalau dalam suatu peristiwa atau kejadian itu harus mampu melihat, mendengar dan mengamati, jadi kalo misalkan dalam kasus aksi 411 ini tokoh utamanya ialah Habib Rizieq, Amin Rais, Arifin Ilham, dari pemerintahan, dari kepolisian, ataupun Pak Jokowi nah itu tokoh golongan A, tapi kalo dibawah itu misalkan sekelas Fahri Hamzah, Fadli Zone nah itu kelasnya beda itu udah kelas b atau c, adalagi misalnya pengamat yang
berbicara itu termasuk golongan c atau d. Begitulah kira-kira menentukan kualitas tadi. 7. Kenapa Rakyat Merdeka memilih narasumber hanya dari kalangan Ahok saja? Memang waktu itu kita ada dua angle, menurut kita kalau ada api pasti ada minyaknya kan atau akar pemicunya supaya api itu menyala dan dalam aksi 411 ini minyaknya itu adalah Ahok, jadi kalo kita memberitakan masakan hari itu maka kita harus tau yang dimasak, apa apinya dan apa perabotannya, nah waktu aksi 411 itu yang menyulutnya itu kan Ahok, jadi waktu itu dimalam perencanaan yang kita putuskan pertama wartawan itu harus meliput aksinya, yang kedua ialah liput penjagaan dirumah ahok, kemana Ahok hari itu, apa aktivitas Ahok hari itu tuh harus diliput, karena ini seperti mata uang yang satu sisi ingin melihat aksinya sisi lainnya ingin melihat Ahoknya dimana. 8. Kenapa Rakyat Merdeka lebih memilih menuliskan pemberitaan tentang Ahok dibanding Aksi Damainya? Sebenarnya kita memberitakan juga aksinya tetapi memang kita lebih pertegas Ahoknya disitu karena menurut kita ya akar pemicunya terjadi aksi ini adalah Ahok, jadi kita mau lihat dari sisi Ahoknya. Aksinya juga kita ada ko dan ke Ahoknya juga ada, kita sih berkeyakinan proporsinya sama bahkan judul besarnya masih soal aksi 411. Sebenarnya tema besarnya masih tetap aksi, sementara turunannya itu yaa soal Ahok.
9. Mengapa Rakyat Merdeka lebih memilih angle dari sisi kericuhan aksi dibanding dari tujuan awal aksi tersebut? Apakah untuk menarik pembaca? Menurut kita pemberitaan itu menarik. Memang pilihan berita itu kan harus ada yang menariknya, biasanya berita kita itu harus ada menariknya, keunikannya, nah kita harus bisa melihat yang lainnya itu apa dari semua pemberitaan. Kalau kita memberitakan aksinya atau hasilnya apa, itu sebenarnya sudah selesai dengan berita diinternet, dimedia online, dan ditelevise. Jadi dirapat redaksi itu saya selalu tegaskan bahwa berita kita itu jangan sama dengan dimedia online dan ditelevisi, kalo kita sama yaa buat apa. Koran itu kan media paling telat, karena sudah selesai dibahas dimedia online dan sudah selesai ditelevisi, kalau beritanya sama buat apaan kita muat. Memberitakan informasi ke pembaca kan harus yang baru, koran kita dibeli maka kita harus memberikan yang baru untuk pembaca, nah yang harus kita dalami apa, misalnya kerusuhan. Kerusuhan itu kan kejadiannya malem, nah menurut kita itulah yang harus kita dalami, karena kalau kita beritakan kejadian dari pagi bahwa acara aksi 411 itu menghadirkan siapa saja, itu kan sudah selesai dibahas ditelevisi dan media online, kalau kita memberitakan itu basi jadinya, sehingga akhirnya kita melihat moment aksi kerusuhan itu yang harus kita dalami dan harus kita cari apa penyebab kerusuhannya atau apakah ini terkait teroriskah. Nah itu yang menurut kita pantut di dalami.
10. Sedangkan dalam penulisan berita ada tidak sih standar penggunaan bahasa? Gaya bahasa seperti apa sih yang digunakan Rakyat Merdeka? Harus di akui kita pernah didatangi oleh Kemendikbud bahwa standar penulisan kita itu tidak EYD, nah itu memang kita akui, bukannya kita tidak tau, kita paham ko dengan penulisan EYD itu, kita juga menggunakan kamus ko setiap hari, tapi yaa kembali lagi kita disini itu menggunakan bahasa rakyat, bahasa rakyat itu kan bahasa yang tidak EYD atau bahasa sehari-hari. Jadi bukan kita tidak tau tapi kita lebih memilih bahasa bertutur rakyat. Yaa kita pakai bahasa-bahasa yang nyeleneh dan unik tetapi bukan asal beda, kita memang berharap beda tapi tidak asal beda. 11. Jika dikaitkan dengan kasus yang sedang marak tentang umat Islam melalui aksi-aksinya bagaimana Rakyat Merdeka memandang umat Islam dengan akis 411? Ya kita memang kaget, ini memang murni keterpanggilan umat Islam, menurut saya memang ini Ahok yang menjadi akar pemicunya, seperti yang saya bilang tadi minyaknya itu di Ahok, maka sangat wajar terjadi seperti ini. Tapi beberapa media itu memberi sign (tanda) ke publik bahwa ini merupakan aksi damai, yang kedua ini aksi murni umat Islam membela Al-Quran yang dihina, yang ketiga kita memberi pesan kepada publik bahwa menjadi pejabat itu jangan asal bicara. Dibeberapa pemberitaan Rakyat merdeka itu selalu mengingatkan bahwa kelemahan pak Ahok itu adalah dimulutnya, kita beberapa kali membuat judul “persoalannya hanya mulut Ahok” dan saya
malah pernah menulis sendiri untuk memastikan bahwa yang terjadi kemarin bahwa aksi 411 ini aksi umat Islam, saya menulis dengan judul “ini masalahnya cuma Ahok” ditulisan itu saya menyampaikan pesan kepada pembaca yang terjadi saat ini bukan persoalan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), bukan persoalan perpecahan bangsa, tapi ini persoalan hukum, persoalan Ahok. Saya juga menulis “ini bukan persoalan disintegrasi karena kita benci dengan perpecahan, ini bukan persoalan SARA karena kita cinta Ahok tapi ini persoalan hukum, ini persoalan Ahok yang menyebut kebohongan di Al-Maidah, ini saja, cukup ini saja jangan melebar kemana-mana”. 12. Dari beberapa pemberitaan Rakyat Merdeka yang saya baca, Koran ini nampak memilih berita yang bersifat provokatif dibandingkan media lain, apa pertimbangan RM memberitakannya? Sebetulnya ada yang provokatif tapi ada juga yang halus, tidak selalu provokatif, walaupun kadang kita suka dengan yang unik-unik dan suka nyeleneh. Kita pernah bikin judul “Rizieq CS nongol lagi nih” itu kan provokatif. Kita sebenarnya memilih pemilihan judul yang unik tapi tidak mengesankan kita ini ingin mengadu domba, orang juga kan menganggap ya ini hanya nyeleneh saja.
13. Sebenarnya ideolog seperti apa yang dibangun oleh Rakyat Merdeka? Kita ini koran rakyat, sebenarnya sekarang itu sudah ada perubahan, dulu pas pertama kali dibentuk itu kita ini koran oposisi, memprotes semua kebijakan pemerintah, tapi ya sampai saat ini kita selalu membela rakyat, menyuarakan rakyatlah pokoknya. Makanya dalam rapat redaksi itu selalu ada berita-berita yang rakyat ingin dengar dari pemerintah harus kita beritakan, saya selalu menyelipkan
berita-berita
keadilan
dan
berita
ketimpangan
dalam
pemberitaan. 14. Karena ini Koran yang terkadang suka nyeleneh, benarkah kalau Koran ini beranggapan bahwa aksi 411 ini bukan hanya sekedar persoalan umat Islam? Yaa menurut saya ini sesuatu yang kompleks, karena sebenarnya demo ini akar pemicunya itu banyak, jadi ini bukan hanya persoalan umat Islam, sebenarnya ini hanya soal Ahok dan pemerintah yang lamban menangani sebuah kasus. Ahok ini kan sebenarnya sudah banyak melakukan kasus dan ini tuh sebenarnya adalah puncaknya. Sebetulnya kalau bagi koran Ahok ini disukai, kita punya kategorisasi tokoh untuk menjadi pemberitaan. Misalnya kalo dari golongan narasumbernya itu B atau C tapi kalau dari kata-kata yang dikeluarkannya itu bisa menjadi kategorisasi A, ada saja yang enak dipakai untuk judul-judul yang nyeleneh, jadi Ahok ini selalu menjadi news maker, baik dari tindakannya maupun dari perkataannya itu selalu enak untuk dijadikan berita, selalu ada kebaruan. Wartawan koran itu kan memang harus selalu mencari kebaruan dan Ahok itu selalu membuat kebaruan ya walaupun
akhirnya negatif untuk dia atau positif untuk dia, nah kasus Al-Maidah ini menurut saya suatu kebaruan, ko sampai ada orang berani ngomong seperti itu, pejabat lagi. 15. Apakah dengan pembuatan berita yang nyeleneh-nyeleneh seperti itu tidak takut rugi, atau memang untuk menarik pembaca? Yaa sebenarnya ini ada hukum beritanya, hukum berita itu ada dua yaitu selalu disukai atau tidak disukai, mungkin bagi satu pihak ini menguntungkan dia, namun dilain pihak tidak. Kita menerima hukum itu. Kita juga difonis bahwa Rakyat Merdeka itu anti Ahok tapi ada juga yang bilang Rakyat Merdeka ini pendukung Ahok, disatu saat kita disebut pendukung tapi disatu saat kita disebut lawan, itu sebenarnya sudah menjadi hukum berita. Tapi prinsip kita sih kita memberitakan fakta, kalau judul-judul yang nyeleneh itu sih hanya gaya, tapi prinsip besarnya kita memberitakan fakta bukan hoax.
KEMENTERIANAGAMA UI{IVERSITAS ISLAM NEGERI (UN) SYARTF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKUUTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI Telp./Fax: (62-21) 7432728 I 74703580 Email : fi [email protected]
Jl. ir. H. Juanda No. 95, Ciputat l54l2,Indonesia Website : www.fi dkom.uinjkt.ac.id
Nomor
:
rrt$
Un.0l/F5/PP.00.9/
Larnp :l(satu)bundel
12016
Hal : Bimbingan Skripsi Kepada Yth. Drs. Helmi Hidayat, MA Dosen Fakultas Ilrnu Dakrvah dan Ihnu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullalr Jakarta
Assalamu'ala ikunt Wr. Wb.
Bersarla
ini kami sampaikan outline dan
naskah proposal skripsi yang diajukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilrnu Komunikasi
berikut,
Agita Surya Pertiwi
Nama
Nomor Pokok J
I I 1205t 100020
urusan/Kon sentras
i
Semester
Telp. Judul Skripsi
Jurnalistik IX (Sembilan) 089608707617
Analisis Wacan HAM dalam Pemberitaan Kasus Bentrok TNI Angkatan Udara dengan Warga Sipil di Medan pada Sindonervs.Com dan Republika Online.
Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasisr,va tersebut dalam penyusunan dan penvelesaian skripsinya selama 6 (enanr) bulan daritanggal l2 Oktober20l6 s.d. 12 April20l7. Demikian, atas perhatian dan kesediaannya karni sampaikan terima kasih. lVass a I amu' a laikum
Wr.
Wb.
an. Dekan,
Wakil DekanQidang Akademik
z'-\
/.
Tembusan : l. Dekan 2. Ketua Jurusan/Prodi Jurnalistik
n"
,
' J;:i;.'ri; l':!/"y,','i€';
:,:, :,
"\.1,1
REPUBTIKA
SURAT KETERANGAN No.:220lllll17 Harian Republika dengan ini menerangkan, bahwa:
Nama
:Agita Surya Pertiwi
Nomor Pokok Pekerjaan
:1112451100002 : Mahasiswa Universitas lslam Negeri (UlN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas llmu Dakwah dan llmu Komunikasi
-){RtAN EPUBTIKA
Jl. Warung Buncit Raya No.37 Jakarta 12510, lndonesia. P: +6221 780 3747 (Hunting). F: +62217800 649. www.republika.CO.id
wBakyat
THE POLITICAL NEWS LEADER
-
Kl
i
_
Merdeka
kl website : http ://www, ro lcyotmerdeko. co, id
SURAT KETERANGAI\ Nomor: 047/Liti/RedlRM/IIIl20
1
7
Harian Rakyat Merdeka yang berkedudukan di Gedung Pers Graha Penq Lantai I & 6, Ialan Raya Kebayoran Lamz No. l2,Jakartri Salatan 122ffi-mele*urglrai;bahwa nlrRa di bawah ini : Nama
: Agita Surya Pertiwi
Konsentrasi : Jurnalistik
Program
: Strata Satu (S-1) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah melakukan penelitian/wawancara dengan Pimred surat kabar Harian Rakyat Merdeka untuk keperluan tugas akhir penulisan skripsi berjudul:
,,Analisi Semiotikil Sosial dalam PembefitaanAksi 411 pada Surat Kubar Republika dan Ralqat Merdehau Demikian surat keterangan ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Iakarta"27 Maret}0l7 lflar ian R alcy at M er de k a,
Pemimpin Redaksi
HASIL WAWANCARA DENGAN ASISTEN REDAKTUR PELAKSANA HARIAN UMUM REPUBLIKA Nama Narasumber
: Stevy Maradona
Profesi
: Asisten Redaktur Pelaksana
Tempat
: Kantor Republika, Jakarta Selatan
Hari/ Tanggal
: Jum’at/ 17 Maret 2017
1. Seberapa besar keterlibatan faktor individu jurnalis dalam penulisan sebuah pemberitaan? Kalo ditanya seberapa besar, itu besar sekali karena kalau tidak ada wartawan dilapangan saya dan editor tidak bisa buat berita, saya sebagai Asisten Redaktur Pelaksana jadi saya yang mensuperfisi editor dihalaman satu, editor dihalaman nasional dan editor dihalaman metropolitan, saya memang tidak berhubungan langsung dengan reporternya. Reporter itu adalah pemasok data dan fakta, selebihnya termasuk tentang aksi 411 ini kita sudah merundingkan bareng framingnya mau seperti apa, jadi reporter lepas dari framingnya, yang membuat framing adalah editor, asisten redpel, redpel, pemred dan wapemred. Lalu bisa sampai keputusan kenapa kita harus ambil berita ini kenapa design halamannya seperti ini mereka tidak ikut campur, kenapa harus pakai judul ini, kenapa harus berita ini yang ada di muka, nah mereka sudah tidak ikut campur. 2. Bagaimana Republika menentukan topik pemberitaan yang akan diterbitkan? Tiap malam itu editor harus punya perencanaan berita apa yang akan diberitakan hari ini. Lalu besok paginya kira-kira dari jam 11-12 kita update berita benar atau
tidak kira-kira perkiraannya yang diminta editor sama kejadian di lapangan dan fakta berita dilapangan. Kemudian jam 2 kita rapat dan itu kita nentuin anglenya seperti apa dan beritanya apa. Pada saat aksi 4 november kita membuat perencanaan sudah dari sehari sebelumnya, apa yang mau kita tampilkan didepan, yang jelas waktu itu kita bilang foto, alesannya pertama karena ini aksi massa yang sangat besar dan yang harus keliatan besar adalah kekuatan damai dari aksi massa Islam, itu harus diperlihatkan dengan foto yang besar, selain itu juga untuk memperlihatkan bahwa aksi massa Islam yang damai ini, aksi massanya damai dan tekanan poin yang massa Islam tekankan itu serius tetapi tetap dengan damai. Kedua berita apa yang ingin kita tampilkan didepan, kalau soal berita apa itu pertama soal berita damainya dulu sama berita pidato, misalnya kita pengen denger pidatonya ulama seperti apa keinginan warganya seperti apa nah itu poin buat didepan. Jadi yang kita ingin tampilkan itu berita aksi damainya berjalan bagus, dan pemberitaannya serius. Jadi ada memang cover yang kita rencanakan sehari sebelumnya, tokoh-tokoh yang harus kita muat diberita, sisanya pembuatan berita yang paling menarik dibaca keesokan harinya. 3. Bagaimana Republika menentukan sebuah berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Kalau aksinya seperti itu beritanya pasti layak tapi kita wanti-wanti sama reporternya ini kita persiapkan berita dari sehari sebelumnya lalu berita reporternya kita lihat sesuai ngga nih sama fakta yang ada dilapangan lalu kita bandingin sama kantor berita lain, sama Detik, Tempo, Merdeka, Kompas,
kemudian dilihat misalnya kita ada yang kurang layak, kita ada yang kurang data kalau ada suruh kerja balik reporternya, sampai berita itu layak dimuat dihalaman satunya, kalau masih kurang juga, tolong telephone lagi narasumbernya, tolong cek lagi dilapangan data-datanya. 4. Pada pemberitaan 5 November, saya melihat republika hanya sedikit memberitakan tentang kericuhan yang terjadi dan hanya sedikit space yang disediakan, apa alasannya? Menurut kami kericuhan itu tidak penting, buat kita yang penting adalah aspirasi yang disampaikan sama umat, kita fokus pada pada persoalan utamanya, buat kita ricuh itu persoalan sampinganlah, demo sebesar ini kira-kira ada provokator itu pasti, cuma kita jangan sampai membuat aksi kericuhan itu menutupi persoalan besar yang dituntut oleh umat sejak pagi. Aksi yang dilakukan massa sejak pagi kan berjalan damai, ricuhnya baru malam sekitaran jam 8an. Kericuhan sebenarnya sudah bisa diprediksi, kericuhan akan terjadi tinggal tunggu siapa yang akan memicu kericuhan. Apakah itu semua akan mengganggu tema utama republika? tentu tidak. Buat republika justru poin pertama kita adalah aspirasi umat yang berdemo pada saat itu. Yang kedua untuk masalah kericuhan kita bisa lihat di televise, kalau ditelevisi itu pasti lebih heroik membahas tentang kericuhan, ada bakar-bakaran lebih terlihat nyata, ada tembak-tembakkan lebih terlihat nyata, kalau soal kericuhan sudah pasti gambar hidup akan menang. Jadi menurut saya memberitakan hal semacam itu bukan keunggulannya koran, justru menurut saya kita harus bisa mencari apa yang televisi tidak bisa dapat, misalnya
kenapa bisa terjadi rusuh, siapa aja aktor-aktor kerusuhannya, dan bagaimana saat sebelum kerusuhan itu terjadi. 5. Bagaimana dengan pemilihan judul, apakah ada ketentuannya? Untuk kasus seperti ini, kita pengen judul yang adem, kita ingin judul yang bisa menggambarkan khirohnya orang-orang yang berdemo pada saat itu, semangat mereka, kita juga ingin judul yang bisa menangkap mereka ini berdemo karena apasih, dan kita juga ingin judul yang sekaligus menepis anggapan sebelumnya (media asing/intelegent) bahwa aksi 411 itu kemungkinan besar akan rusuh, memang rusuh tapi di akhir. Kita ingin pemberitaan dan judul yang pas, nah judul yang pas ini seperti apa? Kita buat yang adem dulu, tidak memicu konflik antara dua belah pihak, pokonya yang mencerahkan dan memberi inspirasi. 6. Bagaimana Republika memilih narasumber, apakah ada ketentuan tersendiri? Ya, dari awal kita bilang ingin narasumber yang khotbah dan pidato, jadi siapapun yang khotbah, siapapun yang pidato, catet dan kirim. Kemudian kita pilih yang kira-kira enak dibaca oleh pembaca republika besok. Kita tidak butuh narasumber yang kasar, tidak memberi inspirasikan justru malah manas-manasin nah itu tidak akan masuk kriteria kita. Poin pentingnya kan Ahok diduga sebagai pelaku penistaan agama dan harus diproses secara hukum, terkait khotbahnya seperti apa dan sejauh mana tekanannya kan pada polisi dan pemerintah agar jangan berpihak pada Ahok dan Ahok harus segera ditindak. Kita bergerak ditataran seperti itu saja, kalau ada yang ekstrim-ekstrim itu sudah pasti lewat.
7. Kenapa narasumber yang dipilih hanya dari kalangan pemerintahan dan umat Islam saja? Kita tetep masukin pemberitaan tentang Ahoknya ko tapi tidak di halaman depannya, jadi strateginya pada waktu itu memang kita meliput aksi 411 itu tidak cuma dua halaman, tapi halaman satu, 2, 3, 4, 12 sekitar 4-5 halaman, ahok tidak kita kasih space di depan karena ini Koran umat Islam kita harus tau anglenya kemana, tapi kita tetep kasih dia space di dalam. 8. Sedangkan dalam penulisan berita, ada tidak sih standar penggunaan bahasa? Atau gaya bahasa seperti apa sih yang digunakan Republika, apakah ada ketentuan tersendiri juga? Iyaa ada, kita punya bukunya, stadar pemilihan bahasa di republika lebih ketat, salah satu keinginan republika dari awal adalah menjadi Koran yang dapat dibaca oleh keluarga, jadi bahasanya tidak vulgar dan bahasanya enak dan akrab, tapi juga tidak terlalu selugas Koran metropolitan, karena kita Koran umat Islam maka panduannya ada disitu, maka saat kita menuliskan pemberitaan 411 kita tetap berpatokan pada standar nasional Republika. 9. Mengapa Republika membuat pemberitaan seperti tanggal 4 november, memang tidak takut rugi? Buat kita halaman satu itu adalah stand point, itu poin utama yang ingin ditujukan oleh Republika, jadi kita punya maksud, kita punya simbol. Salah satu kerja kita bikin halaman satu yang kadang-kadang nyeleneh, ya seperti itu. Itu sikap kita dalam menanggapi satu kasus. Kita flashback dulu, seperti kasus asap, kita buat
satu halaman. Kenapa kita buat seperti itu, alasannya karena masalah asap ini sudah terjadi dari bulan Juli dan tidak selesai-selesai. Kita beritain asapnya sampai kuning, halaman depannya kita bikin kuning semua, kita beritain anak-anak kecil pake masker, kita sudah beritain dari halus sampai bener-bener negor pemerintah, tapi kaya cuma angin lalu, jangankan Republika, koran lain juga sama sudah memberitakan hal yang sseperti itu. Akhirnya kita kasih saja nih ngerasain gimana susahnya orang membaca pada saat terpapar asap, kaya gimana sih rasanya, yaudah akhirnya kita buremin saja korannya, selesai. Apalagi Republika tidak beredar di Kalimantan dan hanya sebagian wilayah di Sumatra, untuk orang-orang yang di Jawa, Jakarta, Bandung dan sekitarnya, kita mau kasih tahu gini loh rasanya kalian baca koran di daerah teman kalian yang lagi terkena asap, nah makanya kita kasih hal itu, dan pemerintah belum bisa atasin hal itu, sampai kita harus membuat koran seperti itu. Nah sekarang kita balik lagi pada edisi 4 november, nah bagaimana kita membuat cover pendahuluan aksinya, kita tahu bahwa dari awal rencana aksi ini selalu dikonotasikan horor, akan terjadi kerusuhan, akan memicu perpecahan didalam terhadap umat, bisa memicu gesekan horizontal antara Islam dan non Islam, bisa memicu gesekan Tionghoa dan non Tionghoa, buat kita ngga, kita fokus pada masalahnya saja, bahwa kita tetep satu Indonesia makanya kita pakai gambar garuda. Namun supaya ini tidak menggambarkan bahwa umat Islam yang mengadakan aksi ini sehingga Indonesia harus pecah antara umat Islam dan non Islam, kita tetep Indonesia dan ada Umat islam yang merasa terhina, itu yang kita
boyong, bagaimana membuat covernya, kita cari simbol yang pas untuk membahasakan situasi pada saat itu, kita ngga menemukan simbol lain selain pancasila, karena situasinya pada saat itu kita ngerasa bener tidak sih Indonesia bisa pecah gara-gara kasus ahok. Nah akhirnya sebuah pancasila mengingatkan kasus ya tetap kasus jadi jalankan saja, kita tetep satu Negara, kita tetep satu Bangsa, kita tetep Bhineka tapi ini ada kasus loh jadi harus tetap diusut. Selain itu kita juga buat tagline “Tebarkan Damai Untuk Semua, Tegakkan Hukum untuk sesama” pada saat itu kita melihat kondisi sebelum 411, kalau kamu perhatikan di media online situasi menuju 411 itu begitu panas, yang kita lihat itu polri, pemerintah dan TNI , seolah-olah aksi 411 itu digiring bahwa yang akan terjadi pada 411 itu adalah kerusuhan bukan aksi damai, itu terus digiring sampai detik-detik aksi 411, nah lewat tagline itu kita ingin kasih lihat bahwa tidak kok 411 itu umat Islam aksi damai untuk semua umat Islam dan umat yang lainnya,. Lewat pesan itu kami juga ingin menyampaikan bahwa semua yang dilakukan pada hari ini bertujuan damai dan tidak ada niatan untuk menyakiti tapi aksi damai kita itu untuk menuntut ketegasan dari pemerintah bahwa kasusnya Ahok ini tolong diselesaikan dengan baik tanpa adanya campur tangan, tangan-tangan lain, tangan-tangan diluar pengadilan yang ikut campur. Maka kita sampai pada kalimat itu, karena kita melihat ko seolah-olah umat Islam dipojokkan bahwa aksi yang dilakukan umat Islam itu akan rusuh, jadi menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Jadi kita ingin tegaskan kepemerintah bahwa aksi kita ini aksi damai tapi aksi damai kita ini untuk menegaskan terhadap kasusnya Ahok
10. Jika dikaitkan dengan kasus yang sedang marak tentang umat islam melalui aksiaksinya, bagaimana republika memandang umat Islam itu sendiri dalam aksi 411 ini? Kalo terkait aksinya kita memandang bahwa sebetulnya umat itu tidak perlu menggalang aksi sampai turun kejalan kalau pemerintah dan polri itu dari awal sudah mengawal kasus ini dengan serius. Maksudnya Republika, aksi ini kan mengeluarkan energi yaa, energi yang dibuang pada saat itu untuk ngurusin Ahok. Harusnya pemerintah dan polri sejak September sudah mengusut kasus ini dengan baik sehingga kita tidak perlu turun ke jalan, kita cukup mengawal kasusnya saja diperadilan seperti sekarang. Jadi poin kita bukan aksi pada tanggal 4 sebenarnya, kalau dia 27 september ngomong dan pemerintah serta aparat aware bahwa pernyataannya itu mengandung dugaan penistaan agama dan segera diusut pekan kedua oktober ahok sudah diperiksa, pernyataan polisi menunjukkan ketegasan bahwa kasusnya segera diusut, tidak perlulah sampai bulan apa kita masih demodemoin Ahok. Kita Cuma perlu ketegasan bahwa dia diduga maka usut dong kasusnya tapi yang ditemui sampai pekan ketiga oktober ngga ada, yang ada itu cuma perang opini di media massa, perang opini di online, , perang opini di twitter perang opini di facebook, mempertanyakan ini bener penistaan tidak sih. Sedangkan ini tuh apinya itu dibiarkan menyala sampai menyebar sampai luas sama pemerintah, harusnya pemerintah dan polisi paham bahwa kasus Ahok ini berlandaskan apa, dan akan berefek seperti apa, harusnya mereka dari awal sudah bikin prefentif dong, oh yaudah kalo aksinya seperti ini sampai 2017 seperi ini
yaudah buruburu usut dong pak Tito, kapolri cegah supaya masyarakat tidak jadi panas, tapi ini malah kita harus menunggu sampai akhir oktober, begitu di media sosial sudah begitu panas baru pak polri menindak lanjut kasusnya. Jadi Republika beranggapan kalau pemerintah dan polri tanggap sejak awal, situasi Indonesia tidak akan seperti ini, karena dari awal sudah tau kasusnya seperti ini. Jadi menurut kami kenapa sampai umat Islam bereaksi sedemikian keras karena mereka melihat kita teriak dari awal kita minta kasus ini diurus. Apakah aksi umat Islam itu salah tidak, justru kita mengingatkan pemerintah bahwa tolong ini ada kasus maka selesaikan. 11. Kalau seperti itu bener tidak bahwa republika memandang bahwa ini bukan semata-mata persoalan umat islam? Oiya, malah dari awal seharusnya kasus ini tidak usah menyentuh bidang akidah, udah kita arahin kasus ini dugaan penistaan titik, tidak menyangkut pilkada, tidak menyangkut akidah, Islam, Kristen non Kristen, Tionghoa non Tionghoa. Kita bisa bayangkan kalau sejak awal kasus ini diselesaikan tidak akan ada penghinaan terhadap Tionghoa, sampai keluarganya Ahok dan kesukuannya dihina-hina, justru kita mau meluruskan ini pada relnya cuma saya melihat pemerintah ngapain membuat masyarakat beranggapan dan bertanya-tanya sebenernya kasus ini terkait umat Islam atau tidak sih? Jelas tidak, ini kasus dugaan penistaan yang dilakukan saat melakukan kunjungan resmi kerja dan ada penistaan agama, maka sudah diurus saja, bener tidak ini penistaan, toh kasus penistaan sebelum-sebelumnya
nuansanya tidak ada yang sebesar ini. Kita harus tau sesuatu ini bukan persoalan umat Islam tapi bagaimana ada pengabaian terhadap suatu kasus. 12. Dari pemberitaan 3 November 2016, saya melihat Republika menggunakan SBY sebagai narasumber dengan judul “SBY: Tuntaskan Kasus Ahok,” Berdasarkan perkembangan berita yang ada saya beranggapan SBY berbicara disini sebenarnya tidak semata-mata berbicara sebagai negarawan, namun ia juga memiliki kepentingan didalamnya karena yang kita ketahui bersama bahwa anaknya juga mencalonkan diri di pilkada dan menjadi pesaing Ahok. Bukan tidak mungkin SBY berbicara seperti itu karena ia tahu gejolak massa itu menguntungkan anaknya.
Kemudian
saya
melihat
Republika
menyampaikannya
dengan
pemberitaan yang damai, namun misi yang ingin disampaikan ada pesan politik tertentu di dalamnya, menurut bapak bagaimana menanggapi hal itu? Oh iyaa pasti, justru yang menarik dari pemberitaan itu adalah SBYnya, yang jadi magnet berita itu adalah SBYmya, kenapa? Karena setelah Agus mulai muncul kepermukaan pada September awal, SBY relatif tidak mengelurakan pemberitaan sekeras itu, September, oktober, November baru dia mengeluarkan pernyataan sekeras itu dan itupun kalau dilihat passionnya dia dari pidatonya itu dia dibilang sebagai orang yang menggerakkan aksi, jadi ide pada saat itu tim redaksi melihat cabang dari kekisruhan Ahok ini adalah SBY. Benar Argumenmu bahwa SBY berbicara disini tidak bisa netral walaupun dia mantan Presiden ke-6 tapi dia punya kepentingan politik yang sangat besar. Anaknya si Agus ikut berpartisipasi dan pada saat itu sentiment terhadap Agusnya masih sangat tinggi, karena pada saat itu
Agus dinilai naik karena didorong oleh SBY bukan karena keinginan Agusnya sendiri. 13. Bagaimana Republika melihat peran SBY maupun pemberitaannya pada saat itu? Kita melihat bahwa turunnya SBY ke gelanggang politik lewat pidato itu dia bener-bener turun secara real, sebelumnya kita melihat SBY ada di belakang layar, kita melihat dia yang setting pencalonannya Agus dan dia yang setting wakilnya agus itu harus silvi, nah sekarang lewat pidatonya ini SBY turun beneran ke gelanggang politik dengan bilang tolong tuntaskan kasus Ahok, terus setelah itu dalam sidang Ahok berikutnya dia dituding bahwa Kyai Maruf Amin sebelum ke PBNU menerima telephone dari SBY atas kesaksian pengacaranya Ahok di sidangnya Ahok. Untuk kami itu menarik sekali, satu langkah yang sangat menarik dari SBY pada saat itu, apakah itu membuat eskalasenya naik iyaa pada saat itu saya yakin eskalasenya pasti naik. Begitu SBY turun eskalase politiknya dilapangan pasti naik, lebih tinggi dibandingkan SBY hanya sekedar dibelakang layar. 14. Lalu saya melihat sebenarnya Republika ini agak terkesan provokatif walaupun penyampaian yang digunakan itu lebih damai, bagaimana pendapat bapak? Ya, kita ambil pemberitaan itu dihalaman satu karena pada saat itu belum ada tekanan pilkadanya, kita menaruh dihalaman satu karena melihatnya lebih lebar, lebih kepada penekanan yang disampaikan SBY, kita melihatnya gini kalau pemerintah ingin situasi pilkadanya lebih sejuk kasus Ahok cepat tuntaskan. Kalau itu yang berbicara bukan SBY mungkin kita tidak akan menaruhnya dihalaman
satu karena itu yang ngomong mantan Presiden, yang kedua memang anaknya ikut. Berati kita melihat bahwa tekanannya benar-benar kuat, jadi kita menganggap statement politik yang cukup keras terhadap pilkada maupun sidangnya Ahok. Kita melihat kesan politiknya itu begitu gamblang, jadi dalam menyampaikan pidatonya itupun perannya dia tidak hanya ngomong dari satu atau dua sisi tetapi dia berbicara banyak sekali, pesan politiknya begitu gamblang begitu kuat dan dalam framingnya republika, pesan itu kita anggap penting karena satu penegasan agar pemerintah tidak bermain-main dalam kasus Ahok, yang kedua bahwa acara pidato itu adalah shownya SBY memperlihatkan bahwa ia turun langsung ke gelanggang politiknya. 15. Ideologi seperti apa yang diterapkan oleh Republika? Ideologi kita Koran Islam tetapi kita tidak Islam yang kiri atau kanan, kita Islam yang moderat kita mendukung NKRI , kita ambil Islam yang menyejukkan kita Islam yang rahmatanlil alamin, bukan sekedar untuk umat Islamnya saja tapi juga untuk umat agama lain di Indonesia. Buat kita NKRI harga mati. Ya Islam Indonesia adalah islam yang maju dan tantangannya bukan lagi kebelakang tapi kedepan.
TIJE POLITICAL NEWS LEADER ., i,a:'.:,,:,.'.:i.l,:: ',,,:.)::, ,-rl: , !:':'a lr: .:'.'r'r r:.' ;::ii
1l ':::a
:.jj"r :
: )'. r::t
.:,
r
l
:il:l:i'.,
rtin' ',1-+ ''.'
: :'..:i r;.:t.i:1.:
K! i k ! we b s ite
:
http ://www. rakyatm
e
rd e ka
o n I i n e.
.f,r1ri ',iai';. 'ri..rj .'., .')::1:-: -ii
::.t:
t. tj
:.
:...
i
'
ri,:l
a-:i
: :*:i r": ,':..j'' -:_.-; l
l. ,,i!,:,j.] -r:;:!.!,
co m ;-:..i:,:::t-i;
':';lij,:t'. .ii?ij
. i: ;L-s', ..i l:'. +tiil i,i 1 1' . i
.i* *;: '
t:1"
;!:.'t
l:r, I-
Si
i...'
i :
:r ";" -.. '-:,{1..-, **;. i,,'1.''14$P;,r 5',":.'
..1
*
KAMIS,
3 T.'iCVEMBER
2016
PEMIMPI NNYA RUKUN, RAKYATNYA TENTRAM
Blusukan He Bauua Belofrg
ffifumls
EIiusiF,
EBEBMMEEqAM
lalu
B{E FEISEE€
Dua hari jelang ciemo besar'beiaran, Ahok nnasih blusukan ke sejurnlah wiiayah di Jakarta. Narnun, saat menyarnbangi pasar tradisional di
Rawabelong, cagub nomor urut dua itu tiba-iii:a dihadang sekelompok oranE dan diusirnya. Ahok akhirnya dievakuasi ke Polsek Kebon Jeruk pakai mikro,let M24 iurusan Snengseng'
Ianjung Duren.
PER ISTI',i\A pengusiran,\hok ter.jadi di Jalan .A1'ub" iiawabelqng. Kebon Jeruk. .lakarta Barat, kenrarin sore. Ahok sediany'a holdak meniniau Suneai Sekretaris dan warga y'ang BERSAMBUI".IG KE i.iAL 9
Dl ANGKOT: Ahok naik angkct menuju Polsek Kebon Jeruk, kemarin
*a
rsEiFi lg,g; I i rgggep lggg*E igs ig F ;itrlFEilr€ ri3=lgstf, i$r;E i16
o
e
tl f- ;> -:r -A
geggigririgiig
I
isgEis*gEF$fEE
$iF i iE [g
E*la* 5 E*:*3i
giiE
[; iiF
:
gEE5$gF*$ 3$
T L c)_
F= OJ Is >c 2y!. 7T
w
C) rD
ffi i$€ r
:r
7\
OJ OJ
u
E5 iEiiEg
igFg;, rFiiE$EgFEggiF
i
:t
(f rD
= (o
F FFFEElFIf,EEE* iggr$Fg$rF; + }5E
OJ
= -U
EE
-l rD
3 O) = llt' Es
SiaEris$
3
sFsg
-i*g$i}FFgFF i i a ;gs; i ne ig $; l
g 5E
fiIf
'E t$$i
E$i€
F$giFigiF
rD
JUMAT,4 NOVEMBER 2016
TUNTUTAN DEMO JANGAN CUIVIA DIDENGARKAN Humahmya Diiaga t 0t! PollsE
ffihmls Tals ffiH{alt frHruuEItPffi€ Menghadapi demo besar-besaran hari ini, Ahok mengaku tak akan ngumpet. Dia menyebut akan tetap blusukan. "Besok blusukan kayaknya deh," kata Ahok saat blusukan ke Gang Langgar ll; Pejaten Timur, Pasar Minggu, kemarin.
NAMUN, ditanya akan blusukan ke marra hari irii, Altok tak rneniawab. Menurutnya, .iadwal kanrpanye diatur oleh Tim Pemerrangan AhokDjarot. la hanya mengikuti agenda j -v.'ang telah di adrvalkan timny'a. Sejak insiden penolakan Ahok di Ra*abelong, Rabu (2iIl) petang
Ial u, ti rn
Ahok-Dj arot nrerahasiakan
.jadwal blusukan Alttrk. "iJnluir
kampanye tidak akan dilenrpar ke nredia karena alasan keantarran. Dan untuk nredia 1,arrg akan melipr.rt
Ahok untuk hadir -iam 7 pagi di
.,. BERSAMBUNG KE HAL 9
DIGENDONG
AHOK: Cagub DK! Jakarta, Basuki
Tjahaja Purnarna atau Ahok
menggendong anak saat
itS.
blusr-ikan di
kawasan Gang Langat, Pejaten Timur, Jakarta. kemai'in.
{iit*iif
glsf 33l+=5ir *+$st +ciisEflrt
ziF,{ ziE*,rtdj;E{i i iEE + f 5E g i 5 igE =i,1? +*E
; lg isF t * *s i
=;;*1e?EieEiE=_ii*#i effe:lp =lEesp ?"i;'a $* ier ii i;r
5 o K :> 7\ >o 4x C OJ
I{ >o) r*
= *> C >x'
i;;
z9)
= 9. q+i ei$si5
+*'i
x
€-r I ; F€€ [i; =EZfllillti?lJ=?Eig;g;€ 1;,s;q E:s <**H e * F*w r{: 1+iA 5 = = rD =; =:Z aFi;s 4 i; t:+r igEE fEtriiqf $ C itgigiis+i+ii+t;. is-3E$EH iE t lE i+; fFg-E is3 +E5413igi$r;e OJ r*a
i=F= 7 EciE=:rliiIi;;,E =tlE -l :i ;rEr:a 1+1= l€€;a: gr+= E-i; rsri' s+ Er*;: i+E,fri.i,**E ryl+ iv"=; €=i t€F'?!,fr =E;g:= O) e=e;i'u 396 gcE
rI = ;i1:.i+f 5J;Eii F-= ir==rsE ='; E i c r:.;i= st= LO =nz=?iit r ia t E ii ill:,7tiiiii+E=1g:=zlE=_ U r=€ Ir-^ ;"=i?=_:E+ 7j-\3:?ai;e-l?E=gE: iE ? eei q-+7i?!!!E=; u€ =: i r r 3 ;Ac t; ; +,g ?g{il:*;=E! ro r: rD ilt?i!,\ii?if tf,7;i?;Z=. f il€rr *:s sig r$irl$; lE"',i; f.: :: i-':: *?:.'=? ?;tx77E1=;i1"* gE i:,?,8 a ,:...i--''C='|').=:..-;]JiyE€FfEe,a-,H.o6rED!s'g 3,f --:r,':/,::-: i=t:rr-srE i.,?=,c :._-. -u!i ,, 1ii ir,r=.iiai,i{= ;,[=F e,=?3t *f g€? -,Ii? i?;r. ? ; ho Tr-:*-",'-a.?= r,:l?;,p... -j..)-., i.; ;:.:i-:i.,.;1 lo-?r-? ._-.;r'r-; ftl . ;: ); ==:(::-:i,:;Ff ?l =Ir3;1 ?'1 ti:*i,f-,i 3r;.4{;? ,, =i i .zii, *=! F,-3,i;; 3€ 3 "',3?t"ir,Ega=:-Z:i'= -(t =;,,:'''i I r'\ 3 f i,izi-..{rE "= EE p;T )Xi#3 2 +a? lilf ;,: ;;i = -i7,F;i'r -,i gE g'rf g ;-;l* c: nd B l! f i? t :; i 4 EEI + ;!*= i n i zi 7-'-.; r .q i *q' i w ; d T i s H i P,1 l, ;'i E= [.--J
"?f,**'
;:.
";;
.=.
fi^
5*lJ
?"
p":
F
7z *;E =.k.i'= e 3gQJIF = PE E I* 57 2t = HHd.-E l" * >: I gq Bi; fJ Fr*irdE \,=_,i ag*; =r -s, ! rgs *i3 a'Fi qa-;!.i 6 ! ; j :,F.
r:i
a
r5lt g6lE€1#lf=";
= EH
+xpi ggt
;E,3f.:
5
= f;i6
E
:;
qi=f i = ;i,g o;5
r+3s vraE
E:i*r$ss -i[;i*ciiigtEE E$fs F'E flgEE EiF
SABTU, 5 NOVEMBER 2016
KASUS AHOK, PRESIDEN CEPAT BERTINDAK S E B E LU h/X Tffi RL4h,4
BAT
d6uffi Belum Puas, Ilemonstnan BenSe$eF He tlPffi Fresideffi Tak TesmuE Bemunt$tnt&tn
.,
.
knlqdhuram iadr
chm
Wtranlo. MenleriAgam tukman Hakim Safluddin dan UnadA.to lrhan memakai ruske, saatlerun t€ ldasi demstan di Jslan Medek Baral Saar [u batu sja lerjaCi le mbatah gas atr mal a da ri por]si le a€h dei. \sr ra n Naoun se3aa ! renud an ie mbakan dihenlikan alas Fdnlah KaFl
'.,. "'''.,t
.,.::!
,t.:1.,'"-1,
i.!..:r
i ;.
,,
Beiunr puas dengan jawaban pemerintah atas tuntutan untuk rnenindak tegas Ahok yang dituduh r*enistakan agama. demostran yang menggelar aks! damai sejak siang di seputar lstana Negara, akhirnya pindah ke depan Gedung DPR tad! rnelam. JAWABAN pemerintah itLr disampaikan Wakil PresiJen Jusuf Kaiia saai meneritra per."r'ak;ian demons1.'ang clipimpin Ustad Bachtiar Nasii oukul I 7.l)C W its, kemarin.
iralr
\rraiPres nren-r,al:ikan bahi.va penaliE:rran i:.ast.rs Anok akan Cilakukan secaia cepat. tcgas. nainLln tetap me-
n5iktiti p|iisltiLrl' :ritirtltt.
\leit;it'i:t l..lpulri- lurli:rl \Iapies. penangairan itu akan memakan waktu di-ra i'lringge. "Pokokni a tegas," Jeiasn-r li. 1ri berarti "nasib" Ahok akan
rliicnl;-ikan 1 -trx24.jarn. llirnirrta untLik bicara scitiah Wapic>. Ilaclii iai :r" as i r- itaii'r':t bt:rkata
,.
BERSATUBL'NG KE I-IAL 9
E7
(D
Flc- [liEeag f:A[+ate:Elcaa***eFi* 1ffi r.IlgEi I 112
lii
[:*;?e3 [l;"]1i*E]3Ei' 1*fllsa
i1 3i Ii =+
:
tr_
vl? ;E3isE;rrilit lrE''**i+g *?liE g**! 5iEE i ff$ i;[i;tflFiil+ i*$ B€!F+ iiFf*]ifl; lltrE f
= "-, o EE
J
(n 4a r9. >cL
-+
>{ z9)
o,
ie <J
5 'i*V',.eFgaE -E \*; a i"EgE rEgg#F f iEE -F: # I I ri*fi i *E U * = ;# * aE gffi,E =; ' tcRliSgG4:S, 141-*i;* *E i$= I = *:E i2?;E I 1i c ,H
==,-,;z€lf CL g t a:r fi 3 ig iE:E IE Lt a{ \*2r ?H
t
i
T'
c
fr..EE*E$yH'.;E-s 5f;il
A;Eg;=a;aqfHIa riq r= l-- oi) v:fr* o-=- o-:l += q 6 Ei.B,
-g;:
!r*b
E
5
/\
r" d b
E
qgt
.=:aF.=*i;i==?i =*3r 3[*5 sEd 4 d *= = 1x *6 XEs 7 S; 6E +8i,. ggt 1;:ryTr',*-{,8 :rg ,HwB ?Z=iizts':.3 '*5g,D7, {Ez: -.-k5ag T=* r:; r0 {72 Eis il; lvc>
J
b M
d % re
,i[i :,ilIi$ r'irfr'E rEE flg p*;.
r"_H,
iiTi t=;,3 .ii'it,
;i.tr,=7*t=1n
ffiJ
_i=l= ^Fil i7.v*t; 1{{ H;,,.,_,
Fi[++l* a: i::,[li I ?i::EEk";tii::3 {1 i*'\ii;r rE rii*$F,s lilBE;l;;3;Eise[ 3 ri; +?i i; ru rri+]gt=i$ * g +rsrr;e i $tc qE $: *g.E il ***re*s iE [ia Ei= [E*E a =: r;-sEE a Eisr :,+*1=iEitE+figr Hiirlq $r;r*1fi; =i+Bi: ;$i6A;t€f' g,6FiaEfEiEEiil E r*ac F; * ili€BEE E*s; +i
a*ar1m
3
ffis ffi
!
;ffi
r
r$flr:r:i:1'-
; r{t', : ai'1v ::l'/:iir :jli'}
"...
3 SHAFAR 1 438 H
NOMOR 292 /TAHUN KE.24
APELXEIAP5146&Ntas!kanAsmaut!!snaPolri!3atme.9iIuliaFel[e$ptaglantpi9.(ndianpiLtadas.rer'ar:20i;r,LaFanranSlaiqrl.nas
Rabul2lrrlPisu[..le..ebulbat:Ldidandan]d€no..roP,ahda.s'rbrn9!n3m!n9fad:p,ats!njukr!5r..n,,!!irnp;dji!rrtrr11/lll
].La,h
yang menunjukkan Ahok menga-
6
I-JIIAR MUCHTAR, I\4UHYID]N
Kapolri menilai tuntutan kepada Jokowi tak lagi diperir-ikan.
takan ada pihak-pihakyang membohongi ralqyat dengan surah al-Maidah ayat 51. Ahok telah menyatakan permintaan maaf atas kasus tersebut. Meski begitu, sejumlah pihak dari kalangan
umat Islam merasa hal itu belum cukup. Beberapa ormas kemudian rneirsinisiasi aksi utriuk rasa besar-
umat lslam rnerasa hal rtu belum cukup. Beberapa orrnas kemudian illenginisiasi aksi unjuk rastr besar-
JAIL{RTA
Presiden ke-6 Ri Yudhoyono (SBY) angkat bicara soal rencana demon-
Susilo Barntrang
strasi akbar menuntut penegakan l-rukum atas dugaan penistaan agama
oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki ljahaja Pumama alias Ahok, kemarin. SBY menekankan, akar pemicu unjuk rasa tersebut mesti dituntaskan agar suasana kembali adem.
"Mari bertanya, sebenarnya apa inasalah.vang kita hadapi ini, dan mengapa di seiuruh Tanah Air raig'at melakukan protes dan unjuk rasa? Tidak nrungkn tidak ada sebab, maka mari iihat dari sebab-akibat," ujar dia dalam konferensi pers di Cikeas, Bogor, Rabu
izlrr). SBY kemudian mengajak seluruh eiemen masyarakat untuk kernbaii pada arvai mula kasus Ahok lang dianggap menistakan agama. Ia menekankan, kasus tersebut harus mengacu pada sistem hukum
dan KUHP. Di Indonesia, menurut dia, sudah ada lurisprudensi dan preseden penegakan hukum pada waktu 1-ang laiu terkait urusan yang sama.
"Jadi, kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadiian, Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum," tutur dia. SBYpun rneminta pemerintah tak membiarkan anggapan Ahok kebal hrikilm" "Barang kali karena tuntutann1,'a itu tidak didengar. Nah, kalau sama sekali tak didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda, ma-qih ada unjuk rasa itu." ucap dia. SBYjuga menyangkal ikut menggerakkan rnassa pada Jumat (4/rr) nanti. Ia meragukan ada kekuatan politik di baiik aksi unjuk rasa. "Kalau sudah urusan akidah, banyak di dunia ini yang mengorbankan jiwanya demi akidah," kata dia. Ahok dilaporkan dengan tudingan penistaan agama, bulan lalu. l,aporan itu didasarkan pada rekaman video
besaran besok. Mereka menggadanggadang sebanyak zoo ribu orang dari
berbagai daerah akan ikut serta. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan, Presiden Joko Widodo teiah menjanjikan tak bakal mengintervensi kasus .A.hok saat menemui para uiama di Istana Negara, Selasa (r/r:.). "Presiden sudah menugaskan kepada kapolri untuk terus mengusut tuntas dugaan penistaan agama yang
Karnavian menilai Presiden Joko Widodo sudah melakukanhalyang dituntut para demonstran dalam pertemuan dengan para ulama. "Jadi tidak perlu lagi derno ke istana," ujarnya. Tito menganggap, tuntutan agar Jokowi memenjarakan -Ahok tak bisa dipenuhi Presiden sebagai pimpinan eksekutif. "Itu adalah teknis hukum yang menjadi domain dari yudikatif," ujar Tito. Ia menekankan, kepolisian sudah melakukan langkah-langkah proses penegakan hukum kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. Upa.va penegakan hukum terhadap Ahok juga dise;-ukan secara resmi oleh Ma.jelis Ularna Indonesia (MUI), PP Muhammadiyah, rian PB Nahdiatul Ulama (NLi). Walau demikian, secara institusional, tiga lembaga itu tak akan mengikuti aksi unjuk rasa. tr singo,h .r rvono/qomnar;a rJstantr
ffiffiffilqffi*tr,,.ffi{r' " .#Sr
.
r.publika.(o.id
UBTIK&
&Pil6[il E @Putu;[* l'i Rp l.5Oo /40 H.l.h.n LUAR P JAWA RPaJ00 D[ambah on916 tUm
WffiWffiffi
ffiffiffiffiffiffiffiffi& JAGA KEBIF.IEHT&AN YENffi BHREftARTAffiAT
&KSI BERfuTARTABAT
A
iIN4 REPUBLIKA
Wapres menjanjikan waktu dua pekan untuk penyelesaian kasus Basuki. JAKAR.TA -- Aksi umat Isiam yang menuntut penyelesaian kasus penistaan
agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki ;-ahaja Purnama di Jakarta,
Jumat (4/u), berjalan damai dan ter"tib hingga tenggat yang disepakati, yaitu pukui 18.oo WIB. Namun, selepas itu, kericuhan akibat kesalahpahaman yang bennula dari uiah oknurn mahasiswi dan perugas keamanan ierjadi. Sejak pagi, massa aksi darnai mulai berdatangan ke Ibu Kota. Mereka yang berasal dari sejumlah daerah di Tana[ Air ielah hadir sejak dua hari silam.
Sernentara
itu, massa aksi damai
yang berada di sekitar Jakarta, meliputi
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, muiai bergerak sejak pagi. Berdasarkan pantauan Tim Republikc di berbagai titik, seperti di Stasiun Juanda, Jalan Budi Kemuliaan, kawasan patung Tugu Tani, kawasan Monas, dan Lapangan Banteng, dipadati massa. Selepas shalat Jumat di beberapa masjid, termasuk Masjid Istiqlal, massa
mulai bergerak ke pusat konsentrasi,
yaitu di depan Istana Negara. Dalam orasinya, sejumlah tokoh dari berbagai ormas Islam menyampaikan tuntutan senada.
Pemerintah. dalam hal ini Kepolisian
Republik Indcnesia, diminta untuk segera menyeiesaikan kasus penistaan
agama 1'ang diduga diiakukan oleh
Gubernur DKi -iakarta, Basuki
!ahaja
Purnama. Selain i:u, presiden Joko 'rVidodo pun tiiurinta tidak melindungi Bas-*ki dari jerat:rn hukurn. "Jadi, ini beipuiang Lepada pemini-
pin nasional," ujar tokoh reformasi Amien Rais. Namun, keinginan massa aksi damai untuk bertemu sekaligus
terus berlanjut. "Kami sudah berbicara
dengan teman-teman yang mewakili massa. Saudara Ahok akan dilaksanakan proses hukum yang tegas dan cepat," katanya. Dalam kesempatan itu, Wipres pun memastikan proses hukum tersebut
berdialog dengan Presiden tak terwujud. Ini iantaran Presiden sedang rneIaksanakan kunjungan kerja di area
Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sekitar pukul r5.45 WIB, perwakilan massa aksi damai. khusuinva dari Gerakan Nasional Pendukung Fat-
lva MUI di bawah pimpinan Ustaz
Bachtiar Nasir (AQL Islamic Center), memasuki Istana. Kepresidenan. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
Wiranto, yang didampingi sejumlah menteri Kabinet Kerja,
mendengar aspirasi massa.
akan diselesaikan dalam waktu dua
pekan.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi &Ianusia Maneger Nasution menilai
umat Islam Indonesia yang turut dalam aksi damai telah menunjukkan pelaksanaan demokrasi secara bermar_ . tabat. "Inilah demo termartabat ln,- .,-_i i''
*: "'' 1;'
danterbesarpascareformasi."
Polri: Proses
Ahok Kericuhan Dipercepat Kericuhan
Hukum
antara massa
Akan tetapi, pertemuan buntu dan aparat keamaiian kemudi_ karena mereka bersikukuh ingin Hlm- 2 an pecah di depan Istana Mer_ bertemu dengan Presiden. deka. Petugas kepolisian pun Wiranto mengatakan, presiterpaksa melepaskan gas air den tidak dapat menemui masAksi Damai mata untuk mengendalikan sisa. "Saya sampaikan bahwa Marak tuasi.Padasaatbersamaan,tiga Presiden memang sedang ada mobil kepolisian terbakar di tugas di luar untuk meninjau Hlm- 3 kawasan Nlonas. Kericuhan jubeberapa proyek." ga dilaporkan terjadi di sejum_ I\Ienurut Wiranto, Presiden sudah lah titik, antara lain, penjaringan. menugaskannya, N{enteri Agama LukHingga kini, belum diketahui penyeman Hakim Saifuddin, Menteri Sekrebab pasti kericuhan di depan Istana Mertaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet deka. Ketua Umum Himpunan MahasisPramono Anung, serta Kapolri Jenderal wa Islam Mulyadi Tamsir menyatakan, Pol Tito Karnavian untuk menemui sumber kericuhan bukan berasal dari perwakilan massa aksi damai. Bahkan, arah kelompok massa HMI. perwakilan dari Komisi III DpR dan DpD Sebab, mereka berada di depan ikut hadir. gedung Kementerian Koordinator Bidang
Wiranto menilai, perwakilan dari
pemerintah dan legislatif tersebut sudah cukup representatif. Selepas bertemu Wiranto cs, Ustaz Bachtiar Nasir bertanya kepada massa, apakah berkenanjika
yang ditemui adalah Wakii presiden Jusuf KallaNlassa menyatakan persetujuannya. Sekitarpukul r7.r5 W'IB, Wapres bertemu Ustaz Bachtiar yang ditemani sejumlah
uiama, seperti Ustaz Zaitun Rasmin
(lVahdah Islamiyah). Selepas diaiog tefruiup, Wapres mernastikan proses hukum terhadap Basuki
Pernbangunan Manusia dan Kebu-
dayaan. "Kami sampaikan ke teman-teman, kita diam di sini (depan gedung Kemenko PMK), sampai massa aksi selesai,', kata Illuiyadi. I ed! muhammad iqbat
HASIL WAWANCARA DENGAN ASISTEN REDAKTUR PELAKSANA HARIAN UMUM REPUBLIKA Nama Narasumber
: Stevy Maradona
Profesi
: Asisten Redaktur Pelaksana
Tempat
: Kantor Republika, Jakarta Selatan
Hari/ Tanggal
: Jum’at/ 17 Maret 2017
1. Seberapa besar keterlibatan faktor individu jurnalis dalam penulisan sebuah pemberitaan? Kalo ditanya seberapa besar, itu besar sekali karena kalau tidak ada wartawan dilapangan saya dan editor tidak bisa buat berita, saya sebagai Asisten Redaktur Pelaksana jadi saya yang mensuperfisi editor dihalaman satu, editor dihalaman nasional dan editor dihalaman metropolitan, saya memang tidak berhubungan langsung dengan reporternya. Reporter itu adalah pemasok data dan fakta, selebihnya termasuk tentang aksi 411 ini kita sudah merundingkan bareng framingnya mau seperti apa, jadi reporter lepas dari framingnya, yang membuat framing adalah editor, asisten redpel, redpel, pemred dan wapemred. Lalu bisa sampai keputusan kenapa kita harus ambil berita ini kenapa design halamannya seperti ini mereka tidak ikut campur, kenapa harus pakai judul ini, kenapa harus berita ini yang ada di muka, nah mereka sudah tidak ikut campur. 2. Bagaimana Republika menentukan topik pemberitaan yang akan diterbitkan? Tiap malam itu editor harus punya perencanaan berita apa yang akan diberitakan hari ini. Lalu besok paginya kira-kira dari jam 11-12 kita update berita benar atau
tidak kira-kira perkiraannya yang diminta editor sama kejadian di lapangan dan fakta berita dilapangan. Kemudian jam 2 kita rapat dan itu kita nentuin anglenya seperti apa dan beritanya apa. Pada saat aksi 4 november kita membuat perencanaan sudah dari sehari sebelumnya, apa yang mau kita tampilkan didepan, yang jelas waktu itu kita bilang foto, alesannya pertama karena ini aksi massa yang sangat besar dan yang harus keliatan besar adalah kekuatan damai dari aksi massa Islam, itu harus diperlihatkan dengan foto yang besar, selain itu juga untuk memperlihatkan bahwa aksi massa Islam yang damai ini, aksi massanya damai dan tekanan poin yang massa Islam tekankan itu serius tetapi tetap dengan damai. Kedua berita apa yang ingin kita tampilkan didepan, kalau soal berita apa itu pertama soal berita damainya dulu sama berita pidato, misalnya kita pengen denger pidatonya ulama seperti apa keinginan warganya seperti apa nah itu poin buat didepan. Jadi yang kita ingin tampilkan itu berita aksi damainya berjalan bagus, dan pemberitaannya serius. Jadi ada memang cover yang kita rencanakan sehari sebelumnya, tokoh-tokoh yang harus kita muat diberita, sisanya pembuatan berita yang paling menarik dibaca keesokan harinya. 3. Bagaimana Republika menentukan sebuah berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Kalau aksinya seperti itu beritanya pasti layak tapi kita wanti-wanti sama reporternya ini kita persiapkan berita dari sehari sebelumnya lalu berita reporternya kita lihat sesuai ngga nih sama fakta yang ada dilapangan lalu kita bandingin sama kantor berita lain, sama Detik, Tempo, Merdeka, Kompas,
kemudian dilihat misalnya kita ada yang kurang layak, kita ada yang kurang data kalau ada suruh kerja balik reporternya, sampai berita itu layak dimuat dihalaman satunya, kalau masih kurang juga, tolong telephone lagi narasumbernya, tolong cek lagi dilapangan data-datanya. 4. Pada pemberitaan 5 November, saya melihat republika hanya sedikit memberitakan tentang kericuhan yang terjadi dan hanya sedikit space yang disediakan, apa alasannya? Menurut kami kericuhan itu tidak penting, buat kita yang penting adalah aspirasi yang disampaikan sama umat, kita fokus pada pada persoalan utamanya, buat kita ricuh itu persoalan sampinganlah, demo sebesar ini kira-kira ada provokator itu pasti, cuma kita jangan sampai membuat aksi kericuhan itu menutupi persoalan besar yang dituntut oleh umat sejak pagi. Aksi yang dilakukan massa sejak pagi kan berjalan damai, ricuhnya baru malam sekitaran jam 8an. Kericuhan sebenarnya sudah bisa diprediksi, kericuhan akan terjadi tinggal tunggu siapa yang akan memicu kericuhan. Apakah itu semua akan mengganggu tema utama republika? tentu tidak. Buat republika justru poin pertama kita adalah aspirasi umat yang berdemo pada saat itu. Yang kedua untuk masalah kericuhan kita bisa lihat di televise, kalau ditelevisi itu pasti lebih heroik membahas tentang kericuhan, ada bakar-bakaran lebih terlihat nyata, ada tembak-tembakkan lebih terlihat nyata, kalau soal kericuhan sudah pasti gambar hidup akan menang. Jadi menurut saya memberitakan hal semacam itu bukan keunggulannya koran, justru menurut saya kita harus bisa mencari apa yang televisi tidak bisa dapat, misalnya
kenapa bisa terjadi rusuh, siapa aja aktor-aktor kerusuhannya, dan bagaimana saat sebelum kerusuhan itu terjadi. 5. Bagaimana dengan pemilihan judul, apakah ada ketentuannya? Untuk kasus seperti ini, kita pengen judul yang adem, kita ingin judul yang bisa menggambarkan khirohnya orang-orang yang berdemo pada saat itu, semangat mereka, kita juga ingin judul yang bisa menangkap mereka ini berdemo karena apasih, dan kita juga ingin judul yang sekaligus menepis anggapan sebelumnya (media asing/intelegent) bahwa aksi 411 itu kemungkinan besar akan rusuh, memang rusuh tapi di akhir. Kita ingin pemberitaan dan judul yang pas, nah judul yang pas ini seperti apa? Kita buat yang adem dulu, tidak memicu konflik antara dua belah pihak, pokonya yang mencerahkan dan memberi inspirasi. 6. Bagaimana Republika memilih narasumber, apakah ada ketentuan tersendiri? Ya, dari awal kita bilang ingin narasumber yang khotbah dan pidato, jadi siapapun yang khotbah, siapapun yang pidato, catet dan kirim. Kemudian kita pilih yang kira-kira enak dibaca oleh pembaca republika besok. Kita tidak butuh narasumber yang kasar, tidak memberi inspirasikan justru malah manas-manasin nah itu tidak akan masuk kriteria kita. Poin pentingnya kan Ahok diduga sebagai pelaku penistaan agama dan harus diproses secara hukum, terkait khotbahnya seperti apa dan sejauh mana tekanannya kan pada polisi dan pemerintah agar jangan berpihak pada Ahok dan Ahok harus segera ditindak. Kita bergerak ditataran seperti itu saja, kalau ada yang ekstrim-ekstrim itu sudah pasti lewat.
7. Kenapa narasumber yang dipilih hanya dari kalangan pemerintahan dan umat Islam saja? Kita tetep masukin pemberitaan tentang Ahoknya ko tapi tidak di halaman depannya, jadi strateginya pada waktu itu memang kita meliput aksi 411 itu tidak cuma dua halaman, tapi halaman satu, 2, 3, 4, 12 sekitar 4-5 halaman, ahok tidak kita kasih space di depan karena ini Koran umat Islam kita harus tau anglenya kemana, tapi kita tetep kasih dia space di dalam. 8. Sedangkan dalam penulisan berita, ada tidak sih standar penggunaan bahasa? Atau gaya bahasa seperti apa sih yang digunakan Republika, apakah ada ketentuan tersendiri juga? Iyaa ada, kita punya bukunya, stadar pemilihan bahasa di republika lebih ketat, salah satu keinginan republika dari awal adalah menjadi Koran yang dapat dibaca oleh keluarga, jadi bahasanya tidak vulgar dan bahasanya enak dan akrab, tapi juga tidak terlalu selugas Koran metropolitan, karena kita Koran umat Islam maka panduannya ada disitu, maka saat kita menuliskan pemberitaan 411 kita tetap berpatokan pada standar nasional Republika. 9. Mengapa Republika membuat pemberitaan seperti tanggal 4 november, memang tidak takut rugi? Buat kita halaman satu itu adalah stand point, itu poin utama yang ingin ditujukan oleh Republika, jadi kita punya maksud, kita punya simbol. Salah satu kerja kita bikin halaman satu yang kadang-kadang nyeleneh, ya seperti itu. Itu sikap kita dalam menanggapi satu kasus. Kita flashback dulu, seperti kasus asap, kita buat
satu halaman. Kenapa kita buat seperti itu, alasannya karena masalah asap ini sudah terjadi dari bulan Juli dan tidak selesai-selesai. Kita beritain asapnya sampai kuning, halaman depannya kita bikin kuning semua, kita beritain anak-anak kecil pake masker, kita sudah beritain dari halus sampai bener-bener negor pemerintah, tapi kaya cuma angin lalu, jangankan Republika, koran lain juga sama sudah memberitakan hal yang sseperti itu. Akhirnya kita kasih saja nih ngerasain gimana susahnya orang membaca pada saat terpapar asap, kaya gimana sih rasanya, yaudah akhirnya kita buremin saja korannya, selesai. Apalagi Republika tidak beredar di Kalimantan dan hanya sebagian wilayah di Sumatra, untuk orang-orang yang di Jawa, Jakarta, Bandung dan sekitarnya, kita mau kasih tahu gini loh rasanya kalian baca koran di daerah teman kalian yang lagi terkena asap, nah makanya kita kasih hal itu, dan pemerintah belum bisa atasin hal itu, sampai kita harus membuat koran seperti itu. Nah sekarang kita balik lagi pada edisi 4 november, nah bagaimana kita membuat cover pendahuluan aksinya, kita tahu bahwa dari awal rencana aksi ini selalu dikonotasikan horor, akan terjadi kerusuhan, akan memicu perpecahan didalam terhadap umat, bisa memicu gesekan horizontal antara Islam dan non Islam, bisa memicu gesekan Tionghoa dan non Tionghoa, buat kita ngga, kita fokus pada masalahnya saja, bahwa kita tetep satu Indonesia makanya kita pakai gambar garuda. Namun supaya ini tidak menggambarkan bahwa umat Islam yang mengadakan aksi ini sehingga Indonesia harus pecah antara umat Islam dan non Islam, kita tetep Indonesia dan ada Umat islam yang merasa terhina, itu yang kita
boyong, bagaimana membuat covernya, kita cari simbol yang pas untuk membahasakan situasi pada saat itu, kita ngga menemukan simbol lain selain pancasila, karena situasinya pada saat itu kita ngerasa bener tidak sih Indonesia bisa pecah gara-gara kasus ahok. Nah akhirnya sebuah pancasila mengingatkan kasus ya tetap kasus jadi jalankan saja, kita tetep satu Negara, kita tetep satu Bangsa, kita tetep Bhineka tapi ini ada kasus loh jadi harus tetap diusut. Selain itu kita juga buat tagline “Tebarkan Damai Untuk Semua, Tegakkan Hukum untuk sesama” pada saat itu kita melihat kondisi sebelum 411, kalau kamu perhatikan di media online situasi menuju 411 itu begitu panas, yang kita lihat itu polri, pemerintah dan TNI , seolah-olah aksi 411 itu digiring bahwa yang akan terjadi pada 411 itu adalah kerusuhan bukan aksi damai, itu terus digiring sampai detik-detik aksi 411, nah lewat tagline itu kita ingin kasih lihat bahwa tidak kok 411 itu umat Islam aksi damai untuk semua umat Islam dan umat yang lainnya,. Lewat pesan itu kami juga ingin menyampaikan bahwa semua yang dilakukan pada hari ini bertujuan damai dan tidak ada niatan untuk menyakiti tapi aksi damai kita itu untuk menuntut ketegasan dari pemerintah bahwa kasusnya Ahok ini tolong diselesaikan dengan baik tanpa adanya campur tangan, tangan-tangan lain, tangan-tangan diluar pengadilan yang ikut campur. Maka kita sampai pada kalimat itu, karena kita melihat ko seolah-olah umat Islam dipojokkan bahwa aksi yang dilakukan umat Islam itu akan rusuh, jadi menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Jadi kita ingin tegaskan kepemerintah bahwa aksi kita ini aksi damai tapi aksi damai kita ini untuk menegaskan terhadap kasusnya Ahok
10. Jika dikaitkan dengan kasus yang sedang marak tentang umat islam melalui aksiaksinya, bagaimana republika memandang umat Islam itu sendiri dalam aksi 411 ini? Kalo terkait aksinya kita memandang bahwa sebetulnya umat itu tidak perlu menggalang aksi sampai turun kejalan kalau pemerintah dan polri itu dari awal sudah mengawal kasus ini dengan serius. Maksudnya Republika, aksi ini kan mengeluarkan energi yaa, energi yang dibuang pada saat itu untuk ngurusin Ahok. Harusnya pemerintah dan polri sejak September sudah mengusut kasus ini dengan baik sehingga kita tidak perlu turun ke jalan, kita cukup mengawal kasusnya saja diperadilan seperti sekarang. Jadi poin kita bukan aksi pada tanggal 4 sebenarnya, kalau dia 27 september ngomong dan pemerintah serta aparat aware bahwa pernyataannya itu mengandung dugaan penistaan agama dan segera diusut pekan kedua oktober ahok sudah diperiksa, pernyataan polisi menunjukkan ketegasan bahwa kasusnya segera diusut, tidak perlulah sampai bulan apa kita masih demodemoin Ahok. Kita Cuma perlu ketegasan bahwa dia diduga maka usut dong kasusnya tapi yang ditemui sampai pekan ketiga oktober ngga ada, yang ada itu cuma perang opini di media massa, perang opini di online, , perang opini di twitter perang opini di facebook, mempertanyakan ini bener penistaan tidak sih. Sedangkan ini tuh apinya itu dibiarkan menyala sampai menyebar sampai luas sama pemerintah, harusnya pemerintah dan polisi paham bahwa kasus Ahok ini berlandaskan apa, dan akan berefek seperti apa, harusnya mereka dari awal sudah bikin prefentif dong, oh yaudah kalo aksinya seperti ini sampai 2017 seperi ini
yaudah buruburu usut dong pak Tito, kapolri cegah supaya masyarakat tidak jadi panas, tapi ini malah kita harus menunggu sampai akhir oktober, begitu di media sosial sudah begitu panas baru pak polri menindak lanjut kasusnya. Jadi Republika beranggapan kalau pemerintah dan polri tanggap sejak awal, situasi Indonesia tidak akan seperti ini, karena dari awal sudah tau kasusnya seperti ini. Jadi menurut kami kenapa sampai umat Islam bereaksi sedemikian keras karena mereka melihat kita teriak dari awal kita minta kasus ini diurus. Apakah aksi umat Islam itu salah tidak, justru kita mengingatkan pemerintah bahwa tolong ini ada kasus maka selesaikan. 11. Kalau seperti itu bener tidak bahwa republika memandang bahwa ini bukan semata-mata persoalan umat islam? Oiya, malah dari awal seharusnya kasus ini tidak usah menyentuh bidang akidah, udah kita arahin kasus ini dugaan penistaan titik, tidak menyangkut pilkada, tidak menyangkut akidah, Islam, Kristen non Kristen, Tionghoa non Tionghoa. Kita bisa bayangkan kalau sejak awal kasus ini diselesaikan tidak akan ada penghinaan terhadap Tionghoa, sampai keluarganya Ahok dan kesukuannya dihina-hina, justru kita mau meluruskan ini pada relnya cuma saya melihat pemerintah ngapain membuat masyarakat beranggapan dan bertanya-tanya sebenernya kasus ini terkait umat Islam atau tidak sih? Jelas tidak, ini kasus dugaan penistaan yang dilakukan saat melakukan kunjungan resmi kerja dan ada penistaan agama, maka sudah diurus saja, bener tidak ini penistaan, toh kasus penistaan sebelum-sebelumnya
nuansanya tidak ada yang sebesar ini. Kita harus tau sesuatu ini bukan persoalan umat Islam tapi bagaimana ada pengabaian terhadap suatu kasus. 12. Dari pemberitaan 3 November 2016, saya melihat Republika menggunakan SBY sebagai narasumber dengan judul “SBY: Tuntaskan Kasus Ahok,” Berdasarkan perkembangan berita yang ada saya beranggapan SBY berbicara disini sebenarnya tidak semata-mata berbicara sebagai negarawan, namun ia juga memiliki kepentingan didalamnya karena yang kita ketahui bersama bahwa anaknya juga mencalonkan diri di pilkada dan menjadi pesaing Ahok. Bukan tidak mungkin SBY berbicara seperti itu karena ia tahu gejolak massa itu menguntungkan anaknya.
Kemudian
saya
melihat
Republika
menyampaikannya
dengan
pemberitaan yang damai, namun misi yang ingin disampaikan ada pesan politik tertentu di dalamnya, menurut bapak bagaimana menanggapi hal itu? Oh iyaa pasti, justru yang menarik dari pemberitaan itu adalah SBYnya, yang jadi magnet berita itu adalah SBYmya, kenapa? Karena setelah Agus mulai muncul kepermukaan pada September awal, SBY relatif tidak mengelurakan pemberitaan sekeras itu, September, oktober, November baru dia mengeluarkan pernyataan sekeras itu dan itupun kalau dilihat passionnya dia dari pidatonya itu dia dibilang sebagai orang yang menggerakkan aksi, jadi ide pada saat itu tim redaksi melihat cabang dari kekisruhan Ahok ini adalah SBY. Benar Argumenmu bahwa SBY berbicara disini tidak bisa netral walaupun dia mantan Presiden ke-6 tapi dia punya kepentingan politik yang sangat besar. Anaknya si Agus ikut berpartisipasi dan pada saat itu sentiment terhadap Agusnya masih sangat tinggi, karena pada saat itu
Agus dinilai naik karena didorong oleh SBY bukan karena keinginan Agusnya sendiri. 13. Bagaimana Republika melihat peran SBY maupun pemberitaannya pada saat itu? Kita melihat bahwa turunnya SBY ke gelanggang politik lewat pidato itu dia bener-bener turun secara real, sebelumnya kita melihat SBY ada di belakang layar, kita melihat dia yang setting pencalonannya Agus dan dia yang setting wakilnya agus itu harus silvi, nah sekarang lewat pidatonya ini SBY turun beneran ke gelanggang politik dengan bilang tolong tuntaskan kasus Ahok, terus setelah itu dalam sidang Ahok berikutnya dia dituding bahwa Kyai Maruf Amin sebelum ke PBNU menerima telephone dari SBY atas kesaksian pengacaranya Ahok di sidangnya Ahok. Untuk kami itu menarik sekali, satu langkah yang sangat menarik dari SBY pada saat itu, apakah itu membuat eskalasenya naik iyaa pada saat itu saya yakin eskalasenya pasti naik. Begitu SBY turun eskalase politiknya dilapangan pasti naik, lebih tinggi dibandingkan SBY hanya sekedar dibelakang layar. 14. Lalu saya melihat sebenarnya Republika ini agak terkesan provokatif walaupun penyampaian yang digunakan itu lebih damai, bagaimana pendapat bapak? Ya, kita ambil pemberitaan itu dihalaman satu karena pada saat itu belum ada tekanan pilkadanya, kita menaruh dihalaman satu karena melihatnya lebih lebar, lebih kepada penekanan yang disampaikan SBY, kita melihatnya gini kalau pemerintah ingin situasi pilkadanya lebih sejuk kasus Ahok cepat tuntaskan. Kalau itu yang berbicara bukan SBY mungkin kita tidak akan menaruhnya dihalaman
satu karena itu yang ngomong mantan Presiden, yang kedua memang anaknya ikut. Berati kita melihat bahwa tekanannya benar-benar kuat, jadi kita menganggap statement politik yang cukup keras terhadap pilkada maupun sidangnya Ahok. Kita melihat kesan politiknya itu begitu gamblang, jadi dalam menyampaikan pidatonya itupun perannya dia tidak hanya ngomong dari satu atau dua sisi tetapi dia berbicara banyak sekali, pesan politiknya begitu gamblang begitu kuat dan dalam framingnya republika, pesan itu kita anggap penting karena satu penegasan agar pemerintah tidak bermain-main dalam kasus Ahok, yang kedua bahwa acara pidato itu adalah shownya SBY memperlihatkan bahwa ia turun langsung ke gelanggang politiknya. 15. Ideologi seperti apa yang diterapkan oleh Republika? Ideologi kita Koran Islam tetapi kita tidak Islam yang kiri atau kanan, kita Islam yang moderat kita mendukung NKRI , kita ambil Islam yang menyejukkan kita Islam yang rahmatanlil alamin, bukan sekedar untuk umat Islamnya saja tapi juga untuk umat agama lain di Indonesia. Buat kita NKRI harga mati. Ya Islam Indonesia adalah islam yang maju dan tantangannya bukan lagi kebelakang tapi kedepan.
HASIL WAWANCARA DENGAN PEMIMPIN REDAKSI HARIAN UMUM RAKYAT MERDEKA Nama Narasumber
: Ricky Handayani
Profesi
: Pemimpin Redaksi
Tempat
: Kantor Rakyat Merdeka, Jakarta Selatan
Hari/ Tanggal
: Jum’at/ 24 Maret 2017
1. Seberapa besar keterlibatan faktor individu jurnalis dalam penulisan sebuah pemberitaan? Aksi itu kan heboh, besar, nasional, jadi kita menempatkan itu menjadi berita utama, semua wartawan kita fokuskan pada pemberitaan itu. Kemarin kita mengirimkan 3 fotografer dengan mengambil angle yang berbeda, wartawan tulisnya dua, ada yang memang memantau dilapangan dan ada juga yang memantau di media sosial, jadi memang karena ini liputan besar sehingga keterlibatan wartawan itu sangat penting dan tidak hanya di tempat kejadian perkara saja namun juga di media sosial. 2. Bagaimana Rakyat Merdeka menentukan topik pemberitaan yang akan diterbitkan, terutama dalam pemberitaan aksi 411? Biasanya itu dalam pembuatan sebuah berita ada perencanaannya, yaitu perencanaan sebelum, sedang dan pasca. Perencanaan itu bisa malam ini atau bisa juga saat sedang berlangsung. Komunikasi yang dibangun antara si reporter dan redaktur juga harus intens untuk mengubah perencanaan tadi. Untuk aksi 411 ini, aksi malem kan memang sudah beredar dan dari sebulan
sebelumnya kita sudah dapatkan informasi itu, seperti polisi mengamankan dan menurunkan pasukan berapa, dari demonstran melakukan apa itu sudah ada berita-berita ringannya. Nah pas besarnya itu malem 411 kita sudah mulai melakukan perencanaan, titik-titik mana aja yang akan kita liput, tokoh-tokoh siapa saja yang akan kita wawancara lalu tema wawancaranya apa, biasanya saat siang wartawan kita laporan bahwa dilapangan kejadiannya seperti apa selain itu ada juga tim yang memantau di media sosial. 3. Bagaimana kebijakan Rakyat Merdeka menentukan sebuah berita itu layak atau tidak untuk diterbitkan? Pertama yang kita lihat dari sumber berita, bahwa orang ini layak atau tidak, kadang ada yang omongannya bagus tapi keluar dari mulut orang yang standarnya kurang. Jadi kita menentukan berita layak atau tidaknya dari yang berbicara dan dari contentnya (apa yang dibicarakan), kalau tokohnya bagus tapi yang dibicarakan standar itu udah bukan berita lagi. Jadi yang dilihat berita bagus itu pertama dari narasumbernya kemudian content beritanya seperti apa. 4. Bagaimana dalam pemilihan judul, apakah ada ketentuannya? Ada, biasanya koran itu punya karakter dan ideologi. Kita itu disebut koran merah. Merah itu berarti nasionalis, religious dan membela rakyat. Biasanya kita muncul sebagai koran yang pro rayat, nah biasanya untuk penjudulan itu kita buat agak unik dari koran lain, kita kadang ada nyelenehnya, kadang ada uniknya, kadang ada bombastisnya, ada hiperbolisnya, kadang ada juga yang
telenofellanya, yang jelas unik-uniklah. Jadi kadang kita mengambil judul itu diluar pakem atau luar mainstream, dan diluar EYD. Tapi tidak ada patokan khusus, ini tergantung bagaimana redakturnya. 5. Kenapa Rakyat Merdeka memilih judul-judul yang terkesan agak provokatif? Oh iyaa bener kita memang ada provokatifnya, ini kan soal dagang jadi kalo misalkan di pasar dagangnya sama-sama mangga yah gimana mau laku, kita memposisikan ini strategi dagang, jadi kita harus jual lain dari yang lain, atau kita minimal dilirik supaya laku, itulah strategi dagang. Dari awal memang koran ini membahasakan bahasa rakyat, maka kadang kita juga memakai bahasa sehari-hari, bahasa pasar, bahasa rakyat, bagaimana rakyat bicara itu kita bahasakan di koran. 6. Bagaimana dengan pemilihan narasumber, apakah ada ketentuannya juga? Iyaa ada. Jadi untuk pemilihan narasumber kita itu ada standar kualitas A,B,C. Untuk kategori A itu selalu menjadi target kita, biasanya tokohnya bagus, kompetensinya bagus, pangkatnya itu bagus. Saya selalu bilang kepada wartawan kalau dalam suatu peristiwa atau kejadian itu harus mampu melihat, mendengar dan mengamati, jadi kalo misalkan dalam kasus aksi 411 ini tokoh utamanya ialah Habib Rizieq, Amin Rais, Arifin Ilham, dari pemerintahan, dari kepolisian, ataupun Pak Jokowi nah itu tokoh golongan A, tapi kalo dibawah itu misalkan sekelas Fahri Hamzah, Fadli Zone nah itu kelasnya beda itu udah kelas b atau c, adalagi misalnya pengamat yang
berbicara itu termasuk golongan c atau d. Begitulah kira-kira menentukan kualitas tadi. 7. Kenapa Rakyat Merdeka memilih narasumber hanya dari kalangan Ahok saja? Memang waktu itu kita ada dua angle, menurut kita kalau ada api pasti ada minyaknya kan atau akar pemicunya supaya api itu menyala dan dalam aksi 411 ini minyaknya itu adalah Ahok, jadi kalo kita memberitakan masakan hari itu maka kita harus tau yang dimasak, apa apinya dan apa perabotannya, nah waktu aksi 411 itu yang menyulutnya itu kan Ahok, jadi waktu itu dimalam perencanaan yang kita putuskan pertama wartawan itu harus meliput aksinya, yang kedua ialah liput penjagaan dirumah ahok, kemana Ahok hari itu, apa aktivitas Ahok hari itu tuh harus diliput, karena ini seperti mata uang yang satu sisi ingin melihat aksinya sisi lainnya ingin melihat Ahoknya dimana. 8. Kenapa Rakyat Merdeka lebih memilih menuliskan pemberitaan tentang Ahok dibanding Aksi Damainya? Sebenarnya kita memberitakan juga aksinya tetapi memang kita lebih pertegas Ahoknya disitu karena menurut kita ya akar pemicunya terjadi aksi ini adalah Ahok, jadi kita mau lihat dari sisi Ahoknya. Aksinya juga kita ada ko dan ke Ahoknya juga ada, kita sih berkeyakinan proporsinya sama bahkan judul besarnya masih soal aksi 411. Sebenarnya tema besarnya masih tetap aksi, sementara turunannya itu yaa soal Ahok.
9. Mengapa Rakyat Merdeka lebih memilih angle dari sisi kericuhan aksi dibanding dari tujuan awal aksi tersebut? Apakah untuk menarik pembaca? Menurut kita pemberitaan itu menarik. Memang pilihan berita itu kan harus ada yang menariknya, biasanya berita kita itu harus ada menariknya, keunikannya, nah kita harus bisa melihat yang lainnya itu apa dari semua pemberitaan. Kalau kita memberitakan aksinya atau hasilnya apa, itu sebenarnya sudah selesai dengan berita diinternet, dimedia online, dan ditelevise. Jadi dirapat redaksi itu saya selalu tegaskan bahwa berita kita itu jangan sama dengan dimedia online dan ditelevisi, kalo kita sama yaa buat apa. Koran itu kan media paling telat, karena sudah selesai dibahas dimedia online dan sudah selesai ditelevisi, kalau beritanya sama buat apaan kita muat. Memberitakan informasi ke pembaca kan harus yang baru, koran kita dibeli maka kita harus memberikan yang baru untuk pembaca, nah yang harus kita dalami apa, misalnya kerusuhan. Kerusuhan itu kan kejadiannya malem, nah menurut kita itulah yang harus kita dalami, karena kalau kita beritakan kejadian dari pagi bahwa acara aksi 411 itu menghadirkan siapa saja, itu kan sudah selesai dibahas ditelevisi dan media online, kalau kita memberitakan itu basi jadinya, sehingga akhirnya kita melihat moment aksi kerusuhan itu yang harus kita dalami dan harus kita cari apa penyebab kerusuhannya atau apakah ini terkait teroriskah. Nah itu yang menurut kita pantut di dalami.
10. Sedangkan dalam penulisan berita ada tidak sih standar penggunaan bahasa? Gaya bahasa seperti apa sih yang digunakan Rakyat Merdeka? Harus di akui kita pernah didatangi oleh Kemendikbud bahwa standar penulisan kita itu tidak EYD, nah itu memang kita akui, bukannya kita tidak tau, kita paham ko dengan penulisan EYD itu, kita juga menggunakan kamus ko setiap hari, tapi yaa kembali lagi kita disini itu menggunakan bahasa rakyat, bahasa rakyat itu kan bahasa yang tidak EYD atau bahasa sehari-hari. Jadi bukan kita tidak tau tapi kita lebih memilih bahasa bertutur rakyat. Yaa kita pakai bahasa-bahasa yang nyeleneh dan unik tetapi bukan asal beda, kita memang berharap beda tapi tidak asal beda. 11. Jika dikaitkan dengan kasus yang sedang marak tentang umat Islam melalui aksi-aksinya bagaimana Rakyat Merdeka memandang umat Islam dengan akis 411? Ya kita memang kaget, ini memang murni keterpanggilan umat Islam, menurut saya memang ini Ahok yang menjadi akar pemicunya, seperti yang saya bilang tadi minyaknya itu di Ahok, maka sangat wajar terjadi seperti ini. Tapi beberapa media itu memberi sign (tanda) ke publik bahwa ini merupakan aksi damai, yang kedua ini aksi murni umat Islam membela Al-Quran yang dihina, yang ketiga kita memberi pesan kepada publik bahwa menjadi pejabat itu jangan asal bicara. Dibeberapa pemberitaan Rakyat merdeka itu selalu mengingatkan bahwa kelemahan pak Ahok itu adalah dimulutnya, kita beberapa kali membuat judul “persoalannya hanya mulut Ahok” dan saya
malah pernah menulis sendiri untuk memastikan bahwa yang terjadi kemarin bahwa aksi 411 ini aksi umat Islam, saya menulis dengan judul “ini masalahnya cuma Ahok” ditulisan itu saya menyampaikan pesan kepada pembaca yang terjadi saat ini bukan persoalan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), bukan persoalan perpecahan bangsa, tapi ini persoalan hukum, persoalan Ahok. Saya juga menulis “ini bukan persoalan disintegrasi karena kita benci dengan perpecahan, ini bukan persoalan SARA karena kita cinta Ahok tapi ini persoalan hukum, ini persoalan Ahok yang menyebut kebohongan di Al-Maidah, ini saja, cukup ini saja jangan melebar kemana-mana”. 12. Dari beberapa pemberitaan Rakyat Merdeka yang saya baca, Koran ini nampak memilih berita yang bersifat provokatif dibandingkan media lain, apa pertimbangan RM memberitakannya? Sebetulnya ada yang provokatif tapi ada juga yang halus, tidak selalu provokatif, walaupun kadang kita suka dengan yang unik-unik dan suka nyeleneh. Kita pernah bikin judul “Rizieq CS nongol lagi nih” itu kan provokatif. Kita sebenarnya memilih pemilihan judul yang unik tapi tidak mengesankan kita ini ingin mengadu domba, orang juga kan menganggap ya ini hanya nyeleneh saja.
13. Sebenarnya ideolog seperti apa yang dibangun oleh Rakyat Merdeka? Kita ini koran rakyat, sebenarnya sekarang itu sudah ada perubahan, dulu pas pertama kali dibentuk itu kita ini koran oposisi, memprotes semua kebijakan pemerintah, tapi ya sampai saat ini kita selalu membela rakyat, menyuarakan rakyatlah pokoknya. Makanya dalam rapat redaksi itu selalu ada berita-berita yang rakyat ingin dengar dari pemerintah harus kita beritakan, saya selalu menyelipkan
berita-berita
keadilan
dan
berita
ketimpangan
dalam
pemberitaan. 14. Karena ini Koran yang terkadang suka nyeleneh, benarkah kalau Koran ini beranggapan bahwa aksi 411 ini bukan hanya sekedar persoalan umat Islam? Yaa menurut saya ini sesuatu yang kompleks, karena sebenarnya demo ini akar pemicunya itu banyak, jadi ini bukan hanya persoalan umat Islam, sebenarnya ini hanya soal Ahok dan pemerintah yang lamban menangani sebuah kasus. Ahok ini kan sebenarnya sudah banyak melakukan kasus dan ini tuh sebenarnya adalah puncaknya. Sebetulnya kalau bagi koran Ahok ini disukai, kita punya kategorisasi tokoh untuk menjadi pemberitaan. Misalnya kalo dari golongan narasumbernya itu B atau C tapi kalau dari kata-kata yang dikeluarkannya itu bisa menjadi kategorisasi A, ada saja yang enak dipakai untuk judul-judul yang nyeleneh, jadi Ahok ini selalu menjadi news maker, baik dari tindakannya maupun dari perkataannya itu selalu enak untuk dijadikan berita, selalu ada kebaruan. Wartawan koran itu kan memang harus selalu mencari kebaruan dan Ahok itu selalu membuat kebaruan ya walaupun
akhirnya negatif untuk dia atau positif untuk dia, nah kasus Al-Maidah ini menurut saya suatu kebaruan, ko sampai ada orang berani ngomong seperti itu, pejabat lagi. 15. Apakah dengan pembuatan berita yang nyeleneh-nyeleneh seperti itu tidak takut rugi, atau memang untuk menarik pembaca? Yaa sebenarnya ini ada hukum beritanya, hukum berita itu ada dua yaitu selalu disukai atau tidak disukai, mungkin bagi satu pihak ini menguntungkan dia, namun dilain pihak tidak. Kita menerima hukum itu. Kita juga difonis bahwa Rakyat Merdeka itu anti Ahok tapi ada juga yang bilang Rakyat Merdeka ini pendukung Ahok, disatu saat kita disebut pendukung tapi disatu saat kita disebut lawan, itu sebenarnya sudah menjadi hukum berita. Tapi prinsip kita sih kita memberitakan fakta, kalau judul-judul yang nyeleneh itu sih hanya gaya, tapi prinsip besarnya kita memberitakan fakta bukan hoax.