Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Dampak Pendidikan Terhadap Munculnya Pergerakan Nasional Di Padangpanjang
Witrianto*
* Witrianto adalah staf pengajar di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. 12 |
Analisis Sejarah A. Munculnya Permi Gerakan Pembaharuan Islam yang dipelopori “Kaum Muda” di Minangkabau telah membawa dampak yang positif khususnya pada bidang pendidikan di daerah ini. Hal ini terlihat dari munculnya lembagalembaga pendidikan Islam modern. Madrasah Sumatera Thawalib adalah salah satunya dan yang paling berpengaruh. Dikatakan demikian sebab keberadaannya berhubungan langsung dengan kebangkitan nasional di Minangkabau yakni munculnya Persatuan Muslim Indonesia (PMI) yang kemudian lebih dikenal dengan nama Permi. Sumatera Thawalib adalah lembaga pendidikan Islam modern yang berasal dari lembaga pendidikan tradisional Minangkabau yakni Surau Jembatan Besi. Surau ini didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada akhir abad ke-19. Setelah Abdullah Ahmad pindah ke Padang pada tahun 1906, kepemimpinan surau ini diteruskan oleh sahabatnya Haji Rasul. Pada masa inilah dilakukan pembaharuan yakni dengan memadukan sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan Islam.1 Proses pembaharuan ini diiringi dengan timbulnya kesadaran berorganisasi para pelajarnya. Pada tahun 1915 para pelajar Surau Jembatan Besi mendirikan organisasi
1
Semenjak adanya modernisasi ini Surau Jembatan Besi semakin menunjukkan peningkatannya secara kualitas dan dalam jumlah pelajarnya. Lihat Taufik Abdullah, School and Politics, The Kaum Muda Movement in West Sumatra 1927-1933 (New York: Cornell University Modern Indonesia Project, 1971), hlm. 34.
Volume 03 Tahun 2013
pelajar yang diberi nama Persaiyoan.2 Pada tahun 1918 organisasi ini diganti namanya menjadi “Sumatra Thuwailib” yang berarti persatuan pelajar-pelajar (kecil) Sumatera.3 Termotivasi oleh perkembangan dan kreativitas pelajar-pelajar Surau Jembatan Besi Padangpanjang yang telah menukar nama organisasinya menjadi Sumatra Thuwailib, Syeikh Ibrahim Musa dari Parabek (dekat Bukittinggi) mengganti pula nama suraunya yang semula bernama Moedzakaratoel Ichwan menjadi Sumatra Thuwailib.4 Dari awalnya memang sudah tampak adanya kesamaan antara Surau Jembatan Besi di Padangpanjang dengan Surau Moedzakaratoel Ichwan di Parabek. Kesamaan ini lebih dimungkinkan oleh adanya kesamaan cita-cita, mengingat kedua pimpinan surau itu bersahabat karib dan sepemahaman, sehingga tidak mengherankan jika kemudian timbul keinginan untuk mempersatukan kedua lembaga 2
Prsaiyoan berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti seiya sekata. Perkumpulan ini semacam kooperasi yang menyediakan kebutuhan sehari-hari para pelajar, seperti buku, pensil, sabun, dan lainlain sehingga perkumpulan ini dikenal juga dengan nama “Perkumpulan sabun”. Sebagian keuntungan organisasi ini digunakan untuk membayar guru-guru. 3 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 55. 4 Surau Moedzakaratul Ichwan didirikan pada tanggal 14 Agustus 1919 lengkap dengan susunan pengurusnya. Lihat Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib (Yogyakarta: PY. Tiara Wacana Yogya, 1995), hlm. 89.
13 |
Analisis Sejarah tersebut. Hal ini baru terwujud pada tanggal 15 Februari 1920 dengan adanya kesepakatan untuk menggabungkan kedua lembaga tersebut dengan nama baru yaitu Sumatera Thawalib yang berarti pelajar-pelajar (besar) Sumatera. Peristiwa bersejarah ini terjadi di Bukittinggi bertempat di Surau Syekh Jamil Jambek selaku pemrakarsa pertemuan.5 Setelah aktivitas Sumatera Thawalib semakin luas, maka didirikanlah Dewan Pengurus Sumatera Thawalib yang anggotanya terdiri dari alumni, guru-guru, dan para donatur. Dewan ini mengontrol administrasi kedua sekolah Sumatera Thawalib. Ini menandakan Sumatera Thawalib juga mengandung pengertian sebagai organisasi pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya Sumatera Thawalib lebih ditentukan oleh dewan ini. Terbawa oleh perkembangan aktivitas dan kreativitas pelajar-pelajar Sumatera Thawalib, baik yang di Padangpanjang maupun yang di Parabek, surau-surau yang dikelola oleh para ulama “Kaum Muda” lainnya mengganti nama surau mereka dengan nama yang sama. Pada tahun 1920-an Sumatera Thawalib telah tersebar hampir ke seluruh pelosok Minangkabau, bahkan sampai ke Aceh 5
Menurut Sidi Buchari, bekas murid Jamil Jambek, perubahan nama itu disebabkan karena tidak sesuai lagi dengan kondisi yang sebenarnya lantaran hampir semua pelajar-pelajarnya adalah orang yang sudah besar. Lihat Sidi Buchari Ibrahim, Pengaruh Timbal Balik antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau (Jakarta: Gunung Tiga, 1981), hlm. 89.
Volume 03 Tahun 2013
dan Tapanuli. Yang paling dikenal di antaranya ialah Sumatera Thawalib Padangpanjang, Sumatera Thawalib Parabek, Sumatera Thawalib Sungayang (dekat Batusangkar), Sumatera Thawalib Sungaibatang (Maninjau), dan Sumatera Thawalib Padangjapang di Lima Puluh Kota. Seiring dengan merebaknya pengaruh pergerakan nasional ke Minangkabau pada awal-awal dekade 1920-an, pelajar-pelajar Sumatera Thawalib pada tanggal 22 Januari 1922 membentuk Dewan Pusat Sumatera Thawalib, yaitu suatu organisasi induk yang mempersatukan seluruh pelajar-pelajar Sumatera Thawalib yang ada.6 Ketua Dewan Pusat Sumatera Thawalib ini dijabat oleh Djalaluddin Thaib, guru Sumatera Thawalib Padangpanjang. Terbentuknya Dewan Pusat Sumatera Thawalib menandakan bahwa Sumatera Thawalib telah berkembang menjadi organisasi yang besar. Boleh dikatakan bahwa pengaruh Sumatera Thawalib lebih besar daripada organisasi serikat Combinatie Minangkabau yang anggotanya terdiri dari pelajar-pelajar sekolah umum yang ada di kota-kota di Minangkabau.7
6
Pemrakarsa pembentukan Dewan Pusat Sumatera Thawalib adalah Thawalib Padangpanjang yang kemudian dijadikan basis bagi dewan tersebut. Lihat Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 36. 7 Serikat Combinatie Minangkabau adalah organisasi yang pada mulanya bergerak di bidang pendidikan, tetapi setelah masuknya pengaruh National Indische Party yang dibawa oleh Sulaiman Efendi pada bulan Juni 1912 organisasi ini aktif di bidang politik. Organisasi ini didirikan oleh Bagindo
14 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Perkembangan yang terjadi pada Sumatera Thawalib tidak luput dari perhatian Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Apalagi setelah adanya pertemuan pengurus Thawalib pada tanggal 16 April 1922 yang menyepakati agar Sumatera Thawalib juga berpartisipasi di bidang politik.8 Hal inilah yang menyebabkan Pemerintah Kolonial mencurigai dan menganggap Sumatera Thawalib sebagai sekolah agama moderen yang cenderung ke bidang politik.9 Kecurigaan pemerintah makin nyata dengan masuknya pengaruh komunis ke dalam tubuh Sumatera Thawalib. Dari sinilah paham komunisme menyebar hingga ke pedalaman Minangkabau. Adalah Haji Datuk Batuah, guru sekaligus Pengurus Sumatera Thawalib, orang yang membawa paham ini ke Sumatera Thawalib.10 Klimaks dari gerakan komunisme di Minangkabau adalah timbulnya pemberontakan komunis di Silungkang pada malam tahun baru 1927 mengiringi pemberontakan yang sama di Jawa yang sudah dimulai beberapa hari sebelumnya. Pemberontakan tersebut pada Jamaluddin Rasyad pada bulan April 1919. Lihat Ibid., hlm. 31. 8 Ibid., hlm. 36. 9 Laporan Van der Plas kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, seperti yang dikutip oleh Taufik Abdullah dalam Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 224225. 10 Bersama Natar Zainuddin, Haji Batuah mendirikan Seksi Partai Komunis Indonesia (PKI) di Padangpanjang pada tanggal 23 November 1923. Lihat Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 245.
Volume 03 Tahun 2013
akhirnya dapat digagalkan dan sebagai konsekuensinya Partai komunis Indonesia (PKI) dilarang dan dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.11 Menyusul kegagalan Pemberontakan Komunis di Silungkang, Pemerintah Belanda kemudian menutup “Buffet Merah”, yaitu sebuah kantin di sekolah Thawalib Padangpanjang yang biasa dipergunakan oleh guru dan para pelajar Sumatera Thawalib mendiskusikan ide-ide komunis. Suasana dalam Sumatera Thawalib menjadi tidak tenang, apalagi setelah adanya penangkapan besar-besaran terhadap para pelajar dan guru-guru sekolah itu yang diduga terlibat dalam Pemberontakan Komunios di Silungkang. Sejak peristiwa itu berangsurangsur pengaruh komunis mulai hilang dari Sumatera Thawalib pada khususnya dan seluruh Minangkabau pada umumnya. Dampak lain dari peristiwa itu adalah timbulnya shock psikologis yang hebat bagi masyarakat Minangkabau.12 Sejak itu terjadilah kevakuman ide di Minangkabau, 13 dan bagi Sumatera Thawalib peristiwa ini disebut sebagai masa krisis. Apalagi tak lama setelah peristiwa ini timbul pula gempa bumi yang mengakibatkan banyaknya bangunan Sumatera Thawalib yang hancur. Kendati demikian usaha yang dilakukan Sumatera Thawalib untuk bangkit terlihat juga melalui usaha-usaha yang dilakukan oleh para pengurusnya. 11 12
Ibid. Taufik Abdullah (1971), op. cit., hlm.
43. 13
Sidi Buchari, op. cit., hlm. 115.
15 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Usaha membangkitkan kembali organisasi dan sekolah Sumatera Thawalib baru tercapai pada tahun 1928, yakni beberapa bulan setelah rapat umum pemuka masyarakat Minangkabau menentang pelaksanaan Goeroe Ordonantie di Sumatera Barat. Kebangkitan ini dimulai dengan adanya pertemuan antara tokoh-tokoh Sumatera Thawalib pada tanggal 1719 November 1928 di Padangpanjang. Dalam pertemuan yang kemudian disebut sebagai Konferensi Sumatera Thawalib yang pertama itu disepakati untuk membangun kembali organisasi Sumatera Thawalib dan untuk mengelola kegiatan Sumatera Thawalib dibentuk Persatuan Sumatera Thawalib.14 Dewan Pengurus Persatuan Sumatera Thawalib terdiri dari berbagai kalangan berbagai orrganisasi, baik pendidikan, sosial, maupun politik.. Selengkapnya pengurus Sumatera Thawalib adalah: Ketua : Haji Djalaluddin Thaib (PGSA) Wakil Ketua : Ali Emran Djamil (Thawalib Parabek) Sekretaris : H. Syu’aib el-Yutusi (Thawalib Padangpanjang) Bendahara : Thaher Bei (Diniyah School) Komisaris : Duski Samad (PSI Maninjau), Sa’alah Sutan 14
Hal penting lainnya yang disepakati dalam pertemuan itu adalah adanya keinginan untuk menyusun standar kurikulum dan bukubuku teks untuk dipergunakan Sumatera Thawalib. Juga diintrodusir pelajaranpelajaran umum seperti pertanian, ekonomi, geografi, kesehatan, dan sejarah. Lihat Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 125; Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 266.
Volume 03 Tahun 2013
Mangkuto (Muhammadiyah), dan H. Alauddin (Thawalib Maninjau).15 Mencermati susunan pengurus Persatuan Sumatera Thawalib dapat disimpulkan bahwa organisasi ini juga membawahi beberapa organisasi pendidikan yang dikelola Kaum Muda, seperti Diniyah School dan Muhammadiyah. Dengan demikian berarti Sumatera Thawalib telah membuka hubungan langsung dengan organisasi lain yang berskala nasional seperti PSII dan Muhammadiyah. Konferensi Sumatera Thawalib ke-2 diadakan di Batusangkar pada tanggal 20-21 Mei 1929, Dalam musyawarah ini, pengurus Sumatera Thawalib dan wakil-wakil daerah mulai melontarkan ide perubahan nama Sumatera Thawalib menjadi “Thawalib Indonesia”.16 Untuk itu seluruh Sumatera Thawalib harus dipersatukan dan ide Sumatera Thawalib harus disebarluaskan ke seluruh Indonesia, tenaga-tenaga intelektualnya harus dikerahkan untuk mempropagandakan program Thawalib memurnikan agama Islam dengan memberantas ajaran-ajaran sesat kaum tarekat, adat jahiliah, dan menentang kolonialisme.17
15
Verslag, van de openbare Vergedering fer Sumatra Thawalib Gehouden te Fort van der Capellen op Weensdagmiddag, 22 Mei 1929, Mailrapport, no. 582 X / 29, ANRI No. A/2; Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 127. 16 Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 267; Mailrapport 1518 Geh/33, hlm. 1. Menurut Nurul Yakin, musyawarah ini diadakan dari tanggal 22-23 Mei 1929. Lihat Nurul Yakin, No. 15, juz III, tanggal 25 Juni 1929, hlm. 237-238. 17 Mailrapport 1518 Geh/33, hlm. 9. Lihat juga Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 128.
16 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Meskipun ide untuk mengubah Sumatera Thawalib menjadi Thawalib Indonesia belum berhasil diwujudkan, namun musyawarah Batusangkar dapat dianggap langkah awal yang dilakukan Thawalib untuk mengubah diri menjadi Persatuan Muslim Indonesia. Hal ini nampak dari suarasuara yang diperdengarkan dalam musyawarah, bahwa Sumatera Thawalib akan disebarkan ke seluruh Indonesia. Di setiap kampung di Sumatera Barat akan didirikan Sumatera Thawalib. Tujuan yang hendak dicapai oleh Persatuan Sumatera Thawalib adalah untuk menjadi organisasi bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kebangsaan yang tumbuh di kalangan anggota Persatuan Sumatera Thawalib semakin meningkat. Tahun berikutnya, pada waktu kongres Muhammadiyah di Bukittinggi, Pakih Hasyim yang sudah lama berada di bawah pengaruh Dokter Sutomo di Surabaya pulang ke Minangkabau; pada waktu yang bersamaan pulang pula mahasiswa-mahasiswa Minangkabau yang belajar di Kairo, seperti Ilyas Ya’kub, Mukhtar Luthfi, Mansur Daud Rasyidi, dan Mahmud Yunus.18 H. Ali Emran Jamil yang keranjingan Islam Nasionalis, mendapatkan kawan baru untuk 18
Biografi tentang Ilyas Ya’kub dapat dilihat dalam Edwar (ed.), Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat (Padang: Islamic Center Sumatera barat, 1981), hlm. 216-222; mengenai Mukhtar Luthfi lihat Hamka, Ayahku Riwayat Hidup DR H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera (Jakarta: Ummida, 1982), hlm. 311-312.
Volume 03 Tahun 2013
memperjuangkan Sumatera Thawalib menjadi gerakan yang bertaraf nasional. Mereka disokong pula oleh Darwis Thaib, A. Gaffar Ismail, dan Datuk Rajo Penghulu, seorang bekas aktivis komunis. Mereka semua tampil dalam arena musyawarah Sumatera Thawalib tanggal 23-27 Mei 1930 di Bukittinggi yang merupakan peningkatan dari musyawarah Batusangkar.19 Perkembangan suhu politik, seperti propaganda tentang Indonesia Raya, Sumpah Pemuda, dan dorongan agama sendiri sangat mempengaruhi peserta musyawarah. Faktor ini demikian dominannya sehingga musyawarah menghasilkan suatu keputusan yang sangat penting dan bersejarah bagi Sumatera Thawalib khususnya dan perjuangan kemerdekaan Indonesia umumnya, yaitu mengubah nama Sumatera Thawalib menjadi “Persatuan Muslim Indonesia” dengan singkatan PMI.20 Pada tahun 1932, setelah PMI bertukar haluan dari organisasi kemasyarakatan menjadi Partai Politik, singkatannya diubah menjadi Permi.21 Permi merupakan partai politik Islam pertama dari 19
Mailrapport 360/62, hlm. 12. Musyawarah ini dihadiri oleh sekitar 2.500 orang utusan, termasuk wakil pemerintah daerah dan 27 orang wakil pers. 29 organisasi yang mengikuti musyawarah ini berhasil membahas berbagai persoalan, seperti ekonomi dan pendidikan. 20 Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 270. 21 Deliar Noer, op. cit., hlm. 59-60; Mailrapport 1518 Geh/33, hlm. 6. Perubahann ini diputuskan dalam Konferensi kilat yang diadakan pada tanggal 15-16 Desember 1932. Lihat juga Medan Rakyat, 20 Desember 1932, hlm. 1.
17 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Minangkabau yang digerakkan oleh kelompok intelektual Islam Sumatera Thawalib yang anti pmerintah dan anti adat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.22 Permi sebagai partai politik yang berlandaskan Islam dan kebangsaan kemudian berkembang dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ruang lingkupnya lebih luas dan memberikan kesempatan kepada seluruh ummat Islam Indonesia yang telah berumur 18 tahun ke atas menjadi anggota. Kedua, kerja keras para anggotanya untuk melebarkan sayap ke luar daerah Sumatera barat, terutama ke Tapanuli, Sumatera Timur, Aceh, Palembang, Bengkulu, dan lain-lain. Ketiga, hampir di semua daerah yang sudah ada Sumatera Thawalibnya, Permi sangat mudah berdiri karena mayoritas bekas murid Thawalib senang masuk Permi. Keempat, meningkatnya kesadaran politik masyarakat dan adanya Ordonansi Sekolah Liar. Kelima, Permi memberikan kesempatan yang sangat baik kepada kaum wanita untuk berperan penuh dalam segala kegiatannya. Keenam, diurus oleh tokoh-tokoh yang sudah berpengalaman memimpin organisasi berbagai golongan dan yang baru selesai belajar di luar negeri.23 Perkembangan Permi mencapai puncaknya pada akhir tahun 1932 dan pertengahan tahum 1933. Pada bulan 22
Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 272. Datuk Palimo Kayo, Dari Thawalib ke Permi (Padangpanjang: Yayasan Thawalib, 1970), hlm. 10-11; lihat juga Taufik Abdullah, op. cit., hlm. 131 dan 176. 23
Volume 03 Tahun 2013
januari 1933, sekitar 10.000 penduduk Minangkabau, 30 persen di antaranya wanita, tercatat sebagai anggota aktif Permi di berbagai cabang yang ada di Sumatera Barat. Jumlah cabang Permi pada bulan Juli 1933 tercatat lebih dari 200 cabang yang tersebar di 180 nagari.24 Di beberapa daerah dalam satu nagari kadang-kadang terdapat lebih dari satu cabang Permi. Melihat perkembangan Permi yang demikian pesat, pemerintah kemudian berusaha untuk membendungnya. Pengawasan terhadap sepak terjang Permi sebetrulnya sudah dilakukan semenjak Permi lahir. Pemerintah tahu benar bahwa Permi dikendalikan oleh tokohtokoh politik yang sebagian besar berasal dari Thawalib. Usaha yang dilakukan pemerintah untuk membendung perkembangan Permi di antaranya adalah dengan melakukan penangkapan, penahanan, dan pembuangan tokoh-tokoh Permi yang dianggap berbahaya. Kantor-kantor dan sekolah-sekolah Permi juga dijadikan sasaran penggeledahan oleh polisi kolonial. Sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Permi, terutama Perguruan Thawalib Padangpanjang, Darul Funun Abasi, Kursus Normaal Islam Puteri, dan Madrasah Tsanawiyah Bukittinggi, dianggap sebagai sumber agitasi politik Permi, sehingga sekolah-sekolah tersebut mengalami penggeledahan yang keras.25 Tindakan-tindakan keras ini secara lambat-laun berhasil mematikan 24 25
Ibid., hlm. 184-185. Mailrapport 1518 Geh/33, hlm. 4-5.
18 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Permi, karena semenjak itu Pemi tidak punya aktivitas yang berarti lagi. Pada tanggal 29 April 1936, Ratna Sari sebagai Ketua Pengurus Besar-nya pada waktu itu, mengedarkan pengumuman atas nama Pengurus Besar Permi kepada seluruh cabang dan anak cabang, anggota Permi, dan rakyat Indonesia pada umumnya. Ratna meminta pendapat mereka, apakah partai dibubarkan atau dihidupkan terus.26 Reaksi umum terhadap pengumuman ini secara garis besarnya terbagi dalam dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan supaya Permi dibubarkan saja, pendapat kedua mengatakan supaya Permi digabung dengan partai lain.27 Berdasarkan pendapat umum ini, Ratna Sari mengambil keputusan bahwa Permi dihidupkan terus. Permi tetap perlu ada dan jalan politik yang akan ditempuh ialah; menunda aksiaksi politik, menunjang usaha-usaha sosial, ekonomi, kebudayaan, dan agama untuk kemajuan bangsa. Untuk memperkokoh kembali susunan organisasi partai, masing-masing cabang bebas mengatur diri sendiri dan bertanggung jawab penuh, asal tidak menyimpang dari jalan yang telah ditetapkan. Keputusan ini ditetapkan Ratna Sari di Padang tanggal 10 Juli 1936.28 Akan tetapi, gerak hidup Permi semenjak itu sudah tidak ada lagi dan satu tahun kemudian, yaitu tanggal 18 Oktober 1937, organisasi ini bubar.29 26
Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 279. 27 Lihat Sinar Sumatera, No. 156, tanggal 14 Juli 1936, hlm. 1. 28 Ibid. 29 Burhanuddin Daya, loc. cit. Bukti pembubarannya tidak diperoleh, kemungkinan
Volume 03 Tahun 2013
B. Terbentuknya PMDS PMDS atau Persatuan Muridnurid Diniyah School merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari pemuda pelajar Diniyah School (DS) di seluruh Minangkabau. Terbentuknya PMDS adalah berkat dorongan Zainuddin Labay dan pimpinan Sumatera Thawalib agar murid-murid Diniyah School yang ada di seluruh Minangkabau dapat bersatu dalam suatu wadah perkumpulan, guna memupuk semangat persatuan sesama pelajar Islam. Latar belakang berdirinya PMDS berkaitan erat dengan perkembangan pesat yang dialami sekolah-sekolah Diniyah di Minangkabau. Perkembangan Diniyah School ini dimulai dengan Diniyah School yang didirikan oleh Zainuddin Labay El Yunusy di Padangpanjang. Perguruan tersebut banyak mnghasilkan guru sekolah model Diniyah School. Guruguru lulusan Diniyah School Padangpanjang ini kemudian banyak pula yang mengajar di tempat-tempat lain atau mendirikan Diniyah School pula di tempat asalnya masing-masing. Untuk menyatukan semua muridmurid Diniyah School di berbagai tempat ini, maka pada tanggal 18 Februari 1922 didirikanlah Persatuan Murid-murid Diniyah School di Padangpanjang.30 Pembentukan organisasi PMDS ini bertempat di besar bubar dengan sendirinya, tidak dibubarkan dan tidak pula menyatakan secara resmi membubarkan diri. 30 Kodrat Moeda, “Anggaran Dasar dan Tetangga Dari Persatoean Moerid-moerid Dinijah School” No. 2, tanggal 1 Januari 1933.
19 | H a l a m a n
Analisis Sejarah gedung Diniyah School oleh pelajarpelajar, antara lain Jured Luthan sebagai Ketua, Mukhtar Yahya sebagai Wakil Ketua, Tajuddin MS sebagai sekretaris, dan beberapa orang pembantu-pembantunya. Penasehat dan pelindung adalah Zainuddin Labay El Yunusy.31 Tujuan dibentuknya PMDS adalah untuk mempersatukan pelajarpelajar Islam dan memajukan pelajaran agama Islam serta tolongmenolong dalam masyarakat. Dalam “Statuten dari Perkoempoelan Moerid Dinijjah School”, disebutkan bahwa tujuan didirikannya perkumpulan ini adalah:32 Maksoed perkoempoelan ini akan memperhatikan perdjalanan jang berhubungan dengan DS, mentjegah perboeatan orang jang hendak meroesak DS, menoeroet pemandangan oemoem, mendjaga soepaya agama Islam djangan kemasoekan satoe tjelaan dan akan memadjoekan Islam sedjati dengan sekedar tenaga, djoega mentjari persaudaraan dan kemanoesiaan serta mempeladjari pengetahoean menoeroet alirannja zaman Setelah berdirinya Perguruan Diniyah Puteri pada tahun 1923 oleh Rahmah El Yunusiyah, organisasi PMDS mulai mengalami perubahan, yaitu menjadi dua bahagian, PMDS Putera dan PMDS Puteri. Pada tahun 1923 ini pulalah PMDS mulai menyebar ke seluruh perguruan31
Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padangpanjang (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), hlm. 85. 32 Soeara Moerid, “Statuten dari Perkoempoelan Moerid-moerid Dinijjah School”, No. 1. tanggal 1 Januari 1926.
Volume 03 Tahun 2013
perguruan Diniyah School yang ada di Minangkabau. Tokoh PMDS pada masa ini di antaranya ialah Rahmah El Yunusyah, Darwisah A.M., Jawana Basyir, Kamsanah, dan Jamaliah Latif pada bagian puteri, sedangkan pada bagian putera di antaranya ialah M. Yatim Latief, Jamaluddin Ibrahim, Djamaluddin Basyir, dan Djamarin.33 Untuk lebih mendekatkan diri sesama anggota, para pelajar sekolah agama yang tergabung dalam PMDS ini kemudian menerbitkan sebuah majalah dengan nama Tunas Diniyah.34 Majalah inilah yang menjadi alat komunikasi antar-pelajar yang tergabung dalam PMDS. Pada tahun 1926 Padangpanjang dilanda gempa bumi yang dahsyat, sehingga banyak pelajar Diniyah Puteri yang pulang ke kampung halaman masing-masing. Di samping musibah gempa bumi, pada tahun 1926 ini juga meletuslah pemberontakan kaum komunis di Silungkang dan Sawahlunto. Akibat pemberontakan kaum komunis ini banyak anggota PMDS yang kena fitnah, bahwa organisasi ini ikut berpolitik sehingga banyak anggotanya yang ditangkap. Salah seorang pengurus PMDS yang kena fitnah dan dituduh ikut dalam pemberontakan tersebut ialah Ayun Sabiran yang kemudian dibuang ke Digul.35 Di samping itu ada pula sebagian di antara mereka yang dituduh ini melarikan diri ke luar negeri, yaitu ke Semenanjung Malaya dan Singapura. Di antara mereka yang melarikan diri 33
Peringatan 55 Tahun ..., loc, cit. Ibid., hlm. 84. 35 Ibid., hlm. 85. 34
20 | H a l a m a n
Analisis Sejarah itu ialah Djamaluddin Ibrahim, Amir Khan, dan Jured Luthan.36 Akibat lanjut dari Pemberontakan Silungkang ialah, Belanda menghancurkan setiap pergerakan nasional di Minangkabau dan menghantam setiap gerakan apa saja di tanah air. Keadaan ini menyebabkan Padangpanjang terlihat seperti kota yang kalah perang, namun meski pun demikian keberadaan Perguruan Diniyah School dan juga Sumatera Thawalib menjadikan Padangpanjang kembali berangsurangsur ramai didatangi para pelajar dari seluruh Minangkabau bahkan dari daerah-daerah lain termasuk dari Semenanjung Malaya. Pada akhir bulan Juli 1927, pasca pemberontakan, bertempat di ruangan Perguruan Diniyah School di Pasar Usang berkumpullah beberapa pelajar yang pernah aktif dalam organisasi PMDS. Mereka yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain adalah M. Yunus Kocek yang berasal Kocek yang berasal dari Sinabang Aceh, Leon Salim dari Payakumbuh, Hasanuddin Yunus dari Sungaipuar, Hasanuddin Arif dari Telukbetung Lampung, Luthan Gani dari Maninjau, H. Damanhuri dari Payakumbuh, Mahyuddin Tonex dari Pariaman, Asasuddin Kimin dari Singkel Aceh, A. Murad Dt. Putih dari Sungai Puar, Jamhur Kahar dari Sibolga, dan Danil Sulaiman dari Bengkulu.37
Volume 03 Tahun 2013
Hasil pertemuan tersebut memutuskan untuk mengaktifkan kembali organisasi PMDS, serta untuk mengaktifkan kembali organisasi PMDS, serta untuk menghindarkan diri dari ketakutan akibat pemberontakan komunis. Mereka harus beramai-ramai berkumpul dan untuk itu diadakanlah klub musik. Akhir dari pertemuan itu menghasilkan sumpah atau ikrar dari seluruh yang hadir. Bunyi sumpah tersebut ialah: “Dengan nama Allah SWT, kami bersumpah dengan segala daya upaya serta jalan yang bagaimanapun, kami akan meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa kami”.38 Organisasi PMDS setelah terjadinya gempa bumi dan pemberontakan Komunis di Silungkang, mengalami kemajuan yang sangat berarti. PMDS setelah periode tersebut telah berhasil membentuk pertemuan dari seluruh cabang-cabang organisasi PMDS yang ada di seluruh Minangkabau, baik cabang bagian putera maupun bagian puteri. Dari pertemuan ini dibentuklah Pengurus Besar kedua PMDS periode 1928/1929 dan periode 1929/1930. Yang menjabat sebagai Ketua adalah Munir Rahimi, Wakil Ketua Dahniar Zainuddin, Penulis (Sekretaris) Baheramsyah Tamin, Bendahari merangkap anggota Nurlela M.E., dan sebagai anggota adalah Tinur Latief, Luthan Gani, dan H. Damanhuri.39 Dalam pertemuan tersebut juga
36
Sejarah Ringkas Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS), (Padangpanjang: Pengurus Perguruan Diniyah Puteri, 1978/1979), hlm. 1. 37 Leon Salim, Manuskrip. Bagian II, tanpa tahun.
38
Ibid.
39
Leon Salim, “Gerakan Pemuda/Kepanduan Sekitar Diniyah School”, dalam Pringatan 55 Tahun ..., op. cit., hlm. 238/
21 | H a l a m a n
Analisis Sejarah diputuskan bahwa dalam lingkungan PMDS akan dibentuk suatu organisasi kepanduan yang ditugaskan kepada M. Yunus Kocek dan Leon Salim. Pada tahun berikutnya gerakan PMDS sudah semakin menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat. Organisasi ini tidak lagi dipandang sebagai gerakan murid-murid oleh Pemerintah Belanda, melainkan sebagai gerakan pemuda yang menjelang dewasa. Pada tahun ini (untuk periode 1930/1931) Pengurus Besar OMDS terdiri dari Leon Salim (Ketua), Dahliar Zainuddin (Wakil Ketua), Baheramsyah Tamin (Penulis), Nurlela M.E. (Bendahari), Timur Latief (Komisaris I), Dinar Sulaiman (Komisaris II), Hasanuddin Yunus (Komisaris III), Sultan A.S. (Komisaris IV), dan Said Marzuki (Komisaris V).40 Pada kongres tahun 1931, semua Pengurus Besar periode 1930/1931 terpilih lagi menjadi Pengurus Besar 1931/1932. Pada masa ini tercatat gerakan pemuda semakin berani, keluar masuk penjara bagi mereka merupakan hal yna biasa. Mereka dipenjarakan karena dituduh melanggar Undang-undang Demontrasi, Undang-undang Pers, Undang-undang Penyiaran, dan peraturan-peraturan lainnya. Mereka yang dipenjarakan tersebut di antaranya ialah Danil Sulaiman, A. Muluk Naans, Halim C.I.I., Uzer Hayat, Zamzami Kimin, dan Rasyidin Umi. Asisten Residen Belanda di Padangpanjang pada waktu itu, Van der Meulen secara tegas menyatakan bahwa hampir semua gejala yang tidak
Volume 03 Tahun 2013
baik di Sumatera Barat yang terjadi pada waktu itu berpangkal pada PMDS. Namanya saja yang “muridmurid”, namun inti dan akibatnya sangat berbahaya. Apalagi pada waktu itu hampir semua daerah di Minangkabau telah berdiri cabang PMDS.41 Periode tahun 1932/1933 dan periode 1933/1934 yang menjadi pengurus besar PMDS adalah Zamzami Kimin (Ketua), Dahniar Zainuddin (Wakil Ketua), Abdul Muluk Naans (Penulis), Nurlela M.E. (Bendahari), Dinar Sulaiman (Anggota I), Sultan A.S. (Anggota II), A.M. Nazaruddin (Anggota III), Syarif Gani (Anggota IV), dan Nursiah S.B. (Anggota V).42 Selanjutnya pada periode 1934/1935 Pengurus Besar PMDS terdiri dari Abdul Muluk Naans (Ketua), Nursiah S.B. (Wakil Ketua), Salim Yakoub (Penulis), Nurma M.S. (Bendahari), A.M. Nazaruddin (Anggota I), Nazaruddin (Anggota II), Kalsum Yunus (Anggota III), Nurlela M.E. (Anggota IV), dan Zamzami Kimin (Anggota V).43 Pemerintah Belanda semakin menekan keberadaan organisasi PMDS dengan mengancam, menahan, dan membatasi gerak anggota organisasi tersebut. Tindakan yang dilakukan Pemerintah Belanda di antaranya ialah penahanan terhadap Zamzami Kimin sebagai pemimpin redaksi (Penanggung Jawab) suratkabar PMDS bernama Kodrat Moeda, dihadapkan ke muka Landraad 41
Ibid., hlm. 240. Ibid., hlm. 241. 43 Ibid. 42
40
Ibid., hlm. 240.
22 | H a l a m a n
Analisis Sejarah (pengadilan) Padangpanjang dengan tuduhan telah melakukan klachtdelict (pencemaran nama baik) terhadap penghulu-penghulu Nagari Paninjauan melalui suatu artikel yang dimuat dalam suratkabar bulanan tersebut. Zamzami Kimin sebagai Pimpinan Redaksi kemudian dijatuhkan hukuman dua bulan penjara.44 Sementara itu PMDS putra-putri Padangpanjang sendiri juga menerbitkan suratkabar Kendali Muda yang dipimpin oleh Halim C.I.I. Aktivitas atau kgiatan PMDS yang dilakukan di Padangpanjang di antaranya adalah melatih para pelajar Diniyah School untuk dapat ikut serta dalam perjuangan menghadapi penjajahan Belanda dan tantangan dari Kaum Adat. Kegiatan ini didorong oleh semangat dan jiwa muda para pengikutnya dalam mencapai tujuan organisasi dan memajukan anggotanya dalam hidup bermasyarakat. Pada tahap awal perkembangannya, PMDS lebih banyak bergerak dalam usaha untuk memajukan perkumpulan dan pelajaran agama Islam. Pada perkembangan berikutnya PMDS juga bergerak dalam bidang kesenian, 45 44
Zamzami Kimin, “Sekelumit Kenang-kenangan terhadap Aktivitas Mendiang Kak Rahmah El Yunusiyah (19001969)”, dalam Peringatan 55 Tahun ..., op. cit., hlm. 246. 45 Aktivitas PMDS dalam bidang kesenian di antaranya adalah dengan melatih para anggotanya memainkan gitar, biola, piano, terompet, banjo, genderang, dan lainlain yang dipimpin oleh M. Yunus Kocek. Lihat Boekoe Peringatan 15 Tahoen Dinijjah School Poeteri Padang Pandjang (Padangpanjang: Dinijjah School Poeteri, 1938), hlm. 15.
Volume 03 Tahun 2013
kepanduan,46 suratkabar.47
dan
penerbitan
C. Organisasi Muhammadiyah Sebuah organisasi sosial Islam yang terpenting di Indonesia masa kolonial adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo48 untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan 46
Aktivitas PMDS dalam bidang kepanduan dilakukan dengan bergabung bersama Sumatera Thawalib membentuk Kepanduan El-Hilal yang artinya Bulan Sabit. Kepanduan ini dipimpin oleh M. Yunus Kocek (Ketua), Leon Salim (Penulis), dan A. Gafar Ismael (Komisaris Umum). Lihat Leon Salim, Manuskrip, Bag. III, tanpa tahun. 47 Aktivitas PMDS dalam penerbitan suratkabar di antaranya adalah dengan menerbitkan suratkabar bulanan yang pertama dengan nama Tunas Diniyah pada tahun 1924 yang kemudian berganti nama menjadi surat kabat Soeara Moerid pada tahun 1926. Suratkabar ini dipimpin oleh Ayun Sabiran sebagai redaktur dan Mukhtar Yahya sebagai pembantu. Lihat Soeara Moerid, “Pembuka Kata”, No. 1, tanggal 1 Januari 1926. 48 Budi Utomo didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo dan beberapa orang mahasiswa dari sekolah dokter. Tanggal berdiri Budi Utomo dianggap sebagai Hari Kebangkitan Nasional oleh bangsa Indonesia meskipun organisasi ini pada dasarnya hanya merupakan suatu organisasi priyayi Jawa yang mempergunakan bahasa Melayu sebagai bahasa resminya. Lihat M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Terj. Dharmono Hardjowidjono), (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), hlm. 249-250.
23 | H a l a m a n
Analisis Sejarah nama Muhammad Darwis, anak Kyai Haji Abubakar bin Kyai Sulaiman yang menjabat sebagai khatib di Masjid Sultan Yogyakarta. Ibunya adalah anak Haji Ibrahim, seorang pnghulu. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam bidang nahu, fiqhi, dan tafsir di Yogyakarta, pada tahun 1890 ia berangkat ke Mekkah dan belajar di sana selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib, ulama terkenal yang berasal dari Minangkabau. Pada tahun 1903 Ahmad Dahlan kembali ke tanah suci dan menetap di sana selama dua tahun.49 Pada tahun 1909, Ahmad Dahlan memasuki organisasi Budi Utomo dengan maksud memberikan pelajaran agama kepada anggotaanggotnya. Dengan jalan ini ia berharap dapat akhirnya memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah pemerintah, karena sebagian besar anggota Budi Utomo bekrja di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah dan juga di kantor-kantor pemerintahan. Harapannya adalah supaya guru-guru sekolah yang diajarnya itu meneruskan isi pelajarannya pula kepada murid-murid mereka. Pelajaran yang diberikan oleh Ahmad Dahlan ternyata mendapat sambutan yang baik dari anggotaanggota Budi Utomo,50 sebagaimana 49
Deliar Noer, op. cit., hlm. 85. Keanggotaan Budi Utomo juga meliputi orang-orang Kauman seperti Haji Sudjak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisjam, Haji Sjarkawi, dan haji Abdul Gani. Semuanya adalah tokoh-tokoh penting dalam Muhammadiyah. Lihat Deliar Noer, ibid., hlm. 86. 50
Volume 03 Tahun 2013
terbukti dari saran mereka agar ia membuka sebuah sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen untuk menghindarkan nasib kebanyakan pesantren tradisional yang terpaksa ditutup apabila pemimpin atau kyai-nya meninggal dunia. Atas saran para anggota Budi Utomo ini, Ahmad Dahlan pun akhirnya mendirikan suatu organisasi untuk mewujudkan cita-citanya tersebut. Organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini kemudian diberi nama Muhammadiyah. Tanggal berdirinya adalah 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini bertujuan untuk menyebarkan ajaran Nabi Besar Muhammad SAW kepada penduduk pribumi, memajukan agama Islam kepada anggota-anggotanya, dan sebagai usaha untuk melawan agama Kristen dan ketakhayulanketakhayulan lokal.51 Untuk mencapai tujuan tersebut, didirikanlah lembagalembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjidmasjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-suratkabar, dan majalah-majalah.52 Pada mulanya Muhammadiyah hanya berkembang secara lamban. Organisasi ini ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru Islam gaya lama di desa-desa, hierarkihierarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh komunitas-
51
Ibid.; M.C. Ricklefs, op. cit., hlm. 259. L. Stoddard, Dunia Baru Islam (Jakarta: Gunung Agung, 1996), hlm. 318-330. 52
24 | H a l a m a n
Analisis Sejarah komunitas orang saleh yang menolak ide-ide Islam modern. Sekitar tahun 1920-an barulah terjadi perluasan Muhammadiyah ke luar Yogyakarta. Dalam beberapa tempat kehadiran pedagang-pedagang Minangkabau yang telah terpengaruh oleh gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau sendiri, merupakan bantuan yang sangat berguna bagi prkembangan Muhammadiyah. Organisasi Nurul Islam yang didirikan oleh pedagang-pedagang Minangkabau di Pekalongan kemudian diubah menjadi sebuah cabang Muhammadiyah. Daerah Surabaya pun telah mengenal dan tertarik kepada pemikiran-pemikiran yang diajarkan Muhammadiyah adalah berkat hasil usaha seorang pedagang asal Minangkabau bernama Pakih Hasyim, yang dikenal sebagai ulama Padang.53 Ia merupakan salah seorang bekas murid Haji Abdul Karim Amrullah , ulama terkenal di Minangkabau. Cabang Muhammadiyah Surabaya yang didirikan berkat inisiatif ulama-ulama setempat, seperti Kyai Haji Mas Mansur yang akhirnya menjadi Ketua Umum dari organisasi ini, mendapatkan tanah yang subur di kalangan para pengikut Pakih Hasyim. Mudah dimengerti bahwa cabang utama Muhammadiyah yang pertama di luar Jawa didirikan di Minangkabau. Meskipun pada waktu itu ada juga satu sekolah Muhammadiyah di Medan, tetapi
Volume 03 Tahun 2013
belum ada artinya. Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah) yang tertarik dengan kegiatan Muhammadiyah dalam lawatannya mengunjungi tanah Jawa pada tahun 1925 berpikir pula untuk mendirikan organisasi serupa di Minangkabau. Setelah pulang pada tahun itu juga, beliau segera menganjurkan agar organisasi yang sebelumnya sudah berdiri di tempat asalnya Sungaibatang Tanjungsani (sebuah desa di tepi Danau Maninjau) atas anjurannya, yaitu Sendi Aman Tiang Selamat segera ditukar namanya menjadi Muhammadiyah meskipun Haji Rasul sendiri tidak mau menjadi anggota Muhammadiyah.54 Dari Sungaibatang Muhammadiyah kemudian menyebar ke seluruh Minangkabau atas bantuan bekas murid-murid Haji Rasul yang bertebaran di seluruh Minangkabau. Padangpanjang sebagai tempat awal pembaharuan yang terjadi dalam pendidikan agama Islam di Minangkabau pun tak luput dari pengaruh paham Muhammadiyah. Haji Rasul sendiri yang pada waktu itu sudah menetap di Padangpanjang sering dikunjungi oleh A.R. Sutan Mansur (menantunya) dan bersamasama memberikan pengajian di Surau Jembatan Besi. Kelompok pengajian ini akhirnya beliau jadikan sebagai cabang Muhammadiyah Padangpanjang yang diresmikan pada tanggal 2 Juni 1926 dengan ketuanya Buya Sa’alah Yusuf Sutan Man gkuto dari Pitalah dan berkantor di rumah bekas Hotel Merapi di
53
Masyarakat Indonesia di luar etnis Minangkabau sering menganggap semua orang Minangkabau sebagai orang Padang, walaupun tidak berasal dari Padang.
54
Hamka, op. cit., hlm. 183.
25 | H a l a m a n
Analisis Sejarah Gugukmalintang.55 Rumah tersebut disewa dari mpemiliknya Nyonya Yohannes Paulus Stephannus Roks dan baru pada tanggal 1 Juli 1929 dapat dibeli dengan harga f 450.00. Mulanya usaha memperkenalkan Muhammadiyah ke Padangpanjang dan tempat-tempat lainnya di Minangkabau mendapat tantangan yang keras dari pihak Sumatera Thawalib yang telah dipengaruhi oleh orang-orang komunis. Pada waktu itu, mulai tahun 1922 sampai masa penghancuran komunisme oleh Belanda di Minangkabau, Sumatera Thawalib berada di bawah pengaruh komunisme, dalam pengertian sikap yang radikal terhadap Belanda, bukan merupakan suatu ideologi yang berdasar historis materialisme atau anti tuhan. Perkembangan ini menyebabkan tumbuhnya dua golongan dalam Thawalib, yaitu yang pro dan bergabung dengan pihak komunis dalam berjuang menghadapi Belanda, serta yang mengakui diri mereka yang termasuk dalam lingkungan gerakan komunis di satu pihak, dan golongan lain yang anti komunis. Golongan anti komunis ini membatasi kegiatan mereka pada perjuangan pembaharuan pendidikan tanpa mempersoalkan kedudukan Belanda di Indonesia, sekurangkurangnya tidak terlalu terbuka. Sampai tahun 1927 golongan pro komunis mempunyai pengaruh yang lebih besar di Sumatera Thawalib, sehingga Haji Rasul sebagai salah 55
Laporan Perkembangan Madrasah Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah Padangpanjang Sumatera Barat (Padangpanjang: Perguruan Muhammadiyah Kauman Padangpanjang), hlm. 1.
Volume 03 Tahun 2013
seorang pendiri Sumatera Thawalib merasa sangat kecewa dan memutuskan untuk keluar dan berhenti mengajar di lembaga tersebut, walaupun kemudian lembaga tersebut telah bersih dari unsur-unsur komunis. Salah satu alasan Haji Rasul memperkenalkan Muhammadiyah di daerah kelahirannya pada tahun 1925 adalah berdasarkan pada keyakinannya bahwa Thawalib sebagai suatu organisasi telah tidak dapat ditolong lagi. Atas alasan ini pulalah hubungan antara Muhammadiyah dan Thawalib di Minangkabau dingin saja sesudah tahun 1927, walaupun dalam masalahmasalah agama kedua organisasi ini sebenarnya sepaham.56 Muhammadiyah yang membina pendidikan umum dengan sistem metode pendidikan Barat telah menarik minat kaum cerdik pandai Sumatera Barat, sehingga banyak pula mereka yang ikut menunjangnya. Muhammadiyah Sumatera Barat menjadi sangat berbeda dengan pusatnya setelah banyaknya orang Thawalib yang sudah menjadi anggota Sarekat Rakyat beraliran komunis masuk Muhammadiyah untuk menyelidiki dan mempengaruhinya dari dalam.57 Usaha ini berhasil. Sikap radikal Thawalib terhadap Belanda akhirnya tumbuh pula dalam Muhammadiyah. Belanda pun 56
Sebab lain renggangnya hubungan antara Muhammadiyah dan Thawalib terlalu banyak turut campur dalam urusan politik, sementara itu pihak Thawalib mengecam pihak Muhammadiyah yang kurang memperdulikan masalah politik. Lihat Deliar Noer, op. cit., hlm. 89. 57 Lihat Hamka, op. cit., hlm. 150.
26 | H a l a m a n
Analisis Sejarah kemudian menganggap Muhammadiyah di Minangkabau merupakan organisasi yang bertendensi politik dan berbahaya. Dari mulut orang Muhammadiyah seringkali terdengar kata-kata kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme yang ditujukan kepada Belanda.58 Akibatnya mereka tidak bebas bergerak, selalu diawasi, dicurigai, dan dihalangi. Berbagaibagai tindakan diberlakukan terhadap unsur Muhammadiyah. D. Perkembangan Pers Daerah Kemunculan dan perkembangan pers59 yang dikelola Bumiputera pada masa pergerakan nasional tidak lepas dari peranan tokoh-tokoh itu sendiri. Sejalan dengan perkembangan 58
Mailrapport 360/32. Arends, asisten residen Padangpanjang pernah mendengar seorang pemuda berbicara tentang kapitalisme dengan kawannya. Ketika ditanyakan arti dari kapitalisme, pemuda tersebut menjawab, kapitalisme adalah orang yang memeras dan menghisap darah orang lain. Lihat Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 313. 59 Istilah pers yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Press, mempunyai pengertian luas dan sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau gagasan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan pada produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti suratkabar, majalah, tabloid, dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Pers yang dimaksudkan dalam tesis ini adalah pers dalam pengertian sempit. Keterangan mengenai pers lebih lanjut lihat F. Rachmadi, Perbandingan Sistem Pers: Analisis Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 9-10.
Volume 03 Tahun 2013
pendidikan dan pergerakan nasional maka pers sebagai salah satu instrumen penting dalam menumbuhkan kesadaran nasional juga bermunculan di Minangkabau, termasuk Padangpanjang. Pergerakan nasional dan pers pribumi merupakan dua hal yang hidup berdampingan secara simbiotik, terdapat saling ketergantungan secara organik, yang satu sulit untuk mempertahankan eksistensinya tanpa yang lain.60 Salah satu fungsi yang diemban oleh pers adalah mensosialisasikan cita-cita dan perjuangan pergerakan kepada rakyat. Hal ini penting mengingat pers bersifat kontinyu dan intensif sehingga penanaman kesadarn tersebut dapat lbih intensif, walaupun tentunya tidak dapat dihindari adanya segmentasi menurut aliran dan kepentingan politik masing-masing pergerakan atau kelompok. Berbagai majlah yang terbit di Padangpanjang dekade awal abad XX seiring dengan kemajuan pendidikan yang dicapai masyarakat dan merebaknya paham nasionalis ialah Al-Munir, Boedi Tjaniago, Kodrat Moeda, Tunas Diniyah, Soeara Moerid, Al-Imam, Semangat Moeda, Kendali Moeda, dan Darah Moeda. Di kota-kota lain di Minangkabau bermunculan pula majalah-majalah yang merupakan alat propaganda Kaum Islam modernis untuk mengemukakan ide-ide mereka kepada masyarakat dalam bidang pembaharuan agama Islam dan untuk 60
Ulrich Kratz, “Peranan Pers dalam Revolusi” dalam Collind Wild dan Peter Corey, Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah (Jakarta: Gramedia, 1986), hlm. 51.
27 | H a l a m a n
Analisis Sejarah menyuarakan kebebasan. Majalahmajalah tersebut ialah.61 Padang: Al-Munir, Sarikat Oesaha, Adabiah, Fadjar, Bakti, Al-Ittifaq walIftiraq, Medan Ra’jat, Maha Raja, Tani, Moeslimin Hindia, Islam, dan Raja. Bukittinggi : Perdamaian, Penerangan Islam, Al-Bajan, Minangkabau Bergerak, Al-Rad wa al-Wardud, Al-Islam, Djauharah, Kemala Bestari, Kebenaran, Al-Ma’arif, Sedjahtera, Soeara Moehammadiah, Aboean Goeroe, Soeloeh Saoedagar, Soearti, dan Medan Ra’jat Merdeka. Kotogadang : Soenting Melajoe, AlSjarq, Soeara Kaoem Iboe, Barito Koto Gadang, dan Saudara Hindia. Maninjau: Al-Mizan, Al-Basjir wa alNadzir, dan Al-Itgan.. Payakumbuh: Al-Falah, Al-Djihad, Barisan Kita, dan Batoe Oejian. Batusangkar: Soeara Moeslimin, Noeroel Jakin, dan Insaf. Sulit-air: Al-Moenawwarah. Solok: Soeloeh Moeslimin. Pariaman: Al-Noer. Lain-lain: Pertahanan Islam, Pewarta Islam, Berita Kemadjoean, Al-Chotbah, AlIshlah, Al-Huda, Bahtera Sama, Al-Noer Boeat Amal, Soeloeh Agama, El-Adab, Kemadjuan Masjarakat, Kebenaran, Benih Pengetahoean, Doenia Acherat, Loeroes, Masjarakat, Pemandangan Islam, Pertimbangan, Petir, Sinar Merdeka, Sinar Soematra (suratkabar terbit tahun 1914), Soeara Boemi Poetra, Soeara Islam, Soeara Minang, dan Soematra Bergerak. Majalah-majalah atau suratkabar yang disebutkan di atas pada umumnya tidak berumur panjang. Yang 61
122.
Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 121-
Volume 03 Tahun 2013
terpanjang di antaranya adalah AlMunir yang terbit pertama kali tahun 1911 sebagai suratkabar dua-mingguan di Padang (kemudian Padangpanjang). Al-Munir (Penerangan) dianggap sebagai majalah Islam modern kaum pembaharu yang pertama-tama di Indonesia.62 Majalah-majalah yang terbit di Padangpanjang dan berhubungan dengan masalah pendidikan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Al-Munir Majalah ini diterbitkan oleh perguruan Sumatera Thawalib pada tahun 1918 seiring dengan berdirinya perguruan tersebut dan merupakan kelanjutan dari majalah serupa yang terbit di Padang dua kali seminggu dari tahun 1911 sampai tahun 1916.63 Tujuannya adalah memajukan Bumiputera dalam mencari agama yang lurus dan beritikad yang betul, menambah pngetahuan yang berguna, dan sebagai sumber nafkah tambahan supaya sentosa pula mengerjakan suruhan agama. Di samping itu majalah ini juga bertujuan untuk mempertahankan Islam terhadap segala tuduhan dan salah sangka.64 Majalah duamingguan ini memuat artikel yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pembacanya. Jenis artikel ini mencakup masalah agama 62
M.C. Ricklefs, op. cit., hlm. 258; Burhanuddin Daya, op. cit., hlm. 122. 63 Edwar (ed.(, Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat (Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981), hlm. 192. 64 Al-Munir, No. 1, Th. I, tanggal 1 April 1911, hlm. 5.
28 | H a l a m a n
Analisis Sejarah (seperti perlunya beragama), biografi Nabi Muhammad SAW, pengertian tentang mazhab, perlunya hisab dibandingkan dengan ru’yah, dan masalah duniawi, seperti misalnya kegunaan suratkabar dan majalah, kegunaan organisasi, serta kejadiankejadian di luar negeri, terutama di Timur Tengah. Ada juga terdapat artikel-artikel yang lebih dalam sifatnya, yaitu yang filosofis tetapi masih berkisar pada persoalan agama juga, seperti soal tauhid. Zainuddin labay El Yunusy merupakan salah seorang yang rajin menulis dalam artikel-artikel yang dimuat dalam majalah Al-Munir ini. Setelah Al-Munir diterbitkan di Padangpanjang, Zainuddin diangkat sebagai “Raisut Tahrir” atau Ketua dewan redaksi majalah itu. Dalam asuhannya majalah ini menglami kemajuan yang amat pesat. Bahkan Buya Hamka (seorang ulama, sejarawan, sastrawan, dan putra dari Haji Abdul Karim Amrullah, salah seorang pendiri Sumatera Thawalib) pada masa remajanya memperoleh banyak pelajaran dan pengalaman mengarang dari Zainuddin Labay. 2. Tunas Diniyah Majalah ini yang terbit pertama kali pada tahun 1924 sebagai majalah bulanan oleh PMDS (Persatuan Murid-murid Diniyah School) dengan tujuan untuk lebih mendekatkan diri di antara sesama anggotanya.65 Merupakan suatu hal yang luar biasa pada masa itu, suatu perserikatan dapat menerbitkan sebuah majalah. Majalah yang diterbitkan ini berfungsi
Volume 03 Tahun 2013
sebagai alat komunikasi antarpelajar PMDS, tempat melatih diri untuk melakukan daya kreasi dan sebagai media tambahan pelajaran tambahan karena juga diisi oleh guru-guru dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan umum lainnya. 3. Soeara Moerid Terbit pertama kali pada hari Jum’at tanggal 1 Januari 1926. Majalah ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari majalah bulanan Tunas Diniyah yang dipimpin oleh redaktur Ayun Sabiran dan pembantu Mochtar Jahjah.66 Penerbitan perdana Soeara Moerid mendapat sambutan baik dari pemudapemuda PMDS. Dengan adanya majalah ini, mereka dapat menuangkan ide-ide mereka dalam bentuk tulisan sebagai upaya untuk membangkitkan jiwa semangat perjuangan pergerakan nasional Indonesia, akibat penindasan yang dilakukan oleh Belanda. Suratkabar Soeara Moerid juga memuat tentang Statuten (Anggaran Dasar) dari perkumpulan PMDS. Ketika terjadi pemberontakan Komunis di Silungkang dan Sawahlunto pada akhir tahun 1926, Belanda mengambil tindakan keras terhadap semua organisasi pergerakan Indonesia dengan membubarkan dan menangkap tokoh-tokohnya. Sebagian dari anggota PMDS juga ditangkap Belanda dengan tuduhan terlibat kegiatan organisasi politik. Pemimpin Soeara Moerid, Ayun Sabiran, sebagaimana telah disebutkan di 66
65
Leon Salim, op. cit., hlm. 237.
Soeara Moerid, “Pembuka Kata”, No. 1, tanggal 1 Januari 1926.
29 | H a l a m a n
Analisis Sejarah muka, ditangkap dan dibuang ke Digul oleh Pemerintah Belanda,67 yang berakibat penerbitan Soeara Moerid ditutup. 4. Kodrat Moeda Diterbitkan pertama kali pada tanggal 1 Desember 1932. Majalah ini merupakan realisasi dari Kongres PMDS yang diadakan pada bulan Juli 1932 di Padangpanjang. Dalam kongres ini, semua anggota PMDS dengan suara bulat meminta supaya pengurus PMDS menerbitkan sebuah majalah sebagai pengganti Soeara Moerid. Akhirnya disepakati bahwa majalah yang akan diterbitkan tersebut diberi nama Kodrat Moeda. Sebagai pimpinannya adalah Damanhoeri Djamil dan Leon Salim.68 Pada nomor perdananya pada bagian pembukaan dituliskan sebagai berikut. Kodrat Moeda hari ini lahir ke tengah-tengah pergerakan pemoeda kita, pemoeda Indonesia yang telah sadar dari bangoen, bangoen bukan karena waktoe njanjian pagi, hanja bangoen lantaran nasib. Kebangoenan jang didorong oleh darah moeda, darah moeda yang masih hangat dan baroe yang mengalir di dalam dada ...69 Dalam penerbitan selanjutnya, pemberitaan dalam suratkabar Kodrat Moeda semakin hari semakin panas karena tingginya semangat juang pemuda-pemuda pergerakan Indonesia dalam menghadapi penjajahan
Volume 03 Tahun 2013
Belanda. Tokoh-tokoh PMDS mengumpamakan Belanda sebagai kapitalis-kapitalis yang harus diusir dari bumi Indonesia.70 Periode selanjutnya suratkabar Kodrat Moeda dipimpin oleh Zamzami Kimin dan A. Muluk Naan. Pada periode ini pemerintah Belanda semakin mempersulit ruang gerak pemuda-pemuda PMDS dengan jalan menangkap dan menahan para pejuang pergerakan Indonesia tersebut, di antaranya penangkapan terhadap pemimpin redaksi suratkabar Kodrat Moeda, Zamzami Kimin, pada bulan Agustus 1934 dengan tuduhan membuat artikel yang berisi penghinaan terhadap penghulupenghulu Nagari Paninjauan. Hukuman yang diputuskan oleh Landraad (pengadilan) Padangpanjang untuk Zamzami Kimin adalah dua bulan penjara.71 5 Kendali Moeda Suratkabar Kendali Moeda ini diterbitkan oleh PMDS Putra-putri cabang Padangpanjang dengan 72 pimpinan Halim C.I.I. Tidak diperoleh keterangan lebih lanjut mengenai suratkabar ini. 6. Boedi Tjaniago Majalah ini diterbitkan pertama kali pada tanggal 1 Januari 1922 oleh Perserikatan anak negeri Bukitsurungan Padangpanjang. Pemimpin majalah ini adalah Bagindo Tan Emas dan sebagai administrateur
67
Sejarah Ringkas Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) ..., op. cit., hlm. 1. 68 Kodrat Moeda, “Lahirnya Kodrat Moeda”, No. 1, tanggal 1 Desember 1932. 69 Ibid.
70
Kodrat Moeda, “Kapital, Kapitalist”, No. 4, tanggal 1 Maret 1933. 71 Zamzami Kimin, op. cit., hlm. 246. 72 Ibid.
30 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
adalah Datoek Tan Madjo Lelo. Pendiri majalah Boedi Tjaniago adalah Datoek Rajo nan Kajo , Datoek Tan Madjo Lelo, Bagindo Tan Emas, Rasad Soetan Madjo Lelo, Abdullah Soetan Suleman, Datoek Madjo nan Sati Saudagar, Soetan Mangkuto Saudagar, Soetan Batoeah Assistent post, Datoek Rangkajo Moelia, dan Soetan Mangkoeto Besar.73 Majalah ini terbit dua kali dalam sebulan dengan harga langganan f 3,setahun dan harga eceran 12,5 sen. Kantor redaksi terletak di Batutinggi, dekat Jembatan Besi Padangpanjang. Majalah ini membicarakan masalah adat, agama, pendidikan, dan pergerakan nasional menuju Hindia merdeka.
73
Boedi Tjaniago, No. 1, Th. I, tanggal 1 Januari 1922, hlm. 2.
31 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
DAFTAR PUSTAKA A. Dokumen Asal Terjadinya Kota Padangpanjang. Dokumen, Tanggal 20 Juni 1920. “Extract uit het Register der Handelingen en Resolutien van den Gouverneur Generaal in Rade 4 November 1923”, Arsip Nasional, SWK, No. 143. Gewestelijk Bestuur, Bezittingen Buiten Java and Madura. Sumatra’s Westkust, 1917. “Instructie voor den Assistent Resident van de Afdeeling der Padangsche Bovenlanden”. Arsip Nasional, SWK, No. 143. M. Arif St. Malano Sati, “ Ranji Suku Adat Koto Baranam Nagari Gunung. Kampung Koto, Kampung Jambak Padangpanjang, Dokumen Pribadi. 1991. “Memorie van Overgave, Ph. J. Van der Meulen, Assistent Resident Tanah Datar, 1 Mei 1931”, Koleksi ANRI. Kolonial Verslag 1907. “Provissioneel Reglement op het Binenlandsch Bestuur in dat der Financien de Residentie Padang en Onder Hoorigheden” Arsip Nasional, SWK, No. 143. Staatsblad No. 125, Tahun 1893. Staatsblad No. 181, Tahun 1888. Staatsblad No. 418, Tahun 1905. Staatsblad van Nederlandsch-Indië. No. 762, Tanggal 14 Desember 1914. “Tijdschrift voor het Binnenlandsch Bestuur”, Achtste Deel. Batavia: ‘S Gravenhage, 1893. Uitkosten der in de Maand November 1920 Gehouden Volkstelling Deel II: Tabellen. Batavia: Drukkerijn Ruygrok en CO, 1922. “Verbezerde opgave 1880 van het Zidental in de Residentie Padangsche Bovenlanden onder Ultimo 1880”, Arsip Nasional, SWK, No. 143. Verslag, van de Openbare Vergadering der Sumatra Thawalib Gehouden te Fort van der Capellen op Weensdagmiddag, 22 Mei 1929, Mailrapport, No. 582 X/29, ANRI No. A/2. Volkstelling 1920. Volkstelling 1930 Deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra. B. Majalah dan Suratkabar Al-Munir, No. 1, Th. I, 1 April 1911. Amor Natura, tanggal 30 Desember 1957. BKI, No. 36, Deel I, 1887. ___, No. 39, Deel IV, 1890. Boedi Tjaniago, No. 1 Th. I, tanggal 1 Januari 1922. ____________, No. 9 Th. I, tanggal 1 Mei 1922. ____________, No. 13 Th. I, tanggal 1 Agustus 1922. ____________, No. 17 Th. I, tanggal 20 September 1922. ____________, No. 18 Th. I, tanggal 30 September 1922. Dewan, No. 7, tanggal 15 April 1930. Forum Pendidikan, No. 3 Tahun 1986. 32 |
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Gatra No. 5, Tahun 1995. Isteri Indonesia, No. 5 Th. 1941. Kodrat Moeda, No. 1, tanggal 1 Desember 1932. ____________, No. 2, tanggal 1 Januari 1933. ____________, No. 3, tanggal 1 Februari 1933. ____________, No. 4, tanggal 1 Maret 1933. ____________, No. 5, tanggal 1 April 1933. Limbago No. VII, Sumatera Barat, 1997. Peroesahaan Tanah, No. 4 Tahun VII, Mei 1934. Singgalang, tanggal 10 Oktober 1963. _________, tanggal 6 Agustus 1994. Soeara Moerid, No. 1, tanggal 1 Januari 1926. ____________, No. 2, tanggal 1 Februari 1926. Tani, No. 10, April 1931. C. Artikel, Diktat, dan Laporan Alfian, “Islamic Modernism in Indonesian Politics: The Muhammadiyah Movement During the Dutch Colonial Period (1912-1942)”, Ph.D Thesis, University of Wisconsin, 1969. Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau, “Sejarah dan Budaya Minangkabau: Tinjauan Sejarah”, Majalah Limbago No. VII, Sumatera Barat, 1997. Kielstra, E.B., “Sumatra’s Westkust van 1819-1825” dalam BKI No. 36, Deel I, 1887. ___________, “Sumatra’s Westkust 1836-1840” dalam BKI No. 39, Deel IV, 1890. “Kisah Hidup Selasih: Pengarang dengan Sejumlah Nama, Gatra N0. 5, Tahun 1995. Mestika Zed, “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial dalam Sistem Tanam Paksa Kopi di Minangkabau Sumatera Barat 1847-1908, Tesis. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana, Bidang Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, 1983. __________, “Struktur Birokrasi Kolonial Belanda di Indonesia dan Perkembangannya di Sumatera Barat abad ke-19 dan ke-20”, Bursa Karya Ilmiah Ikatan Keluarga Mahasiswa Sejarah No. 5. Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1986. Mochtar Naim, “Perkembangan Kota-kota di Sumatera Barat’ dalam Prisma No. 3 Tahun II/1973, hlm. 58-65. Nadjir, A., “Lahirnya Kabupaten Sari Menanti, Singgalang. 10 Oktober 1963. “Naskah Kebulatan Wali Nagari dalam Daerah Batipuh X-Koto dan DPD Kotapraja Padangpanjang”, Amor Natura, Tanggal 30 Desember 1957. Parada Harahap, “Sekolah Diniyah di Padang Pandjang”, dalam Isteri Indonsia No. 5 Th. 1941. “Rintangan pada PMDS Oemoem”, Kodrat Moeda. No. 3 Tanggal 1 Februari 1933. 33 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
“Sejarah Nagari dan Susunan Adat (Adat Monografi) dari Kewalian Nagari Batipuh Atas, Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar”, dalam Monografi Sumatera Barat, 1952. Taufik Abdullah, “Minangkabau 1900-1927: “Priliminary Studies in Social Development”, Thesis Magister. Ithaca, New York: Cornell University Press, 1967. Teuku Ibrahim Alfian, “Metodologi Penelitian Sejarah”, Diktat. Banda Aceh: Arsip Nasional Perwakilan Daerah Istimewa Aceh, Museum Negeri Aceh, dan MSI Cabang Aceh, 1994. Thamrin Kamal et al., “Konsepsi Syeikh Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah dalam Pembaharuan Pemikiran Islam di Minangkabau”, Laporan Penelitian. Padang: Balai Penelitian IAIN Imam Bonjo0l, 1992. Yunus , A.N., “Melirik Padangpanjang Kota Serambi Mekkah, Singgalang. Padang: Tanggal 6 Agustus 1994. D. Buku-buku Abdul Karim Amrullah, Pertimbangan Adat Lembaga Alam Minangkabau, Jilid I. Bukittinggi: Percetakan Baroe, 1981. Agus Hakim, “Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah dan Buya Hamka” dalam Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka. Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1979. Ahmad Dt. Batuah & A. Dt. Majo Indo, Tambo Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka, 1956. Aminuddin Rasyad, H. Rahmah El Yunusyyah dan Zainuddin Labay El Yunusy Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup, Citacita, dan Perjuangannya. Jakarta: Pengurus Perguruan Diniyah Puteri Padangpanjang Perwakilan Jakarta, 1992. Amir M.S., Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 1997. Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung, 1984. Bahar Dt. Nagari Basa, Tambo dan Silsilah Adat Alam Minangkabau. Payakumbuh: Eleora, 1966. Bellamy, Richard, Teori Sosial Modern Perspektif Italia. (Terj. Vedi R. Haditz). Jakarta: LP3ES. 1990. Bemmelen, Sita van, “Educated Toba Batak Daugters as Mediators in the Process of Elite Formation (1920-1942)”, dalam Sita van Bemmelen et al., Woman and Mediation in Indonesia. Leiden: KILTV Press, 1992. Berkhofer Jr. Robert F., A Behavioral Approach to Historical Analysis. New York: The Free Press, 1971. Bintarto, R., Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984. Boekoe Peringatan 15 Tahoen: “Dinijjah School Poeteri” Padang Pandjang. Padangpanjang: Dinijjah School Poeteri, 1938. 34 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Boland, B.J., The Struggle of Islam in Modern Indonesia. Martinus Nijhoff: The Hague, 1971. Booth Anne, Sejarah Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1988. Bottomore, T.B., Elites and Society. England: Pinguin Books, 1964. Branch, Melville C., Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar dan Penjelasan (Terj. Bambang Hari Wibisono). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1955. Brugmans, I.J., Geschiedenis van het Onderwijs in Nederlandsch-Indië. GroningenBatavia: J. B. Wolters Uitgevers Mij., 1938. Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Permikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995. Burke, Peter, History and Social Theory. Cambridge: Polity Press, 1992. Clarke, John, Population Geography. New York: Pergaman Press, 1966. Darji Darmodiharjo, Analisis Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980. Datuk Palimokayo, Dari Thawalib ke PERMI. Padangpanjang: Yayasan Thawalib, 1970. _______________, Mengenangkan Sedjarah Perguruan Thawalib Padang Pandjang. Padangpanjang: Yayasan Thawalib, 1970. _______________, Sejarah Ringkas Perguruan Islam Thawalib Padangpanjang Minangkabau. Padangpanjang: Yayasan Thawalib, 1970. Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jkarta: LP3ES, 1982. Dobbin, Christine, Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: Sumatera Tengah 1784-1947. (Terj. Lilian D. Tedjasudhana). Jakarta: INIS, 1992. Edwar (ed.), Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat. Padang: Islamic Center Sumatera Barat, 1981. Graaves, Elizabeth E., The Minangkabau Response to Dutch Coloniaal Rule in the Nineteenth Century. New York: Cornell University Press, 1980. Hamka, Ayahku Riwayat Hidup DR. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera. Jakarta: Umminda, 1982. _____, Kenang-kenangan Hidup (I). Jakarta: Bulan Bintang, 1974. _____, Muhammadiyah di Minangkabau. Jakarta: Yayasan Nurul Yakin, 1974. _____, Tasawuf Modern. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. _____, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Jakarta: Balai Pustaka, 1957. Harry A. Poeze, Politiek-Politionele Overzicten van Nederlandsch-Indië, Deel I 19271928. Nederland: The Hague-Martinus Nijhoff, 1982. Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang (Terj. Daniel Dhakidae). Jakarta: Pustaka Jaya, 1980. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Hasniah Saleh, Dra. Hjh. Isnaniah Saleh Pengemban, Pelanjut, Cita-cita dan Perjuangan Rahmah El Yunusiah. Padang: PD. Grafika, 1996. 35 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Hockett, Homer Carey, The Critical Method in Historical Research and Writing. New York: The Macmillan Company, 1967. Iman Subarkah, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867-1992. Bandung: Balai Besar Perumka, 1992. Isnaniah Saleh, Sejarah Ringkas Perkembangan Perguruan Dinijjah Puteri dan Koellijat el Muallimat et Islamiyah (KMI) Padang Pandjang 1923-1969. Padang: Minang Permai, 1969. Jong, P.E. de Josselin de, Minangkabau and Negeri Sembilan: Social-political Strukture in Indonesia. Jakarta: Bharatara, 1960. Keller, Suzanne, Penguasa dan Kelompok Elit Penentu dalam Masyarakat Modern (Terj. Zahara Deliar Noer). Jakarta: Rajawali Press, 1984. Kerstiens, Thomas, The New Elite in Asia and Africa, A Comparative Study of Indonesia and Ghana. New York: Frederick A Prafer Inc. Publisher, 1966. Khatib Pahlawan Kayo, R.B. (et al.), Muhammadiyah Sumatera Barat (Minangkabau) dari Masa ke Masa. Padang: Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, 1991. Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1994. Leur, J.C. van, Indonesia Trade and Society: Essay in Asian Social and Economic History. Bandung: Sumur Bandung, 1960. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1985. Mansur M.D., et al., Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bharata, 1970. Marbun, B.N. Kota Indonesia Masa Depan Masalah dan Prospek. Jakarta: Erlangga, 1994. Mardanas Safwan & Sutrisno Kutoyo, Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat. Padang: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1980/1981. Maria Ulfah Santoso & T.O. Ihromi (eds.), Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1978. Marjani Martamin, et al., Sejarah Sumatera barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978. Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV Amissco, 1996. Mestika Zed, “Kolonialisme, Pendidikan dan Munculnya Elit Minangkabau Modern: Sumatera Barat Abad ke-19,” dalam Pendidikan sebagai Faktor Dinamisasi dan Integrasi Sosial. Jakarta: Departemen dan Kebudayaan, 1989. Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984. Mosca, Gaetano, The Ruling Class (Elementi di Scienza Politica). (Translation by Hannah D. Kahin). New York and London: Mc Graw Hill Book Company, Inc, 1939. Muhammad Radjab, Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang: Center for Minangkabau Studies Press, 1969. 36 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Nas, P.J.M., Kota di Dunia Ketiga: Pengantar Sosiologi Bagian Pertama (Terj. Sukanti Suryochondro). Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979. Nasikun, Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: C.V. Rajawali, 1984. Nasution, S., Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Navis, A.A., Alam Terkembang jadi Guru. Jakarta: Grafity Press, 1984. Niel, Robert van, Munculnya Elit Modern Indonesia (Terj. Zahara Deliar Noer). Jakarta: Pustaka Jaya, 1984. Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padangpanjang. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978. Rachmadi, F, Perbandingan Sistem Pers: Analisis Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara. Jakarta: Gramedia, 1990. Rasyid Manggis, M. Dt. Rajo Penghulu, Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya. Padang: Sridharma, 1971. Rasyid S.M., et al., Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I. di Minangkabau 1945-1950 Jilid I. Jakarta: Mutiara Offset, 1978. Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern (Terj. Dharmono Hardjowidjono). Yogyakarta: Gadjah mada University Press, 1984. Rusli Amran, Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986. __________, Sumatera Barat Pemberontakan Pajak 1908. Bag. Ke-1 Perang Kamang. Jakarta: Sinar Harapan, 1988. __________, Sumatera Barat hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan, 1961. __________, Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan, 1985. Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, tanpa tahun terbit. Sartono Kartodirdjo, Elite dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: LP3ES, 1983. ________________, Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1977. ________________, Modern Indonesia: Tradition & Transformation A Socio-Historical Perspective. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991. ________________, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 1993. ________________, Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka, 1977. Sejarah Ringkas Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS). Padangpanjang: Perguruan Diniyah Puteri, 1978/1979. Sidi Ibrahim Boechari, Pengaruh Timbal Balik antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau. Jakarta: Gunung Tiga, 1981. Sills, David L. (ed.), International Ewbcyclopedia of the Social Sciences Vol 13 and 14. New York: The Macmillan Company dan The Free Press, 1984. Sirjamaki, John, The Sociology of Cities. New York: Random House, 1964. Stoddard, L., Dunia Baru Islam. Jakarta: Gunung Agung, 1966. Suminto, Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1985. Syafruddin Djas (ed.), 40 Tahun Kotamadya Daerah Tingkat II Padangpanjang (23 Maret 1956 – 23 Maret 1996). Padangpanjang: 1996. Tamar Djaja, Rohana Kudus Srikandi Indonesia Riwayat Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Mutiara, 1980. 37 | H a l a m a n
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Tasyrif Ali Umar, Hukum dan Lembaga-lembaga Hukum Adat Daerah Sumatera Barat. Padang: Universitas Andalas, 1978. Taufik Abdullah, et al., Arah Gejala dan Perspektif Studi Sejarah Indonesia. Jakarta: Leknas-LIPI, 1980. ______________, (ed.), “Beberapa Aspek Penelitian Sejarah Lokal,” dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan: Suatu Kumpulan Prasarana pada Berbagai Lokakarya Jilid II. Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1982/1983. ______________, “Ke Arah Penulisan Sejarah Nasional di Tingkat Lokal”, dalam Taufik Abdullah (ed.), Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985. ______________, “Ke Arah Penulisan Sejarah Sosial Daerah”, dalam Pemikiran Biografi dan Kesejarahan: Suatu Kumpulan Prasarana pada Berbagai Lokakarya Jilid II. Jakarta: Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1982/1983. ______________, “Modernization in the Minangkabau World: West Sumatra in the Early Decades of the Tweentieth Century”, dalam Claire Holt (ed.), Culture and Politics in Indonesia. New York: Cornell University Press, 1972. ______________, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987. ______________, School and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra 1927-1933. New York: Cornell Modern Indonesia Project, 1971. Taufik Datuk Mangkuto Rajo, Pengaruh Penjajahan terhadap Perjalanan Adat Minangkabau di Nagari Gunung”. Jakarta: Ikatan Keluarga Padangpanjang Batipuh X-Koto, 1993. Tsuyoshi Kato, Matriliny and Migration: Evolving Minangkabau Traditions in Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press, 1982. Turner, Jonathan H., The Structure of Sociological Theory. Illinois: The Dorbey Press, 1982. Uhlenbeck, E.M. (ed.), “Sumatra’s Westkust”, dalam Encyclopedia van Nederlandsch Indië. Leiden: N.V.E. Brill, 1912. Ulrich Kratz, “Peranan Pers dalam Revolusi” dalam Colin Wild dan Peter Carey, Gelora Api Revolusi: Sebuah Antologi Sejarah. Jakarta: Gramedia, 1986. Umar Junus, “Kebudayaan Minangkabau”, dalam Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1987. Usman Yatim (ed.), Muhammadiyah dalam Sorotan. Yogyakarta: Bina Rena Pariwara, 1993. Weber, Max, “Apakah yang Disebut Kota” (Terj. Darsiti Soeratman), dalam Sartono Kartodirdjo, Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1997. Zamarkhasi Doefer, Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1984. Zuhairini, et al., Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997. 38 | H a l a m a n