Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
ISSN 0216-468X
ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA SALURAN BERLIKU BERPENAMPANG SEGI EMPAT DENGAN VARIASI CLEARANCE BELOKAN Slamet Wahyudi, Aris Kurniawan, Nurkholis Hamidi Teknik Mesin, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang 65145 Email:
[email protected] Abstract o Heat transfer characteristics in rectangular with a sharp 180 turn have been examined experimentally using the naphthalene sublimation method. The sharp 180° turn was obtained by dividing a rectangular passage into two channels using a divider wall with a rounded tip at the location where the flow negotiates the turn. The channel cross-section (WxH) is 50×25 m, and three turn clearances of 30, 50, and 70 mm have been tested in this study. Local mass transfer rates on all walls of the channel have been measured to clarify the heat transfer characteristics in the channel. The result indicated that the highest coefficient of heat transfer was achieved in the channel with turn clearances of 30 mm. Keywords: Heat Transfer Characteristics in Rectangular,Turn Clearances, Mass Transfers PENDAHULUAN Alat penukar kalor merupakan salah satu alat yang cukup banyak diaplikasikan baik didalam dunia industri maupun di lingkungan sekitar, alat ini digunakan untuk menaikkan atau menurunkan temperatur fluida. Salah satu contoh adalah pada pendinginan sudu turbin gas modern. Pendinginan yang tidak memadai dari sudu-sudu akan menyebabkan kerusakan pada mesin, desain penukar panas yang tidak baik dapat menyebabkan hot spot yang dapat melelehkan sudu-sudu turbin dan over cooling dapat mengakibatkan tegangan panas tinggi dan menyebabkan kerusakan. Untuk mengoptimalkan penggunaan energi pada alat penukar panas sangat ditentukan oleh prediksi angka koefisien perpindahan panasnya, karena semakin baik angka koefisien perpindahan panas maka dapat dipastikan penggunaan energi akan lebih optimal. Peningkatan angka koefisien perpindahan panas pada komponen penukar panas merupakan salah satu upaya untuk memperoleh penukar panas dengan kinerja yang tinggi. Usaha untuk menentukan angka koefisien perpindahan panas telah banyak dilakukan, diantaranya dengan metode pengukuran suhu permukaan dan laju perpindahan panas. Hanya saja terdapat
9
beberapa kesulitan dalam penentuan angka koefesien perpindahan panas melalui metode ini yaitu relatif memerlukan ketelitian yang tinggi. Hal ini terjadi karena tingkat kesulitan dalam pemasangan termokopel pada permukaan yang dapat mengganggu aliran serta jumlahnya yang relatif banyak dan kesulitan dalam pembacaan suhu rataratanya. Oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan metode analogi perpindahan panas dan perpindahan massa yang relatif lebih mudah untuk dilaksanakan dan hasilnya sama dengan metode pengukuran suhu permukaan dan laju perpindahan panas. Sehingga metode ini dapat digunakan untuk mencari angka koefisien perpindahan panas dengan lebih mudah dibandingkan dengan metode pengukuran suhu permukaan dan laju perpindahan panas secara langsung. Penelitian secara eksperimental tentang Heat (mass) Transfer Characteristics in Serpentine Flow Passages with a Sharp Turn dilakukan oleh Hirota Masafumi dkk (2000) [1]. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa semua saluran uji angka Sherwood n (Shm) naik secara proporsional terhadap Re (n=0,8-1,0) dan angka Sherwood rata-rata dipertengahan aliran hilir 1,3 – 1,4 kali lebih
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
besar dari pada di pertengahan aliran hulu. Nilai-nilai Shm untuk C = 70mm hampir sama dengan C = 50 mm, sedangkan untuk C = 30 mm Shm adalah 1,3 kali lebih besar dari C = 50 mm. Penelitian secara eksperimental juga dilakukan oleh D. E. Metzger, C. W. Plevich dan C. S Fan (1984) [2] tentang Pressure Loss Through Sharp 180 Deg Turns in Smooth Rectangular Channels. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa distribusi tekanan setiap bentuk belokan yang diuji dengan lima laju aliran, yang meliputi Reynolds 5000 sampai 80.000. Tekanan hampir konstan di sepanjang saluran masuk, kemudian mulai naik di sekitar sudut hulu. Ada peningkatan tekanan secara umum sepanjang dinding akhir, dengan besarnya kenaikan tergantung pada bentuk belokan. Analogi Perpindahan Panas dan Perpindahan Massa teknik sublimasi napthalene digunakan sebagai metode analogi perpindahan massa yang mempunyai karakteristik dasar masalah perpindahan kalor melalui analogi perpindahan panas. Dengan metode tersebut didapatlkan koefisien perpindahan kalor dengan menghitung koefisien perpindahan massa terlebih dahulu, Chilton-Colburn (1934). Persamaan yang digunakan untuk menghubungkan koefisien perpindahan kalor (h) dengan perpindahan massa (hm) adalah: 2
2
St.Pr 3 St m .Sc 3
(1)
Dimana : St = bilangan Stanton pada perpindahan panas Pr = bilangan Prandtl Stm= bilangan Stanton pada perpindahan massa Sc = bilangan Schmidt Hubungan perpindahan kalor dan perpindahan massa dapat diperoleh dengan mengikuti persamaan (1) di atas, yaitu :
h 23 (2) St.Pr2 3 Pr j f (Re) .u.C p (3) h St m .Sc 2 3 m Sc 2 3 jm f (Re) u
10
ISSN 0216-468X
Laju kehilangan massanya dihitung dari perbandingan massa yang hilang dengan lama waktu yang digunakan. Tekanan uap Naphthalene sebagai fungsi dari temperature dihitung dengan persamaan yang disarankan oleh Chang Ming Ling, dkk (1994)[3] sebagai berikut :
LogP 13,564
3729,4 T
(4)
dimana : 2 P = Tekanan uap Naphthalene (N/m ) T = Temperatur udara lingkungan rata0 rata ( K) Angka Schmidt Naphtalin dihitung dari persamaan :
Sc 8,0743.T 0, 2165
(5) kondisi
Hal ini berlaku pada 0 temperature antara (15-55) C. Sedangkan koefisien perpindahan massa dihitung dengan persamaan dasar, yaitu :
m hm AC
(6)
Dimana: ∆C adalah beda konsentrasi Naphthalene dari benda pada aliran fluida. Diasumsikan bahwa konsentrasi pada benda dari Naphthalene ekuivalen dengan uaponsaturasi. Karena tekanan uap Naphtalin sangat rendah maka konsentrasi massa Naphtalin pada saat menguap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan gas ideal. Jadi koefisien perpindahan massa (hm) menjadi :
m RT hm APMN
(7)
dimana : ∆P = P – P∞ P = Tekanan uap jenuh Naphtalin di permukaan benda uji pada suhu ruang P∞ = Tekanan Naphtalin di aliran udara bebas (= 0) hm = koefisien perpindahan massa(m/s )
m = Laju massa aliran Naphthaleene
(kg/s) A = Luas selimut benda uji
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
ISSN 0216-468X
MN= Berat molekul Naphtalin (C10H8; C = 12,01 dan H = 1,008) T = Temperatur udara lingkungan ratarata T
T1 T2 2
(8) R = Konstanta gas universal (Nm/kmol.K) Hubungan koefisien perpindahan kalor
(h) dan massa, yaitu :
Sc h hm .C p . . Pr
23
(9)
dengan : h = koefisien perpindahan panas
Gambar 1. Wind Tunnel
2
( W/m .K ); hm = Koefisien perpindahan massa (m/s); Cp = kalor jenis spesifik (J/kg.K); ρ
3
= Massa jenis (kg/m ); Sc
Angka Schmidt; Pr
=
= Angka Prandtl
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : massa alir udara masuk : 2,53; 3,66; 6,70; 7,60 dan 9,13 kg/jam. 2. Variabel terikat yang : Koefisien perpindahan massa, Koefisien perpindahan panas dan Bilangan Nusselt Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wind Thunnel berbentuk segiempat yang memiliki dimensi : Panjang saluran : 334 mm Lebar saluran : 50 mm Tinggi saluran : 25 mm 2. Fan berfungsi untuk menghisap udara dari atmosfer masuk ke dalam saluran uji ( Wind Tunnel ) 3. Inclined Manometer berfungsi untuk mengukur perbedaan tekanan udara yang masuk ( inlet ) kedalam saluran uji. 4. Hygrometer berfungsi untuk mengukur kelembaban udara ruangan. 5. Termokopel dan Termometer Digital berfungsi untuk mengukur suhu aliran dalam wind tunnel.
11
6. Timbangan digital berfungsi untuk mengukur massa Naphtalene sebelum dan sesudah penelitian. 7. Stop Watch digunakan untuk mengukur lamanya waktu pengujian Instalasi Alat Penelitian
Gambar 2. Instalasi Alat Penelitian Prosedur Penelitian 1. Mengatur variasi Clearence belokan. Penelitian I dengan C : 30 mm Penelitian II dengan C : 50 mm Penelitian III dengan C : 70 mm 2. Mengatur variasi laju massa alir udara 3. Setelah keadaan mencapai kondisi steady, pengambilan data dapat dilakukan. 4. Mencatat data temperatur udara awal pengujian (T0), temperatur udara akhir pengujian (T1) dan temperature rata-rata lingkungan (∆T) serta perbedaan tekanan udara masuk (∆P). 5. Menimbang dan mencatat massa naphtalin sebelum dan setelah dialiri udara selama 1 jam.
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
6. Setiap variabel dilakukan 3 kali pengulangan sampai mendapatkan data yang dapat mewakili pengujian. 7. Mengulang langkah 1 sampai dengan 5 pada variasi yang berbeda-beda sesuai data yang akan diambil. 8. Mengolah data penelitian yang didapatkan. 9. Menganalisa data penelitian yang didapatkan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang telah ditentukan. 10. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara laju massa alir ( ) dengan koefisien perpindahan massa (hm) pada tiga variasi clearance belokan Hubungan antara laju massa alir ( ) dengan koefisien perpindahan massa (hm) pada tiga variasi clearance belokan dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Laju Massa Alir ( ) dengan Koefesien perpindahan Massa (hm) Pada gambar 3 tersebut dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya laju massa alir udara pada saluran (Wind Thunnel) meningkatkan koefisien perpindahan massa. Selain itu, variasi clearance belokan juga mempengaruhi bertambahnya nilai koefisien perpindahan massa. Pada penelitian ini diberikan tiga variasi clearance belokan yang masing-masing berjarak 30 mm, 50 mm dan 70 mm. Berdasarkan pada gambar secara keseluruhan, koefisien perpindahan massa (hm) tertinggi terjadi pada clearance belokan sebesar 30 mm, kemudian menurun pada
12
ISSN 0216-468X
clearance belokan 50 mm (saluran yang standar) dan yang terendah adalah pada clearance belokan 70 mm. Semakin kecil clearance belokan maka nilai koefisien perpindahan massa semakin meningkat, sesuai dengan persamaan tentang Hukum Kontinuitas, berkurangnya clearance belokan berarti luas penampang masuk semakin kecil sehingga kecepatan aliran fluida pada belokan menjadi semakin besar, akibatnya pada daerah setelah belokan terdapat tekanan balik yang besar akibat aliran yang menumbuk dinding dipercepat dan intensitas turbulensi juga semakin meningkat (Hirota et al.1998)[1] dan Metzger at al. 1984)[2]. Metode koefisien perpindahan massa didasarkan pada proses penyubliman kapur barus (naphthalene), dimana proses ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara naphthalene dengan fluida udara dalam saluran, sehingga terjadi proses perpindahan massa dari naphthalene ke udara. Aliran fluida yang semakin turbulen akan menyebabkan jumlah massa naphthalene yang menyublim akan semakin banyak, hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya laju massa alir naphthalene akibat jumlah massa naphthalene yang menyublim bertambah besar. Ini menyebabkan proses perpindahan massa berlangsung semakin cepat. Secara berturut-turut, besarnya koefisien perpindahan massa pada variasi laju massa alir udara 9,1346 Kg/jam dari yang tertinggi adalah 0,267 m/s, 0,0251 m/s, dan 0,0233 m/s untuk variasi clearance belokan 30mm, 50mm dan 70mm. Hubungan antara laju massa alir ( ) dengan koefisien perpindahan panas (hcon) pada tiga variasi clearance belokan Hubungan antara laju massa alir ( ) dengan koefisien perpindahan panas (hcon) pada tiga variasi clearance belokan dapat dilihat pada gambar 4.
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Laju Massa Alir ( ) dengan Koefesien Perpindahan Panas (hcon) Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa dengan bertambah besarnya laju massa alir udara pada saluran (Wind Thunnel) akan meningkatkan koefisien perpindahan panas, selain itu variasi clearance belokan juga mempengaruhi bertambahnya nilai koefisien perpindahan panas. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada laju massa alir yang sama nilai koefisien perpindahan panas yang paling tinggi berada pada variasi clearance belokan yang terkecil yaitu pada clearance belokan 30mm kemudian menurun diikuti dengan clearance belokan 50mm dan nilai koefisien perpindahan panas yang terendah terdapat pada clearance belokan yang paling besar yaitu 70mm. Misalnya pada variasi laju massa alir ( ) = 9,1346 Kg/jam didapatkan nilai koefisien perpindahan panas (hcon) secara berurutan dari mulai yang tertinggi 2 0 2 0 yaitu 0.0699 W/m . C, 0.0658 W/m . C dan 2 0 0.0625 W/m . C. Oleh karena itu pada penelitian ini variasi clearance belokan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan laju perpindahan panas konveksi. Nilai laju perpindahan panas konveksi berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas. Pada clearance belokan terkecil C=30mm kecepatan yang masuk sangat tinggi sehingga berpengaruh pada intensitas turbulensi aliran dalam saluran setelah belokan, semakin tinggi kecepatannya maka semakin turbulen aliran fluidanya dan tekanannya semakin rendah sehingga aliran tersebut menjadi semakin acak . Pada clearance belokan yang besar yaitu C=70mm kecepatan aliran pada belokan sangat kecil hal ini dikarenakan terjadi pelebaran luas penampang sehingga
13
ISSN 0216-468X
koefisien perpindahan panas yang didapatkan menjadi kecil. Pada penelitian ini digunakan metode analogi perpindahan massa untuk mencari koefisien perpindahan panas, dan dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 yaitu terdapat hubungan yang segnifikan pada kedua grafik dimana nilai dari koefisien perpindahan massa semakin tinggi dengan bertambahnya laju massa alir fluida dan juga berlaku pada koefisien perpindahan panas, semakin tinggi laju massa alir fluida maka koefisien perpindahan panas makin meningkat. Dimana koefisien perpindahan panas berbanding lurus dengan koefisien perpindahan massa, sehingga semakin besar koefisien perpindahan massa maka koefisien perpindahan panas semakin besar. Dengan besarnya nilai koefisien perpindahan panas maka laju perpindahan panas juga semakin efektif. Hubungan antara Laju Massa Alir ( ) dengan Bilangan Nusselt (Nu) pada tiga variasi Clearance belokan Hubungan antara laju massa alir ( ) dengan Bilangan Nusselt (Nu) pada tiga variasi clearance belokan dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Laju Massa Alir ( ) dengan Bilangan Nusselt (Nu) Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya laju massa alir maka bilangan Nusselt juga bertambah besar, secara keseluruhan nilai bilangan Nusselt semakin meningkat pada ketiga variasi Clearance belokan. Hal ini dikarenakan
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
bilangan Nusselt adalah angka yang didapat dari pengukuran secara eksperimental yang terdiri dari bilangan Reynold, bilangan Prandtl dan konstanta yang harganya tergantung pada geometri saluran dan pola aliran yang berfungsi untuk menunjukkan keefektifan suatu perpindahan panas konveksi. Nilai dari bilangan Nusselt juga dipengaruhi oleh besar kecilnya nilai dari koefisien perpindahan panas. Secara keseluruhan, dari gambar 5 dapat dilihat bahwa bilangan Nusselt (Nu) cenderung mengalami peningkatan akibat bertambahnya laju massa alir udara dalam saluran dan berkurangnya clearance belokan. Pada gambar didapatkan nilai bilangan Nusselt dari yang tertinggi pada laju massa alir yang sama =9,1346 Kg/Jam adalah 1.6803 terdapat pada clearance belokan 30mm, kemudian 1.3340 pada clearance belokan 50mm dan yang terendah 1.2229 pada clearance belokan 70mm. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan kecepatan aliran fluida akibat pengurangan clearance belokan, dengan berkurangnya clearance belokan (A1) maka didapatkan kecepatan pada belokan (V1) menjadi meningkat sehingga pada daerah setelah belokan mengalami tekanan balik yang besar akibat kecepatan fluida yang menumbuk dinding alirannya dipercepat akibat pengurangan luasan pada belokan akibatnya fluida semakin turbulen. Jika dihubungkan dengan metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan metode analogi perpindahan massa maka didapatkan hasil yang segnefikan. Dengan meningkatnya kecepatan aliran pada belokan karena pengurangan clearance belokan maka aliran semakin turbulen akibatnya laju perpindahan massa semakin cepat karena jumlah massa naphthalene yang terbawa aliran akan semakin banyak, sehingga perbedaan massanya juga bertambah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan koefisien perpindahan massa, karena nilai koefisien perpindahan massa berbanding lurus dengan koefisien perpindahan panas maka secara analogi perpindahan massa dan perpindahan panas nilai dari koefisien perpindahan panas konveksi meningkat pula. Dengan peningkatan koefisien perpindahan panas maka besarnya bilangan Nusselt (Nu)
14
ISSN 0216-468X
juga semakin meningkat, sehingga dapat dikatan semakin besar nilai bilangan Nusselt maka proses perpindahan panas konveksi akan semakin efektif. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Variasi Clearance belokan berpengaruh pada koefisien perpindahan panas konveksi pada saluran berliku berpenampang segi empat dengan belokan tajam. DAFTAR PUSTAKA [1]. [Hirota, Masafumi., dkk; 1998: Heat (Mass) Transfer Characteristics In Serpentine Flow Passages With a Sharp Turn; Nagoya University, Japan. [2] Metzger. D. E., Plevich. C. W dan Fan. C. S; 1984: Pressure Loss Through Sharp 180 Deg turn in Smooth Rectangular Channels; Journal of Engineering for Gas Turbines and Power, Mechanical and Aerospace Engineering Departement, Arizona State University. Vol. 106; [3]. Ling, Chang Ming., dkk; 1994: Heat, “Mass Transfer and Pressure Drop in Triangular-Rib-Roughned Rectangular Channel”; International Journal Heat and Fluid Flow, Vol. 15. No. 6, hal 486-490. [4]. Cengel, Yunus A; 2002: Heat Transfer nd A Practical Approach 2 Edition; McGraw-Hill Companies Inc, New York. nd [5]. Cengel, Yunus A; 2002: Preface 2 Edition Solutions Manual Heat Transfer; McGraw-Hill Companies Inc, New York. [6]. Holman, J.P; 1991: Perpindahan Panas rd 6 ; Erlangga, Jakarta. [7]. Incropera, Frank P and De Witt Davit P; 1990: Fundamentals of Heat and Mass rd Transfer 3 . Canada. [8]. Kays W. and Crawford M.E; 1980: nd Convective Heat and Mass Transfer, 2 ed., p. 197; McGraw-Hill, New York. [9]. Kreith, Frank; 1994: Prinsip-prinsip th perpindahan panas 3 ; Erlangga, Jakarta. [10]. Nekrasov, Boris;1960: Hydraulics For Aeronautical Engineers; Peace Publishers, Moscow.
Jurnal Rekayasa Mesin Vol.1, No. 1 Tahun 2010 : 9-15
[11]. Streeter, Victor L., E. Benjamin Wylie, 1991: Mekanika Fluida, Edisi delapan, Terjemahan Arko Prijono, M.S.E, Erlangga, Jakarta. [12]. Sunjaya, Akhmad; 1982: Dasar-dasar Mekanika Fluida; Sinar Wijaya, Surabaya.
15
ISSN 0216-468X
[13]. Treybal E. Robert; 1980: Perpindahan Panas Terjemahan; Erlangga, Jakarta. [14]. White Frank M; 1994: Fluid Mechanics Ed. 3; McGraw Hill Companies Inc, New York.