SKRIPSI
ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA OUTSOURCE DAN NON-OUTSOURCE PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA
Oleh Muhammad Rinaldi F34104114
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Muhammad Rinaldi. F34104114. Analisis Perbandingan Penggunaan Tenaga Kerja Outsource dan Non-Outsource pada Bagian Produksi di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java. Di bawah bimbingan : Aji Hermawan. 2008.
RINGKASAN Dalam iklim persaingan usaha, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi biaya produksi adalah dengan menerapkan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) pada kegiatan penunjang (kegiatan bisnis non-inti) di perusahaan yang bersangkutan. Namun, adanya pertimbangan lain seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan produktivitas tenaga kerja akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan perlu tidaknya perusahaan melakukan outsourcing. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis baik buruknya tenaga kerja outsource dan tenaga kerja non-outsource berdasarkan kriteria biaya dan kinerja. Kriteria kinerja diukur dari kepuasan kerja, komitmen, dan produktivitas. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan dan membantu menentukan prioritas keputusan perlu tidaknya melakukan outsourcing. Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengisian kuesioner sebagai data kuantitatif dan metode wawancara sebagai data kualitatif. Data sekunder juga diperlukan dan langsung diambil dari perusahaan. Kuesioner diberikan kepada 58 karyawan outsource dan 69 karyawan non-outsource yang terdiri dari 35 pertanyaan yang bersifat tertutup. Dari empat kriteria, kriteria kepuasan kerja dan komitmen organisasi menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) untuk uji validitas dan reliabilitas, dan menggunakan uji Mann-Whitney untuk uji tingkat perbedaan (signifikansi) karena uji Mann-Whitney digunakan untuk data ordinal. Sedangkan untuk produktivitas menggunakan uji-t dua sampel independen untuk uji tingkat perbedaan karena uji tersebut digunakan untuk data interval. Kriteria biaya dibandingkan berdasarkan data sekunder yang diperoleh yang berupa nilai perbandingan. Untuk analisis keputusan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Composit Performance Index (CPI), dan Analitical Hierarchy Process (AHP). Ketiga metode keputusan ini digunakan untuk menguatkan hasil analisis keputusan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan kepada satu tenaga kerja non-outsource adalah lebih besar tiga kali biaya yang dikeluarkan untuk satu tenaga kerja outsource. Selain itu, kepuasan kerja tenaga kerja outsource memiliki perbedaan nyata dengan tenaga kerja non-outsource, kepuasan kerja tenaga kerja non-outsource memiliki tingkat kepuasan lebih tinggi, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji tingkat perbedaan yang signifikan dan analisis deskriptif yang menunjukkan tingkatan puas pada tenaga kerja non-outsource. Komitmen organisasi antara tenaga kerja outsource dan non-outsource tidak memiliki perbedaan yang nyata, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji tingkat perbedaan yang tidak signifikan. Produktivitas tenaga kerja outsource memiliki perbedaan nyata dengan non-outsource, dan produktivitas tenaga kerja outsource
lebih tinggi dibanding non-outsource, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji tingkat perbedaan (uji-t) yang tidak signifikan. Dari tiga metode pengambilan keputusan, analisis pengambilan keputusan menghasilkan prioritas keputusan untuk melakukan outsourcing. Keputusan tersebut ditunjukkan dengan nilai MPE sebesar 136.332.312 (outsourcing) dan 2.269.925 (non-outsourcing), nilai CPI sebesar 100,35 (outsourcing) dan 51,64 (non-outsourcing), serta nilai AHP sebesar 0,686 (outsourcing) dan 0,171 (nonoutsourcing). Dengan outsourcing, perusahaan dapat menekan biaya produksi dengan tetap mengedepankan produktivitas karyawan yang cukup tinggi.
ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA OUTSOURCE DAN NON-OUTSOURCE PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Muhammad Rinaldi F34104114
Tanggal Lulus : 25 Agustus 2008
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA OUTSOURCE DAN NON-OUTSOURCE PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH :
Muhammad Rinaldi F34104114 Dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1986 di Jakarta Tanggal Lulus : 25 Agustus 2008
Menyetujui, Bogor, 10 September 2008
Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M Dosen Pembimbing
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 18 Januari 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, putra pasangan Anis Isa dan Susetyowati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Klender 13 Pagi Jakarta pada Tahun 1998, SLTPN 6 Jakarta Tahun 2001, dan SMUN 12 Jakarta tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi pengurus BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian), sebagai staff Departemen Minat dan Bakat Mahasiswa tahun 2007. Penulis pernah menjabat sebagai ketua Olimpiade FATETA di bawah organisasi BEM FATETA. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2007 dengan topic “Mempelajari Aspek Manajemen Sumber Daya Manusia” di PT. Insan Mutiara Sawit Indonesia, Indragiri Hulu, Riau. Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian dengan melakukan penelitian berjudul “Analisis Perbandingan Tenaga Kerja Outsource dan Non-Outsource pada Bagian Produksi di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java”.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi. Tak lupa salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada sauri tauladan penulis yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah banyak berperan di dalam hati penulis. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kiranya hanya kata yang dapat mewakili rasa terima kasih kepada semua pihak yang membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis sehingga tersusunnya laporan ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Keluarga penulis; Papa dan Mama, serta kakakku Mas Wawan yang telah membantu dan banyak memberikan semangat, dan doa yang tak terhingga. 2. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan-arahan dan bimbingan sampai tersusunnya skripsi ini. 3. Dr. Ir. Sukardi, M.M dan Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrastri selaku dosen penguji sidang skripsi. 4. PT. Coca-cola Bottling Indonesia Central Java yang telah bersedia menerima penulis untuk melaksanakan penelitian. 5. Ibu Bety Nur Sahati Manager Learning and Development Section atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java. 6. Bapak Agung Setiawan sebagai pembimbing lapangan dari perusahaan atas segala bantuan dan bimbingannya. 7. Semua staff dan karyawan PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java khususnya di HR Departemen yang telah memberikan bantuan serta mohon maaf jika penulis ada salah yang disengaja maupun tidak disengaja. 8. Widy yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, dan limpahan kasih sayang kepada penulis serta sumber inspirasi bagi penulis. Semoga
Allah senantiasa menjaga dan memberikan limpahan rahmat dan petunjuk kepadanya di dunia maupun di akhirat, amin. 9. Jauhul beserta keluarganya yang telah banyak sekali membantu penulis dalam melakukan penelitian dan juga bersedia memberikan tempat tinggal selama penelitian. 10. Om Danis dan tante Betty yang banyak membantu selama di Semarang dan juga bersedia memberikan tempat tinggal selama penelitian. 11. Teman-teman satu bimbingan, Niken, dan Nardi yang memberikan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat VOC, Yayan, Asif, Sukri, Irvan, Davist, Faqih yang telah menemani, menjadi teman diskusi, dan selalu memberikan semangat dan dukungannya. 13. Sahabat-sahabatku, Satria, Iboy, Rendy Drums (Sound Therapy), Yang Mulia Danar, Babeh Havist, Otiz, Arian, Acid, Emak Tyas, Ika, Linda, Fina, Desita, Beser, Rifqi. 14. Teman-teman Liqo Jakarta, Ibnu, Rifo, Aphank, Dimas, Prio, Bang Jamal. Sudah lama ya tidak bersua. 15. Pak Mul, dan segenap pengurus AJMP Departemen TIN yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di TIN. 16. TINers 41 sebagai teman satu angkatan yang membantu dan mendukung penulis. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulis dalam kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Tujuan.. ................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 A. Outsourcing .......................................................................................................3 B. Kepuasan Kerja ..................................................................................................6 C. Komitmen Organisasi ........................................................................................8 D. Produktivitas ......................................................................................................11
III. METODE PENELITIAN ..........................................................................
13
A. Kerangka Pemikiran ........................................................................................
13
B. Hipotesis ..........................................................................................................
15
1. Kepuasan Kerja .......................................................................................
15
2. Komitmen Organisasi ..............................................................................
15
3. Produktivitas............................................................................................
15
C. Metode Pengumpulan Data ..............................................................................
15
1. Objek Penelitian ......................................................................................
15
2. Metode Survey ........................................................................................
16
3. Metode Wawancara .................................................................................
19
4. Dokumentasi Perusahaan ........................................................................
19
D. Metode Analisis Data ......................................................................................
19
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..................................................... 22 A. Sejarah Singkat Coca Cola .............................................................................
22
B. Sumber Daya Manusia Perusahaan.................................................................
23
1. Proses Rekrutmen, Seleksi dan Penempatan ...........................................
23
2. Promosi, Mutasi , Demosi .......................................................................
25
3. Penilian Prestasi Kerja.............................................................................
27
4. Sistem Penggajian dan Penghargaan .......................................................
28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................30 A. Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................................................30 B. Analisis Deskriptif .............................................................................................46 1. Deskripsi Responden ...................................................................................46 2. Deskripsi Variabel .......................................................................................47 C. Analisis Tingkat Perbedaan (Signifikansi) ........................................................61 D. Analisis Keputusan ............................................................................................66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
74
A. Kesimpulan ...................................................................................................
74
B. Saran ..................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 76 LAMPIRAN......................................................................................................
80
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar hasil perhitungan validitas dan reliabilitas model 2ndCFA kepuasan kerja ...................................................................................... 37 Tabel 2. Daftar hasil perhitungan validitas dan reliabilitas model 2ndCFA komitmen organisasi ............................................................................. 44 Tabel 3. Deskripsi statistik kepuasan kerja karyawan non-outsource ................ 49 Tabel 4. Deskripsi statistik kepuasan kerja karyawan outsource ........................ 50 Tabel 5. Deskripsi statistik komitmen organisasi karyawan non-outsource ....... 54 Tabel 6. Deskripsi statistik komitmen organisasi karyawan outsource .............. 55 Tabel 7. Hasil analisis tingkat perbedaan (signifikansi) kepuasan kerja dan komitmen organisasi ............................................................................. 61 Tabel 8. Hasil analisis tingkat perbedaan (signifikansi) produktivitas karyawan outsource dan non-outsource ................................................................ 62 Tabel 9. Hasil analisis prioritas keputusan dengan MPE. ................................... 67 Tabel 10. Hasil analisis prioritas keputusan dengan metode CPI.. ..................... 68 Tabel 11. Hasil analisis prioritas keputusan dengan metode AHP. .................... 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 13 Gambar 2. Tingkatan Jabatan PT Coca Cola Bottling Indonesia........................ 26 Gambar 3. Sistem Penilaian PT Coca Cola Bottling Indonesia .......................... 28 Gambar 4. Path Diagram nilai estimasi kepuasan kerja ..................................... 32 Gambar 5. Path Diagram nilai t-values kepuasan kerja ..................................... 34 Gambar 6. Path Diagram nilai muatan faktor standar 1stCFA kepuasan kerja.. 35 Gambar 7. Path Diagram nilai muatan faktor standar 2ndCFA kepuasan kerja. 38 Gambar 8. Path Diagram estimasi komtimen organisasi ................................... 40 Gambar 9. Path Diagram t-value komtimen organisasi ..................................... 41 Gambar 10. Path Diagram nilai muatan faktor standar komtimen organisasi ... 42 Gambar 11. Path Diagram nilai muatan faktor standar 2ndCFA komitmen organisasi ........................................................................................ 45 Gambar 12. Distribusi Responden ...................................................................... 46 Gambar 13. Perbandingan skor hasil survei kepuasan kerja outsource dan nonoutsource ......................................................................................... 51 Gambar 14. Perbandingan skor hasil survei komitmen organisasi outsource dan non-outsource.................................................................................. 56 Gambar 15. Produktivitas karyawan outsource dan non-outsource periode Januari – Maret 2008 ................................................................................... 59 Gambar 16. Rata-rata persentase produktivitas karyawan non-outsource dan outsource selama tiga bulan ............................................................ 60 Gambar 17. Struktur AHP dalam pemilihan tenaga kerja................................... 69 Gambar 18. Output program CDP dengan data kuesioner .................................. 70 Gambar 19. Output program CDP dengan data nyata......................................... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Work Sampling Analysis ................................................... 80 Lampiran 2. Kuesioner Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi .................. 82 Lampiran 3. Kuesioner AHP ............................................................................... 86 Lampiran 4. Daftar Pertanyaan wawancara ........................................................ 89 Lampiran 5. Aspek-aspek yang dikaji dalam wawancara kepada operator ........ 90 Lampiran 6. GOF statistik CFA model kepuasan kerja ...................................... 91 Lampiran 7. Perhitungan CR dan VE konstruk kepuasan kerja ......................... 92 Lampiran 8. GOF statistik CFA model komitmen organisasi. ........................... 94 Lampiran 9. Perhitungan CR dan VE konstruk komitmen organisasi ................ 95 Lampiran 10. Rentang jumlah variabel dan sub variabel kepuasan kerja ........... 96 Lampiran 11. Rentang jumlah variabel dan sub variabel komitmen organisasi . 97 Lampiran 12. Tabulasi Data ................................................................................ 98
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dalam iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi biaya produksi adalah dengan menerapkan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) pada kegiatan
penunjang
(kegiatan
bisnis
non-inti)
di
perusahaan
yang
bersangkutan. Outsourcing diartikan sebagai pelaksanaan perekrutan tenaga fungsional untuk menangani unit-unit kegiatan bisnis di luar kegiatan utama bisnis tersebut (Dominguez, 2006). Sistem outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja. Pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau Buruh. Masalah mengenai outsourcing memang cukup bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourcing dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha seperti PT. Coca-Cola. Kebutuhan ini dikarenakan perusahaan berorientasi kepada pencapaian keuntungan semaksimal mungkin, dan juga kebutuhan tenaga kerja yang cukup banyak. Kebutuhan tenaga kerja yang cukup banyak akan mengakibatkan pengeluaran biaya yang juga tinggi, sehingga diperlukan adanya efisiensi biaya yang salah satunya dapat diatasi dengan menerapkan sistem outsourcing. Namun, regulasi yang ada belum memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut seperti kurang jelasnya batasan mengenai kegiatan bisnis non-inti. Para pelaku usaha juga mencari segi positif yang diharapkan melalui outsourcing, seperti efisiensi biaya dan kemampuan untuk menyediakan pelayanan sebaik mungkin kepada pelanggannya (Berglund et al., 1999). Di PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia Central Java, sistem outsourcing yang diterapkan belum menyeluruh, melainkan hanya sebagian pada bagian produksi. Kenyataan yang timbul adalah perusahaan sulit menentukan apakah perlu melakukan outsourcing pada suatu lini perusahaan atau tidak, dan pertimbangan apa yang diperlukan
bagi
perusahaan
dalam
melakukan
outsourcing.
Dalam
pelaksanaannya, selain mempertimbangkan biaya, perusahaan juga harus mempertimbangkan efisiensi ketenagakerjaan, seperti kinerja dari tenaga kerja outsource tersebut. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional.
2. Tujuan Tujuan dari penilitian ini adalah membandingkan penggunaan tenaga kerja outsource dan tenaga kerja non-outsource berdasarkan kriteria biaya dan kinerja. Kriteria kinerja diukur dari kepuasan kerja, komitmen, dan produktivitas. Selain itu, penelitian ini juga membantu memberikan kerangka pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas keputusan yang akan diambil dalam melakukan outsourcing atau non-outsourcing.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Outsourcing Outsourcing
diartikan
sebagai
pelaksanaan
perekrutan
tenaga
fungsional untuk menangani unit-unit kegiatan bisnis di luar kegiatan utama bisnis tersebut (Dominguez, 2006) (satu bentuk yang lebih tampak perubahan organisasi). Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa 85 % perusahaan Amerika Utara dan Eropa sudah meng-outsource sedikitnya satu fungsi. Hal ini membangkitkan miyaran dollar dari kontrak-kontrak outsource (Elmuti et al., 1995). Outsourcing adalah mengkontrakkan kegiatan bisnis non-inti ke sumber luar. Kegiatan ini sudah umum diterapkan dalam sistem informasi dan teknologi (40%), real estate (15%), logistik (15%), dan administrasi, sumber daya manusia, pelayanan konsumen, keuangan, pemasaran, penjualan dan transportasi (30%) (Elmuti et al., 1995). Outsourcing dapat menimbulkan pergolakan yang besar. Pemogokan dapat dimulai oleh para pekerja yang diperlakukan kepada outsourcing (Wilcocks et al., 1995). Banyak pekerja yang merasa bahwa perusahaan yang memperkerjakan mereka tidak lagi membutuhkan mereka sehingga mereka mencari pekerjaan lain khususnya jika mereka memiliki keahlian-keahlian personal (Gupta and Gupta, 1992). Laribee dan Michaels-Barr (1994) menyatakan bahwa outsourcing bisa berpengaruh kurang baik terhadap para pekerja dan banyak peralihan atau transisi yang berakibat kepada kinerja yang kurang optimal. Kessler et al (1999) memperkirakan bahwa ada tiga hal yang berkontribusi dalam respons pekerja terhadap outsourcing, yang pertama disebut “context”, atau bagaimana pekerja diperlakukan oleh perusahaan yang ada, yang kedua adalah ”pull”, atau daya pikat dari perusahaan tempat mereka bekerja, dan yang ketiga adalah ”landing”, atau kenyataan dari pengalaman bersama perusahaan baru tempat mereka bekerja. Venkatesan (1992, p. 98) mengemukakan prinsipprinsip untuk memperkirakan keputusan outsourcing. Ia menyarankan bahwa perusahaan harus fokus pada setiap komponen yang secara jelas memiliki keunggulan, sementara komponen-komponen yang lain di-outsource oleh
pihak luar dimana para pemasok memiliki keunggulan komparatif yang jelas. McIvor (2000, p. 29) mengemukakan empat langkah dalam memutuskan outsourcing : 1. Tentukan aktivitas inti dari bisnis 2. Evaluasi relevansi aktivitas-aktivitas rantai nilai 3. Perhitungkan total biaya dari aktivitas inti bisnis 4. Analisis hubungan Berdasarkan kerangka tersebut, perusahaan dapat memutuskan aktivitas mana yang perlu di-outsource dan aktivitas mana yang dapat dikerjakan secara internal. Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya
melalui
perjanjian
pemborongan
pekerjaan
atau
penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.” Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1)
Pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: -
dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
-
dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
-
merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
-
tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
Perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum(ayat3); perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4)
Perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut di atas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri (ayat 5)
Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
Hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7)
Bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8). Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh
dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
Adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
B. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Kepuasan kerja merupakan salah satu indikator kinerja dalam sumber daya manusia. Menurut Dyer dan Reeves (1995), kinerja dapat dilihat dari tiga aspek yang dapat menjadi indikator, diantaranya: 1. Finansial outcomes (keuntungan, penjualan, market share). 2. Organisational outcomes (ukuran output, seperti produktivitas, kualitas, dan efisiensi) 3. HR-related outcomes (sikap dan perilaku di antara pekerja, seperti kepuasan, komitmen, dan keinginan untuk keluar). Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai kesenangan atau positif emosional yang dihasilkan dari penilaian diri terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja (Locke,1976). Menurut Lincoln dan Kalleberg (1990), kepuasan kerja dapat diartikan sebagai pengaruh arah orientasi kerja suatu pekerjaan dan pekerja. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000). Vroom (1964) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai orientasi individu yang positif terhadap peranan pekerjaan yang dipegang pada satu masa. Peranan pekerjaan yang dimaksudkan ialah bidang pekerjaan yang disukai atau diminati berbanding dengan bidang pekerjaan yang dilakukan karena terpaksa dan yang tidak disukai. Menurut Blum dan Naylor (1986) kepuasan
kerja adalah hasil daripada pelbagai sikap yang dimiliki oleh seseorang pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan bidang penelitian yang memfokuskan antara 2 (dua) pengaruh yaitu pengaruh pekerjaan organisasi terhadap pekerja dan pengaruh pekerja terhadap pekerjaan organisasi. Beberapa peneliti menggunakan pengukuran gabungan dari kepuasan kerja dengan pengumpulan dimensi pekerjaan yang berbeda dan dianggap penting. Smith, Kendall, dan Hulin (1969) mengembangkan gabungan pengukuran kepuasan kerja yang terdiri dari kepuasan terhadap pengawasan, kerjasama pekerja, pekerjaan, pembayaran dan promosi. Pengukuran berdasarkan lima faktor ini disebut Job Descriptive Index (JDI). Pengukuran lain yang biasa digunakan
yaitu dengan Job Diagnosic
Index yang
dikembangkan oleh Hackman dan Oldham (1975) yang mengukur kepuasan kerja dari 5 dimensi pekerjaan yang terdiri dari skill variety, task identity, task significance, autonomy dan job feedback. Weiss et al (1967), mengemukakan kerangka pemikiran pengukuran kepuasan kerja berdasarkan Teori Work Adjustment. Teori tersebut menggunakan hubungan korespondensi antara work personality dan lingkungan kerja sebagai prinsip atau penjelasan untuk pengamatan hasil penyesuaian kerja seperti faktor kepuasan, kepuasan dan masa kerja. Blum
dan
Naylor
(1986)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas. Sementara itu, menurut Heidjrachman dan Husnan (2002) mengemukakan beberapa faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat (Heidjrachman dan Husnan, 2002). Menurut Locke (1976), kepuasan atau ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan. Sebaliknya, apabila yang didapat
karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan menyebabkan karyawan tidak puas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan kerja yaitu: jenis pekerjaan, rekan kerja, tunjangan, perlakuan yang adil, keamanan kerja, peluang menyumbang gagasan, gaji/upah, pengakuan kinerja, dan kesempatan bertumbuh.
C. Komitmen Organisasi (Organizational Commitment) Komitmen organisasi juga merupakan salah satu indikator dari kinerja dalam SDM. Menurut Salancik (1977) definisi komitmen organisasi dipengaruhi oleh 2 (dua) pendekatan yaitu komitmen organisasi dari penelitian perilaku organisasi dan komitmen organisasi dari penelitian psikologi sosial. Penelitian perilaku organisasi mendefinisikan komitmen organisasi sebagai identifikasi pekerja dan keterlibatannya dalam tujuan dan nilai organissasi (Halaby, 1986). Menurut Mowday, Porter, dan Steers (1982) definisi komitmen organisasi dapat diklarifikasikan dalam beberapa faktor antara lain kepercayaan dan persetujuan dalam prinsip dan tujuan organisasi, motivasi bekerja keras untuk organisasi, dan keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan pemikiran tentang keseluruhan organisasi. Dalam hubungan psikologi pekerja dengan organisasi terdapat hubungan kesesuaian tujuan dan nilai, investasi perilaku dalam organisasi, dan kemungkinan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Kegunaan komitmen organisasi memberikan pengaruh bahwa pekerja yang mempunyai komitmen akan tetap tinggal dengan organisasi dalam keadaan apapun, bekerja secara teratur, melindungi aset perusahaan dan mendukung tujuan perusahan (Allen dan Meyer, 1997). Menurut Allen dan Meyer (1997) pekerja dengan komitmen yang kuat terhadap organisasi akan lebih bernilai dibandingkan pekerja yang komitmennya kurang. Komitmen organisasi merupakan sebuah konsep hubungan manajemen yang digambarkan hubungan antara organisasi dan anggotanya. Ketepatan hubungan tersebut masih diperdebatkan tetapi secara umum implikasinya dihubungkan dengan keinginan anggota, kebutuhan, pemikiran untuk tetap tinggal dalam organisasi.
Komitmen organisasi merupakan keinginan dan loyalitas pekerja berpikir ke arah organisasi. Menurut Marrow (1993), terdapat 3 (tiga) bentuk dari komitmen organisasi yaitu kalkulatif, afektif dan normatif berdasarkan pengaruh kesetiaan pekerja terhadap organisasi dengan patuh untuk komitmen organisasi. Kalkulatif menyelesaikan persetujuan antara organisasi dan pekerja, sedangkan menurut pandangan normatif bahwa komitmen merupakan rasa tanggung jawab. Komitmen afektif meliputi identifikasi pekerja dan keterkaitan dengan organisasi. Menurut O‟Reilly dan Chatman (1996) terdapat 3 (tiga) bentuk perilaku komitmen bahwa seorang pekerja dapat dikembangkan ke arah organisasi. Pertama, komitmen kepatuhan terjadi ketika seseorang tidak memberikan nilai dan kepercayaan berhubungan dengan organisasi tetapi secara sederhana menyesuaiakan diri untuk menerima penghargaan khusus atau untuk menghindari biaya tertentu. Kedua, komitmen internalisasi merupakan hasil dari dukungan anggota dari nilai penting dengan organisasi. Ketiga,
komitmen
berbasis
identifikasi
terjadi
ketika
seseorang
mendefinisikan atau mengidentifikasi dalam bentuk keanggotaan organisasi dan memiliki kebanggaan sendiri menjadi anggota organisasi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai hubungan psikologi antara pekerja dan organisasi yang membuat pekerja enggan untuk meninggalkan organisasi (Allen dan Meyer, 1996). Allen dan Meyer memasukkan komponen affective, continuance dan normative berdasarkan kerangka pemikiran Marrow (1993). Affective didefinisikan komponen kecenderungan dari komitmen organisasi sebagai emosional pekerja untuk bekerjasama, mengenali, dan berkaitan dengan organisasi. Pekerja dengan affective yang kuat tetap bekerja dengan organisasi karena mereka menginginkannya. Continuance diartikan sebagai kesadaran dari biaya yang dikaitkan dengan meninggalkan organisasi. Hubungan utama pekerja dengan organisasi sebagai dasar dari continuance adalah karena mereka membutuhkannya. Nomative merefleksikan pemikiran kewajiban untuk tetap bekerja. Komitmen pekerja dengan level normative yang tinggi akan tetap tinggal dalam organisasi.
Menurut Mathieu dan Zajac (1990), karakteristik personal ( usia, jenis kelamin, dan level pendidikan), peranan, karakteristik pekerjaan, motivasi dan kepuasan kerja dapat meningkatkan komitmen organisasi. Komitmen organisasi mempengaruhi variabel kinerja organisasi seperti keinginan pindah, turnover dan hasil pengukuran. Pada level individu, penelitian menunjukkan pekerja yang mempunyai level komitmen tinggi terhadap organisasi biasanya mempunyai level kepuasan yang tinggi, tekanan kerja yang rendah, dan sedikit konflik organisasi (Allen dan Meyer, 1997). Affective komitmen organisasi berkorelasi dengan sejumlah elemen situasi kerja (Morrow, 1993). Konsekuensi dari komitmen merupakan hasil dari pekerja yang komitmen atau tidak komitmen. Hasilnya dapat dilihat dari sudut pandang keuntungan atau kerugian dari komitmen organisasi dan variabel turnover. Hasil penelitian biasanya menunjukkan hubungan positif yang kuat antara komitmen organisasi dan keinginan untuk tinggal, tetapi hubungannya lemah terhadap turnover dan kehadiran (Mathieu dan Zajac, 1990). Menurut hasil penelitian komitmen organisasi pada pekerja level rendah terhadap efektivitas organisasi (Angle dan Perry, 1981), menunjukkan hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dengan penyesuaian organisasi pada level pekerja rendah, tetapi tidak signifikan pada level manager keatas. Penelitian tersebut juga menunjukkan hubungan antara komitmen dan perilaku menentukan bentuk komitmen yang diambil. Penelitian tentang organisasi harus mempunyai lebih banyak faktor yang komplek dari pada mengasumsikan secara sederhana hubungan antara komitmen dan hasil kinerja positif. Jika dikaitkan dengan outsourcing, dalam penelitian kuantitatif Benson (1998) menunjukkan bahwa para pekerja outsource lebih memelihara komitmen terhadap perusahaan ”tuan rumah” yang mempekerjakan mereka dan komitmen tersebut lebih kuat dibandingkan kepada perusahaan barunya (perusahaan klien).
D. Produktivitas Produktivitas menyangkut dua konsep dasar yaitu, daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektifitas). Daya guna menggambarkan tingkat sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan hasil tertentu, sedangkan hasil guna menggambarkan akibat-akibat dan kualitas dari hasil yang diusahakan.(Syarief, 1991). Menurut Ain (1986), didasarkan pada teori produksi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan antara lain adalah latar belakang pendidikan, lingkungan kerja, sistem kerja, keterampilan, teknologi, balas jasa dan disiplin kerja. Sastrowinoto (1985) menyatakan bahwa unsur yang paling mementukan tingkat produktivitas adalah unsur manusia. Manusia atau tenaga kerja akan melakukan kegiatan jika ia memiliki motivasi untuk bekerja atau melakukan kegiatan. Ravianto (1990) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja secara spesifik merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (per-jam orang). Perbaikan produktivitas diperlukan untuk mencapai beberapa tujuan perusahaan sehingga pengukuran produktivitas penting untuk dilaksanakan. Pengukuran produktivitas dapat membantu mengidentifikasi beberapa bidang untuk tindakan perbaikan terhadap perencanaan, pengalokasian sumber daya dan pengendalian manajemen (Sumanth, 1984). Menurut Simanjuntak (1990), produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Konsep sederhana mengenai produktivitas menyatakan bahwa produktivitas merupakan rasio antara keluaran dengan masukan pada jangka waktu tertentu, peran serta tenaga kerja menyangkut pendayagunaan seumberdaya manusia secara efisien dan efektif. Produktivitas mencakup dua aspek, efisiensi dan efektivitas. Efisiensi menggambarkan tingkat penggunaan sumberdaya (manusia, modal dan material) atau bagaimana melakukan sesuatu sebaik mungkin. Efektivitas menunjukkan apakah persoalan tertentu dapat diselesaikan dengan baik. Jadi, efektivitas berhubungan dengan hasil guna dan efisiensi berhubungan dengan daya guna. Akan tetapi menurut
Sinungan (1995), produktivitas adalah suatu konep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia, dengan menggunakan sumber daya yang makin sedikit. Produktivitas karyawan merupakan hal yang sangat menarik karena mengukur hasil kerja manusia dengan segala masalahnya. Pengukuran produktivitas karyawan menurut sistem pemasukan fisik atau per orang per jam kerja diterima secara luas, namun jika dilihat dari sudut pandang pengawas harian pada umumnya tidak memuaskan karena adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memperoleh satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini berdasarkan pada penentuan perlu atau tidaknya penggunaan tenaga kerja outsource pada suatu unit kegiatan bisnis pada perusahaan. Dalam penentuan ini ada beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan, diantaranya adalah kriteria biaya, kepuasan kerja, komitmen, dan produktivitas. Konsep kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Efisiensi tenaga kerja
Biaya
Kepuasan Kerja
Outsourcing
Komitmen
Produktivitas
Non-Outsourcing
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Biaya merupakan salah satu faktor sebagai pertimbangan dalam menentukan perlu atau tidaknya outsourcing untuk menangani unit-inut kegiatan bisnis perusahaan. Biaya dapat diukur dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang ditimbulkan dari tenaga kerja yang di-outsource maupun tidak dalam suatu unit kegiatan bisnis. Hasil pengukuran biaya ini akan berupa nilai nyata. Kepuasan kerja merupakan salah satu indikator yang dapat menentukan dan menunjukkan kinerja seseorang. Kepuasan kerja dapat diukur dengan melihat dari beberapa indikator yang merefleksikannya. Dalam penelitian ini, pengukuran kepuasan kerja mengacu kepada Smith, Kendall, dan Hulin (1969)
yang mengukur kepuasan kerja berdasarkan kepuasan karyawan terhadap penggajian, pekerjaan, kesempatan promosi, pengawasan, dan hubungan dengan rekan. Hasil pengukuran kepuasan kerja ini akan berupa skor yang nantinya dapat dijadikan input dalam perhitungan keputusan MPE, CPI, dan AHP. Komitmen juga merupakan indikator dari kinerja seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka di atas. Dalam penelitian ini, pengukuran komitmen organisasi mengacu pada konsep Allen dan Meyer (1996) yang mengemukakan bahwa komitmen diukur berdasarkan 3 (tiga) dimensi yaitu komitmen affective, continuance dan normative. Affective merupakan ikatan emosional dan keinginan pekerja untuk tetap tinggal dengan organisasi. Continuance merupakan pertimbangan pekerja dari keuntungan material yang akan diperoleh dari tetap tinggal pada organisasi. Normative atau komitmen moral adalah mencerminkan rasa tanggung jawab untuk tetap tinggal pada organisasi. Hasil pengukuran komitmen ini juga berupa skor. Produktivitas merupakan suatu nilai yang dapat menunjukkan tingkat kinerja. Produktivitas dapat diukur dengan jumlah output yang dihasilkan dari sebuah proses yang ditangani oleh seorang tenaga kerja, dan menentukan standar produktivitas yang diharapkan. Namun, karena pada bagian produksi di PT. Coca Cola Bottling Indenesia Central Java berorintasi pada mesin, maka pengukuran produktivitas dilakukan dengan persentase jam kerja produktif yang digunakan. Perlu diketahui bahwa data produktivitas yang diperoleh merupakan data sekunder dari observasi yang telah dilakukan PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java, yaitu dengan metode work sampling analysis. Metode work sampling analysis mengukur persentase jam kerja produktif yang digunakan karyawan dari total jam kerja yang dimiliki dalam satu hari. Lembar observasi work sampling analysis dapat dilihat pada Lampiran 1.
B. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Kepuasan Kerja (uji Mann-whitney) H0 : µ1 = µ 2 , yaitu kepuasan kerja karyawan non-outsource dan karyawan outsource tidak berbeda nyata. H1 : µ1 ≠ µ 2 , yaitu kepuasan kerja karyawan non-outsource dan karyawan outsource berbeda nyata. 2. Komitmen Organisasi (uji Mann-whitney) H0 : µ1 = µ
2
, yaitu komitmen organisasi karyawan non-outsource dan
karyawan outsource tidak berbeda nyata. H1 : µ1 ≠ µ
2
, yaitu komitmen organisasi karyawan non-outsource dan
karyawan outsource berbeda nyata. 3. Produktivitas (uji-t dua sampel independen)
Levene’s test (varians) H0 : σ12 = σ22 , yaitu asumsi kedua varians sama besar. H1 : σ12 ≠ σ22, yaitu asumsi kedua varians tidak sama besar.
Uji-t H0 : µ1 = µ
2
, yaitu produktivitas karyawan non-outsource dan
karyawan outsource tidak berbeda nyata. H1 : µ1 ≠ µ
2
, yaitu produktivitas karyawan non-outsource dan
karyawan outsource berbeda nyata.
C. Metode Pengumpulan Data 1. Objek penelitian Objek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan outsource dan non-outsource pada bagian produksi di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java. Sampel merupakan sebagian atau populasi yang diteliti. Menurut Suharsini Arikunto (1993), dalam penetapan sampel harus memperhatikan jumlah populasi sampel. Untuk populasi kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya dijadikan sampel sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Namun, jika polulasi sampelnya besar maka dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %
tergantung pada kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga dan dana, luas wilayah pengamatan, dan besarnya resiko yang diambil. Pada penelitian ini jumlah sampel yang diambil ditentukan berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:
n=
N 1 + Ne2
Keterangan :
n : Jumlah sampel N : Populasi e : Standar error
Dengan jumlah populasi karyawan produksi di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java 356 karyawan yang terdiri dari 220 karyawan non-outsource dan 136 karyawan outsource dan standar error 10 % dengan perhitungan rumus Slovin maka diperoleh jumlah sampel karyawan non-outsource sebesar 69 orang dan karyawan outsource sebesar 58 orang .
2. Metode Survey Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), metodologi penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Metode ini dapat digunakan untuk maksud penjajagan (eksploratif), deskriptif, penjelasan (explanatory atau confirmatory), evaluasi, prediksi, penelitian operasional, dan pengembangan indikator-indikator sosial. Keuntungan terbesar penelitian survey dengan kuesioner adalah kehematan. Penggunaan kuesioner akan memperoleh data yang maksimal dengan biaya yang relatif kecil. Selain itu, kuesioner adalah alat yang lebih peka, karena data pada kuesioner berbias lebih rendah terhadap jawaban yang diinginkan dibandingkan data yang diperoleh dengan wawancara. Keterbatasan kuesioner adalah relatif singkat dan responden kebanyakan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengisi kuesioner (Chadwick et. al., 1991).
Metode survey digunakan untuk memperoleh data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui pengisian langsung daftar pertanyaan kuesioner oleh responden. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data primer sebagai berikut: Pertama adalah A, C, N Commitment Scale (Allen dan Meyer, 1997) yang digunakan dalam pengukuran komitmen organisasi dengan 5 poin ukuran Likert dengan rentang dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Instrumen ini terdiri dari 3 bagian yang sesuai untuk setiap tipe komitmen organisasi: a). Affective komitmen, b). Continuance komitmen, c). Normative komitmen. Kuesioner ini ditujukan kepada karyawan outsource dan non-outsource. Kedua adalah Minnesota Satisfaction Quisioner (MSQ) yang dikembangkan oleh Weiss, Dawis, England, dan Lofquist (1967). Bentuk dari instrumen MSQ adalah diukur dengan 5 poin skala Likert ( 1= sangat tidak puas; 5= sangat puas). Bentuk MSQ terdiri dari 5 dimensi kepuasan yaitu kepuasan terhadap: 1) Penggajian, 2) Pekerjaan, 3) Kesempatan promosi, 4) Pengawasan, 5) Hubungan dengan rekan. Walaupun skala Likert merupakan teknik skala ordinary dengan
konversi biasanya
diperlakukan sebagai skala interval. Kuesioner ini ditujukan kepada karyawan outsource dan non-outsource. Kuesioner kepuasan kerja dan komitmen organisasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun metode survey yang lain adalah metode surver dengan kuesioner AHP. Kuesioner ini digunakan untuk mengukur bobot faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan outsourcing. Kuesioner ini akan ditujukan kepada level manajer atau pihak yang berwenang terhadap diberlakukannya outsourcing. Kuesioner AHP tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk menguji alat pengumpul data (kuesioner). Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen pengumpul data perlu dilakukan agar instrumen dalam penelitian ini bisa digunakan sebagi alat pengukur dari faktor faktor kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Uji validitas dan reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA).
a. Uji Validitas Instrumen Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur apa yang seharusnya diukur. Doll, Xia dan Torkzadeh (1994) mengukur validitas variabel dalam confirmamory factor analysis (CFA) model, sebagi berikut:
Pada first-order model pengukuran, standart factor loading (muatan faktor standar) variabel teramati. (indikator) terhadap variabel laten merupakan estimasi validitas variabel teramati.
Pada second-order model pengukuran, standard
structural
coefficient dari faktor (variabel laten) pada konstruk yang lebih tinggi adalah estimasi validitas dari faktor tersebut. Menurut Rigdon dan Ferguson (1991) dalam Wijanto (2008), suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika nilai t muatan faktornya lebih besar dari nilai kritis (> 1,96) dan muatan faktor standarnya > 0,70.
b. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas merupakan konsistensi suatu pengukuran. Evaluasi terhadap reliabilitas dari model pengukuran dalam SEM dapat digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan Variance Extracted (ukuran ekstrak varian). Reliabilitas komposit suatu konstruk dihitung dengan rumus sebagai berikut: Contruct Reliability (CR) = (∑Std. Loading)2 . 2 (∑Std. Loading) + ∑ej
Dengan Std. Loading (muatan faktor standar) dapat diperoleh dari keluaran program LISREL, dan ej adalah measurement error untuk
setiap indikator atau variabel teramati (Fornel dan Larker, 1981, dalam Wijanto, 2008). Ekstrak varian mencerminkan jumlah varian keseluruhan dalam indikator yang dijelaskan oleh variabel laten. Ukuran ekstrak varian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Variance Extracted (VE) = (∑Std. Loading)2 N Dengan N adalah banyaknya variabel teramati dari model pengukuran. Hair et.al. (1998) dalam Wijanto (2008) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai CR-nya > 0,70 dan VE-nya > 0,50.
3. Metode Wawancara Metode ini juga digunakan untuk memperoleh data primer, yaitu berupa data kualitatif. Wawancara dilakukan kepada manajer dan operator. Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada manajer dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun pokok pertanyaan untuk level operator dapat dilihat pada Lampiran 5. wawancara pada level operator mengacu pada aspek kepusan kerja dan komitmen karyawan di lapangan.
4. Dokumentasi Perusahaan Dokumentasi perusahaan digunakan sebagai data sekunder dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh tersebut adalah data historis produktivitas tenaga kerja periode Januari – Maret.
D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik uji mannwhitney, uji-t dua sampel independen (Independent Sample-t Test) dan beberapa metode keputusan, yaitu Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Composite Performance Index (CPI) (AHP).
dan Analytical Hierarchy Process
1. Uji Mann-Whitney Uji mann-whitney digunakan dalam menganalisis perbandingan dua dari empat kriteria yang menjadi pertimbangan perlu atau tidaknya outsource yaitu variabel kepuasan kerja dan variabel komitmen organisasi. Dari uji mann-whitney tersebut akan didapat nilai signifikansi yang akan menunjukkan apakah ada perbedaan yang nyata dari dua kriteria tersebut baik pada outsource maupun tidak. 2. Uji-t dua sampel independen Uji-t dua sampel independen digunakan untuk menganalisis tingkat perbedaan (signifikansi) dari kriteria produktivitas. Uji ini digunakan pada produktivitas karena data produktivitas yang diperoleh merupakan data interval. 3. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. 4. Composite Performance Index (CPI) Metode Composite Performance Index (CPI) merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria. Metode ini bisa mengakomodasi kriteria tren positif (semakin tinggi nilaianya semakin baik) dan tren negatif (semakin rendah nilainya semakin baik). 5. Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu analisis yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem dan membantu melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. AHP digunakan dalam menentukan alternatif berdasarkan faktor-faktor yang dikaji. Menurut Marimin (2004), dengan menggunakan AHP, suatu persoalan dapat dipecahkan dalam suatu
kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria)
secara
intuitif,
yaitu
berpasangan (pairwise comparisons).
dengan
melakukan
perbandingan
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan Coca-Cola Sejarahnya berawal dari ide John Styth Pemberton yang kali pertama memperkenalkan rasa menyegarkan Coca-Cola di Atlanta, Georgia, AS. Mei 1886 ahli farmasi itu membuat sirup karamel berwarna dalam sebuah ketel kuningan di kebun belakang rumahnya. Pada tahun 1899 proses pembotolan Coca-Cola berskala besar dimulai. Pemilik The Coca-Cola Company Asa G Chandler memberikan hak pembotolan eksklusif kepada Joseph B Whitehead dan Benjamin F Thomas dari Chattanooga, Tennessee. Saat ini Coca-Cola telah mencapai konsumen dan pelanggan di seluruh dunia melalui jaringan distribusi yang luas yang terdiri atas perusahaan-perusahaan pembotolan lokal. Perusahaan-perusahaan itu tersebar di seluruh dunia dan kebanyakan merupakan bisnis independen. Di Indonesia Coca-Cola mulai diperdagangkan pada tahun 1932 oleh De Netherlands Indische Mineral Water Fabrik Jakarta di bawah manajemen Bernie Vonings dari Belanda. Setelah Proklamasi Kemerdekaan dan masuk para pemegang saham dari Indonesia perusahaan berganti nama menjadi Indonesia Beverages Limited (IBL). Tahun 1971 IBL menjalin kerja sama dengan Mitsui Toatsu Chemical Inc, Mitsui dan Co Ltd, dan Mikuni CocaCola Bottling Co membentuk PT Djaya Beverages Bottling Company (DBBC). Pada 12 Oktober 1993 Coca-Cola Amatil Limited (CCA) sebuah perusahaan publik dari Australia mengambil alih kepemilikan DBBC dan berubah namanya menjadi Coca-Cola Amatil Indonesia, Jakarta. Sampai saat ini CCA didukung oleh 11 pabrik pembotolan dan sekitar 9.000 karyawan yang melayani lebih dari 400.000 pelanggan di seluruh Nusantara. Coca-Cola di Jawa tengah dirintis oleh dua orang pengusaha, yaitu Partogius Hutabarat (almarhum) dan Mugijanto. Nama yang dipilih adalah PT Pan Java Bottling Company yang resmi didirikan pada 1 November 1974 di atas lahan seluas 8,5 ha dan mulai beroperasi 5 Desember 1976. Namun sejak 1 Juli 2002 berubah menjadi PT Coca-Cola Bottling Indonesia (CCBI) Central
Java
Operations,
sedangkan
distributornya
bernama
PT
Coca-Cola
Distribution Indonesia (CCDI ). Saat ini merek produk The Coca-Cola Company adalah Coca-Cola, Diet Coke Sprite, Fanta, Frestea, Sunfill (sirup), Ades ( air putih ), Aquarius, Krest, AdanW Sarsaparilla, dan Schweppes.
B. Sumber Daya Manusia Perusahaan PT. Coca-Cola merupakan salah satu perusahaan yang memiliki tenaga kerja yang cukup banyak. Oleh karena itu perlu adanya sistem sumber daya manusia yang baik untuk mengatur urusan yang menyangkut tenaga kerja. Sumber daya manusia di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java secara umum mencakup proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan; proses promosi, mutasi dan demosi; penilaian prestasi kerja; dan sistem penggajian serta penghargaan. 1. Proses Rekrutmen, Seleksi dan Penempatan Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari atau memeperoleh kumpulan pelamar lowongan pekerjaan yang terdapat pada sebuah perusahaan. Pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java rekrutmen bertujuan untuk replacement suatu posisi pegawai yang kosong dan pengembangan (development) dari perusahaan tersebut. Kekosongan posisi di perusahaan disebabkan oleh pemberhentian pegawai atau sudah masa pensiun bagi pegawai tersebut, sedangkan pengembangan dari perusahaan disebabkan oleh peningkatan kapasitas produksi dan peningkatan jumlah permintaan pasar. Proses rekrutmen pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java dibagi menjadi dua yaitu : rekrutmen internal dan eksternal, yang menjadi prioritas utama adalah dari internal perusahaan itu sendiri. Rekrutmen internal adalah suatu proses perekrutan yang mengambil orang-orang dari dalam perusahaan itu sendiri dengan pengumuman pada setiap departemen. Rekrutmen eksternal adalah proses perekrutan ayng mengambil orang dari luar perusahaan. Proses ini dilakukan melalui iklan di media masa atau dengan go to campus. Sulit untuk mencapai suatu sistem perekrutan yang efektif tetapi untuk meminimumkan biaya
biasanya lewat campus. Rekrutmen internal biasanya tahapan seleksinya lebih sedikit dibandingkan dengan seleksi eksternal. Pada perusahaan terdapat suatu metode perekrutan yang khusus untuk National Graduate Trainee Program (NGTP) yaitu suatu perekrutan untuk posisi yang diarahkan untuk mengisi posisi manager pada perusahaan. Perekrutannya
yaitu dengan Go to Campus dan terdapat
pembagian masing-masing tiga universitas untuk tiap-tiap unit operasi dari perusahaan sendiri. Misalnya untuk unit operasi Jawa Tengah mengambil dari tiga universitas yaitu : UNDIP, UGM dan UNS, sedangkan untuk unit operasi Jawa Barat yaitu: IPB, UI, dan Trisakti. Pemilihan universitas ini berdasarkan kualitas dari lulusan untuk setiap universitas yang dinilai oleh pihak perusahaan mempunyai kompetensi sesuai yang diinginkan oleh pihak perusahaan itu sendiri. Seleksi adalah suatu proses pemilihan dari kumpulan pelamar yang mempunyai kompetensi dan kemampuan sesuai yang diinginkan oleh pihak perusahaan. Tahapan proses seleksi pada perusahaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu seleksi administrasi, seleksi kompetensi dan interview. Seleksi administrasi adalah suatu proses seleksi yang untuk mengetahui kelengkapan syarat- syarat admisnistrasi yang ditetapkan oleh perusahaan untuk posisi tertentu. Cotohnya adalah riwayat pendidikan, surat lamaran, batasan umur, dan lain-lain. Seleksi kompetensi adalah suatu proses seleksi untuk mengetahui kemampuan dan kompetensi pelamar yang sesuai dengan yang dinginkan perusahaan untuk posisi tertentu atau mencocokan kualifikasi pelamar dengan kulaifikasi lowongan pekerjaan di perusahaan. Contoh tes yang diujikan pada tahapan seleksi ini adalah tes psikologi dan tes potensial akademik. Setelah melewati dua tahapan seleksi sebelumnya pelamar yang masih lolos kualifikasi akan masuk pada seleksi tahap ketiga yaitu interview. Interview bertujuan untuk mengetahui knowledge, skill, dan attitude dari pelamar. Interview dilakukan oleh dua Assesor yaitu dari HR Departement dan User (manager). Interview dari HR bertujuan untuk mengetahui personality dari pelamar. User yang dimaksud disini adalah atasan pada posisi yang kosong tersebut. Tujuan
dari interview dari user adalah untuk mengetahui teknical skill dari pelamar untuk memenuhi kualifikasi pada posisi yang akan diisi. Pada interview oleh user dapat mengetahui sejauh mana pelamar mengenal posisi yang akan diisi. Penempatan adalah suatu proses memposisikan para pelamar terpilih pada posisinya masing-masing. Penempatan biasanya dilakukan masa percobaan selama tiga bulan. Selanjutnya setelah tiga bulan akan ada tiga pilihan yaitu ditetapkan, diperpanjang, dan ditolak. Jika selam masa percobaan calon pegawai telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan maka akan ditetapkan dan dilakukan pengangkatan sebagai pegawai baru. Jika belum memenuhi persyaratan maka akan diperpanjang masa percobaannya atau bahkan bisa ditolak. Sistem placement pada perusahaan ini adalah dengan sistem On-JT ( On Job Training ). Sistem On-JT merupakan suatu sistem percobaan pada situasi kerja yang sebenarnya yang pengawasanya dilakukan secara langsung oleh atasanya pada posisi tersebut.
2. Promosi, Mutasi, dan Demosi Promosi adalah suatu proses perpindahan jabatan secara vertikal ke atas atau kenaikan jabatan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pegawai yang dinilai oleh atasannya mempunyai kompetensi untuk ditempatkan di posisi yang lebih tinggi. Seorang pegawai berhak dipromosikan oleh atasannya guna mengisi posisi di atasnya yang lowong. Atasan menentukan pegawai yang dipromosikan berdasarkan penilaiannya terhadap kinerja seorang bawahannya dan menentukan apakah seseorang memenuhi persyaratan untuk mengisi posisi yang lowong tersebut. Proses promosi dilakukan dengan didiskusikan dengan L dan D Manager kemudian jika sudah ditetapkan, maka akan dilakukan assesment oleh HR. Sistem promosi yang dijalankan adalah
kesempatan pertama
diberikan terlebih dahulu kepada pekerja tetap yang berada di lingkungan unit operasinya dengan memperhitungkan prestasi, potensi, dan masa kerja sebagai satu kesatuan. Setiap dilakukan promosi/ pengangkatan pekerja
harus disertai dengan surat keputusan perusahaan. Untuk pekerja yang jabatannya junior manager ke bawah yang dipromosikan akan menjalani orientasi jabatan selama tiga bulan. Jika pekerja lulus masa orientasi jabatan kenaikan gaji pegawai dihitung sejak masa orientasi jabatan. Promosi dapat dilakukan antar departemen jika pekerja dinilai cukup memiliki kemampuan untuk mengisi posisi yang lowong di departemen lain. Mutasi adalah perpindahan jabatan secara horisontal
yang
disebabkan kebutuhan dan tuntutan pekerjaan dalam suatu organisasi atau departemen, berwenang
guna kelancaran operasional untuk
melakukan
mutasi
perusahaan. Perusahaan
terhadap
pekerja
dengan
memperhatikan kemampuan pekerja dan pekerjaannya. Pekerja dituntut mempunyai multi kompetensi karena mutasi dapat dilakukan antar departemen dan diputuskan oleh perusahaan. Mutasi bukan merupakan hukuman
kepada
seorang
pekerja,
melainkan
karena
adanya
pendayagunaan tenaga kerja yang ada untuk mencapai efektifitas dan produktifitas kerja. Sistem mutasi yang berlaku di perusahaan hampir sama dengan promosi, setiap mutasi yang dilakukan harus dikomukasikan terlebih dahulu dengan bagian Human Resource. Tingkatan Jabatan PT Coca Cola Bottling Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Senior Manager
Middle Manager
Tingkatan Jabatan PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java
Junior Manager
Supervisory Non Supervisory
Gambar 2. Tingkatan Jabatan PT Coca Cola Bottling Indonesia
Demosi adalah suatu penurunan grade jabatan pekerja kejabatan yang lebih rendah, yang disebabkan ketidakmampuan melakukan suatu pekerjaan, yang dapat dibuktikan dengan hasil penilaian dari atasannya. Demosi dilakukan terhadap pekerja yang tidak menunjukkan kemampuan atau prestasi yang diharapkan selama memegang jabatan. Selain itu demosi dapat dilakukan atas permintaan pekerja sendiri karena merasa tidak mampu dengan persetujuan dari atasannya. Keputusan demosi merupakan wewenang perusahaan dengan mempertimbangkan usul dan saran dari atasan yang bersangkutan. Pemberian demosi kepada seorang pekerja tidak merupakan penghalang bagi pekerja yang bersangkutan untuk diusulkan memegang suatu jabatan lagi dikemudian hari. Keputusan demosi mengakibatkan dicabutnya segala fasilitas yang bersangkutan.
3. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja dilaksanakan setiap tahun sekali oleh atasannya,
sesuai
mekanisme
yang
berlaku.
Hasilnya
akan
dikomunikasikan oleh atasannya kepada pekerja, sehingga pekerja mengetahui apa yang menjadi kelebihan dan kekurangannya dan dapat memperbaikinya untuk masa yang akan datang. Pekerja yang dinilai merasa keberatan terhadap hasil penilaian yang dilakukan oleh atasannya, pekerja dapat memberikan keberatannya dalam formulir penilaian dengan mengemukakan alasan-alasannya secara wajar. Apabila terdapat perbedaan pendapat antara pekerja yang dinilai dengan atasannya yang menilai diselesaikan oleh atasan yang lebih tinggi dengan cara yang sebaikbaiknya. Sistem penilaian kinjera di PT Coca Cola Bottling Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
Manager
Direct Supervisor
Pekerja yang dinilai
Gambar 3. Sistem Penilaian PT Coca Cola Bottling Indonesia Sistem ini berlaku untuk jabatan Non-supervisory sampai level General manager. Penilaian selalu dilakukan oleh atasannya dari masingmasing pekerja. Misalnya Supervisor L and D dinilai oleh Manajer L and D, serta Manajer L and D dinilai oleh Manager HR Departemen, demikian seterusnya samapai level paling atas.
4. Sistem Penggajian dan Penghargaan Bagi Pekerja. Sistem penggajian yang berlaku di perusahaan adalah upah pokok ditentukan oleh grade pekerja. Perusahaan berkewajiban memperhatikan kondisi daya beli pekerja sebagai bentuk menjaga kesejahteraan pekerjanya. Upah pokok dibayarkan perusahaan dalam bentuk upah bruto (gross), artinya pekerja wajib membayar pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pembayaran upah dilakukan pada minggu terakhir setiap akhir bulan. Gaji merupakan upah pokok ditambah benefit yang diterima oleh masing-masing pekerja yang besarnya berbedabeda. Kenaikan upah pokok dilakukan setiap tahun sekali pada bulan Januari dengan mempertimbangkan laju inflasi dan indek harga konsumen, prestasi kerja berdasarkan penilaian kinerja tahunan (Performance Review), upah minimum propinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/ kota (UMK), selain faktor tersebut juga berdsarkan pada kinerja
perusahaan. Kenaikan upah dapat juga dilakukan karena promosi jabatan atau grade sesuai dengan ketentuan perusahaan. Perusahaan memberikan penghargaan kepada pekerja jika pekerja tersebut membawa nama baik perusahaan, atau pekerja yang mendapat penghargaan dari pemerintah. Sistem penghargaan dan besarnya jumlah yang diberikan diatur oleh perusahaan dan dikomunikasikan dengan serikat pekerja. Selain itu perusahaan juga memberikan penghargaan terhadap masa kerja yang mencapai masa kerja yang ditentukan perusahaan yaitu 5 (lima) tahun dan kelipatannya. Selain itu, premi dan insentif
diberikan
perusahaan
kepada
pekerja
dikaitkan
dengan
produktivitas kerja atau pencapaian target atau kualitas tertentu, untuk bagian atau jabatan tertentu. Perusahaan juga memberikan kompensasi bukan dalam bentuk uang melainkan dengan rekreasi atau pemberian fasilitas kantor untuk meningkatkan motivasi pekerja. Total Reward System merupakan
kompensasi,
benefit
dan
lingkungan kerja yang diterima oleh seorang pekerja. Dalam perusahaan dibagi 2 (dua) kompensasi yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung berupa upah atau gaji pokok, insentif dan bonus, sedangkan kompensasi tidak langsung berupa asuransi dan karir pelatihan. Faktor kompensasi adalah karakter atau atribut tertentu yang ada di dalam semua jabatan dengan derajat yang bertingkat-tingkat dan kompensasi atas jabatan yang dimaksud diberikan oleh perusahaan berdasarkan derajat dari karakter atau atribut tersebut. Penentuan faktor kompensasi ditentukan oleh perusahaan. Pada perusahaan menentukan faktor
kompensasi
berdasarkan
penggabungan
antara
kompensasi
berdasarkan jabatan dan kinerja. Upah atau gaji pokok ditentukan oleh faktor kompensasi yaitu jabatan, sedangkan untuk faktor kompensasi kinerja menentukan insentif, bonus dan lingkungan kerja.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengkaji perbandingan antara tenaga kerja outsource dan non-outsource berdasarkan empat kriteria yaitu biaya, kepuasan kerja karyawan, komitmen organisasi, dan produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Data dari kriteria biaya diperoleh berdasarkan wawancara dan data sekunder. Data kriteria kepuasan kerja dan komitmen organisasi diperoleh melalui kuesioner, sedangkan data kriteria produktivitas diperoleh dari data sekunder. Analisis data dimulai dengan uji validitas dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan dapat dijadikan sebagai alat ukur kriteria kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selanjutnya dari setiap kriteria tersebut dilakukan analisis deskriptif dan uji tingkat perbedaan pada tenaga kerja outsource dan nonoutsource. Tahap akhir dilakukan analisis keputusan berdasarkan empat kriteria tersebut untuk mengetahui prioritas alternatif keputusan yang akan diambil.
A. Uji Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini, ada empat kriteria yang dikaji dalam menentukan perlu atau tidaknya outsourcing pada bagian produksi. Kriteria tersebut antara lain adalah biaya, kepuasan kerja, komitmen, dan produktivitas. Data kepuasan kerja dan komitmen diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner tersebut berdasarkan variabel-variabel teramati yang merefleksikan variabel laten (kepuasan kerja dan komitmen). Untuk itu perlu adanya uji reliabilitas dan uji validitas dari kepuasan kerja dan komitmen guna mengetahui apakah data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pengukuran terhadap faktor serta untuk mengkorfirmasi
apakah
variabel-variabel
teramati
tersebut
memang
merupakan ukuran/refleksi dari sebuah variabel laten (kepuasan kerja dan komitmen). Kepuasan kerja dan komitmen merupakan konstruk 2 (dua) ordo atau dua tingkat, artinya tingkat pertama menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator (pertanyaan pada kuesioner) dari variabel laten terkait dan tingkat kedua menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten tingkat pertama sebagai indikatorindikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua (kepuasan kerja atau
komitmen). Oleh karena itu, uji reliabilitas dan uji validitas dilakukan dengan menggunakan
Confirmatory
Factor
Analysis
(CFA).
CFA
dapat
mengakomodasi pengukuran pada konstruk dua ordo atau konstruk dua tingkat yang disebut Second order Confirmatory Factor Analysis (2ndCFA). CFA akan menghasilkan suatu model, dan dari model tersebut dapat diuji realibilitas dan validitasnya. Adapun metode estimasi yang digunakan dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah metode estimasi Weighted Least Square (WLS) karena data yang diperoleh adalah data ordinal berdasarkan skala Likert (1-5). Di dalam CFA, pengolahan data ordinal sebaiknya ditransformasikan dahulu kedalam bentuk Polychoric correlation Matrix, dan juga menyertakan Asymptotic Covariance Matrix sebagi syarat penggunaan metode estimasi Weighted Least Square (WLS). Pengolahan data ordinal pada CFA dengan cara ini berguna untuk menghindari hasil estimasi model yang bias dibandingkan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood. Joreskog (1996;2002) dalam Ghozali (2005) mengatakan, untuk melakukan analisis Structural Equation Modeling dengan menggunakan variabel ordinal, data mentah tidak dapat digunakan untuk melakukan analisis. Namun, data mentah yang berisi data ordinal tersebut harus dikonversi ke dalam bentuk polychoric correlation. Di samping itu, penggunaan metode Maximum Likelihood dalam menggunakan SEM dengan data ordinal sangat tidak dianjurkan karena akan menghasilkan estimasi parameter dan model fit yang bias, namun metode analisis seharusnya menggunakan weighted least square (WLS). Dalam hal ini, walaupun analisis data tidak menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), akan tetapi CFA merupakan dasar dari Structural Equation Modeling (SEM) sehingga cara perhitungannya akan sama.
1. Model Kepuasan Kerja Sebelum menguji reliabilitas dan validitas, model yang dihasilkan oleh CFA perlu dilakukan uji kecocokan antara model dan data, dan mengetahui fit (baik) atau tidaknya model tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi ukuran fit atau tidaknya model. Uji kecocokan model ini dapat
dilihat dari Goodness of Fit (GOF) dari model tersebut. Adapun indikator yang menjadi ukuran GOF dari model adalah nilai chi-square dan p-value (probabilitas), RMSEA, GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI, ECVI dan lain-lain yang tercetak sebagai Goodness of Fit Statistics. Namun, yang umum digunakan adalah nilai chi-square dan p-value (probabilitas) serta nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation). Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model dimana nilai chi-square ini menunjukkan adanya penyimpangan antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian model. Ukuran kecocokan model yang baik berdasarkan nilai chi square adalah nilai yang kecil dan signifikansi yang lebih besar dari 0,05. Nilai chi-square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna. Indikatorindikator tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Path Diagram nilai estimasi kepuasan kerja.
P adalah probabilitas untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar sebagaimana ditunjukkan oleh nilai chi-square. Sehingga, nilai chisquare yang signifikan (p-value < 0,05) berarti data empiris yang diperoleh berbeda dengan model, sedangkan nilai yang tidak signifikan berarti data sesuai dengan model. Hal ini berarti nilai yang tidak signifikan adalah yang diharapkan. Pada Gambar 4, hasil estimasi model kepuaan kerja menunjukkan nilai chi square (df=164) adalah 184,78 dengan pvalue 0,127 > 0,05. Ukuran kecocokan model yang baik adalah nilai chi square yang kecil atau mendekati nilai df (degree of freedom). Hal ini berarti model sudah cukup baik jika dilihat dari dua indikator tersebut. Selain daripada itu, RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) pada Gambar 4 menunjukkan nilai 0,032 < 0,05. Nilai RMSEA yang kurang daripada 0,05 mengindikasikan adanya model yang fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.05 sampai 0,08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998) dalam buku Wijanto (2008). Dalam Wijanto (2008), MacCallum et al (1996) menyatakan bahwa RMSEA berkisar antara 0,08 sampai dengan 0,1 menyatakan bahwa model memiliki fit yang cukup (medicore), sedangkan RMSEA yang lebih besar dari 0,1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek. Hal ini berarti model konstruk kepuasan kerja memiliki model fit yang baik sehingga uji validitas dan uji reliabilitas bisa dilakukan. Selain daripada itu, model yang baik atau fit adalah model yang memiliki nilai GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI mendekati 1. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari output model kepuasan kerja pada Lampiran 6.
a. Uji Validitas Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas kuesioner bisa dilihat dari nilai t-value dari setiap indikatornya, dimana indikator-indikator tingkat pertama pada 2ndCFA ini merupakan butir-butir pertanyaan dari kuesioner yang disajikan, sedangkan validitas konstruk bisa dilihat dari nilai t-value (nilai t muatan faktor) dari setiap variabel laten
tingkat pertama sebagai indikator-indikator terhadap variabel laten tingkat kedua. Menurut Rigdon dan Ferguson (1991) dan Doll, Xia, Torzadeh (1994) dalam Wijanto (2008), suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya, jika :
Nilai t muatan faktornya (loading factors) lebih besar dari nilai kritis (atau > 1,96)
Muatan faktor standarnya (standardized loading factors) > 0,70 atau > 0,50
menurut Igbaria et.al. (1997) dalam Wijanto
(2008). Nilai t menunjukkan tingkat signifikansi parameter estimasi, sedangkan muatan faktor standar menunjukkan nilai parameter estimasinya. Nilai t-values model kepuasan kerja dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Path Diagram nilai t-values kepuasan kerja.
Konstruk kepuasan kerja CFA tingkat pertama terdiri dari 5 (lima) variabel laten yaitu penggajian, promosi, pekerjaan, hubungan rekan dan pengawasan. Penggajian diukur berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu a1, a2, a3, a4; indikator promosi yaitu b1, b2, b3, b4; indikator pekerjaan yaitu c1, c2, c3, c4; indikator hubungan rekan yaitu d1, d2, d3, d4; dan indikator pengawasan yaitu e1, e2, e3, e4. Pada tingkat kedua variabel laten kepuasan kerja diukur dengan 5 (lima) indikator yaitu variabel laten pada tingkat pertama antara lain penggajian, promosi, pekerjaan, hubungan rekan dan pengawasan. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai t-values dari setiap indikator pada tingkat pertama semua lebih besar daripada 1,96. sedangkan pada Gambar 6 memperlihatkan nilai muatan faktor standar yang semuanya lebih besar daripada 0,5.
Gambar 6. Path Diagram nilai muatan faktor standar 1stCFA kepuasan kerja.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap indikator pada tingkat pertama memiliki validitas yang baik, artinya setiap butir pertanyaan pada kuesioner yang disajikan juga memiliki validitas yang baik dan dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengukur tingkat kepuasan kerja. Nilai t muatan faktor untuk variabel-variabel pada tingkat kedua juga memiliki nilai yang lebih besar daripada 1,96 yang menunjukkan bahwa muatan faktor masing-masing variabel indikator signifikan terhadap variabel latennya yang artinya memiliki validitas yang baik.
b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator yang digunakan memiliki konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk atau variabel latennya. Uji reliabilitas atau keterandalan kuesioner digunakan untuk menunjukkan sejauh mana hasil dari suatu alat ukur itu relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan berulang (repeat measure). Uji reliabilitas model kepuasan kerja berguna untuk mengetahui dan mengkonfirmasi apakah lima faktor yaitu penggajian, kesempatan promosi, pekerjaan, hubungan dengan rekan, dan pengawasan dapat mengukur kepuasan kerja. Untuk mengukur reliabilitas dalam CFA, dapat digunakan pengukuran construct reliability (ukuran reliabilitas gabungan) dan Variance Extracted measure (ukuran ekstrak varian). Suatu konstruk memiliki reliabilitas yang baik jika memiliki nilai construct reliability (CR) > 0,70 dan nilai Variance Extracted (VE) > 0,50 (Hair et. Al. 1998 dalam Wijanto, 2008). Muatan faktor standar yang digunakan dalam pengukuran CR dan VE dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan perhitungan CR dan VE untuk masing-masing variabel laten dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil perhitungan CR dan VE tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar hasil perhitungan validitas dan reliabilitas model 2ndCFA kepuasan kerja Variabel
1stCFA Penggajian A1 A2 A3 A4 Promosi B1 B2 B3 B4 Pekerjaan C1 C2 C3 C4 Hub.Rekan D1 D2 D3 D4 Pengawasan E1 E2 E3 E4
2ndCFA Kepuasan Penggajian Promosi Pekerjaan Hub.Rekan Pengawasan
Muatan Faktor Standar
Error
0,82 0,82 0,80 0,83
0,33 0,33 0,37 0,31
0,81 0,83 0,80 0,79
0,35 0,31 0,36 0,38
0,83 0,68 0,76 0,75
0,32 0,53 0,43 0,43
0,87 0,80 0,73 0,80
0,24 0,37 0,47 0,36
0,84 0,68 0,81 0,72
0,30 0,54 0,34 0,48
1,00 0,87 0,83 0,93 0,97
0,01 0,24 0,32 0,13 0,06
Reliabilitas CR>0,70 VE>0,50
0,89
0,67
0,88
0,65
0,84
0,57
0,88
0,64
0,85
0,59
0,97
0,85
Keterangan
Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik
Dari hasil perhitungan CR dan VE pada Tabel 1 didapat nilai CR yang lebih besar dari 0,70 (CR > 0,70) dan nilai VE yang lebih besar dari 0,50 (VE > 0,50) untuk setiap variabel laten (gaji, promosi, pekerjaan, hubungan rekan, dan pengawasan) pada tingkat pertama. Nilai-nilai CR dan VE tersebut menunjukkan bahwa variabel laten pada tingkat pertama tersebut memiliki reliabilitas yang baik, dan
indikator-indikator
tersebut
dikatakan
bisa
mengukur
variabel
latennya. Sedangkan untuk mengukur reliabilitas konstruk kepuasan kerja secara keseluruhan, construct reliability (CR) dan Variance Extracted (VE) dari kepuasan kerja dihitung berdasarkan nilai muatan faktor standar dan error-nya pada 2nd CFA yang terdapat pada Gambar 7.
Gambar 7. Path Diagram nilai muatan faktor standar 2ndCFA kepuasan kerja. Hasil perhitungan construct reliability (CR) dan Variance Extracted (VE) dari kepuasan kerja di atas memperoleh hasil nilai CR = 0,96 (CR > 0,70) dan nilai VE = 0,85 (VE > 0,50). Nilai CR dan VE tersebut menunjukkan bahwa konstruk kepuasan kerja memiliki reliabilitas yang baik sehingga faktor penggajian, promosi, pekerjaan, hubungan rekan, dan pengawasan dapat dikatakan merupakan faktor yang dapat mengukur kepuasan kerja.
2. Model Komitmen Organisasi CFA pada konstruk komitmen organisasi juga merupakan CFA ordo dua atau CFA dua tingkat (2ndCFA).
Pada konstruk komitmen
organisasi CFA tingkat pertama terdiri dari 3 variabel laten yaitu affective , continuance dan normative. Masing-masing variabel laten tersebut diukur berdasarkan 5 indikator, yaitu affective dengan indikator a1, a2, a3, a4, a5; continuance dengan indikator b1, b2, b3, b4, b5; dan normative dengan indikator c1, c2, c3, c4, c5. Seperti yang telah dijelaskan, sebelum melakukan uji reliabilitas dan uji validitas, model yang dihasilkan pada CFA konstruk komitmen organisasi juga harus dilakukan uji kecocokan model dengan indikator pada Goodness of Fit Statistics antara lain nilai chi-square dan p-value (probabilitas) serta nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation). Nilai ini dapat dilihat pada path diagram estimasi konstruk komitmen organisasi yaitu pada Gambar 8. Model yang baik atau fit adalah jika data empiris sesuai dengan model. Dari Gambar 8. memperlihatkan nilai chi-square = 99,69 mendekati nilai degree of freedom (df) = 87. Model bisa dikatakan baik jika nilai chi-square mendekati nilai degree of freedom (df) dan memiliki nilai signifikansi dari p-value (probabilitas) > 0,05. Hasil estimasi juga menghasilkan nilai p-value sebesar 0,16639 yang mana jauh di atas 0,05 yang berarti tidak signifikan, hal ini menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model. Model estimasi konstruk komitmen organisasi di atas juga memiliki nilai RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) = 0,034 < 0,05 yang menunjukkan kecocokan yang baik (close fit model). Adapun indikator-indikator lain yang dapat menunjukkan seberapa fit suatu model yaitu GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI, yang semua lebih besar dari 0,8. Model yang baik atau fit adalah model yang memiliki nilai GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI mendekati 1. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari output model pada Lampiran 8. Dari nilai-nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa model konstruk komitmen organisasi memiliki kecocokan yang baik (fit). Jika model sudah fit, maka bisa dilanjutkan dengan uji validitas dan uji reliabilitas model.
Gambar 8. Path Diagram estimasi komitmen organisasi. a. Uji Validitas Uji validitas pada konstruk komitmen organisasi dilakukan dengan mengevaluasi nilai t muatan faktor (t-value) pada tingkat pertama dan tingkat kedua pada CFA. Uji validitas pada tingkat pertama konstruk komitmen organisasi digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya variabel-variabel indikator terhadap variabel latennya. Variabel-variabel indikator pada tingkat pertama merupakan butir pertanyaan dari kuesioner komitmen organisasi yang disajikan sehingga dapat dikatakan uji validitas ini juga digunakan untuk menguji valid atau tidaknya butir pertanyaan dari kuesioner tersebut.
Nilai t muatan faktor (t-value) dapat dilihat pada path diagram nilai tvalue yang terdapat pada Gambar 9.
Gambar 9. Path Diagram t-value komitmen organisasi. Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa semua nilai t muatan faktor setiap indikator pada tingkat pertama adalah lebih besar dari nilai kritisnya yaitu lebih besar dari 1,96. Seperti yang telah dijelaskan bahwa variabel dapat dikatakan valid jika memiliki nilai t muatan faktor (t-value) lebih besar dari nilai kritisnya 1,96. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa setiap indikator pada tingkat pertama adalah valid yang berarti setiap butir pertanyaan juga valid. Variabel laten pada tingkat pertama (affective, continuance, normative) juga memiliki
validitas yang baik karena nilai t muatan faktornya juga lebih besar dari 1,96, sedangkan pada CFA tingkat kedua juga menunjukkan nilai t muatan faktor yang lebih besar dari 1,96 untuk setiap indikatornya yang menunjukkan variabel-variabel indikator pada tingkat kedua tersebut adalah valid. Selain daripada itu, validitas juga dapat dievaluasi dari nilai muatan faktor standar pada masing-masing variabel. Nilai muatan faktor standar dapat dilihat pada path diagram nilai muatan faktor standar pada Gambar 10.
Gambar 10. Path Diagram nilai muatan faktor standar komitmen organisasi. CFA tingkat pertama pada Gambar 10 menunjukkan nilai muatan faktor standar yang lebih besar dari 0,5 pada masing-masing variabel indikator dan variabel latennya. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa nilai muatan faktor standar yang lebih besar dari 0,5 menunjukkan bahwa variabel tersebut valid, sedangkan pada CFA tingkat kedua juga menunjukkan nilai muatan faktor standar yang lebih besar dari 0,5 pada affective, continuance, dan normative, maka dapat dikatakan valid. Dari analisis nilai t muatan faktor dan nilai muatan faktor standar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa indikatorindikator pada tingkat pertama tersebut dapat mengukur dan merefleksikan variabel latennya, dan pada tingkat kedua menunjukkan bahwa affective, continuance, dan normative dapat mengukur dan merefleksikan dari komitmen organisasi.
b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dapat melalui perhitungan construct reliability (CR) dan nilai Variance Extracted (VE). Seperti yang telah dijelaskan, ujia reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterandalan dan konsistensi dari suatu pengukuran, dalam hal ini uji reliabilitas digunakan untuk menguji apakah setiap variabel pada komitmen organisasi memiliki konsistensi yang tinggi atau tidak, dan mengetahui apakah kuesioner yang disajikan reliabel dan layak menjadi alat ukur komitmen organisasi. Perhitungan construct reliability (CR) dan nilai Variance Extracted (VE) didapat berdasarkan dari nilai muatan faktor standar dan errornya yang terdapat pada path diagram nilai muatan faktor standar pada Gambar 10. Perhitungan CR dan VE untuk masingmasing variabel dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan hasil perhitunganya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar hasil perhitungan validitas dan reliabilitas model 2ndCFA komitmen organisasi Variabel
Muatan Faktor Standar
Error
1stCFA Affective A1 A2 A3 A4 A5 Continuance C1 C2 C3 C4 C5 Normative N1 N2 N3 N4 N5
2ndCFA Komitmen Affective Continuance Normative
0,79 0,55 0,73 0,72 0,80
0,38 0,70 0,47 0,48 0,35
0,84 0,62 0,73 0,68 0,70
0,30 0,62 0,47 0,54 0,52
0,86 0,85 0,77 0,74 0,75
0,27 0,29 0,41 0,45 0,43
0,51 0,85 0,90
0,74 0,27 0,19
Reliabilitas CR>0,70 VE>0,50
0,84
0,52
0,84
0,51
0,89
0,63
0,81
0,60
Keterangan
Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik Reliabilitas baik Validitas baik Validitas baik Validitas baik
Hasil perhitungan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai construct reliability (CR) pada masing-masing variabel laten pada tingkat pertama adalah lebih besar dari 0,70 dan nilai Variance Extracted
(VE) > 0,5. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa
variabel laten pada tingkat pertama adalah reliabel dan kuesioner yang juga berarti reliabel untuk digunakan lebih dari sekali, sedangkan pada tingkat kedua adalah uji reliabilitas untuk mengetahui apakah konstruk komitmen organisasi terdiri dari 3 (tiga) faktor (affective, continuance, dan normative) yang konsisten dalam merefleksikan komitmen organisasi tersebut. Data yang diambil untuk perhitungan CR dan VE adalah data nilai muatan faktor standar yang diambil dari path diagram
nilai muatan faktor standar pada 2ndCFA komitmen organisasi pada Gambar 11.
Gambar 11. Path Diagram nilai muatan faktor standar 2ndCFA komitmen organisasi. Dari perhitungan didapat nilai construct reliability (CR) > 0,70 dan nilai Variance Extracted (VE) > 0,50. Nilai ini menunjukkan bahwa konstruk komitmen organisasi memiliki reliabilitas yang baik, artinya affective, continuance, dan normative merupakan faktor yang dapat merefleksikan komitmen organisasi, dan 3 (tiga) faktor tersebut konsisten dan dapat digunakan berulang dalam merefleksikan suatu komitmen organisasi.
B. Analisis Deskriptif 1. Deskripsi Responden Data yang diolah diperoleh melalui kuesioner sejumlah 20 pertanyaan untuk mengukur kepuasan kerja dan 15 pertanyaan untuk mengukur komitmen organisasi. Kuesioner tersebut dibagikan kepada 127 karyawan PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java. Dari 127 karyawan tersebut diantaranya adalah 58 karyawan outsource dan 69 karyawan non-outsource. Distribusi responden dapat dilihat pada Gambar 12, yaitu 48 % karyawan outsource dan 54 % karyawan non-outsource (karyawan tetap).
46% Outsource Non-Outsource 54%
Gambar 12. Distribusi Responden. Jumlah responden yang diambil tidak sama karena komposisi jumlah populasi karyawan outsource dan non-outsource dari keseluruhan karyawan dibagian produksi adalah tidak sama, yaitu
136 karyawan
outsource dan 220 karyawan non-outsource. Masing-masing sampel diambil untuk mewakili karyawan outsource dan non-outsource tersebut.
2. Deskripsi Variabel Deskripsi variabel dievaluasi berdasarkan empat kriteria dalam menentukan perlu tidaknya melakukan outsourcing. Kriteria tersebut antara lain adalah biaya, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan produktivitas karyawan. a. Analisis biaya Analisis biaya merupakan hal yang sangat penting dan mutlak diperhitungkan di perusahaan. Dalam iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Untuk itu, diperlukan analisis perbandingan biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan sistem outsourcing dan tanpa outsourcing. Dalam penelitian ini, deskripsi biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan outsourcing dan tanpa ousourcing tidak diperoleh dan dipaparkan secara detail karena hal tersebut merupakan suatu rahasia perusahaan yang perlu dijaga. Akan tetapi hasil wawancara dengan salah satu anggota Executive Committee diperoleh perbandingan biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan outsourcing dan tanpa melakukan outsourcing yang dihitung per karyawan. Perbandingan total biaya yang dikeluarkan perusahaan per karyawan adalah 1 : 3 (outsource
:
non-outsource),
artinya
biaya
yang
dikeluarkan
perusahaan untuk 1 karyawan non-outsource adalah 3 kali biaya yang dikeluarkan untuk karyawan outsource. Perlu diketahui bahwa Executive Committee (EC) di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java adalah kumpulan manajer dari setiap departemen yang berwenang dalam mengambil keputusan perlu atau tidaknya melakukan outsourcing. Dengan melakukan outsourcing, perusahaan akan mengeluarkan dana lebih sebagai management fee kepada perusahaan outsourcing. Namun, biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk satu orang karyawan non-outsource bisa lebih besar karena perusahaan wajib membiayai gaji, tunjangan, dan insentif. Barikut adalah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan per satu orang karyawan tetap (non-outsource): 1. Gaji 2. Tunjangan a. JAMSOSTEK b. DPLK (Tunjangan Hari Tua) c. Dana transportasi d. Pengobatan Rutin Non-Rutin (general check up, opname, KB, melahirkan, dan lain-lain) e. Tunjangan Hari Raya (THR) f. Khitanan 3. Insentif a. Rutin b. Non-Rutin Biaya-biaya tersebut di atas adalah biaya yang dibayarkan rutin pertahun. Perusahaan juga tidak selalu cocok dengan kinerja dari karyawan tersebut sehingga pada saat kinerja karyawan non-outsource sudah tidak baik, maka perusahaan akan sulit menggantinya karena sudah terikat kontrak. Namun, jika perusahaan melakukan outsourcing, perusahaan hanya membayar management fee kepada perusahaan outsourcing (perusahaan penyedia tenaga kerja) tersebut. Sistem yang diterapkannya juga fleksibel, dimana jika karyawan yang bersangkutan tidak baik kinerjanya, maka perusahaan client berhak meminta ganti kepada perusahaan outsourcing dengan karyawan yang baru sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati diawal. Hal tersebut juga dapat menghemat biaya pemberhentian karyawan (pesangon). Oleh karena itu, dari segi biaya terlihat bahwa lebih baik melakukan
outsourcing pada bagian produksi karena dapat ikut menekan biaya produksi.
b. Analisis Kepuasan Kerja Analisis deskripsi kepuasan kerja bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja dari masing-masing group karyawan baik karyawan outsource dan karyawan non-outsource. Analisis ini bisa dilihat dari deskripsi statistik yang dilakukan. Deskripsi statistik dalam penelitian ini menunjukkan nilai maksimum dan minimum, jumlah, dan tingkatan dari masing-masing variabel. Deskripsi statistik tidak mencantumkan nilai rata-rata dan standar deviasi, sebab data ordinal tidak memiliki metrik, sehingga nilai-nilai tersebut menjadi tidak berarti (Joreskog dan Sorbom, 1993) dalam Ghozali (2005). Deskripsi statistik karyawan non-outsource dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Deskripsi statistik kepuasan kerja karyawan non-outsource Deskripsi Statistik Non-Outsource Faktor N Minimum Maximum Jumlah Kepuasan Kerja 69 44 80 4826 69 8 16 1005 Penggajian Promosi 69 9 18 963 69 9 16 922 Pekerjaan Hub. Rekan 69 9 16 963 69 8 17 973 Pengawasan
Tingkatan Puas 4 Puas 4 Puas 4 Netral 3 Puas 4 Puas 4
Nilai pada Tabel 3 di atas diperoleh dari rentang jumlah dengan skala likert 1-5. Rentang jumlah kepuasan kerja antara outsourcing dan non-outsourcing adalah berbeda karena jumlah responden dari masingmasing grup karyawan tersebut juga berbeda. Rentang jumlah dan tingkatannya untuk variabel dan sub variabel kepuasan kerja pada grup non-outsource dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 3 menunjukkan nilai maksimum dan minimum, dan tingkatan dari masing-masing faktor. Nilai maksimum dan minimum merupakan nilai tertinggi dan terendah dari nilai rata-rata persepsi setiap responden terhadap seluruh pertanyaan untuk mengukur sebuah faktor. Tingkatan menunjukkan kesimpulan yang dapat diambil untuk
menggambarkan masing-masing faktor dari data kuantitatif (jumlah) yang dihasilkan. Dilihat dari data pada Tabel 3, kepuasan kerja karyawan non-outsource pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java menunjukkan tingkat puas. Adapun hal-hal yang disukai para karyawan tetap (non-outsource) ini terhadap perusahaan adalah seperti sistem penggajian, promosi, hubungan rekan dan pengawasan. Hal ini juga didukung dari hasil wawancara dengan beberapa karyawan non-outsource yang mengatakan bahwa mereka menyukai dan merasa puas dengan sistem penggajian yang diterapkan oleh perusahaan, seperti jumlah gaji yang sesuai dengan beban kerja, tunjangan yang rutin diberikan oleh perusahaan disamping insentif dan bonus yang diberikan ketika karyawan mendapat jam kerja tambahan juga membuat karyawan menjadi lebih puas dan merasa diperlakukan dengan baik dan layak. Karyawan non-outsource juga merasa puas dengan sistem pembayaran gaji yang tepat waktu. Selain dari pada itu, hubungan rekan juga menunjukkan tingkatan puas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa hubungan rekan kerja pada bagian produksi di perusahaan tersebut adalah baik, setiap karyawan baik outsource maupun non-outsource merasa berkewajiban saling bantu dan saling dukung dalam pekerjaan serta saling menjaga kekurangan rekan kerjanya khususnya dalam bekerja. Hubungan rekan yang solid ini juga sangat didukung oleh rasa kekeluargaan diantara mereka. Deskripsi statistik karyawan outsource dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan rentang jumlahnya dapat dilihat pada Lampiran 10 berikut sub variabelnya. Tabel 4. Deskripsi statistik kepuasan kerja karyawan outsource Faktor Kepuasan Kerja Penggajian Promosi Pekerjaan Hub. Rekan Pengawasan
Deskripsi Statistik Outsource N Minimum Maximum 58 41 88 58 7 19 58 8 18 58 7 17 58 8 18 58 6 17
Jumlah 3822 776 691 787 791 777
Tingkatan Netral 3 Netral 3 Netral 3 Netral 3 Puas 4 Netral 3
Kepuasan kerja karyawan outsource pada bagian produksi di PT. Coca Cola menunjukkan hal yang berbeda dengan karyawan nonoutsource, yakni karyawan outsource menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih rendah. Hasil wawancara dari beberapa karyawan outsource mengungkapkan bahwa mereka merasakan ada perbedaaan dari segi materi antara karyawan outsource dan non-outsource walaupun beban kerja mereka relatif sama. Hal ini terkait dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Untuk karyawan non-outsource, perusahaan mengeluarkan biaya gaji, tunjangan , dan insentif, sedangkan karyawan outsource bergantung dari biaya management fee yang dibayarkan perusahaan klien kepada perusahaan outsourcing dimana didalamnya tidak termasuk tunjangan dan insentif. Dalam hal pekerjaan, dari Gambar 13 menunjukkan bahwa antara karyawan outsource dan non-outsource mempunyai pandangan kepuasan yang sama, yaitu bersifat netral. Namun, hasil wawancara mengungkapkan bahwa dari segi pekerjaan baik karyawan outsource dan
non-outsource
cenderung
kepada
ketidakpuasan.
Mereka
mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan pada bagian produksi cenderung selalu sama, artinya tidak ada variasi dan terkesan monoton.
4500 4000 3500 3000 skor
2500 2000
Non-Outsource
1500
Outsource
1000 500 0 Penggajian
Promosi
Pekerjaan
Hubungan Pengawasan Kepuasan Rekan Kerja
Gambar 13. Perbandingan skor hasil survey kepuasan kerja outsource dan non-outsource
Namun, pada promosi pekerjaan, jika dilihat dari data hasil survey, karyawan non-outsource memiliki tingkatan puas, dan karyawan outsource memiliki tingkat kepuasan yang netral. Hasil wawancara dengan beberapa karyawan baik outsource maupun nonoutsource menunjukkan bahwa mereka cenderung tidak puas dengan sistem promosi pada level operator karena promosi yang ditawarkan perusahaan pada bagian operator berorientasi pada masa kerja karyawan selain dari penilaian kinerja itu sendiri. Kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa untuk masa kerja 5 sampai 10 tahun, maka
mereka
mempunyai
peluang
untuk
dipromosikan
oleh
manajernya langsung. Namun, karyawan yang memiliki masa kerja kurang dari 5 (lima) tahun, maka akan sulit dan bahkan belum memiliki peluang untuk dipromosikan. Lain halnya dengan karyawan outsource, mereka cenderung tidak puas bukan karena sistem yang telah dijelaskan, melainkan karena perusahaan klien (PT. Coca Cola) tidak mengatur sistem promosi untuk karyawan outsource. Jenjang karir pada karyawan outsource diatur dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan outsourcing (perusahaan penyedia tenaga kerja). Dalam hal pengawasan, dari Gambar 13 memperlihatkan bahwa karyawan non-outsource lebih puas dibandingkan karyawan outsource. Kenyataan di lapangan, sistem pengawasan yang diterapkan kepada seluruh karyawan produksi adalah sama. Namun, hasil wawancara dengan beberapa karyawan outsource menunjukkan bahwa mereka
(karyawan
outsource)
cenderung
tidak
terlalu
mempermasalahkan sistem pengawasan oleh atasan, mereka hanya konsentrasi pada pekerjaan yang mereka lakukan dengan harapan posisi mereka tidak diminta digantikan oleh perusahaan klien (PT. Coca Cola) sehingga mereka bisa terus bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. Secara umum, tingkat kepuasan kerja karyawan nonoutsource di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan outsource.
c. Analisis Komitmen Organisasi Kepuasan kerja yang telah dikaji di atas sangat terkait dengan rasa komitmen organisasi dari setiap karyawannya. Seperti yang diungkapkan Allen dan Meyer (1996) yang menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan hubungan psikologi antara pekerja dan organisasi yang membuat pekerja enggan untuk meninggalkan organisasi. Artinya akan ada beberapa faktor yang menyebabkan pekerja enggan untuk meninggalkan organisasi. Faktor-faktor tersebut bisa karena kesenangan dari pekerja itu sendiri, materi, atau keterpaksaan dan kewajiban dari seorang pekerja itu sendiri kepada perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, Allen dan Meyer memasukkan faktor-faktor tersebut menjadi beberapa bagian, yaitu affective, continuance dan normative berdasarkan kerangka pemikiran Marrow (1993). Affective didefinisikan komponen kecenderungan dari komitmen organisasi sebagai emosional pekerja untuk bekerjasama, mengenali, dan berkaitan dengan organisasi. Pekerja dengan affective yang
kuat
tetap
bekerja
dengan
organisasi
karena
mereka
menginginkannya. Continuance diartikan sebagai kesadaran dari biaya yang dikaitkan dengan meninggalkan organisasi. Hubungan utama pekerja dengan organisasi sebagai dasar dari continuance adalah karena mereka membutuhkannya. Nomative merefleksikan pemikiran kewajiban untuk tetap bekerja. Pekerja dengan level normative yang tinggi akan tetap tinggal dalam organisasi. Pengukuran komitmen organisasi ini dilakukan melalui kuesioner. Karena data yang diperoleh adalah data ordinal, maka skor dari hasil kuesioner tersebut kemudian dibuat rentang jumlah sesuai dengan skala likert 1-5 dengan tingkatan sangat rendah, rendah, netral, tinggi, dan sangat tinggi. Hal tersebut dapat menggambarkan tingkat komitmen organisasi dari karyawan. Rentang jumlah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Jumlah skor dan tingkatannya dapat dilihat pada Tabel 5 (untuk non-outsource).
Tabel 5. Deskripsi statistik komitmen organisasi karyawan nonoutsource Deskripsi Statistik Non-Outsource Faktor Komitmen Organisasi Affective Continuance Normative
N 69 69 69 69
Minimum 41 12 12 11
Maximum 65 22 22 21
Jumlah 3727 1266 1296 1165
Tingkatan Tinggi 4 Tinggi 4 Tinggi 4 Netral 3
Dari deskripsi statistik pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa komitmen organisasi karyawan non-outsource
secara keseluruhan
adalah tinggi. Jika dirinci lebih dalam, maka komitmen yang tinggi tersebut diakibatkan dari beberapa hal, diantaranya lebih direfleksikan oleh affective dan continuance yang tinggi. Nilai affective dan continuance yang tinggi pada karyawan non-outsource menunjukkan bahwa tingginya komitmen tersebut dikarenakan keinginan mereka sendiri untuk tetap tinggal di perusahaan tersebut dengan dikaitkan dengan biaya atau kerugian material jika mereka meninggalkan perusahaan. Keuntungan material seperti gaji, tunjangan dan insentif menyebabkan karyawan non-outsource merasa senang tetap bekerja pada perusahaan sehingga mereka memiliki komitmen yang tinggi kepada perusahaan. Hal ini juga didukung dari hasil wawancara dengan beberapa karyawan non-outsource, mereka mengatakan bahwa selama bekerja di PT. Coca Cola, kesejahteraan mereka diperhatikan. Mereka juga merasa cocok bekerja di perusahaan tersebut, karena bagi mereka (karyawan non-outsource) pelayanan terhadap karyawan di perusahaan tersebut dalam hal kesejahteraan merupakan yang paling baik dibanding perusahaan-perusahaan lain disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan mereka untuk berpikir lebih lanjut jika ingin meninggalkan perusahaan, karena mungkin mereka belum tentu dapat bekerja seperti ditempat mereka bekerja sekarang dengan fasilitasfasilitas yang diberikan. Komitmen organisasi yang tinggi juga berpengaruh pada pencapaian misi perusahaan dan timbulnya rasa saling memiliki. Seperti yang telah dijelaskan Allen dan Meyer (1996) bahwa pengaruh positif dari affective meliputi peningkatan kesetiaan, rasa memiliki, dan kestabilan, sedangkan menurut Mowday, Porter,
dan Steers (1982), komitmen pekerja adalah lebih untuk tetap tinggal dengan organisasi dan bekerja keras mencapai misi, tujuan dan sasaran organisasi. Dalam hal ini, karyawan non-outsource juga memiliki nilai continuance yang tinggi. Pekerja yang mempunyai hubungan dengan organisasi berdasarkan komitmen continuance akan tetap tinggal dengan
organisasi
karena
mereka
membutuhkannya
untuk
mendapatkan keuntungan material (Allen dan Meyer, 1996). Berbeda hal dengan komitmen organisasi karyawan outsource, dari Tabel 6 menunjukkan bahwa komitmen organisasi karyawan outsource juga memiliki komitmen organisasi yang tinggi seperti pada karyawan non-outsource, akan tetapi nilai komitmen pada karyawan outsource ini direfleksikan oleh nilai continuance dan nilai normative yang tinggi dan bukan pada nilai affective yang tinggi. Tabel 6. Deskripsi statistik komitmen organisasi karyawan outsource Deskripsi Statistik Outsource Faktor
N
Minimum
Maximum
Jumlah
58 58
13 11
24 24
1083 1089
Tabel 6. Deskripsi statistik58komitmen Komitmen Organisasi 35 organisasi 65 karyawan 3137 outsource Affective 58 8 23 965
Continuance Normative
Tingkatan Tinggi 4 Netral 3 Tinggi 4 Tinggi 4
Nilai tersebut menunjukkan bahwa komitmen yang timbul pada karyawan outsource disebabkan karena mereka memperhitungkan segi finansial jika mereka meninggalkan perusahaan dan berkewajiban dan bertanggung jawab untuk tetap tinggal di perusahaan karena sematamata untuk mencari nafkah. Dari segi finansial, walaupun jumlah yang mereka dapat tidak sebesar jumlah yang didapat oleh karyawan nonoutsource akan tetapi mereka tetap berkomitmen pada perusahaan klien karena tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk bekerja ditempat lain. Hasil wawancara dengan beberapa karyawan outsource mengungkapkan bahwa mereka merasa sulit untuk mencari pekerjaan lain jika mereka tidak tetap berkomitmen pada perusahaan klien. Mereka harus berkomitmen dan tetap bekerja dengan baik sesuai permintaan perusahaan klien walaupun upah yang mereka terima
tergolong kecil, karena jika mereka tidak bekerja dengan baik atau memiliki kinerja buruk dan diketahui oleh perusahaan klien, maka perusahaan klien berhak meminta ganti kepada perusahaan outsourcing dengan karyawan yang baru yang sesuai dengan spesifikasi dari perusahaan klien. Hal ini bisa mengancam posisi karyawan outsource tersebut sehingga mereka merasa takut tidak mendapat pekerjaan kembali. Hasil penelitian Mathieu dan Zajac (1990) juga menunjukkan hubungan positif yang kuat antara komitmen organisasi dan keinginan untuk tinggal, tetapi hubungannya lemah terhadap turnover dan kehadiran. Gambaran secara keseluruhan komitmen organisasi antara karyawan non-outsource dan karyawan outsource dapat dilihat pada Gambar 14. 3500
3000
2500
2000 Non-Outsource 1500
Outsource
1000
500
0 Affective
Continuance
Normative
komitmen Organisasi
Gambar 14. Perbandingan skor hasil survei komitmen organisasi outsource dan non-outsource. Gambar 14. Perbandingan skor hasil survey Secara umum karyawan non-outsource dankomitmen outsourceorganisasi memiliki outsource dan non-outsource. komitmen kepada perusahaan yang tidak berbeda walaupun memiliki alasan berkomitmen yang berbeda. Komitmen yang baik sebaiknya timbul akibat dari rasa kepuasan dan rasa memiliki dari setiap karyawan yang membuat mereka merasa nyaman untuk bekerja di
tempat tersebut sehingga akan memacu kepada diri mereka sendiri untuk
memberikan
sumbangsih
kepada
perusahaan
dengan
peningkatan kinerja atau produktivitas mereka. Seperti yang telah dijelaskan Allen dan Meyer (1997) pada penelitian yaitu pekerja yang mempunyai level komitmen tinggi terhadap organisasi biasanya mempunyai level kepuasan yang tinggi, tekanan kerja yang rendah, dan sedikit konflik organisasi. Hal ini terjadi pada karyawan nonoutsource, dan tidak terjadi pada karyawan outsource.
d. Analisis Produktivitas Pada dasarnya banyak konsep yang menerangkan tentang produktivitas. Menurut Ravianto (1990), produktivitas merupakan ukuran
kemampuan
(individu,
kelompok,
maupun
organisasi
perusahaan) untuk menghasilkan produk atau jasa dalam situasi tertentu. Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk. Adapun menurut Simanjuntak (1990),
produktivitas
tenaga
kerja
mengandung
pengertian
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Di PT. Coca Cola, pengukuran produktivitas karyawan pada bagian produksi tidak dengan cara tersebut karena pada bagian produksi sebagian besar kegiatan produksi dilakukan oleh mesin. Jumlah produksi suatu jenis produk sudah terprogram pada mesin. Karyawan hanya sebatas bekerja untuk mendukung agar mesin tetap terus berjalan. Akan tetapi menurut Sinungan (1995), produktivitas adalah suatu konep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia, dengan menggunakan sumber daya yang makin sedikit. Produktivitas karyawan merupakan hal yang sangat menarik, sebab mengukur hasil kerja manusia dengan segala masalahnya. Pengukuran produktivitas karyawan menurut sistem pemasukan fisik atau per orang per jam kerja diterima secara luas,
namun jika dilihat dari sudut pandang pengawas harian pada umumnya tidak memuaskan karena adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memperoleh satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar. Di PT. Coca Cola, pengukuran produktivitas dilakukan dengan metode work sampling analysis. Pada metode ini, produktivitas dihitung berdasarkan persentase dari jumlah jam yang digunakan dalam bekerja sesuai standar (jam produktif) dari seluruh jam kerja yang dimiliki per hari. Artinya kegiatan dibagi menjadi kegiatan produktif dan unproduktif. Kegiatan produktif meliputi setting mesin, mengawasi botol yang rusak, mengambil botol dari krat, memindahkan krat, dan mengisi krat, sedangkan kegiatan unproduktif meliputi merokok, mengobrol, berjalan-jalan, meninggalkan pekerjaan dan membaca koran pada jam kerja. PT. Coca Cola sendiri telah mengobservasi produktivitas karyawan pada bagian produksi pada tiga bulan awal 2008, yaitu Januari, Februari, dan Maret. Menurut data sekunder yang didapat, terdapat sedikit perbedaan produktivitas antara karyawan outsource dan non-outsource. Gambar 15 menunjukkan persentasi rata-rata nilai produktivitas dari karyawan non-outsource dan outsource per bulan. Dari Gambar 15 menunjukkan bahwa produktivitas karyawan outsource cenderung lebih produktif dibanding karyawan nonoutsource, walaupun karyawan non-outsource memiliki produktivitas yang meningkat dari bulan ke bulan. Pada bulan Januari, produktivitas karyawan outsource sebesar 74,02 %, sedangkan produktivitas karyawan non-outsource sebesar 71,50 %. Pada bulan Februari, produktivitas karyawan outsource menunjukkan persentasi yang relatif sama dengan non-outsource yaitu sebesar 72,58 % (outsource) dan 72,42 % (non-outsource). Pada bulan Maret, produktivitas karyawan
outsource sebesar 75,55 %, sedangkan produktivitas karyawan nonoutsource sebesar 73,11 %. Menurut hasil wawancara dengan manajer produksi, produktivitas yang tinggi pada karyawan outsource ini disebabkan karena rasa tekanan kepada mereka agar mereka tidak diberhentikan atau diminta ganti oleh perusahaan klien sehingga mereka harus bekerja sesuai prosedur dan berusaha tidak melakukan kesalahan. Mereka juga takut jika mereka dikeluarkan, mereka tidak mendapat pekerjaan yang lain.
76.00%
75.55%
75.00% 74.00%
74.05%
74.02% 73.11%
73.00% 72.00%
72.58% 72.42%
72.34%
Non-Outsource Outsource
71.50%
71.00% 70.00% 69.00% Januari
Februari
Maret
Rata-rata
Gambar 15. Produktivitas karyawan outsource dan non-outsource periode Januari – Maret 2008. Pada karyawan non-outsource, produktivitas disebabkan karena kepuasan dan komitmen kepada perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang cukup meningkat stabil walaupun lebih rendah dari produktivitas karyawan outsource. Namun, pada karyawan outsource, produktivitas timbul cenderung karena rasa tekanan agar posisi mereka tidak diganti dengan karyawan lain. Jika produktivitas karyawan outsource menurun, maka karyawan tersebut bisa digantikan oleh karyawan lain atas permintaan perusahaan klien (PT. Coca Cola). Persentase keseluruhan selama tiga bulan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 16 yang menunjukkan bahwa karyawan outsource lebih produktif dibandingkan dengan karyawan non-outsource dengan nilai 74,05 % untuk outsource dan 72,35 % untuk karyawan non-outsource.
74.50%
74.05%
74.00%
73.50%
73.00% 72.35% 72.50%
72.00%
71.50% Non-Outsource
Outsource
Gambar 16. Rata-rata persentase produktivitas karyawan nonoutsource dan outsource selama tiga bulan. Kenyataan di lapangan bahwa karyawan Gambar 16. Rata-ratamengungkapkan persentase produktivitas karyawannonnonoutsource dan outsource selama tiga bulan. outsource cenderung lebih santai dalam bekerja karena mereka sudah merasa terikat undang-undang dengan perusahaan sehingga sulit bagi perusahaan untuk memberhentikan mereka jika mereka memiliki kinjera yang tidak baik. Hal tersebut menyebabkan produktivitas karyawan outsource terlihat lebih stabil walaupun lebih rendah secara keseluruhan dibanding karyawan outsource. Akan tetapi, pengukuran produktivitas ini boleh jadi tidak selalu akurat dan belum tentu benarbenar merefleksikan produktivitas yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan pengukuran produktivitas diukur melalui persentase jam kerja produktif dari jam kerja yang dimiliki, bukan dari jumlah sales per tenaga kerja atau hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk. Di luar dari pada itu, produktivitas yang timbul sebaiknya disebabkan karena rasa saling memiliki dengan organisasi yang
mengakibatkan timbulnya kesadaran dari pekerja untuk memberikan sumbangsih kepada perusahaan atau organisasi berupa peningkatan produktivitas. Produktivitas yang timbul karena tekanan akan menimbulkan suasana tegang dalam bekerja, hal ini mengakibatkan produktivitas tidak selalu meningkat sehingga pada jangka panjang ada kemungkinan akan mengalami kejenuhan pada suatu titik yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun.
C. Analisis Tingkat Perbedaan (Signifikansi) Dalam penelitian ini, analisis tingkat perbedaan digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antara karyawan outsource dan karyawan non-outsource, yang dilihat dari tiga kriteria, yaitu kepuasan kerja , komitmen organisasi dan produktivitas. Tingkat perbedaan kepuasan kerja dan komitmen organisasi diuji dengan menggunakan metode statistik mannwhitney. Metode ini digunakan untuk menguji dua sampel yang independen untuk data ordinal. Hasil analisis tingkat perbedaan berdasarkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi antara karyawan outsource dan karyawan nonoutsource dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis tingkat perbedaan (signifikansi) kepuasan kerja dan komitmen organisasi Kepuasan kerja Mann-whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)
Komitmen Organisasi 1401,500 3112,500 -2,905
1886,500 4301,500 -,555
,004
,579
Untuk menguji tingkat perbedaan produktivitas antara karyawan outsource dan non-outsource digunakan metode statistik uji-t karena data produktivitas yang diperoleh merupakan data interval. Uji-t dua sampel independen (Independent-Sample t Test) digunakan untuk membandingkan selisih dua purata (mean) dari dua sampel yang independen. Hasil analisis
produktivitas antara 2 (dua) kategori karyawan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis tingkat perbedaan (signifikansi) produktivitas karyawan outsource dan non-outsource. Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Produktivitas
N
Equal variances assumed Equal variances not assumed Outsource
Mean
NonOutsource Outsource
Std. Deviation Std. Error Mean
NonOutsource Outsource NonOutsource Outsource NonOutsource
,406
,525
t
t-test for Equality of Means df Sig. (2-tailed)
7,078
125
,000
6,994
113,978
,000 58 69 74,0491 72,3460 1,44951 1,26181 ,19033 ,15190
1. Kepuasan Kerja Uji mann-whitney untuk kriteria kepuasan kerja pada Tabel 7 memberikan nilai z = -2,905 dengan p-value = 0,004. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (p-value < 0,05), maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja antara karyawan outsource dan karyawan non-outsource memiliki tingkat perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada analisis deskriptif kepuasan kerja di atas bahwa secara keseluruhan kepuasan kerja karyawan outsource lebih tinggi dibanding dengan karyawan non-outsource. Perbedaan kepuasan kerja pada karyawan outsource dan non-outsource lebih disebabkan karena perbedaan materi dan kesejahteraan yang mereka dapatkan dari perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan, karyawan non-outsource mendapatkan fasilitas-fasilitas yang bagus dan pelayanan kepada karyawan yang baik. Mereka mendapatkan gaji, tunjangan, dan insentif. Hal ini dapat menjamin kesejahteraan kehidupan mereka. Namun, pada
karyawan outsource, mereka hanya mendapatkan gaji pokok yang dibayarkan oleh perusahaan outsourcing, dan mereka harus bekerja seperti layaknya karyawan tetap sehingga mereka merasa mendapat beban yang sama akan tetapi mendapat kompensasi yang berbeda. Menurut hasil wawancara dengan salah satu anggota Executive Committee bahwa perusahaan hanya mambayar management fee kepada perusahaan outsourcing yang jumlahnya tidak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk karyawan non-outsource. Selain dari pada itu, rasa aman juga menjadi salah satu faktor yang membedakan kepuasan kerja antara karyawan outsource dan non-outsource. Gilmer (1966) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, faktor intrinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas. Dalam hal ini karyawan outsource merasa bahwa sewaktu-waktu mereka bisa diberhentikan atau digantikan dengan karyawan outsource yang baru jika mereka tidak bekerja dengan baik. Jadi mereka merasa ada tekanan dan ada unsur keterpaksaan. Artinya pekerjaan yang mereka kerjakan adalah bukan karena rasa saling memiliki dengan organisasi, melainkan karena suatu tekanan dan rasa tidak aman, karena menurut peraturan outsourcing, perusahaan klien berhak meminta ganti dengan pekerja baru jika pekerja yang bersangkutan dirasa tidak cocok bekerja di perusahaan klien.
2. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi antara karyawan outsource dan karyawan non-outsource perlu diketahui guna menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan apakah perusahaan perlu melakukan outsourcing atau tidak. Menurut Allen dan Meyer (1997), pekerja yang mempunyai komitmen akan tetap tinggal dengan organisasi dalam keadaan apapun, bekerja secara teratur, melindungi aset perusahaan dan mendukung tujuan perusahan. Dalam penelitian kuantitatif Benson (1998) menunjukkan bahwa para pekerja outsource lebih memelihara komitmen terhadap
perusahaan ”tuan rumah” yang mempekerjakan mereka dan komitmen tersebut lebih kuat dibandingkan kepada perusahaan barunya (perusahaan klien). Uji mann-whitney untuk kriteria komitmen organisasi pada Tabel 7 memberikan nilai z = -0,555 dengan p-value = 0,579. Karena nilai p-value lebih besar dari 0,05 (p-value > 0,05), maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat komitmen organisasi antara karyawan outsource dan karyawan non-outsource adalah tidak berbeda nyata dan relatif sama. Karyawan outsource dan karyawan non-outsource ternyata sama-sama memiliki tingkat komitmen yang cukup tinggi. Walaupun memiliki tingkat komitmen yang sama, namun jika dikaji lebih jauh berdasarkan faktor yang merefleksikan komitmen organisasi, maka ada perbedaan antara karyawan outsource dan non-outsource yaitu karyawan outsource berkomitmen lebih karena mereka membutuhkannya untuk mendapatkan materi dan karena rasa tekanan dari kurangnya rasa aman jika mereka diberhentikan atau diganti. Hal ini ditunjukkan dengan nilai continuance komitmen dan nilai normative komitmen yang tinggi. Namun, pada karyawan non-outsource, komitmen organisasi lebih disebabkan karena mereka merasa nyaman dengan pelayanan terhadap karyawan. Kesejahteraan mereka diperhatikan sehingga muncul rasa puas yang menyebabkan mereka ingin terus tetap tinggal di perusahaan tempat mereka bekerja. Manurut hasil wawancara dengan beberapa karyawan non-outsource mengungkapkan bahwa jika terdapat sedikitnya alternatif lain, maka mereka akan bersedia pindah. Akan tetapi, untuk sekarang mereka merasa takut untuk meninggalkan pekerjaan karena takut tidak mendapat pekerjaan lain, mereka berpikir level pendidikan rendah seperti mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
3. Produktivitas Pada uji-t dua sampel independen untuk produktivitas ini, SPSS juga melakukan uji hipotesis Levene’s test untuk mengetahui apakah asumsi kedua variance sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi dengan hipotesis : H0 : σ12 = σ22 terhadap H1 : σ12 ≠ σ22 dimana σ12 = variance
group 1 (outsource) dan σ22 = variance group 2 (non-outsource). Dari hasil Levene‟s test pada Tabel 8 didapat p-value = 0,525 lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 : σ12 = σ22 harus diterima, artinya asumsi kedua varians sama besar (equal variances assumed) terpenuhi. Oleh karena itu, uji signifikansi menggunakan hasil uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians sama (equal variances assumed) untuk hipotesis H0 : µ1 = µ 2 terhadap H1 : µ1 ≠ µ 2 yang memberikan nilai t = 7,087 dengan derajat kebebasan (degree of freedom) n1 + n2 – 2 = 58 + 69 – 2 =125 dan p-value (2-tailed) = 0,000. Karena p-value (2-tailed) lebih kecil dari α = 0,05 maka H0 : µ1 = µ
2
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
produktivitas antara karyawan outsource dan karyawan non-outsource adalah berbeda nyata. Perbedaan ini dapat ditunjukkan dari deskriptif statistik yang menjelaskan bahwa produktivitas tenaga kerja outsource lebih baik dibanding dengan tenaga kerja non-outsource walaupun hanya berbeda 2 %, yaitu 74,05 % untuk tenaga kerja outsource dan 72,35 % untuk tenaga kerja non-outsource. Artinya tenaga kerja outsource lebih menggunakan jam kerja yang mereka miliki dengan kegiatan-kegiatan produktif sesuai dengan prosedur pekerjaan yang diwajibkan kepada mereka. Laribee dan Michaels-Barr (1994) menyatakan bahwa outsourcing bisa berpengaruh kurang baik terhadap para pekerja dan banyak peralihan atau transisi yang berakibat kepada kinerja yang kurang optimal. Namun, pada kenyataannya di PT. Coca Cola, yang terjadi tidak demikian, melainkan produktivitas tenaga kerja outsource memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja non-outsource. Hal ini disebabkan karena karyawan outsource merasa jika mereka tidak bekerja dengan baik pada perusahaan klien, maka perusahaan klien dapat meminta ganti dengan karyawan baru kepada perusahaan outsourcing. Artinya, ini akan menjadi rasa tidak aman dalam bekerja yang dirasakan karyawan outsource sehingga akhirnya juga berpengaruh kepada kepuasan kerja karyawan. Namun sebaliknya, perusahaan klien tergolong merasa lebih aman dalam mempekerjakan tenaga kerja outsource karena dalam
peraturan outsourcing pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003, perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Oleh karena itu, jika terjadi demo atau perselisihan dari para karyawan outsource karena ketidakpuasan mereka, maka perusahaan klien tidak bertanggung jawab pada masalah tersebut. Hal ini akan menjadi tidak baik karena dengan bagitu karyawan outsource tidak diperlakukan dengan layak sebagai pekerja. Kessler et al (1999) memperkirakan bahwa ada tiga hal yang berkontribusi dalam respons pekerja terhadap outsourcing, yang pertama disebut “context”, atau bagaimana pekerja diperlakukan oleh perusahaan yang ada, yang kedua adalah ”pull”, atau daya pikat dari perusahaan tempat mereka bekerja, dan yang ketiga adalah ”landing”, atau kenyataan dari pengalaman bersama perusahaan baru tempat mereka bekerja. Produktivitas yang terjadi pada karyawan outsource di PT. Coca Cola bukan disebabkan karena kepuasan kerja, melainkan karena tekanan akan rasa tidak aman dan bagaimana mereka diperlakukan. Jika ini terus terjadi, produktivitas tenaga kerja outsource akan menjadi menurun dan pendapat Laribee dan Michaels-Barr (1994) di atas akan menjadi benar. Menurut Safaria dan Kunjana (2004), perasaan tidak aman muncul akibat dari tidak jelasnya masa depan karier di perusaahan tempat mereka bekerja. Perasaan tidak aman akan memicu timbulnya kegelisahan, kekhawatiran, dan keadaan tidak tenang. Emosi-emosi negatif ini akan menghambat kinerja karyawan, menurunkan motivasi kerja, dan akibatnya produktivitas akan menurun.
D. Analisis Keputusan Analisis keputusan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui perlu atau tidaknya perusahaan melakukan outsourcing pada bagian produksi. Pengambilan keputusan tersebut didasarkan atas 4 (empat) kriteria yang telah dijelaskan, yaitu biaya, kepuasan kerja karyawan, komitmen organisasi, dan produktivitas. Ada banyak metode yang digunakan dalam membantu pengambilan keputusan, akan tetapi dalam penelitian ini digunakan metode
perbandingan eksponensial (MPE), metode Composite Performance Index (CPI), dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Menurut Marimin (2004) metode perbandingan eksponensial (MPE) merpakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Berbeda dengan teknik Bayes, MPE akan menghasilkan nilai alternatif yang perbedaannya lebih kontras, sedangkan metode CPI merupakan index gabungan (composite index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif berdasarkan beberapa kriteria. Dalam penelitian ini, metode MPE digunakan untuk mengetahui prioritas keputusan berdasarkan pendapat dari Executive Committee, sedangkan CPI digunakan untuk mengetahui prioritas keputusan berdasarkan data yang tidak seragam yaitu dari nilai-nilai hasil analisis sebenarnya. Data yang dipakai pada metode MPE adalah berupa data ordinal yang didapat melalui wawancara dengan pakar, dalam hal ini adalah Executive Committee. Dari hasil analisis MPE pada Tabel 9, menunjukkan bahwa skor alternatif outsourcing lebih tinggi dibanding dengan non-outsourcing, bahkan terlihat perbedaan yang kontras, yaitu alternatif outsourcing memiliki nilai MPE sebesar 136.332.312, sedangkan alternatif untuk tidak melakukan outsourcing hanya memiliki nilai MPE sebesar 2.269.925. Tabel 9. Hasil analisis prioritas keputusan dengan MPE. Kriteria engan MPE. Biaya
Bobot Kriteria
Nilai Alternatif Kriteria Outsourcing
Non-Outsourcing
9
8
5
Kepuasan Kerja
4
5
8
Komitmen Organisasi
5
7
8
Produktivitas
7
8
6
136.332.312
2.269.925
Nilai MPE
Namun, analisis MPE saja belum cukup untuk menentukan keputusan mana yang akan diambil. Oleh karena itu, nilai-nilai nyata dari analisis deskriptif juga harus dipertimbangkan. Hasil analisis Composite Performance Index dapat dilihat pada Tabel 10. Data yang dipakai pada metode CPI ini adalah berupa data hasil analisis deskriptif. Perlu diketahui, data yang dipakai untuk kepuasan kerja dan komitmen organisasi adalah data ordinal berupa skala likert 1-5. Untuk kepuasan kerja, nilai 1 menunjukkan sangat tidak puas, 2 menunjukkan tidak puas, 3 menunjukkan netral, 4 menunjukkan puas, dan 5 menunjukkan sangat puas. Pada komitmen organisasi, nilai 1 menunjukkan sangat rendah, 2 menunjukkan rendah, 3 menunjukkan netral, 4 menunjukkan tinggi, dan 5 menunjukkan sangat tinggi. Adapun untuk nilai biaya adalah berupa perbandingan seperti yang telah dijelaskan bahwa biaya untuk satu tenaga kerja non-outsource pada bagian produksi sama dengan tiga kali biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk tenaga kerja outsource. Bobot kriteria tersebut diperoleh dari wawancara dengan pakar yang berwenang dalam mengambil keputusan perlu atau tidaknya melakukan outsourcing, dalam hal ini yang menjadi pakar adalah Executive Committee. Dari hasil analisis CPI pada Tabel 10 didapat bahwa nilai alternatif outsourcing hampir dua kali dari nilai alternatif non-outsourcing, yaitu sebesar 100,35 untuk outsourcing dan 51,64 untuk non-outsourcing. Tabel 10. Hasil analisis prioritas keputusan dengan metode CPI. Alternatif
Kriteria Biaya
Outsourcing
1
Kepuasan kerja 3
NonOutsourcing
3
4
4
72,35
0,75
0,05
0,05
0,15
Bobot Kriteria
Komitmen organisasi 4
Produktivitas (%) 74,05
Nilai Alternatif (CPI) 100,35 51,64
Nilai tersebut menunjukkan bahwa perusahaan lebih baik melakukan outsourcing. Adanya perbedaan yang nyata tersebut lebih dikarenakan kriteria biaya memiliki bobot jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kriteria
yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa fokus utama perusahaan dalam mengambil keputusan outsourcing adalah 75 % karena untuk menekan biaya serendah-rendahnya. Adapun metode analisis keputusan lain yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Menurut Marimin (2004), AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh kriteria dengan kerangka berpikir yang sistematis. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Dalam penelitian ini, AHP juga digunakan untuk melihat prioritas keputusan perlu tidaknya perusahaan melakukan outsourcing dengan data kuesioner (metode pairwise comparisons) dan dengan data nyata (metode direct). Kuesioner AHP diajukan kepada Executive Committee yang berwenang dalam melakukan outsourcing. Kuesioner AHP dapat dilihat pada Lampiran 3. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini, software yang digunakan untuk metode AHP adalah Criterium Decision Plus versi 3.0.4. Struktur AHP untuk pemilihan sumber tenaga kerja dapat dilihat pada Gambar 17. Sumber Tenaga Kerja
Goal
Biaya Kriteria
Alternatif
Kepuasan kerja
Outsourcing
Komitmen Organisasi
Produktivitas
Non-Outsourcing
Gambar 17. Struktur AHP dalam pemilihan tenaga kerja.
Hasil analisis dengan metode AHP untuk data kuesioner dapat dilihat pada Gambar 18. Pada gambar tersebut menunjukkan nilai alternatif melakukan outsourcing sebesar 0,854, sedangkan alternatif untuk tidak melakukan outsourcing adalah sebesar 0,146. Nilai ini menunjukkan bahwa untuk persepsi Executive Committee, tenaga kerja dibagian produksi lebih baik di-outsource.
Gambar 18. Output program CDP dengan data kuesioner. Hasil tersebut di atas perlu dibandingkan dengan hasil analisis AHP dengan data sebenarnya yang terjadi (data nyata). Hasil analisis dengan metode AHP untuk data nyata dapat dilihat pada Gambar 19. Dari hasil analisis AHP untuk data nyata, didapat bahwa prioritas keputusan juga lebih besar kepada alternatif melakukan outsourcing, yaitu dengan nilai 0,686 (outsourcing) dan 0,171 (non-outsourcing). Nilai tersebut sedikit berbeda dengan analisis AHP berdasarkan persepsi pakar, akan tetapi relatif sama dalam memilih alternatif keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi dari Executive Committee dengan kenyataan di lapangan menghasilkan prioritas keputusan yang sama, yaitu perusahaan sebaiknya melakukan outsourcing pada bagian produksi.
Gambar 19. Output program CDP dengan data nyata. Secara keseluruhan, hasil analisis AHP menurut persepsi perusahaan dan menurut data sebenarnya yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil analisis keseluruhan juga menunjukkan bahwa alternatif melakukan outsourcing lebih dikarenakan perusahaan berorientasi kepada efisiensi biaya. Menurut Executive Committee, bobot pertimbangan biaya mencapai 75 %. Hal ini ditunjukkan oleh nilai model weight pada kriteria biaya yang lebih tinggi dari kriteria yang lain. Tabel 11. Hasil analisis prioritas keputusan dengan metode AHP. Berdasarkan data kuesioner AHP Lowest Level
Outsourcing
Berdasarkan Nilai Nyata
Biaya
0,900
NonOutsourcing 0,100
Model Weight 0,672
Outsourcing 0,667
NonOutsourcing 0,000
Model Weight 0,750
Kepuasan kerja
0,100
0,900
0,033
0,750
0,500
0,050
Komitmen Organisasi
0,750
0,250
0,072
0,750
0,750
0,050
Produktivitas
0,857
0,143
0,223
0,741
0,724
0,150
Hasil
0,854
0,146
0,686
0,171
Selain dari pada itu, dalam melakukan outsourcing, ada beberapa hal yang juga dapat menjadi pertimbangan. Menurut hasil wawancara dengan anggota Executive Committee, biasanya perusahaan melakukan outsourcing pada pekerjaan level bawah. Hal ini karena pekerjaan level bawah lebih berorientasi kepada kekuatan tenaga seperti memasukkan botol ke dalam krat, memasukkan botol ke dalam kardus, memindahkan krat-krat kosong, mengambil botol-botol kosong dari krat, dan lain-lain. Hal ini juga sesuai dengan peraturan outsourcing, yaitu pekerjaan yang boleh di-outsource adalah pekerjaan atau aktivitas bisnis non-inti. Selain itu, pekerja level bawah cenderung lebih patuh dan sesuai prosedur, hal ini juga didukung dari data penelitian yang menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja outsource lebih tinggi dibanding dengan tenaga kerja non-outsource sehingga jika dari persepsi perusahaan, perusahaan jelas lebih baik melakukan outsourcing pada pekerja level bawah, selain ikut menekan biaya produksi, perusahaan juga akan lebih aman (khususnya dalam melakukan pemberhentian kerja), dan produktivitasnya pun tidak jauh berbeda, bahkan lebih tinggi. Di luar dari pada itu, perusahaan mungkin tidak menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diukur berdasarkan nilai-nilai tersebut. Pada dasarnya, manusia juga perlu diperlakukan dengan layak, jika para pekerja merasa nyaman bekerja di perusahaan tempat mereka bekerja dan perusahaan ikut memperhatikan kepuasan kerja mereka, maka mereka juga akan bersedia memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Menurut Berglund et al (1999), para pelaku usaha juga mencari segi positif yang diharapkan melalui outsourcing, seperti
efisiensi biaya dan kemampuan untuk menyediakan
pelayanan sebaik mungkin kepada pelanggannya. Artinya selain dari pemanfaatan efisiensi biaya, perusahaan juga harus memperhatikan pelayanan kepada pelanggan. Tekanan dan rasa tidak aman dalam bekerja, akan menimbulkan emosi negatif yang dapat menghambat kinerja. Menurut Dyer dan Reeves (1995), kinerja dapat dilihat dari tiga aspek yang dapat menjadi indikator, diantaranya adalah Finansial outcomes (keuntungan, penjualan, market share), Organisational outcomes (ukuran output, seperti produktivitas, kualitas, dan efisiensi) dan HR-related outcomes (sikap dan perilaku di antara
pekerja, seperti kepuasan, komitmen, dan keinginan untuk keluar). Hal ini menunjukkan jika kinerja terhambat, maka tiga faktor tersebut juga akan menghambat sehingga dengan kata lain dapat menurunkan produktivitas, kepuasan kerja dan komitmen pada jangka panjang. Hal ini akhirnya akan berdampak pada turunnya pelayanan kepada pelanggan yang dapat merugikan perusahaan itu sendiri.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam melakukan outsourcing lebih mempertimbangkan biaya daripada kepuasan kerja, komitmen organisasi dan produktivitas karyawannya. Apabila melakukan outsourcing, perusahaan dapat menekan pengeluaran biaya tenaga kerja sampai tiga kalinya. Dari segi kepuasan kerja, karyawan non-outsource memiliki rasa kepuasan yang lebih tinggi dari karyawan outsource karena adanya perbedaan fasilitas yang diberikan perusahaan. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nyata kepuasan kerja antara tenaga kerja outsource dan nonoutsource. Komitmen organisasi antara tenaga kerja outsource dan nonoutsource relatif sama, yaitu memiliki komitmen yang cukup tinggi, akan tetapi memiliki alasan komitmen yang berbeda. Komitmen yang terjadi pada tenaga kerja non-outsource timbul karena keinginan dalam diri mereka sendiri yang disebabkan mereka merasa nyaman bekerja di perusahaan, hal ini ditunjukkan dengan nilai affective dan continuance yang tinggi. Komitmen yang terjadi pada tenaga kerja outsource timbul karena rasa tekanan dan takut dikeluarkan atau diganti dengan karyawan outsource yang lain, sehingga mereka merasa juga merasa rugi materi jika meninggalkan perusahaan, hal ini ditunjukkan dengan nilai continuance dan normative yang tinggi. Dari segi produktivitas, tenaga kerja outsource memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja non-outsource. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan nyata antara keduanya. Akan tetapi produktivitas yang terjadi pada tenaga kerja outsource timbul karena tekanan dan rasa kewajiban untuk bekerja dengan sebaik-baiknya pada perusahaan klien agar posisi mereka aman dan tidak digantikan, sedangkan produktivitas yang terjadi pada tenaga kerja non-outsource timbul karena rasa komitmen kepada organisasi dan rasa nyaman dalam bekerja sehingga muncul keinginan untuk memberikan sumbangsih kepada perusahaan, hal ini ditunjukkan grafik yang meningkat perlahan.
Hasil analisis pengambilan keputusan menunjukkan bahwa perusahaan lebih menguntungkan untuk melakukan outsourcing pada bagian produksi. Dengan outsourcing, perusahaan dapat menekan biaya produksi dengan tetap mengedepankan produktivitas karyawan yang cukup tinggi.
B. Saran Penerapan outsourcing tidak selalu menghasilkan efisiensi, dan tidak selalu baik jika dilihat dari sudut pandang tenaga kerja. Produktivitas yang timbul karena rasa ketidakpuasan dan tekanan akan menimbulkan suasana tegang dalam bekerja. Hal ini mengakibatkan produktivitas tidak selalu meningkat sehingga pada jangka panjang ada kemungkinan bagi tenaga kerja outsource akan mengalami kejenuhan pada suatu titik yang dapat mengakibatkan produktivitas menurun. Untuk menghindari menurunnya produktivitas akibat ketidakpuasan kerja karyawan outsource, PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Central Java disarankan lebih memperhatikan kepuasan kerja karyawan dengan cara memberi rasa aman berupa jaminan untuk tetap bekerja pada PT. Coca-Cola untuk jangka waktu tertentu. Selain daripada itu, perusahaan juga sebaiknya memperhatikan kondisi sebelum melakukan outsourcing seperti tingkat pengangguran dan kekuatan serikat buruh. Outsourcing akan baik dilakukan pada kondisi tingkat pengangguran yang tinggi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Perusahaan juga lebih aman melakukan outsourcing pada kondisi serikat buruh yang lemah karena dapat meminimalkan resiko adanya konflik antara karyawan outsource dan perusahaan klien.
DAFTAR PUSTAKA Ain, M. H. 1986. How to Increase Productivity Through Better Labour Management Relations : A Paper Presented to Fulfill A Requirement in Participating APO Special Essay Contest. Pusat Produktivitas Nasional: Jakarta. Allen, N. J., dan Meyer, J. P. 1996. Affective, continuance, and normative commitment to the organization: An examination construct validity. Journal of Vocational Behavior, 49, 252-276. Allen, N., dan Meyer, J. P. 1997. Commitment in the workplace. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Angel, H. dan Perry, J. 1981. An empirical assessment of organization commitment and organization effectiveness. Administrative Science Quarterly, 26, 1-14. Barrick M. R. dan Zimmerman, R. D. 2005. Reducing voluntary, avoidable turnover through selection. Journal of Applied Psychology 90, 159-166. Benson, J. 1998. „Dual Commitment: Contract Workers in Australian Manufacturing Enterprises‟, Journal of Management Studies, 35(3): 355– 75. Berglund, M., Van Laarhoven, P., Sharman, G. dan Wandel, S. 1999. „Third-Party Logistics: Is There a Future?‟, International Journal of Logistics Management, 10(1): 59–70. Blum, N.L. dan Naylor, J.C. 1968 Industrial psychology: Its Theoritical and Social Foundation. New York: Harper and Row. Cascio, W.F. 1995. Managing Human Resource: Productivity, Quality of Worklife, fourth edition. McGraw-Hill Internacional, New Cork Chadwick, B. A., H. M. Bahr, dan S. L. Albrecht. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Terjemahan. IKIP Semarang Press, Semarang. Cole, R. 1979. Work, mobility, and participation. Berkeley: University of California Press. Dominguez, L. R. 2006. The Manager’s step-by-step guide to outsourcing. New York : McGraw-Hill. Dyer, L., dan Reeves,T. 1995. „Human resource strategies and hrm performance: what do we know,where do we need to go?‟ International Journal of Human Resource Management ,6:656-670.
Elmuti, D., Kathwala, Y. dan Monippallil, M. 1995. „Outsourcing to Gain a Competitive Advantage‟, Industrial Management, May/June: 20–4. Ghozali, I., dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang. Gupta, U.T., dan Gupta, A. 1992. „Outsourcing the IS Function: Is it Necessary for Your Organization?‟, Information Management Systems, Summer: 44–50. Halaby, C. 1986. Worker attachment and workplace authority. American sociological Review, 51, 634-649. Heidjrachman dan S. Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogjakarta: BPFE. Huselid, M. A. 1995. The impact of human resource management practises on turnover, productivity, and corporate financial performance. Academy of Management Journal, 38, 635-672. Knoop, R. 1994. Work values and job satisfaction. The Journal of Psychology, 128, 369-376. Larribee, J.F., dan Michaels-Barr, L. 1994. „Dealing with Personnel Concerns in Outsourcing‟, Journal of Systems Management, January: 6–10. Lincoln, J., dan Kalleberg, A. 1990. Culture, control, and commitment: A study of work organization and work attitude in United State and Japan. New York: Cambrige University Press. Locke, E. A. 1976. Nature and causes of job satisfaction. Dalam M. D. Dunnette, (Ed.). Handbook of industrial and organizational psychology. 1297-1349. Chicago: Rand McNally. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo : Jakarta. Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE. Mathieu, J. E., dan Zajac, D. M. 1990. A review and meta-analysis of a antecedent, correlations, and consequences of organizational commitment. Psychological bulletin, 108, 174-194. McAfee, JK. dan McNoughton, D. 1997. Transitional outcomes: job satisfaction of workers with disabilities part two: satisfaction with promotions, pay, co-workers, supervision, and work conditions. Journal of Vocational Rehabilitation, 8, 243-251.
McIvor, R. 2000. A practical framework for understanding the outsourcing processº, Supply Chain Management: An International Journal, Vol. 5 No. 1, pp. 22-36. Morrow, P. 1993. The theory and measurement of work commitment. Greenwich, CT: JAI Press. Mowday, R. T., Porter, L. W., dan Steers, R. M. 1982. Employee-organizational linkages: The psychology of commitment, absenteeism, and turnover. New York: Academic press. O‟Reilly, C. A., dan Chatman, J. A. 1996. culture as social control: Corporations, cults, and commitment. Reseach in organizational behavior, 18, 157-200. Ravianto, J. 1990. Produktivitas dan Manusia Indonesia. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta Ross, C., dan Reskin, B. 1992. Education, control at work, and job satisfaction. Social science Research, 21, 131-148. Safaria, T., dan Kunjana. 2004. Menjadi Pribadi Berprestasi : strategi kerasan kerja di kantor. Grasindo : Semarang. Salancik, G. 1977. Commitment and the control of organizational behavior and belief. In B. Staw and G. Salancik (Ed), New directions in organizational behavior. Chicago: St. Clair Press. Sastrowinoto, S. 1985. Produktivitas Melalui Sistem Manajemen. Manajemen No. 31. November-Desember 1985, Hal 22-27 Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Suharsini, A. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sumanth, D.J. 1984. Productivity Engineering and Management. Mcgraw-Hill Book Co,. New York Syarif,R. 1991. Produktivitas. Angkasa: Bandung Undang - undang No.13 tahun 2003. Pasal 64, 65, 66 Venkatesan, R. 1992. Strategic sourcing: to make or not to make, Harvard Business Review, Vol. 70 No. 6, pp. 98-107. Vroom, V.H. 1964. Work and Motivation. New York : John Willey And Sons.
Weiss, D, J., Dawis, R. V., England, G. W, dan Lofquist, L. 1967. Manual for the Minnesota satisfaction questionnaire. Minneapolis: Work adjustment project of the University Minnesota. Wijanto, S. H. 2008. Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8 : Konsep dan Tutorial. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Lampiran 1. Lembar Work Sampling Analysis
WORK SAMPLING ANALYST
Name Job Title Department Activity
: : :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Productive 1.
Un - Productive 1.
2.
2.
3.
3.
4
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
Observation No Time
Activity
P / Up
No
Time
Activity
P / UP
Lampiran 2. Kuesioner Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi
Survey Organisasi Saya mahasiswa Institut Pertanian Bogor, sedang melakukan penelitian tentang pengaruh faktor-faktor kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi untuk menyelesaikan studi sarjana Teknologi Industri Pertanian. Penelitian ini dilaksanakan dengan studi kasus di perusahaan X. Partisipasi Anda sangat diharapkan dalam menyelesaikan penelitian ini. Kuisioner ini mempunyai 2 bagian utama. Bagian I adalah untuk menanyakan tanggapan atau persepsi Anda tentang kepuasan kerja, sedangkan bagian II adalah untuk menanyakan tanggapan atau persepsi Anda tentang komitmen organisasi. Survey ini bukan sebuah tes, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Berikanlah jawaban yang menggambarkan persepsi terbaik Anda untuk setiap pernyataan yang ada, sesuai dengan petunjuk pada masing-masing bagian.
Bagian I. Kepuasan kerja
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pernyataan Kesesuaian penggajian dengan pekerjaan yang Anda lakukan. Kesempatan untuk mengembangkan diri pada pekerjaan. Beban kerja Anda di perusahaan. Hubungan dengan rekan kerja dan atasan. Kompetensi yang dimiliki atasan Anda dalam mengambil keputusan. Kesempatan untuk memberitahukan kesalahan yang dilakukan rekan kerja. Kesempatan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sendiri. Kesempatan memperoleh kenaikan tingkat (grade) pekerja. Penghargaan yang Anda dapatkan dari pekerjaan yang diselesaikan. Sistem jenjang karir yang ditetapkan perusahaan. Ketepatan waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Kesempatan untuk menjadi orang yang dihargai dalam sebuah kelompok kerja. Kemampuan atasan Anda menangani pekerjaannya. Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam suatu forum. Variasi pekerjaan Anda. Kesempatan promosi yang diberikan perusahaan. Ketepatan waktu pembayaran gaji oleh perusahaan. Kemampuan atasan Anda menangani pekerjaannya. Kebebasan untuk memutuskan bagaimana Anda menyelesaikan suatu pekerjaan. Kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan Anda. Pemberian bonus dan insentif terhadap pekerjaan yang telah Anda selesaikan dengan baik.
Sangat tidak Puas 1
Tidak Puas
Netral
2
3
Puas 4
Sangat Puas 5
Bagian II. Komitmen Organisasi
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pernyataan Anda akan bahagia menghabiskan sisa karir bersama perusahaan ini. Anda berpikir tidak mempunyai kewajiban untuk tetap pada pekerjaan Anda sekarang. Anda berani mengambil risiko untuk keluar perusahaan tanpa mempunyai suatu alternatif pekerjaan yang lain. Anda senang mendiskusikan tentang perusahaan Anda dengan orang di luar. Akan sangat sulit meninggalkan perusahaan sekarang jika Anda menginginkannya. Jika tetap memperoleh keuntungan, maka Anda tidak berpikir untuk meninggalkan perusahaan ini. Kehidupan Anda akan terganggu jika memutuskan ingin meninggalkan perusahaan sekarang. Anda memikirkan masalah perusahaan adalah masalah Anda juga. Anda tidak akan rugi, jika meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat. Anda merasa bersalah jika meninggalkan perusahaan sekarang. Tetap tinggal dengan perusahaan merupakan kebutuhan Anda sekarang. Anda berpikir dapat dengan mudah berdekatan dengan perusahaan lain. Anda mempunyai sedikit pilihan sebagai pertimbangan meninggalkan perusahaan. Anda tidak merasa seperti bagian keluarga dalam perusahaan. Salah satu risiko meninggalkan perusahaan ini adalah sedikitnya alternatif lain yang tersedia. Perusahaan menghargai loyalitas Anda Anda tidak merasa mempunyai kedekatan batin dengan perusahaan. Anda tetap tinggal pada perusahaan ini karena perusahaan lain belum tentu lebih baik. Anda tidak ingin meninggalkan perusahaan sekarang karena mempunyai kewajiban terhadap perusahaan. Sebagai pekerja, Anda mempunyai keterikatan yang
Sangat tidak setuju 1
Tidak setuju
Netral
Setuju
Sangat setuju
2
3
4
5
21 22 23
kuat dengan perusahaan. Jika tidak mempunyai posisi yang tepat, Anda mempertimbangkan untuk bekerja di perusahaan lain. Anda menerima perjanjian kerja dengan perusahaan ini. Anda tidak merasa mempunyai pendirian terhadap perusahaan.
Terima kasih untuk waktu dan partisipasi Anda melengkapi kuisioner ini.
Lampiran 3. Kuesioner AHP
PETUNJUK PENGISIAN
I. UMUM 1) Berikan penilaian terhadap hirarki penentuan outsourcing dengan cara mengisi lembar pengisian. 2) Pertanyaan yang diajukan akan berbentuk perbandingan antara suatu elemen dengan elemen baris yang lainnya. 3) Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen-komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II. 4) Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
II. SKALA PENILAIAN Definisi nilai skala yang digunakan sebagai berikut : Nilai perbandingan
Keterangan
(A dibandingkan B) 1
A Sama penting dengan B
3
A Sedikit lebih penting dari B
5
A Jelas lebih penting dari B
7
A Sangat jelas penting dari pada B
9
A Mutlak lebih penting dari pada B
1/3, 1/5, 1/7, 1/9
Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1,3,5,7,9
2, 4, 6, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8
Apabila ragu-ragu anatar dua nilai yang berdekatan
Contoh pengisian : Misalkan terdapat empat elemen yang mempengaruhi outsourcing yaitu factor A, B, C, D. Berdasarkan tingkat kepentingan maka factor tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut : Elemen faktor A
Elemen faktor B
A
A
B
C
D
1
..3(a)
..1/3(b)
..2..
1
..5..
..7..
1
..1/2..
B C D
1
Keterangan : Nilai pada (a) : Faktor A sedikit lebih penting dari B Nilai pada (b) : Faktor C sedikit lebih penting dari A
Lembar pengisian : 1) Perbandingan berpasangan untuk menentukan Bobot Faktor Elemen faktor A
Elemen faktor B Biaya
Kepuasan kerja
Komitmen
Produktivitas
1
…
…
…
1
…
…
1
…
Biaya Kepuasan kerja Komitmen Produktivitas
1
2) Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif dilihat dari faktor biaya Elemen Alternatif A
Outsourcing Non-Outsourcing
Elemen Alternatif B Outsourcing
Non-Outsourcing
1
… 1
3) Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif dilihat dari faktor kepuasan kerja Elemen Alternatif A
Outsourcing
Elemen Alternatif B Outsourcing
Non-Outsourcing
1
…
Non-Outsourcing
1
4) Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif dilihat dari faktor komitmen Elemen Alternatif A
Outsourcing
Elemen Alternatif B Outsourcing
Non-Outsourcing
1
…
Non-Outsourcing
1
5) Perbandingan berpasangan untuk menentukan bobot alternatif dilihat dari faktor produktivitas Elemen Alternatif A
Outsourcing Non-Outsourcing
Elemen Alternatif B Outsourcing
Non-Outsourcing
1
… 1
Keterangan : Dalam pengisian kuisioner table di atas, ibu/bapak diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting dari elemen faktor A dengan elemen aspek B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran dari kuisioner ini adalah memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat responden.
Lampiran 4. Pertanyaan wawancara.
LIST PERTANYAAN WAWANCARA
1) Apa yang menjadi pertimbangan dalam menentukan perlu tidaknya outsourcing? Mengapa? 2) Bidang apa yang biasa di-outsource? 3) Menurut Bapak/Ibu, mengapa bidang tersebut lebih sering di-outsource? 4) Bagaimana pengaruh tenaga kerja outsource terhadap produktivitas pada bidang tersebut? 5) Bagaimana kinerja tenaga kerja outsource, apakah ada perbedaan yang signifikan? 6) Bagaimana komitmen antara tenaga kerja outsource dan non-outsource pada perusahaan? 7) Bagaimana kepuasan kerja antara tenaga kerja outsource dan non-outsource pada perusahaan? 8) Apakah peluang terjadi konflik antara tenaga kerja outsource dan nonoutsource tinggi? 9) Apakah pernah terjadi konflik antara tenaga kerja outsource dan nonoutsource? 10) Apa penyebab terjadinya konflik tersebut?
Lampiran 5. Aspek-aspek yang dikaji dalam wawancara kepada operator.
1. Mengetahui kepuasan penggajian 2. Mengetahui kepuasan promosi 3. Mengetahui kepuasan pekerjaan 4. Mengetahui kepuasan hubungan rekan 5. Mengetahui kepuasan pengawasan 6. Mengetahui sebab komitmen karyawan
Lampiran 6. GOF statistik CFA model kepuasan kerja.
Lampiran 7. Perhitungan CR dan VE konstruk kepuasan kerja. Penggajian: ∑Std.Loading= 0.82 + 0.82 + 0.80 + 0.83 = 3.27 ∑Std.Loading2= 0.822 + 0.822 + 0.802 + 0.832 = 2.67 ∑(θ)= 0.33 + 0.33 + 0.37 + 0.31= 1.34 CR= (3.27)2 / ((3.27)2 + 1.34)) = 0.89 VE= 2.67 / 4 = 0.67 Promosi:
∑Std.Loading= 0.81 + 0.83 + 0.80 + 0.79 = 3.32
∑Std.Loading2= 0.812 + 0.832 + 0.802 + 0.792 = 2.61
∑(θ)= 0.35 + 0.31 + 0.36 + 0.38 = 1.4
CR= (3.32)2 / ((3.32)2 + 1.4)) = 0.88
VE= 2.61 / 4 = 0.65
Pekerjaan: ∑Std.Loading= 0.83 + 0.68 + 0.76 + 0.75 = 3.02 ∑Std.Loading2= 0.832 + 0.682 + 0.762 + 0.752 = 2.29 ∑(θ)= 0.32 + 0.53 + 0.43 + 0.43 = 1.71 CR= (3.02)2 / ((3.02)2 + 1.71)) = 0.84 VE= / 4 = 0.57 Hubungan rekan: ∑Std.Loading= 0.87 + 0.80 + 0.73 + 0.80 = 3.2 ∑Std.Loading2= 0.872 + 0.802 + 0.732 + 0.802 = 2.57 ∑(θ)= 0.24 + 0.37 + 0.47 + 0.36 = 1.44 CR= (3.2)2 / ((3.2)2 + 1.44)) = 0.88 VE= 2.57 / 4 = 0.64 Pengawasan: ∑Std.Loading= 0.84 + 0.68 + 0.81 + 0.72 = 3.05 ∑Std.Loading2= 0.842 + 0.682 + 0.812 + 0.722 = 2.34 ∑(θ)= 0.30 + 0.54 + 0.34 + 0.48= 1.66 CR= (3.05)2 / ((3.05)2 + 1.66)) = 0.85 VE= 2.34 / 4 = 0.58
Kepuasan Kerja: ∑Std.Loading= 1.01 + 0.87 + 0.83 + 0.93 + 0.97 = 4.61 ∑Std.Loading2= 1.012 + 0.872 + 0.832 + 0.932 + 0.972 = 4.27 ∑(θ)= 0.01 + 0.24 + 0.32 + 0.13 + 0.06 = 0.76 CR= (3.05)2 / ((3.05)2 + 1.66)) = 0.96 VE= 2.34 / 4 = 0.85
Lampiran 8. GOF statistik CFA model komitmen organisasi.
Lampiran 9. Perhitungan CR dan VE konstruk komitmen organisasi.
Affective: ∑Std.Loading = 0.79 + 0.55 + 0.73 + 0.72 + 0.8 = 3.59 ∑Std.Loading2 = 0.792 + 0.552 + 0.732 + 0.722 +0.82 = 2.62 ∑(θ) = 0.38 + 0.7 + 0.47 + 0.48 + 0.35 = 2.38 CR = (3.59)2 / ((3.59)2 + 2.38)) = 0.84 VE = 2.62 / 5 = 0.52 Continuance: ∑Std.Loading = 0.84 + 0.62 + 0.73 + 0.68 + 0.7 = 3.57 ∑Std.Loading2 = 0.842 + 0.622 + 0.732 + 0.682 + 0.72= 2.57 ∑(θ) = 0.3 + 0.62 + 0.47 + 0.54 + 0.52 = 2.45 CR = (3.57)2 / ((3.57)2 + 2.45)) = 0.84 VE = 2.57 / 5 = 0.51 Normative: ∑Std.Loading = 0.86 + 0.85 + 0.77 + 0.74 + 0.75 = 3.97 ∑Std.Loading2 = 0.862 + 0.852 + 0.772 + 0.742 + 0.752 = 3.16 ∑(θ) = 0.27 + 0.29 + 0.41 + 0.45 = 1.85 CR = (3.97)2 / ((3.97)2 + 1.85)) = 0.89 VE = 3.16 / 5 = 0.63
Komitmen Organisasi: ∑Std.Loading = 0.51 + 0.85 + 0.9 = 2.26 ∑Std.Loading2 = 0.512 + 0.852 + 0.92 = 1.79 ∑(θ) = 0.74 + 0.27 + 0.19 = 1.2 CR = (2.26)2 / ((2.26)2 + 1.2)) = 0.81 VE = 1.79 / 3 = 0.60
Lampiran 10. Rentang jumlah variabel dan sub variabel kepuasan kerja
Non-Outsourcing Rentang Jumlah 1380 – 2484 2484.01 – 3588 3588.01 – 4692 4692.01 – 5796 5796.01 – 6900
skala 1 2 3 4 5
Tingkatan Kepuasan Kerja Sangat tidak puas Tidak puas Netral Puas Sangat puas
Outsourcing Rentang Jumlah 1160 – 2088 2088.01 – 3016 3016.01 – 3944 3944.01 – 4872 4872.01 – 5800
skala 1 2 3 4 5
Tingkatan Kepuasan Kerja Sangat tidak puas Tidak puas Netral Puas Sangat puas
Non-Outsourcing (sub variabel) Tingkatan Rentang Jumlah skala Kepuasan Kerja 276 – 496.8 1 Sangat tidak puas 496.81 – 717.6 2 Tidak puas 717.61 – 938.4 3 Netral 938.41 – 1159.2 4 Puas 1159.21 – 1380 5 Sangat puas
Outsourcing (sub variabel) Tingkatan Rentang Jumlah skala Kepuasan Kerja 232 – 417.6 1 Sangat tidak puas 417.61 – 603.2 2 Tidak puas 603.21 – 788.8 3 Netral 788.81 – 974.4 4 Puas 974.41 – 1160 5 Sangat puas
Lampiran 11. Rentang jumlah variabel dan sub variabel komitmen organisasi
Non-Outsourcing Tingkatan Komitmen Rentang Jumlah skala Organisasi 1035 – 1863 1 Sangat rendah 1863.01 – 2691 2 Rendah 2691.01 – 3519 3 Netral 3519.01 – 4347 4 Tinggi 4347.01 – 5175 5 Sangat tinggi
Rentang Jumlah 870 – 1566 1566.01 – 2262 2262.01 – 2958 2958.01 – 3654 3654.01 – 4350
Outsourcing Tingkatan Komitmen skala Organisasi 1 Sangat rendah 2 Rendah 3 Netral 4 Tinggi 5 Sangat tinggi
Non-Outsourcing (sub variabel) Tingkatan Komitmen Rentang Jumlah skala Organisasi 345 – 621 1 Sangat rendah 621.01 – 897 2 Rendah 897.01 – 1173 3 Netral 1173.01 – 1449 4 Tinggi 1449.01 – 1725 5 Sangat tinggi
Outsourcing (sub variabel) Tingkatan Komitmen Rentang Jumlah skala Organisasi 290 – 522 1 Sangat rendah 522.01 – 754 2 Rendah 754.01 – 986 3 Netral 986.01 – 1218 4 Tinggi 1218.01 – 1450 5 Sangat tinggi
Lampiran 12. Tabulasi Data
Lampiran 13. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI MANAGEMENT CCBI / CCDI ( EXECUTIVE COMMITTEE )
General Manager Executive Secretary
Technical Operation & Logistic Manager
DOP. Mgr
Finance Manager
WH and Trans. Mgr
Human Resources Manager
QA. Mgr
ME. Mgr
General Sales Manager
Prod. Mgr
Business Services Manager
QMS. Champion