ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK “Analysis Implementation Fiber to the Home (FTTH) Devices with Optisystem on the STO Cijawura to Batununggal Regency Elok Cluster ” Aghnia Fatyah Sabika[1] Arina Fadhilah.Amd Andy Audy Oceanto, ST.,
[email protected] MT.[3] Abstrak Sistem komunikasi serat optik memiliki kelebihan berupa transmisi loss yang kecil, bandwidth yang lebar, tidak terpengaruh gelombang elektromagnetik, dan keamanan data. Sehingga dengan kelebihan yang dimilikinya, komunikasi data menggunakan kabel optik sangat diminati dan mulai diimplementasikan di perumahan-perumahan. Pada November 2012 PT Telkom dan PT INTIHUAWEI berkerja sama dalam pelaksanaan proyek implementasi FTTH pada perumahan Batununggal Regency Cluster Elok, untuk itu dalam jurnal ini menganalisa performasi jaringan link optik dengan menggunakan aplikasi OptiSystem. Pada penelitian ini dianalisa kinerja jaringan FTTH STO Cijawura ke perumahan Batunungal Cluster Elok berdasarkan analisis Bit Eror Rate (BER), Q Factor dan Receive Power. Pada jaringan FTTH yang telah terpasang perangkat GPON yaitu 1x8 ODC, 45 ODP dan 270 ONT dengan total pelanggan sebanyak 270 user. Parameter-parameter dihitung untuk kelayakan sistem permormance yang disimulasikan pada OptySystem. Untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan nilai BER downstream sebesar 2.76x10-3 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10 -9. Parameter performasi sistem Q-factor pada downstream sebesar 7,21174 dan upstream sebesar 104,767, Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -23 dBm, hasil perhitungan menggunakan Optisystem untuk pelanggan terjauh Receive Power menunjukan angka sebesar -5,971 dBm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak. Kata Kunci: FTTH, , Bit Error Rate (BER), Q-Factor, Opti System 1. Pendahuluan Pada zaman ini teknologi telekomunikasi menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dari semakin meningkatnya jumlah pengguna layanan telekomunikasi yang terus bertambah setiap tahunnya. Sampai dengan tahun 2014, the International Telecommuncation Union (ITU) memprediksi pengguna layanan internet di dunia mencapai 3 miliar pelanggan, sedangkan untuk pengguna layanan mobile cellular berjumlah 7 miliar pelanggan [1]. Peningkatan kebutuhan akan teknologi telekomunikasi ini harus sebanding dengan peningkatan layanan teknologi telekomunikasi itu sendiri. Dewasa ini dibutuhkan teknologi telekomunikasi yang mampu menyediakan layanan dengan fidelitas dan data rate yang tinggi sehingga mampu mengirimkan lebih banyak informasi dan mampu meningkatkan jarak antar repeater yang dapat ditempuh, karena itu diperlukan suatu teknologi yang mampu memenuhi semua kebutuhan itu. Sistem komunikasi serat optik yang menggunakan serat optik sebagai medianya, mengubah sinyal informasi dalam bentuk elektris menjadi sinyal cahaya oleh dioda laser, kemudian ditransmisikan melalui serat optik, dan pada sisi penerima ditangkap oleh detektor cahaya yang kemudian sinyal informasi tersebut diubah kembali menjadi sinyal elektris. Sistem komunikasi serat optik memiliki kelebihan berupa transmisi loss yang kecil, bandwidth yang lebar, tidak terpengaruh gelombang elektromagnetik, dan keamanan data [2]. Sehingga dengan kelebihan yang dimilikinya, penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan performansi sistem komunikasi serat optik. Teknologi serat optic yang memberikan solusi untuk permasalahan bandwith adalah Gigabit Passive Optical Network (GPON). GPON merupakan teknologi FTTx yang dapat mengirimkan informasi sampai ke pelanggan menggunakan kabel optik. Salah satu jenis FTTx ini adalah FTTH (Fiber To The Home). FTTH memungkinkan penggunakaan serat optik secara keseluruhan mulai dari sentral hingga ke pelanggan. Dalam penelitian ini akan mengimplementasi jaringan FTTH di Batununggal Residence pada cluster elok. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan rancangan suatu jaringan layanan akses yang diharapkan dapat diimplementasikan secara nyata untuk layanan triple play (voice, data, video).. Selain itu dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui apa saja perangkat yang digunakan dalam penerapan teknologi GPON sesuai dengan kebutuhan lapangan. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang aspek desain perencanaan jaringan optik untuk layanan triple play dengan menggunakan teknologi GPON studi kasusPerumahan Batununggal Cluster Elok, Bandung Selatan,
dimana hal yang dibahas dan dianalisis meliputi perancangan jaringan FTTH dimulai dari sentral (STO Cijawura) hingga ke pelanggan (homepass), penerapan teknologi GPON pada FTTH, penentuan pemakaian dan penempatan perangkat yang digunakan berdasarkan kebutuhan lapangan, Penentuan perangkat berdasarkan layanan akses dan fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyedia hunian, dan Penentuan pengaruh nilai parameter-parameter yang terkait terhadap kelayakan dan performansi perancangan, seperti Bit Eror Rate (BER), Q Factor dan Receive Power. 2.
Dasar Teori
2.1
Konsep Dasar Sistem Komunikasi Optik Suatu sinyal informasi dikirim dari transmitter ke receiver melalui media transmisi. Sinyal informasi akan dimodulasikan sesuai dengan media transmisinya. Dalam komunikasi serat optik sinyal informasi dimodulasikan pada sinyal carrier berupa sinyal cahaya. Secara umum komponen dasar sistem komunikasi optik terdiri dari transmitter, receiver, dan serat optik. Terdapat pula komponen tambahan seperti splice, repeater, kompensator dispersi, dan lain-lain. Salah satu keuntungan dari sistem komunikasi serat optik adalah media transmisi memiliki redaman yang rendah dan bandwidth yang lebar, sehingga lebih banyak data yang mampu ditransmisikan dalam jarak yang lebih jauh[3].
Arsitektur Jaringan Lokal Akses Fiber. [2] Teknologi Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF) merupakan suatu teknologi penggunaan kabel serat optik sebagai media transmisi dalam sistem telekomunikasi Berdasarkan tempat peralihan sinyal optik (TKO = titik Konversi Optik ) menjadi sinyal elektrik di pelanggan maka dibedakan beberapa arsitektur Jarlokaf. Yaitu: a. Fiber to the Zone ( FTTZ). TKO terletak di RK dan dari RK dihubungkan ke pelanggan dengan kawat tembaga melalui DP. Panjang kawat tembaga yang digunakan kepelanggan dalam orde km. b. Fiber to curb ( FTTC ) TKO terletak di DP dan dari DP kepelanggan menggunakan kabel tembaga dalam orde ratusan meter. c. Fiber to the Building ( FTTB ) TKO terletak di sebuah bangunan perkantoran yang besar dengan nomor telepon yang banyak dan bertindak sebagai RK. Sistem ini mirip dengan istilah CTL ( catuan langsung ). Dari FTTB ke pelanggan menggunakan kabel tembaga. Dalam konfigurasi ini tidak adalagi DP. d. Fiber to the Home ( FTTH). TKO terletak di rumah – rumah pelanggan dan langsung dihubungkan kepesawat pelanggan dengan kabel dalam rumah. Ordenya sampai puluhan meter ( kalau dimensi rumah pelanggan juga puluhan meter ) 2.2
2.3
Gigabit Passive Optical Network (GPON) GPON adalah teknologi jaringan akses lokal fiber optik berbasis PON yang distandardisasi oleh ITU-T (ITU-T G.984 series). Pada GPON, sebuah atau beberapa OLT, interface sentral dengan jaringan fiber optik, dihunungkan dengan beberapa ONU, interface pelanggan dengan jaringan serat optik, menggunakan pasif optical distribution network (ODN), seperti splitter, filter, atau perangkat pasif optik lainnya. GPON mampu memberikan layanan dengan kecepatan 2.4 Gbps secara simetris (upstream dan downstream) atau 1.2 Gbps untuk downstream dan 3 2.4 Gbps untuk upstream. GPON disyaratkan harus dapat melayani layanan jenis apapun, baik itu ethernet maupun TDM (PSTN, ISDN, E1, dll). Jarak antar OLT dengan ONU yang dapat dijangkau adalah 10 km untuk kecepatan 2.4 Gbps, sedangkan untuk kecepatan 1.2 Gbps dapat mencapai 20 km. Untuk split ratio, ODN pada GPON dapat mencapai 1:64
. Gambar 2.1 Arsitektur GPON Secara umum arsitektur GPON sama seperti arsitektur jaringan akses fiber optik pada umumnya. OLT dan ONU yang merupakan perangkat aktif pada jaringan akses serat optik dihunungkan dengan ODN yang sifatnya pasif. Namun yang berbeda adalah ONU dan OLT pada GPON dapat melayani dengan berbagai layanan, tidak hanya satu layanan yang sama. Misalnya pada UNI 1 pada ONU melayani layanan ATM, sedangkan UNI 2 melayani layanan E1. Atau SNI 1 pada OLT melayani layanan PSTN sedangkan SNI 1 melayani ATM. [3] 2.4
Parameter Kelayakan Hasil Penelitian
2.4.1
Bit Error Rate (BER) dan Q-Factor BER merupakan laju kesalahan bit yang terjadi dalam mentransmisikan sinyal digital. Dimana BER dapat dihitung dengan persamaan[4]: (S/N) pk/rms = 20 Log 2Q Q-Factor adalah faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link atau jaringan DWDM. Dalam sistem komunikasi serat optik khususnya DWDM, minimal ukuran Q-Factor yang bagus adalah 6 atau 10-9 dalam Bit Error Rate (BER)[2], namun pada penelitian kali ini nilai BER dan Q-Factor didapatkan dari simulasi pada software OptiSystem. 2.4.2 Power Receive Power Receive merupakan daya terima pada pelanggan. Semakin besar daya terima dari fiber optic, semakin baik pula pengimplementasiannya. 3.
Perancangan Jaringan dan Simulasi
3.1.1 Diagram Alir Perancangan Langkah awal dari penelitian ini adalah menentukan lokasi perancangan. Lokasi yang dipilih adalah di Cluster Elok Perumahan Batununggal Bandung Selatan. Setelah didapatkan lokasi, dilakukan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam perancangan ini seperti jumlah homepass (HP) dan fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyedia. Penentuan dan peletakan perangkat akan dipengaruhi oleh jumlah homepass dan fasilitas yang ditawarkan oleh pihak penyedia. Setelah semua data dikumpulkan dan peramalan dilakukan, perancangan jaringan FTTH sudah bisa dilakukan. Analisis dan evaluasi terhadap perancangan dilakukan setelah didapat hasil rancangan. Apabila hasil analisis perancangan yang dilakukan tidak memenuhi standar parameter yang ditentukan, maka harus dilakukan perancangan ulang sampai standar kelayakan parameter terpenuhi. Jika hasil evaluasi perancangan sudah memenuhi standar kelayakan parameter yang ditentukan maka perancangan sudah selesai.
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan 3.2
Perancangan Jaringan
3.2.1 Perancangan Jaringan FTTH di Cluster Permai, Batunungal Total rumah yang akan di bangun di perumahan pada Cluster Permai adalah 324 rumah yang terdiri dari kelas menengah atas dan menengah. Dalam perancangan simulasi ini akan dirancang jaringan dari STO Cijaura hingga ke rumah pelanggan. Jumlah ONT yang akan dipasang sesuai dengan jumlah rumah yang telah dipasang yaitu sebanyak 324 ONT. Jaringan FTTH dengan toknologi GPON pada perumahan Batunungga dapat dilihat di gambar 3.2
Gambar 3.2 Teknologi GPON pada jaringan FTTH Di Cluster Elok Perumahan Batununggal. Diketahui dari gambar tersebut OLT menuju ke ODC menggunakan 288 core kabel optik G. 652 yang dibagi menjadi 1 ODC berdasarkan pada letak rumah pelanggan. ODC mempunyai 12 core fiber optik yang disebar menjadi 12 splitter 1:4. Kemudian dari ODC disebar ke ODP 1:16 yang berjumlah 45 diteruskan ke pelanggan dengan kabel optik G.657 dengan jumlah ONT sebanyak 270 ONT. 3.2.2
Perancangan Letak ODC dan ODP
Dari perancangan jaringan FTTH yang sudah dilakukan, sebelum membuat simulasi konfigurasi Downlik dan Upstream dengan menggunakan Optisystem dilakukan perancangan letak ODC dan ODP di Cluster Permai Batununggal Residence. Perancangan ini berguna untuk mengetahui jarak terjauh perangkat ONT ataupun pelanggan yang akan gunakan sebagai acuan pada simulasi Optisystem.
Gambar 3.3 STO Cijahura – ODC Cluster Permai Batununggal
Gambar 3.4 Perancangan Letak ODC dan ODP pada Google Earth 3.3
Simulasi pada Opti System
3.3.2
Konfigurasi Downstream Pada simulasi Downstream maka yang harus pertama kali dilakukan adalah mengatur parameter layout dengan bitrate 2,488 Gbps dan sensitifitas -28 dBm
Gambar 3.5 Konfigurasi Downstream
3.6
BER Analyzer pada konfigurasi Downstream
3.7
Daya Terima pada konfigurasi Downstream 3.8 Berdasarkan hasil simulasi perancangan tersebut didapatkan data sebagai berikut: a. Nilai BER adalah 2.76x10-3 b. Nilai Q-Factor sebesar 7,21174. c. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah –19,754 dBm. 3.8.1
Konfigurasi Upstream Pada simulasi Upstream maka yang pertama harus dilakukan adalah mengatur layout dengan nominal bitrate 1,244 Gbps, dan sensitivity -29 dBm.
Gambar 3.7 Konfigurasi Upstream
Gambar 3.7 BER Analyzer pada konfigurasi Upstream
Gambar 3.8 Daya terima pada konfigurasi Upstream
Berdasarkan hasil simulasi perancangan tersebut didapatkan data sebagai berikut: d. Nilai BER adalah 0 e. Nilai Q-Factor sebesar 104,767. f. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah –5,971 dBm. 3.9 Analisis Hasil Perancangan Berdasarkan simulasi perancangan dengan menggunakan Optisystem untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan data sebagai berikut a. Downstream sebesar 2.76x10-3 b. Upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10-9. Parameter performasi sistem Q-factor pada sebagai berikut: a. downstream sebesar 7,21147 b. upstream sebesar 104,767 Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -28 dBm, hasil perhitungan menggunakan Optisystem untuk pelanggan terjauh Receive Power menunjukan angka sebesar -19,754 dBm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak 4.
Kesimpulan dan Saran
4.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada obyek perencanaan jaringan akses fiber optik di Perumahan Batununggal Cluster Elok dengan jarak calon pelanggan terjauh adalah 4,3793 km, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sistem dikatakan layak dengan memenuhi syarat link power budget, karena berdasarkan kalkulasi simulasi Optisystem didapatkan nilai daya -19,754 dBm untuk downstream dan –5,971 dBm untuk upstream, kedua nilai tersebut masih diatas batas minimum daya di penerima yang ditetapkan oleh PT.Telkom, yaitu -23 dBm. Jadi signal yang telah ditransmisikan oleh OLT di STO masih dapat sepenuhnya diterima oleh ONT pada sisi pelanggan. 2. Berdasarkan kalkulasi Q-Factor pada simulasi Optysistem untuk downstream 7,21147 dan upstream 104,767 terpenuhi. Dimana faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link dalam sistem komunikasi serat optik khususnya GPON, minimal ukuran Q-Factor yang bagus adalah 6. 3. Berdasarkan simulasi pada Opti System didapatkan BER untuk konfigurasi downstream sebesar 2.76x10-3 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10-9. 1.2
Saran Disusunnya penelitian ini tentu tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka untuk kedepannya jika ada yang ingin melanjutkan penelitian ini ada beberapa saran yang dapat dilakukan untuk seterusnya, antara lain: 1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur langsung ke lapangan agar mendapatkan hasil yang akurat daripada di Google Earth. 2. Untuk penelitian kedepannya bisa memasukan faktor ekonomi berupa biaya perancangan. Dan perancangan serat optik untuk di gedung-gedung. Daftar Pustaka: [1] ICT Data and Statistics Division of International Telecommunication Union, "ICT Facts and Figures, the world in 2014" 2014 [2] Keiser, Gerd. “Optical Fiber Communications”, Second Edition.: McGRAW-HILL, 1991 [3] ITU-T Rec. G.984.1 (03/2008) [3] Legawa, Tri. Penerapan Teknologi DLC (Digital Loop Carrier) pada Jaringan Lokal Akses Fiber [Jurnal]. Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. [4] Keiser, Gerd. “Optical Fiber Communications”, Second Edition.: McGRAW-HILL,1991