ANALISIS PENGARUH TOP MANAGEMENT COMMITMENT TERHADAP SUPPLIER PERFORMANCE DAN SUPPLIER RELATIONSHIP MANAGEMENT PADA HOTEL BUDGET DI SURABAYA
Oleh : Moses Soediro Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya Email:
[email protected] Abstract Businesses worldwide are going rapidly nowadays. Almost all business sectors are facing this situation, and trying to find strategics moves to keep survive and grow. In hospitality industry this situation are also force them to keep evolve and change to find better strategies to growth. Role of Top Management are need to strive in business situation that getting tight. This study is using variable Top Management Commitment, Supplier Relationship Management, and Supplier Performance. By conducting a survey to 80 managers in the budget hotels which located in Suarabaya and using smartPLS to process all data that needed. The result of this study is shown that Top Management Commitment can affect Supplier Performance and also Supplier Relationship Management. It shows that Commitment from top management can help to keep and embrace relationship that may not too fine in the past. By keep improve the new ways and find an understanding by buyer and suppliers can easily to increase not only trust by two sides, but also business growth for each others. Key Word: Top Management Commitment, Supplier Relationship Management, dan Supplier performance. 1. Latar Belakang Sektor pariwisata saat ini semakin berkembang dan kegiatan traveling semakin tinggi intensitasnya, hal ini tercatat dalam data BPS tahun 2014 jumlah wisatawan Indonesia mengalami kenaikan jumlah pendatangnya pada tahun 2013 tercatat sejumlah 7.135 orang datang ke area Jawa Timur dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 8.456 orang. Hotel memiliki salah satu peran yaitu sebagai tempat beristirahat pada saat wisatawan melakukan traveling. Oleh karena itu segala, bentuk pelayanan, jenis kamar yang disediakan dan juga beragam fasilitas serta keramahtamahan dari setiap elemen yang ada di hotel, juga memberikan dampak kepada wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah. Angka wisatawan yang datang berkunjung ke Jawa Timur secara konsisten selalu berada di peringkat ke tiga secara nasional, dan hanya kalah oleh DKI Jakarta dan juga Jawa Barat. Tentu saja ini merupakan cerminan dari semakin banyaknya wisatawan yang datang dan tentu saja membutuhkan kamar hotel sebagai tempat mereka beristirahat di Jawa Timur terutama Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Dengan dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tentu saja akan memberikan potensi tambahan jumlah wisatawan yang akan datang berkunjung ke Jawa Timur. Sebagai, Surabaya sebagai ibukota dari Jawa Timur, merupakan salah satu kota yang kondusif dalam iklim usaha dan perdagangan serta memiliki sarana prasarana yang memadai. Sektor utama penopang perekonomian Surabaya seperti sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mengkontribusi sebesar 38,96% dan merupakan sektor yang menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) paling besar dibandingkan dengan sektor yang lain (dinkominfo.surabaya.go.id). Menghadapi tantangan nyata ini setiap bidang usaha termasuk juga hotel akan sangat memerlukan keunggulan bersaing agar dalam perjalanannya tidak tertinggal 1
oleh saingan bisnis yang terus berkembang secara dinamis dan kreatif. Sebuah perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif yang unik dibandingkan kompetitornya, agar mampu untuk bertahan dalam bisnisnya dan juga dengan mampu memberikan nilai tambah dalam setiap pelayanan kepada konsumen secara efisien dan berkesinambungan dari waktu ke waktu (Heizer dan Render, 2013: 29). Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat dan demi memenuhi standar agar memiliki kualitas yang sama baiknya dengan para pesaing ataupun lebih baik, maka diperlukan langkah konkret yang mana diharapkan mampu membantu untuk memperbaiki kualitas produk atau jasa pihak hotel agar dapat meningkatkan kinerja dari hotel. Langkah strategis yang bisa dilakukan oleh pihak manajemen adalah dengan menjaga hubungan para supplier yang produktif dan juga dapat membantu perusahaan dalam menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Dalam menjaga kualitas yang diberikan kepada konsumen, maka perusahaan perlu menjaga hubungan dengan supplier, hubungan pelayanan dengan konsumen internal, kualitas tanpa kompromi, standar oleh konsumen (Hashmi, 2004). Pentingnya menjaga hubungan buyer dan supplier akan berdampak pada kualitas produk atau jasa yang diberikan, sehingga berdampak kepada perusahaan secara langsung baik itu meningkatkan kinerja dari perusahaan maupun hubungan antara buyer dan juga supplier ke depannya. Supplier relationship management tidaklah dapat tercipta dengan sendirinya, melainkan dengan adanya kepercayaan, maka akan tercipta hubungan yang baik antara supplier dan buyer haruslah didasari rasa percaya agar hubungan yang telah tercipta semakin mengeratkan hubungan kedua belah pihak, kepercayaan didasarkan atas hubungan personal dan interaksi antar konsumen dengan pedangangnya (Dan et al., 2003). Dalam membangun kerjasama dengan supplier yang mana mengerti akan kebutuhan dari buyer, diperlukan strategi pembelian yang khusus, agar dapat memudahkan perusahaan dalam memaksimalkan kegiatan rantai pasok dan juga peningkatan kinerja perusahaan (Chen et al., 2004). Hubungan kolaborasi antara supplier dan juga buyer dapat berdampak pada peningkatan kerja perusahaan (Cao dan Zhang, 2011). Dengan terciptanya hubungan kolaborasi yang baik antara supplier dan konsumen, maka memberikan kemudahan dalam proses kerja yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satunya adalah dengan mengurangi resiko kesalahan dalam melakukan pemesanan barang, dan juga bisa juga menurunkan biaya transaksi, atau bahkan mungkin dapat dihilangkan. (Handfield dan Bechtel, 2002; Sheu et al., 2006). Top Management Commitment dalam rangka terjaganya standar barang dan memudahkan proses kerja maka menjalin kerjasama dengan pihak supplier sangat perlu dilakukan agar di masa mendatang kedua belha pihak dapat terjadi saling kepahaman dan akan menjalankan tugasnya masing-masing tanpa mengganggu proses kerja salah satu pihak. Dalam hal menentukkan supplier yang memiliki kinerja yang baik dan juga memiliki integritas dalam bekerja diharapkan mampu mengembangkan bisnis kedua belah pihak. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggandeng supplier yang mampu mengerti visi dan misi dari perusahaan serta mampu menyelaraskan nya dengan kedua belah pihak dalam rangka menggambangkan bisnis di masa mendatang. Beberapa penelitian yang membahas mengenai bentuk evaluasi terhadap kinerja dari supplier seperti De Toni dan Nassimbeni (2000) yang berbicara tentang pengembangan produk yang mana disesuaikan dengan spesifikasi yang diperlukan oleh pembelian, sehingga dapat mendapatkan kualitas dan juga bentuk yang telah disamakan. Logistic system (Schmitz dan Platts, 2003), just-in-time manufacturing (Willis dan Huston 1989, De Toni dan Nassimbeni 2000) yang mana berbicara mengenai sistem pengiriman bahan baku dan merupakan suatu konsep yang mana melakukan produksi bahan baku yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas prima, dari setiap tahap proses dalam sistem manufacturing, dengan cara yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan proses secara terus menerus (Gaspersz, 1998). 2
Krusialnya peran serta dari Top Management, dalam merencanakan strategi jangka panjang sangatlah diperlukan yang mana dalam membangun bisnis kedua belah pihak. Melalui beberapa cara seperti melakukan seleksi terhadap supplier yang menjadi mitranya (Humphreys et al, 2004). Hal ini dipandang penting karena dengan supplier yang dapat mengerti harapan dari perusahaan, akan membantu untuk menghasilkan produk dan memiliki standar. Komunikasi dengan supplier adalah salah satu langkah untuk membina hubungan yang baik antara supplier dan buyer (Bullington, 2007). 2.
Tinjauan Pustaka
2.1 Manajemen Pembelian Kemampuan dalam melakukan kegiatan pembelian dapat mempengaruhi perencanaan strategi perusahaan dalam meningkatkan daya saingnya (Carr dan Pearson, 2002). Strategi purchasing yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan saat ini dengan menerapkan praktekpraktek Supply Chain Management (SCM) di perusahaan. Berdasarkan literatur-literatur yang ada bahwa perusahaan manufaktur menerapkan SCM untuk membangun kunci daya saing antara lain biaya yang rendah, fleksibelitas, kualitas, pengiriman tepat waktu, inovatif dan lain-lain (Berry et.al., 1991; Ward, et.al., 1995; Miller dan Roth, 1994). Kegiatan pembelian (purchasing) merupakan salah satu fokus yang perlu diperhatikan bila ingin sukses dalam menerapkan sistem rantai pasok (supply management) (Lamming, 2009). Konsep lean supply yang mana perusahaan tidak hanya berfokus pada supplier saja, tetapi juga berkolaborasi dengan pihak yang akan mengolah bahan baku yang telah dibeli, sehingga bahan baku yang tersedia bisa segera diolah tanpa menunggu terlalu lama (Lamming, 2009). Kegiatan ini merupakan bagian dari SCM secara garis besar yang mana tidak dapat terjadi apabila tidak adanya dukungan dari top management, hubungan baik dengan supplier (Storey et al., 2006). Dan juga dijelaskan lebih lanjut oleh Davis dalam Storey (2006) bahwa membangun hubungan baik dengan supplier saja tidaklah cukup, tetapi juga diperlukan penggabungan beberapa proses SCM, mulai dari pemilihan supplier, mengatur pengiriman dan juga pengelolaan bahan baku hingga pada bahan baku diterima oleh konsumen. Strategi pembelian sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan untuk mengendalikan dan mengatur hubungan dengan supplier atau suppliernya. Berikut ini beberapa strategi pembelian yang mungkin dikembangkan oleh perusahaan (Render dan Heizer, 2001): 1.
Banyak Supplier Dengan strategi banyak supplier, supplier menangggapi permintaan dan spesifikasi dari “permintaan untuk kutipan”, pesanan biasanya jatuh ke penawar yang paling murah. Strategi ini memainkan peran antara supplier satu dengan yang lainnya dan membebankan supplier untuk memenuhi permintaan buyer. Supplier secara agresif bersaing satu sama lainnya. 2.
Beberapa Supplier Strategi yang dibuat dengan ada beberapa supplier mengimplikasikan bahwa bukannya mencari atribut-atribut jangka pendek, buyer lebih baik membentuk hubungan jangka panjang dengan supplier yang komit. Penggunaan hanya beberapa supplier dapat menciptakan nilai dengan memungkinkan supplier mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. 3.
Integrasi Vertikal Integrasi vertikal, artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa yang sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli supplier atau distributor. Integrasi vertikal dapat mengambil bentuk integrasi ke belakang atau ke depan. Integrasi vertikal dapat menawarkan peluang-peluang strategis bagi para manajer operasi. 3
4.
Jaringan Keiretsu Kebanyakan perusahaan manufaktur seringkali mendukung supplier secara finansial lewat kepemilikan atau pinjaman. Supplier kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang dikenal dengan sebutan keiretsu. Dengan adanya hubungan jangka panjang, diharapkan kedua belah pihak bisa menjadi mitra, menularkan keahlian teknis, dan mutu produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para angggota keiretsu dapat juga beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari supplier yang lebih kecil. 5.
Perusahaan Maya (Virtual) Perusahaan maya mengandalkan berbagai hubungan supplier untuk memberikan pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya batasan organisasinya tidak tetap dan bergerak sehingga mereka bisa menciptakan perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang berubah-ubah. Hubungan yang ada dapat berjangka pendek ataupun berjangka panjang, mitra sejati atau hanya pemberi kolaborasi, dan supplier atau subkontraktor yang mampu. Keuntungan bentuk perusahaannya mencakup keahlian manajemen yang terspesialisasi, investasi modal yang rendah, fleksibilitas, dan kecepatan. Hasilnya adalah efisiensi. 2.2 Top Management Commitment Pengertian top management commitment adalah manajer-manajer dalam sebuah organisasi yang sangat mendukung kewirausahaan korporat. (Hisrich, R.D., Peters, M., 2013). Dalam pengertian lainnya dikatakan bahwa terdapat pengaruh baik secara simultan dan parsial antara komitmen pimpinan puncak terhadap kinerja manajerial. (Hiras Pasaribu, 2009). Komitmen dari pihak manajerial merupakan faktor yang penting bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja dari organisasinya. Komitmen organisasi dapat memberikan efek positif bagi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. (Widyastuti, 2009). Pearce II dan Robinson (2011) mengemukakan komponen-komponen kunci manajemen strategis, yaitu misi perusahaan, analisis internal, lingkungan eksternal, analisis strategis dan pilihan, sasaran jangka panjang, strategi generik dan besar, sasaran jangka pendek, rencana tindakan, taktik fungsional, dan kebijakan yang memberdayakan tindakan. Misi perusahaan menjelaskan produk, pasar, teknologi perusahaan yang mencerminkan nilai dan prioritas pengambil keputusan strategis. Dapat simpulkan bahwa dalam setiap langkah – langkah manajemen yang diambil oleh sebuah perusahaan, tidak dapat lepas dari peran serta pihak menajemen. Top management support juga diarahkan untuk menciptakan value perusahaan dan model management yang cocok terhadap sistem perusahaan (Chen dan Paulraj, 2004). Top Management Support yang dimaksud adalah yang dapat commit terhadap penyediaan dari sumber daya waktu, sumber daya manusia, maupun sumber daya keuangan (Chen dan Paulraj, 2004). Penyediaan sumber daya ini dilakukan awalnya melalui pembentukan struktur organisasi. Setelah struktur organisasi terbentuk, perekrutan dilakukan untuk mengisi personel yang kompeten dalam departemen masing-masing. Dengan personel yang kompeten departemen bisa dijalankan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing departemen. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab ini akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian target dari yang sudah ditetapkan Top management kepada masing-masing departemen.(Tarigan, 2013) 2.3
Supplier Relationship Management (SRM) Bagian pembelian merupakan bagian penting dalam sebuah perusahaan yang mana berperan dalam proses mencari supplier, melakukan penilaian dan hingga pada penentuan supplier yang memiliki kapabilitas untuk diajak bekerja sama dan juga hingga menjaga hubungan dengan bermacam-macam supplier yang menjadi partner dari perusahaan (Haag dan Hellings, 2012). Dalam sebuah perusahaan, peran serta dari supplier merupakan bagian penting 4
yang perlu di perhatikan dan merupakan salah satu peran kunci dalam mencapai visi dan misi perusahaan, karena terdapat peran serta dari supplier diharapkan dapat berkolaborasi bersama dengan perusahaan buyer untuk mencapai dan mewujudkan visi dan misi dari kedua perusahaan Mettler dan Rohner (2009). Konsep Supplier Relationship Management (SRM) merupakan konsep yang dikembangkan oleh Dwyer et al. (1987) yang mana memiliki salah satu tujuan untuk meningkatkan hubungan dalam hal penyampaian informasi baik itu spesifikasi produk, jenis pelayanan yang diharapakan, dan juga dengan kemampuan kapasitas dari supplier untuk berproduksi. Kegiatan SRM memegang peran penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, karena dengan mampu menjaga hubungan dengan supplier dan juga terdapat hubungan yang saling menguntungkan dari kedua belah pihak, maka buyer mampu menghemat biaya untuk melakukan pemilihan dan juga penelitian berkaitan dengan supplier yang berkualitas. (Leftwich et al, 2004). Dengan semakin dinamis dan juga berkembangnya kondisi pasar, maka setiap perusahaan berusaha untuk terus menjaga hubungan dengan supplier karena hal ini dilakukan demi menjaga efektifitas serta efisiensi hubungan bisnis yang merupakan bagian dari proses kerja yang tercipta antara buyer dan supplier (Olsen, 1997). Dalam penilitian yang dilakukan oleh (Widarsono, 2009) analisis value chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi antara Supplier Linkages dan Consumer Linkages. Aktifitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain. Dalam bidang keilmuan SCM proses pekerjan dari supplier sampai dengan ke tangan konsumen akan melewati serangkaian proses yang mana telah di atur (manage) dengan terperinci. Hall dan Hesse (2012). Membangun hubungan baik antara supplier ataupun konsumen sangatlah perlu menjadi perhatian dikarenakan baik supplier maupun konsumen merupakan dua bagian penting dari perusahaan yang akan selalu berhubungan dalam menjalankan bisnisnya dan menurut Hollensen (2003:211) terdapat dimensi kunci dalam membangun sebuah hubungan, yaitu (1) ikatan, merupakan bagian dari suatu hubungan di mana kedua pihak membentuk suatu kesatuan untuk mencapai tujuan; (2) kepercayaan, yaitu suatu keyakinan di mana masing-masing pihak akan menepati janjinya dan tidak akan merugikan pihak lainnya; (3) empati, yaitu dimensi dan hubungan bisnis yang memungkinkan kedua pihak melihat situasi dari sudut pandang pihak lawannya yang dapat diartikan sebagai usaha memahami hasrat dan keinginan seseorang; (4) resiprokal, yaitu di mana kedua pihak saling memberikan sesuatu yang menguntungkan keduanya. 2.4 Supplier Performance Dalam konsep supply chain, supplier merupakan salah satu bagian yang sangat penting dan berpengaruh terhadap eksistensi perusahaan. Untuk mendapatkan supplier yang tepat, perusahaan perlu melakukan evaluasi supplier. Mengevaluasi supplier merupakan hal yang tidak mudah karena data yang digunakan tidak hanya kuantitatif tetapi juga kualitatif dan banyak faktor yang terlibat dalam proses evaluasi supplier tersebut yang saling berlawanan (Albarkah, 2013). Dalam rangka untuk mencapai hubungan saling menguntungkan dengan supplier perlu untuk mengatur dan menjalin komunikasi dengan supplier. Supplier Relationship Management (SRM) adalah sebuah pendekatan yang komprehensif untuk mengelola interaksi antara organisasi dengan perusahaan yang memasok produk dan jasa yang digunakan oleh organisasi (Mettler dan Rohner, 2009). Supplier performance harus dimonitor secara berkelanjutan. Penilaian supplier performance ini merupakan hal yang penting karena dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam peningkatan supplier performance maupun sebagai bahan pertimbangan mengenai keputusan keperluan pencarian supplier alternatif. Untuk memastikan bahwa supplier performance memadai, banyak program evaluasi supplier yang telah dikembangkan. Beberapa program dilakukan dengan cara mengevaluasi supplier dapat 5
menjamin dan berfungsi sesuai dengan harapan dalam jangka pendek, dan juga berfokus pada pembangunan jangka panjang. (Fredriksson, 2010). Dalam beberapa studi telah dilakukan penelitian untuk melihat faktor mana yang berpengaruh dalam mengevaluasi supplier performance. Antara lain adalah pembelian, engineering, dan bagian produksi, penelitian dan pengembangan, manajemen umum, dan keuangan memainkan beberapa peran dalam hal ini (Pearson dan Ellram 1995). Hipotesis H1: Top Management Commitment memberikan dampak terhadap Supplier Performance. H2: Top Management Commitment memberikan dampak terhadap Supplier Relationship Management. 3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan menemukan, membuktikan, dan mengembangkan pengetahuan sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu (Sugiyono, 2003, p.1). 3.2 Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah 80 orang manager hotel budget yang ada di Surabaya dan minimal sudah bekerja satu (1) tahun, karena dinilai telah memiliki pengalaman dan juga mengikuti track record internal dalam perusahaan. 3.3 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data Data yang diambil adalah data primer yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini penulis mendapatkan data dari hasil rekapitulasi dari penyebaran 80 kuesioner kepada Manager Hotel Budget di Surabaya. Analisis yang digunakan untuk menguji kedua hipotesa pada penelitian ini adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan proses perhitungan dibantu program aplikasi software Smart PLS. 4.
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Teknik yang digunakan untuk uji validitas ini yakni teknik korelasi product moment yaitu jika sebuah jawaban dinyatakan valid jika koefisien korelasi hitung ≥ koefisien korelasi tabel. Valid tidaknya suatu instrumen dapat diihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikansi 5%. Pengujian terhadap kesesuaian model melalui pengujian validasi pada PLS dilakukan dengan Goodness of fit outer model. Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realibility untuk blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut (Solimun, 2007). Outer model sering juga disebut 6
dengan outer relation atau measurment model yang didefenisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. 4.2 Convergent Validity Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya. Indikator individu dianggap reliable jika memiliki nilai korelasi atau loading 0,5. Nilai korelasi ini dianggap cukup karena merupakan tahap awal pengembangan skala pengukuran dan jumlah indikator per konstruk tidak besar, berkisar antara empat sampai lima indikator. Berdasarkan hasil model struktural yang diteliti menunjukkan hubungan antara indikator dengan masing-masing variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot faktor. Variabel top management commitment sebagai variabel diukur dari lima item indikator yakni Inovasi IT (X11) dengan bobot faktor sebesar 0,712; Budaya kerja (X12) dengan bobot 0,755; Struktur organisasi (X13) dengan bobot 0,791; Tugas, tanggung jawab (X14) dengan bobot 0,701; Target semua departemen (X15) dengan bobot 0,588. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity karena semua loading factor berada di atas 0,5. Variabel kedua adalah Supplier relationship management yang mana memiliki empat item indikator yaitu Ikatan (Y11) dengan bobot 0,703; Kepercayaan (Y12) dengan bobot 0,698; Empati (Y13) dengan bobot 0,743; Resiprokal (Y14) dengan bobot 0,765. Dalam variabel ini pun dapat dilihat bahwa setiap indikator memiliki angka di atas 0,5. Dan variabel terakhir adalah Supplier performance yang terdiri dari lima item indikator yaitu Produk (Y21) dengan bobot 0,876; Pengiriman (Y22) dengan bobot 0,677; Penilaian Kapasitas (Y23) dengan bobot 0,577; Penilaian Informasi (Y24) dengan bobot 0,766. Dalam variabel ini pun dapat dilihat bahwa setiap indikator memiliki angka di atas 0,5. 4.3 Discriminant Validity Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan variabel latennya. Metode lain dilakukan dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk, dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model. Jika nilai pengukuran awal kedua metode tersebut lebih baik dibandingkan dengan nilai konstruk lainnya dalam model, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yang baik, dan sebaliknya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0,5. Dari perhitungan pengolahan data, menunjukkan semua nilai AVE mencapai standar nilai AVE yang ditetapkan. Tabel 4.1 Hasil Average Variance Extracted pada Output PLS Variabel Laten Top Management Commitment Supplier relationship management Supplier performance
AVE 0,566 0,532 0,541
4.4 Composite Reliability Indikator blok yang mengukur konsistensi internal dari indikator pembentuk konstruk, menunjukkan derajat yang mengindikasikan common latent (unobserved). Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit adalah 0,7, walaupun bukan merupakan standar absolut. Dan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semua nilai variabel menunjukkan nilai diatas 0,7 sehingga dapat dikatakan bahwa tiga variabel yang digunakan memiliki tingkat realibilitas yang baik dan dapat dipertangung jawabkan dari setiap pernyataan yang telah diberikan oleh para responden pada setiap poin indikator variabel yang membangun. Persyaratan nilai composite reliability telah terpenuhi oleh semua variabel dengan nilai berada diatas 0,7.
7
Tabel 4.2 Hasil Composite Reliability pada Output PLS Variabel Laten Top Management Commitment Supplier relationship management Supplier performance
Composite Reliability 0,833 0,762 0,792
Ringkasan hasil yang diperoleh dalam model struktural dan nilai yang direkomendasikan untuk mengukur kelayakan model. Hasil-hasil yang ada model struktural telah menunjukkan bahwa seluruh kriteria yang digunakan mempunyai nilai yang baik dan oleh karena itu model ini telah dapat diterima. 4.5 Uji Kebaikan Model Struktural (Goodness of Fit of Structural Model) Kebaikan model struktural diuji menggunakan nilai determinasi R2 variabel konstruk dependent dan nilai relevansi prediktif Q2 variabel konstruk dependent terakhir (total). Q2 untuk model konstruk, mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q2>0 menunjukkan model struktural memiliki relevansi prediksi yang baik, artinya model layak atau relevan dipakai memprediksi kondisi populasi penelitian. Sebaliknya jika nilai Q2<0 artinya model tidak relevan dipakai memprediksi. Berdasarkan Tabel 4.3, variabel konstruk dependent terakhir (total) memiliki nilai Q2 = 78,54% jauh lebih besar dari nol, menunjukkan model memiliki relevansi prediksi yang sangat baik. Tabel 4.10 Relevansi Prediksi Model Struktural Q2 Variabel Konstruk Dependen Supplier relationship management Supplier performance
R2 41,07% 44,76%
Q2 78,54%
4.6 Pengaruh Variabel Top Management Commitment terhadap Supplier relationship management Pada hasil smartPLS yang telah diolah, diperoleh nilai estimasi parameter pengaruh top management commitment terhadap supplier relationship management adalah sebesar 0,671 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 9,782. Hal ini berarti top management commitment memberikan pengaruh terhadap supplier relationship management. Hal ini sama seperti yang dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Paulraj (2004), yang mana menyatakan bahwa manajemen puncak harus berkomitmen pada waktu, biaya, dan sumber daya untuk mendukung supplier agar terjadi kemitraan pada jangka panjang dan perusahaan juga dapat berlangsung berproses secara stabil dan juga komitmen juga sering di hubungkan dengan sebuah kesuksesan dalam menjalin hubungan, dan dengan membangun komitmen baik dari pihak buyer ataupun dari supplier (Bullington, 2007). Kolaborasi rantai pasok diperlukan agar perusahaan mampu mengintegrasikan informasi dari berbagai mitra rantai pasok dan koordinasi merupakan bagian dari kolaborasi, baik dengan pihak-pihak di internal perusahaan (antar berbagai fungsi yang menangani logistik) maupun dengan pihak-pihak eksternal (mitra dalam jalur distribusi maupun pelanggan akhir) sangat diperlukan untuk menyamakan persepsi, meneliminasi mis-komunikasi dan mis-persepsi, serta menumbuhkan sikap saling percaya (Smaros, 2007). Dalam hal ini dapat disimpukan bahwa didalam membangun hubungan yang baik dengan supplier, pihak top management haruslah berkomitmen secara penuh demi mencapai kemajuan bersama. Tanpa adanya komitmen dari top 8
management, maka hubungan kerjasama dengan supplier hanyalah bersifat sementara dan akan cenderung menghabiskan sumber daya, dikarenakan dibutuhkan waktu lebih dan juga biaya yang tidak sedikit pula apabila salah satu supplier mulai tidak lagi dapat bekerja sama dengan hotel, maka hotel harus mencari pengganti yang mana mempunyai standar seperti yang di inginkan oleh pihak hotel. 4.7 Pengaruh Variabel Top Management Commitment terhadap Supplier performance Pada hasil smartPLS yang telah diolah, diperoleh nilai estimasi parameter pengaruh Top Management Commitment terhadap supplier relationship management adalah sebesar 0,523 dengan nilai critical ratio (CR) sebesar 6,871. Dari hasil pengolahan data ini, penulis mendapatkan data bahwa Top Management Commitment berdampak langsung untuk dapat meningkatkan kinerja dari supplier. Didalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa pentingnya dalam meningkatkan kinerja dari perusahaan yang perlu dukungan dari top management (Krause dan Ellram, 1997). Dengan adanya dukungan dari top management yang mana merupakan pemegang peran kunci utama dari perusahaan, maka perannya dalam menentukkan langkah-langkah strategis, seperti pemilihan supplier, membangun sistem komunikasi dengan pihak luar maupun dengan internal dan kemampuan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai yang berlaku diperusahaan serta juga segala macam komitmen yang dapat membantu memajukan perusahaan (Hacker dan Couturie, 1999). Dikatakan pula langkah strategis lainnya adalah perlunya kemampuan sebuah perusahaan untuk dapat bertukar informasi dengan supplier dan juga melihat supplier performance adalah hal yang sangat penting (Zsidisin dan Ellram, 2001). 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Terdapat hubungan antara Top Management Commitment terhadap Supplier relationship management. Terdapat hubungan antara Top Management Commitment terhadap Supplier performance. 5.2 Saran Didalam dunia perhotelan peran dari top management yang menentukan langkah-langkah strategis bagi organisasi yang dipimpinnya, diharapkan terus memberikan dukungan kepada pos-pos kerja yang mana memiliki peran yang krusial bagi perusahaan, seperti membangun komunikasi dengan supplier dari perusahaan, agar semakin tercipta kesepahaman dan juga kemudahan dalam menjalankan bisnis masing-masing melalui hubungan yang saling menguntungkan. Perlu ditingkatkan evaluasi secara rutin berkaitan dengan kinerja dari supplier telah menjalin kerjasama, agar setiap permintaan barang yang dipesankan kepada supplier dapat memenuhi harapan hotel sebagai buyer. Dan hal ini akan membantu hotel untuk meningkatkan produktivitas kerja dari karyawan, sehingga dapat membantu meningkatkan kinerja dari perusahaan ke depannya. Hubungan antara buyer dan supplier, tidak hanya sebatas melakukan pemesanan dan pengiriman saja, tetapi dapat sesekali dilakukan pertemuan dengan perwakilan atau pemilik perusahaan supplier untuk dapat membina hubungan yang semakin baik dan supplier pun dapat lebih mengerti akan kebutuhan yang dibutuhkan oleh hotel. Dapat pula dengan pemberian reward kepada para supplier yang dirasa memberikan pelayanan terbaik, atas jasa yang telah diberikan karena membantu hotel dalam meningkatkan layanan terbaik bagi konsumen.
9
6.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=16¬ab=3 Albarkah, R. (2013). Evaluasi Kinerja Pemasok dengan Menggunakan Metode Standardized Unitless Rating Studi Kasus di CV Villahtex. Universitas Widyatama. Bandung Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta. Bernardin, H. J. (2013). Human Resource Management: An Experiential Approach. 6th ed. New York, NY : McGraw-Hill Berry, W.L., Bozarth, C., Hill, T.J., & Klompmaker, J.E., (1991). Factory focus: segmenting markets from an operations perspective. Journal of Operations Management 10 (3), 363–387. Brian, M. (2012). The Impact of Supplier Relationship Management on Performance of The Organisation. A Case Study of Makeree University Printery. Bullington, K., & Sam Bullington. (2007). Improving Supplier Relationships in a Weak Top Management Commitment Environment. 92nd Annual International Supply Management Conference. Cao,M. ,Zhang, Q. (2011). Supply chain collaboration: Impact on collaborative advantage and firm performance. Journal of Operations Management, 29(2011), 163–180. Carr, A.S., & J.N., Pearson (2002). The impact of purchasing and supplier involvement on strategic purchasing and its impact on firm’s performance. International Journal of Operations & Production Management, 22(9/10), 1032-1053. Chepkech, W. K. (2014). Effect of total quality management practices on organizational performance in Kenya: A case of tertiary institutions in Uasin Gishu County. Kisii University Choi, T. Y. & J. L. Hartley. (1996). "An exploration of supplier selection practices across the supply chain". Journal of Operations Management. Vol. 1, pp. 333-343. Dan J. Kim , D. L. Ferrin, and H. R. Rao. (2003) “An Investigation of Consumer Online Trust and Purchase, Re-Purchasing Intentions”, ICIS 2003, Seattle , WA , December 14-17, 2003. De Toni, A., & Nassimbeni, G. (2000). Just-in-time purchasing: an empirical study of operational practices, supplier development and performance. Omega, 28(6), 631–651 Dwyer, F. R., P. H. Schurr, & S. Oh. (1987). Developing Buyer-Seller Relationships. Journal of Marketing, vol. 51, no. 2, pp. 11-27. Gaspersz, Vincent. (1998). Production Planning and Inventory Control. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ghozali, I. & H. Latan, .(2012). Partial Least Squares : Konsep, Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 2.0 M3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang-Jawa Tengah. Haag, Erick & Bart Hellings. (2012). Supplier Relationship Management (SRM) Research 20122013. Solution Analysis and Business Insights. Hacker, S.K., Israel, J.T., & Couturier, L. (1999). Building Trust in Key Customer – Supplier Relationship. Beaverton: The Performance Center. Hahn, C.K., C.A.Watts, & Kim, K.Y. (1990). The supplier development program: a conceptual model. International Journal of Purchasing and Materials Management, 26, 2–7 Hall, P.V. & Hesse, M.(2012) Cities, Regions and Flow. London: Routledge,Oxford Handfield, R.B., Bechtel, C. (2002). The role of trust and relationship structure in improving supply chain responsiveness. Industrial Marketing Management, July, 31(4), 367–382. 10
Hashmi, K. (2004). Introduction and Implementation of Total Quality Management (TQM), www.isisigma.com. September 2005. Heizer, Jay. & Render, B. (2013). Prinsip Manajemen Operasi, 9th ed. London : Pearson. Hisrich, R. D., Peters, M. P., Shepherd, D. A. (2013). Entrepreneurship. 9th ed. New York Penerbit McGraw-Hill. Humphreys, P.K., Li, W.L., & Chan, L.Y. (2004). The impact of supplier development on buyersupplier performance. The International Journal of Management Science, 131-143. Hollensen, (2003). ”Marketing Management A Relationship Approach”, page 211, 682, 765, Prentice Hall,England. Hsu, C.C., Kannan, V.R., Tan, K.C., & Leong, G.K. (2008). Information Sharing, BuyerSupplier Relationships, and Firm Performance: A Multi-Region Analysis. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol. 38, No.4, pp.296-310. Krause, D.R. & Ellram, L.M. (1997). Critical elements of supplier development. European Journal of Purchasing and Supply Management 3 (1), 21–31. Krause, D.R. (1999). The antecedents of buying firms’ efforts to improve suppliers. Journal of Operations Management, 17, 205–224. Kuncoro, Mudraja. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Lamming, R.C. (2009). Beyond Partnership: Strategies for Innovation and Lean Supply. Prentice Hall, Hemel, Hempstead. Leftwich, L. M., J. A. Leftwich & N. Y. Moore. (2004). Organizational Concepts for Purchasing and Supply Management Implementation. MG-116, RAND Corporation, Santa Monica. Lemke, F., Goffin, K., & Szwejczewski, M. (2002). Investigating the Meaning of SupplierManufacturer Partnerships: An Exploratory Study. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol. 33, No. 1, pp.12-35. Martin, A., & Bal, V.( 2006). The state of teams: CCL research report. Greensboro, NC: Center for Creative Leadership. Mettler, T.& P., Rohner. (2009). E-Procurement in Hospital Pharmacies: An Exploratory MultiCase Study from Switzerland. Journal of Theoretical and Applied Electronic Commerce Research. ISSN 0718–1876. Miller, J.G. &Roth, A.V., (1994). A taxonomy of manufacturing strategies. Management Science 40 (3), 285–304. Mooney, C. H., Dalton, D. R., Dalton, C. M., & Certo, S. T. (2007). CEO succession as a funnel: The critical, and changing, role of inside directors. Organizational Dynamics, 36(4): 418–428. Mulyadi. (2007). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta : Salemba Empat. Natsir, Mohammad. (2005). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor. Olsen, R. F. & L. M. Ellram. (1997). A Portfolio Approach to Supplier Relationships. Industrial Marketing Management, vol. 26, no. 2, pp. 101-113. Paiva, Ely L., Patrícia Phonlor, & Lívia C. D’Avila. (2008). Buyers-Supplier Relationship and Service Performance: An Operations Perspective Analyses. Journal of Operations and Supply Chain Management 1 (2), pp 77 – 88. Pearson, J. N. & Ellram, L. M. (1995). Supplier selection and evaluation in small versus large electronics firms. Journal of Small Business Management, Vol. 33 No. 4, pp. 53-65. Render, B. & J. Heizer. (2001). Prinsip-prinsip Manajemen Operasi, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta. Richard, P. J., Devinney T. M., Yip, G. S. & Johnson, G. (2009). “Measuring organizational performance: Towards methodological best practice”. Journal of Management, Vol.35, No.3, pp.718-804 Schmitz J. & K.W., Platts. (2003). Roles of supplier performance measurement: indication from a study in the automotive industry. Management Decision, Vol. 41 Iss: 8, pp.711 – 721. 11
Sekaran, U & R. Boogie. (2003). Research Methods for Business : A Skill Building Approach 2nd Ed. John Wiley and Son. New York. Singarimbun, Masri.(1995). Metode Penelititan Survei. LP3S, Jakarta Småros, J. (2007). Forecasting collaboration in the European grocery sector: Observations from a case study. Journal of Operations Management, 25: 702-716. Smith, D. V., Lowe, B. G., Lyons, D. H. & Old, W. H. (1963). The Development Project Committee on Standards for Vendor Evaluation. National Association of Purchasing Agents, New York. Solimun. (2007). Memahami Metode Kuantitatif Mutakhir Structural Equation Modeling & Partial Least Square. Program Studi Statistika FMIPA Universitas Brawijaya Malang. Storey, John. (2006) Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction. 4th Ed. Essex: Pearson Education Limited. Sugiyono. (2003). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV. Alfabeta. Tan, K.C., Lyman, S.B. & Wisner, J.D. (2002). Supply chain management: a strategic perspective. International Journal of Operations and Production Management 22 (6), 614–631. Tarigan, K. (2013). Pengaruh Top Management Support Terhadap Performance Supply Chain Perusahaan Pakan Ternak Melalui Internal Relationship dan Purchasing Strategy. Tesis Magister Manajemen. Universitas Kristen Petra Tatikonda, L.U. & Tatikonda, R.J. (1998). We Need Dynamic Performance Measures. US: Journal Management Accounting Wang, C.H., Chen, K.Y. & Chen, S.C. (2012). Total Quality Management, Market Orientation and Hotel Performance: The Moderating Effects of External Environmental Factors. International Journal of Hospitality Management 31, 119-129. Widarsono, A. (2009). Strategic Value Chain Analysis. Analisis Stratejik Rantai Nilai : Suatu Pendekatan Manajemen Biaya. Bandung Widyastuti, H.C. (2009). Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Komitmen Organisasi Pada Perawat Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Ward, P.T., G.K. Leong, K.K. Boyer. (1994). Manufacturing proactiveness and performance. Decision Sciences 25 (3), 337–358. ________, Duray, G.K., Leong, G.K. & Sum, C. (1995). Business environment, operations strategy, performance: an empirical study of Singapore manufacturers. Journal of Operations Management 13, 99–115. Willis, T. H., &C. R., Huston. (1989). Vendor requirements and evaluation in a just-in-time environment. International Journal of Operations and Production Management, 10, 41– 50. Zhang, L. & Keith Goffin. (2001). “Managing the Transition”SupplierManagement in International Joint Ventures in China. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management 2001, Vol 31, issue 2, pp74-95. Zsidisin, G.A., & Ellram, L.M. (2001). Activities related to purchasing and supply management involvement in supplier alliances. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 31(9), 629-646.
12