SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
ANALISIS PENGARUH PENGOPERASIAN TERHADAP KEMAMPUAN SHUTDOWN BATANG KENDALI PADA REAKTOR KARTINI Tegas Sutondo PTAPB-BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 1008 Yogyakarta 55010,
Abstrak ANALISIS PENGARUH PENGOPERASIAN TERHADAP KEMAMPUAN SHUTDOWN BATANG KENDALI PADA REAKTOR KARTINI. Telah dilakukan analisis pengaruh penggantian bahan bakar, serta pengaruh susutan baik pada bahan bakar maupun batang kendali setelah digunakan sekitar 30 tahun terhadap kemampuan shutdown dari system kendali reaktivitas pada reaktor Kartini. Evaluasi didasarkan pada nilai parameter suhutdown margin (SDM) untuk kedua kondisi tersebut, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum penyisipan reaktivitas positif ekstra (diluar reaktivitas bahan bakar) yang dapat diakomodasi sewaktu reaktor beroperasi. Program MCNP-4C digunakan sebagai dasar dalam analisis untuk kondisi masih baru, sedang untuk kondisi setelah terpakai, digunakan data hasil eksperimen. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan nilai SDM pada kondisi teras terpakai sebesar 0,75 $ terhadap nilai pada kondisi teras baru yaitu masing-masing sebesar 2 $ dan 2,75 $ yang berarti kemampuan shutdown batang kendali cenderung meningkat dengan meningkatnya burnup bahan bakar. Kondisi seperti ini dapat dipertahankan dengan membatasi jumlah muatan bahan bakar dan dengan demikian nilai core excess tetap pada level yang relatif rendah. Dari hasil perhitungan nilai SDM, disimpulkan bahwa reaktivitas batang kendali yang tersedia (tanpa 1 batang kendali dengan reaktivitas terbesar) masih mampu mengkompensasi kemungkinan terjadinya penyisipan reaktivitas ekstra masing-masing sebesar 1,5 $ untuk kondisi teras baru dan 2,25 $ untuk kondisi teras setelah terpakai. Kata kunci: Kemampuan shutdown, Reaktor kartini, Sistem kendali reaktivitas, Shutdown marjin, Batas penyisipan reaktivitas.
Abstract ANALYSIS OF THE AFFECT OF OPERATION TO THE SHUTDOWN CAPABILITY OF KARTINI REACTOR’S CONTROL ROD. An analysis of the affect of fuel replacements and depletion of both fuel and control rod materials after around 30 yrs of services, to the shutdown capability of Kartini reactor’s control system, has been made. The analysis was made based on the value of shutdown margin (SDM) parameter for the two conditions, which will then be used to define the maximum limit of reactivity insertion torelated (beyond the core excess) during reactor operation. The MCNP-4C code package was used as the basis of evaluation, for the fresh condition, whilst for the used condition the evaluation was made based on the data of measurement / experiment. The result indicates that the SDM value for the operated core conditions increases by 0.75 $ relative to the fresh core value 2 $ and 2.75 $ respectively. Such condition can be maintained by keeping the fuel loading and hence, the core excess of reactivity, at a low condition. Based on the calculated SDM value, it is cocluded that the available control rod reactivity (without the most reactive one) is sufficient to compensate the extra positive reactivity insertion of 1.5 $ for the fresh core condition and 2.25 $ for the operated core condition respectively. Keywords: Shutdown capability, Kartini reactor, Reactivity control system, Shutdown margin, Reactivity insertion limits.
Tegas Sutondo
813
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
PENDAHULUAN Sejak kritis untuk pertama kalinya pada bulan Maret 1979 hingga saat ini (2010), bahan bakar reaktor Kartini telah mengalami penggantian maupun pertukaran posisi bahan bakar, untuk meningkatkan reaktivitas teras, akibat proses pembakaran (burnup). Dengan bertambahnya lama operasi maka material penyerap dari batang kendali juga akan mengalami proses penyusutan, dan karenanya perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap kemampuan pemadaman (shutdown) dari sistem kendali reaktivitas / batang kendali yang digunakan. Kemapuan shutdown tersebut diindikasikan melalui suatu parameter yang lazim disebut Shutdown margin (SDM) terhitung. Untuk mengetahui pengaruh proses penyusutan tersebut, maka dilakukan evaluasi nilai SDM untuk kondisi ketika teras masih dalam kondisi baru (fresh core) yang merepresentasikan parameter disain untuk reaktor Kartini, maupun setelah mengalami pengoperasian (kondisi saat ini). Mengingat teras reaktor Kartini adalah bekas dari reaktor Bandung, dan karenanya saat kondisi saat kritis pertama di Yogyakarta (maret 1979), teras reaktor dimuati dengan sebagian besar bahan bakar yang telah terpakai, maka program MCNP digunakan sebagai dasar dalam perhitungan neraca reaktivitas batang kendali dan reaktivitas teras untuk kondisi teras baru. Dalam hal ini jumlah muatan bahan bakar di dalam teras ditentukan berdasarkan batas maksimum nilai core excess sebesar 3 $ [4]. Sedangkan untuk kondisi teras yang telah digunakan (saat ini), dimana reaktor telah dioperasikan dengan riwayat pengopeasian yang tidak teratur, dan telah mengalami beberapa kali pertukaran posisi bahan bakar (reshufling) maka nilai core excess maupun reaktivitas batang kendali ditentukan berdasarkan hasil eksperimen / pengukuran secara langsung, yang diharapkan bisa lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya. DASAR TEORI Batang kendali yang terbuat dari bahan penyerap neutron, berfungsi untuk mengendalikan reaksi berantai di dalam reaktor, sehingga reaktor bisa beroperasi pada tingkat daya yang diinginkan dan untuk pemadaman operasi (shutdown). Reaktivitas (negatif) dari batang kendali didisain selalu lebih besar dari reaktivitas (positif) dari bahan bakar yang berada di dalam teras reaktor. Kemampuan pemadaman (shutdown) operasi reaktor dari sistem shutdown yang digunakan, diindikasikan oleh parameter Shutdown Margin (SDM), yang didefinisikan sebagai besarnya
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
814
reaktivitas negatif dari batang kendali yang masih tersisa pada saat shutdown dengan menganggap satu batang kendali dengan reaktivitas terbesar tidak ada / stuck out [1, 2, 3, 4]. Berdasarkan definisi tersebut, maka kemampuan shutdown dari batang kendali yang digunakan pada reaktor Kartini hanya ditentukan oleh reaktivitas dari 2 batang kendali yang tersisa diluar batang kendali dengan reaktivitas terbesar. Untuk menjamin agar reaktor dapat dipadamkan, maka reaktivitas negatif dari 2 batang kendali tersebut ( eff) harus lebih besar dari reaktivitas lebih teras (core excess of reactivity) saat reaktor kritis pada daya nol (zero power). Secara umum nilai reaktivitas SDM yang tersedia dapat dinyatakan seperti pada persamaan berikut: SDM =
tot - stuck - Cex
(1)
dengan tot
= reaktivitas total dari 3 batang kendali yang ada (untuk reaktor Kartini)
dengan tot
= reaktivitas total dari 3 batang kendali yang ada (untuk reaktor Kartini)
stuck
= reaktivitas batang kendali terbesar diantara batang kendali yang digunakan
Cex
= reaktivitas lebih teras (core excess of reactivity)
Nilai SDM yang tersedia tersebut harus nilai minimum disain yang ditetapkan yang dalam hal ini bisa bervariasi untuk tiap reaktor. Untuk reaktor TRIGA seperti halnya reaktor Kartini tidak ada ketentuan mengenai batas disain minimumnya, tetapi untuk meningkatkan angka keselamatan, maka dalam evaluasi ini ditetapkan 0,5 $ sebagai batas minimum disain SDM yang lazim digunakan pada reaktor riset pada umumnya [2, 3]. Selanjutnya selisih antara reaktivitas SDM terhitung tersebut terhadap batas minimum yang ditetapkan sebesar 0,5 $, dapat ditetapkan batas maksimum penyisipan reaktivitas positif ekstra diluar reaktivitas dari bahan bakar (extra) yang masih dapat ditolerir, atau extra = SDM – 0,5 $
(2)
1. Penyusutan Reaktivitas Batang Kendali Nilai reaktivitas batang kendali, selain ditentukan oleh jenis material penyerap, lokasi di dalam teras, juga tergantung pada tingkat susutan (burn out) dari material penyerap tersebut akibat reaksi serapan dengan neutron. Untuk reaktor Kartini sebagai Tegas Sutondo
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 material penyerap digunakan boron (B10), dalam bentuk serbuk boron karbida (B4C) sebingga reaksi serapan yang terjadi adalah sebagai berikut:
B10 + 0 n1 5B11 * 3Li 7 + 2 He4 + 2,73 Mev (3)
V
Penyusutan material batang kendali terhadap waktu operasi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut:
t
5
dengan N(t) = jumlah atom boron pada waktu t N0 = jumlah atom boron pada kondisi baru = tampang lintang serapan mikroskopik dari Boron B10 (cm2)
V
( v ) dv
( x , y , z ) dx dy dz
0
V
0
(5)
V
= volume dari bagian batang kendali yang berada di dalam teras = lama waktu operasi (s)
Dengan demikian tingkat susutan atom boron selain tergantung fraksi dari bagian batang kendali yang berada di dalam teras, juga tergantung pada besarnya fluks neutron, yang dalam hal ini tergantung pada tingkat daya reaktor dan lokasi dari batang kendali di dalam teras, serta lama pengoperasian. Reaktor Kartini menggunakan tiga buah batang kendali untuk mengendalikan reaktivitas teras yaitu batang pengaman, kopensasi yang berada di ring C5 dan C9, dan batang pengatur berada di ring E1. Gambar 1 memperlihatkan posisi ketiga batang kendali tersebut di dalam teras.
(4)
N (t ) N 0 exp( t )
V
= fluks neutron rerata (#/cm2s)
Gambar 1. Konfigurasi Teras Reaktor Kartini Tabel 1. Data Ring Teras Reaktor Kartini [2]
2. Deskripsi Teras Reaktor Kartini Teras reaktor Kartini yang semula digunakan di reaktor Bandung (sejak tahun 1964) kemudian dipindah ke Yogyakarta pada 1979 adalah jenis teras TRIGA Mark II-250 kW berbentuk silinder yang terdiri dari beberapa ring yang digunakan untuk menempatkan elemen bahan bakar ataupun non bahan bakar dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1.
Tegas Sutondo
815
Radius Ring (cm) Ring
Jumlah Posisi
A B C D E F
1 6 12 18 24 30
Pusat Ring
Bagian Luar Ring
0 4,064 8,001 11,938 15,875 19,939
2,313 6,118 10,080 14,066 18,061 22,060
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Jumlah elemen bahan bakar di dalam teras sebanyak 69 buah yang terdiri dari 67 buah tipe 104 sdan 2 buah tipe 204 atau IFE (instrumented fuel element) yang digunakan sebagai monitor temperatur bahan bakar serta beberapa elemen non bahan bakar, seperti elemen grafit (dummy element). Elemen
bahan bakar tersebut menempati lokasi dari ring B hingga F sedang untuk elemen non bahan bakar ditempatkan di ring F. Tabel 2 memuat sebagian data spesifikasi dari bahan bakar standar TRIGA reaktor Kartini.
Tabel 2. Spesifikasi Elemen Bahan Bakar Standar TRIGA [2]
Komponen Elemen bahan bakar Diameter luar Panjang elemen Bahan bakar Komposisi bahan Diameter luar Diameter dalam Tinggi aktif Batang Zr Diameter Tinggi Reflektor Aksial Diameter Tinggi bagian atas Tinggi bagian bawah Racun dapat bakar Tebal Cladding Tebal Tutup atas dan bawah Tinggi tutup atas Tinggi tutup bawah
Ukuran (cm)
Densitas (g/cm)
U-ZrH
6,0
Zr
6,5
Grafit
1,6
Molib denum SS-304
10,2
SS-304
7,9
3,81 72,14
3,56 0,64 38,1 0,64 38,1 3,56 6,6 9,4 0,079
7,9
0,05
10,41 7,62 Cex = [k(ARO) - 1] / k(ARO)
METODE
1. Perhitungan Neraca Reaktivitas Untuk Kondisi Teras Baru Untuk kondisi teras dengan muatan bahan bakar baru digunakan program MCNP sebagai dasar dalam perhitungan neraca reaktivitas batang kendali dan teras, yang secara ringkas, dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut: 1.1. Penentuan Core Excess. Pemodelan kofigurasi teras dan pembuatan input deck untuk model fresh core yang dalam hal ini digunakan program Triga-MCNP [5] sebagai dasar dalam pemodelan konfigurasi teras dan posisi batang kendali untuk beberapa variasi jumlah muatan bahan bakar. Besarnya core excess ( Cex ) selanjutnya ditentukan berdasarkan persamaan berikut: STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
Bahan
816
(6)
dengan k(ARO) = nilai k-eff untuk posisi seluruh batang kendali berada di luar teras (ARO). Dari hasil perhitungan tersebut selanjutnya ditentukan jumlah nuatan bahan bakar yang memberikan core excess sekitar 3 $ yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam evaluasi komponen reaktivitas batang kendali dan shutdown margin. 1.2. Penentuan reaktivitas batang kendali: Berdasarkan konfigurasi teras yang ditetapkan, selanjutnya dilakukan penentuan nilai komponen reaktivitas batang kendali, yang dalam hal ini akan ditentukan dengan metoda ”rod drop”. Untuk maksud tersebut, batang kendali yang akan ditentukan reaktivitasnya dikondisikan pada posisi IN (fully inserted) dan yang lain dalam posisi UP (fully out). Selanjutnya dihitung nilai k-eff untuk kondisi tersebut k(IN), dan nilai reaktivitas batang
Tegas Sutondo
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 kendali dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut [6]. = 1/k(IN) – 1/k(ARO)
(7)
Dari hasil perhitungan tersebut, selanjutnya dapat dihitung nilai reaktivitas total dari ketiga batang kendali tersebut (tot) dan dipilih batang kendali dengan reaktivitas terbesar yang akan digunakan sebagai batang kendali yang tidak diperhitungkan dalam perhitungan marjin padan (stuck). Dengan demikian nilai reaktivitas shutdown margin (SDM) dapat ditentukan berdasarkan persamaan (1). Selanjutnya batas maksimum penyisipan reaktivitas positif ekstra (diluar muatan bahan bakar) ditentukan berdasarkan selisih antara nilai SDM terhadap batas minimum SDM yang ditetapkan sebesar 0,5 $.
2. Perhitungan Neraca Reaktivitas Untuk Kondisi Teras Terpakai (Saat Ini) Untuk kondisi teras saat ini, untuk menentukan baik nilai core excess maupun reaktivitas batang kendali dilakukan dengan eksperimen / pengukuran berdasarkan kondisi teras saat ini. Untuk maksud tersebut, perangkat “reactivity computer” digunakan untuk memproses nilai reaktivitas dari ketiga batang kendali sebagai fungsi posisi penyisipan, yang secara umum dilakukan berdasarkan prosedur kalibrasi batang kendali yang sudah bisaa dilakukan secara periodik. Dari hasil kalibrasi, selanjutnya dapat ditentukan nilai reaktivitas total dari ke 3 batang kendali tersebut (tot), batang kendali dengan reaktivitas terbesar (stuck ) serta core excess (Cex). Dalam hal ini nilai Cex ditentukan berdasarkan nilai reaktivitas dari batang kendali yang masih berada di dalam teras ketika reaktor kritis pada daya rendah (zero power) yang secara umum dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini. Cex = tot – out
(8)
dengan tot = reaktivitas total ketiga batang kendali, dan out = reaktivitas bagian batang kendali yang berada di luar teras.
3. Faktor Koreksi Mengingat baik hasil perhitungan menggunakan program MCNP maupun hasil eksperimen ini tidak terlepas dari faktor kesalahan, baik yang bersifat sistematik maupun faktor lainnya yang tidak terprediksikan, maka untuk meningkatkan derajat keselamatan dilakukan koreksi terhadap hasil
Tegas Sutondo
817
perhitungan sebagai berikut: a. Komponen reaktivitas negatif (batang kendali) dikurangi 10 % b. Komponen reaktivitas positif dari teras (core excess), di tambah 5 % Dengan memasukkan faktor koreksi tersebut diharapkan hasil perhitungan shutdown margin cukup konservatif. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Teras Baru (Fresh Core) Tabel 3 memuat hasil perhitungan kekritisan menggunakan program MCNP untuk beberapa variasi muatan vahan bakar dengan tingkat ketelitian / standar deviasi sekitar 0,0004. Terlihat bahwa konfigurasi teras dengan jumlah muatan 69 bahan bakar baru memberikan reaktivitas mendekati batas maksimum core excess yang ditetapkan sebesar 3$. Selanjutnya berdasarkan konfigurasi tersebut digunakan untuk menentukan reaktivitas dari ketiga batang kendali yang ada, dan hasilnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Terlihat bahwa batang kendali pada ring C-9 (kompensasi) membrikan reaktivitas terbesar, dan karenanya digunakan sebagai stuck . Tabel 3. Core Excess Untuk Beberapa Variasi Muatan Teras
Jumlah
k-eff
Core Excess (Cex)
BB
(ARO)
(dk / k)
($)
(+5%)
68
1,01873
0,01839
2,627
2,758
69
1,01925
0,01889
2,698
2,833
70
1,02244
0,02195
3,135
3,292
71
1,02659
0,02590
3,700
3,885
Dengan menambahkan faktor koreksi yang telah ditetapkan terhadap kedua komponen reaktivitas tersebut, selanjutnya dapat ditentukan, nilai shutdown margin (SDM) sekitar 2 $, yang masih 4 kali dari nilai batas mínimum yang ditetapkan (0,5 $). Dengan demikian batas maksimum penyisipan reaktivitas positif tambahan ( ekstra) yang dapat ditolerir untuk kondisi teras baru adalah sebesar 1,5 $ = SDM - 0,5 $.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Tabel 4. Hasil Perhitungan k-eff Untuk Muatan BB=69
Reaktivitas Batang Kendali Posisi Batang Kendali
k-eff (dk / k)
($)
Semua batang kendali UP (ARO)
1,01925
Batang kendali E-1 = IN, lainnya UP
1,00703
0,01191
1,701
Batang kendali C-5 = IN, lainnya UP
0,99323
0,02570
3,672
Batang kendali C-9 = IN, lainnya UP
0,99268
0,02626
3,751
0,06387
9,124
Reaktivitas Batang Kendali Total
2. Kondisi Teras Setelah Terpakai (Saat ini) Tabel 5 memuat hasil pengukuran reaktivitas batang kendali untuk kondisi teras terpakai, yang memperlihatkan posisi kritis mínimum dari tiap batang kendali dengan 2 batang kendali lainnya
pada posisi UP dan reaktivitasnya. Total reaktivitas dari ketiga batang kendali (tot) = 7,708 $ dimana batang kompensasi memiliki reaktivitas terbesar dan karenanya dijadikan sebagai stuck rod (stuck ).
Tabel 5. Hasil Eksperimen Reaktivitas Batang Kendali*)
Parameter Posisi kritis minimum (%) Nilai reaktivitas ($) Reaktivitas total batang kendali ($)
Pengatur (E-1) 14,6 0,23 1,587
Pengaman (C-5) 42,7 1,7 3,054
Kompensasi (C-9) 44 1,7 3,067
*) Setelah dilakukan penggantian 1 buah bahan bakar
Selanjutnya berdasarkan posisi kritis minimum dari ketiga batang kendali tersebut maka diperoleh nilai core excess rerata (Cex) sebesar 1,359 $. Dengan memasukkan faktor koreksi yang telah ditetapkan, maka diperoleh reaktivitas shutdown margin SDM = 2,75 $ dan batas penyisipan reaktivitas ekstra = 2,25
$. Tabel 6 memuat ringkasan hasil perhitungan untuk kedua kondisi teras teras, yang menunjukkan ada peningkatan nilai shutdown margin (SDM) untuk kondisi teras terpakai sekitar 0,75 $ terhadap nilai pada kondisi masih baru.
Tabel 6. Ringkasan Hasil Perhitungan Untuk Kedua Kondisi Teras
Komponen Reaktivitas Reaktivitas Batang Kedali di E-1 Reaktivitas Batang Kendali di C-5 Reaktivitas Batang Kendali di C-9 (stuck) Reaktivitas Total (tot) eff = 0,9 *(tot - stuck) Core Excess (Cex *1,05) Reaktivitas Shutdown margin (SDM) Batas Penyisipan Reaktivitas Ekstra
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
818
Nilai Reaktivitas ($) Teras baru Teras Terpakai 1,701 1,587 3,672 3,054 3,751 3,067 9,124 7,708 4,835 4,177 2,833 1,425 2,002 2,752 1,502 2252
Tegas Sutondo
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176 Peningkatan SDM tersebut menunjukkan bahwa pengaruh penyusutan material penyerap pada batang kendali relatif kecil dibanding penyusutan reaktivitas teras (core excess) akibat burnup bahan bakar. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa dengan berkurangnya core excess terhadap waktu operasi, maka diperlukan penarikan batang kendali yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat daya yang sama, yang berarti fraksi dari batang kendali yang berada di dalam teras semakin berkurang. Data operasi terakhir menunjukkan bahwa untuk bisa beroperasi pada daya penuh, posisi batang kendali hampir seuanya mencapai posisi teratas dan setelah dilakukan penggantian 1 buah bahan bakar maka posisi batang kompensasi sekitar 70 % UP dan batang pengatur sekitar 65 % UP, sedang pengaman berada di luar teras (100 % UP). Apabila dilakukan penambahan jumlah muatan bahan bakar lebih banyak lagi, tentunya bagian batang kendali yang mengalami proses penyusutan akan meningkat seiring dengan kenaikan core excess. Dengan demikian dengan membatasi jumlah muatan bahan bakar dan dengan demikan reaktivitas lebih teras (core excess) pada level yang relatif rendah ( 1,5 $), maka laju penyusutan material batang kendali dapat dipertahankan pada level yang rendah pula, sehingga masa pakai batang kendali bisa panjang. KESIMPULAN Telah dilakukan analisis pengaruh proses penyusutan material batang kendali selama pengoperasian terhadap kemampuan shutdown batang kendali reaktor Kartini, dengan membandingkan nilai parameter shutdown margin (SDM) untuk kondisi teras baru dengan nilai SDM untuk kondisi teras setelah digunakan. Hasil evaluasi menunjukkan terjadinya peningkatan nilai SDM pada kondisi teras terpakai sebesar 0,75 $ terhadap nilai pada kondisi teras baru yaitu masing-masing sebesar 2 $ dan 2,75 $. Hal ini berarti kemampuan shutdown batang kendali cenderung meningkat dengan meningkatnya burnup bahan bakar yang disebabkan fraksi batang kendali yang mengalami reaksi tangkapan neutron semakin berkurang dengan berkurangnya core excess. Dengan membatasi jumlah muatan bahan bakar, dan dengan demikian reaktivitas lebih teras tetap pada level yang relatif rendah ( 1,5 $), maka tingkat penyusutan material penyerap dari batang kendali dapat dipertahankan pada level yang rendah pula, sehingga masa pakai dari batang kendali bisa panjang. Dari hasil perhitungan nilai SDM, disimpulkan bahwa reaktivitas batang kendali yang tersedia Tegas Sutondo
819
(tanpa 1 batang kendali dengan reaktivitas terbesar) masih mampu mengkompensasi kemungkinan terjadinya penyisipan reaktivitas ekstra masingmasing sebesar 1,5 $ untuk kondisi teras baru dan 2,25 $ untuk kondisi teras setelah terpakai (saat ini). DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3.
4.
5. 6.
IAEA, “Safety Guide on Utilization and Modification of Research Reactors”, IAEA – INSTN, Nov. 1992. M. Ravnik, “Determination of Research Reactor Safety Parameters by Reactor Calculations”, LNS015021, Trieste, 2000. M. Forsbacka and M. Moore, “Maximum Temperature Calculation and Operational Characteristics of Fuel Follower Control Rods for the AFRRI TRIGA Reactor Facility”, FFRI Technical Report, AD-A237 744, May 1991. Rose Mary Gomes do Prado Souza and Amir Zacarias Mesquita, “Reactivity Balance In The IPR-R1 Triga Reactor”, 2009 International Nuclear Atlantic Conference - INAC 2009, Rio de Janeiro,RJ, Brazil, September27 to October 2, 2009, Putranto Ilham Yazid, “TRIGA-MCNP”, version 9, January 2006. Tetsuo MATSUMOTO et al, “Bencmark Analysis of TRIGA Mark II Reactivity Experiment Using a Continuous Energy Monte Carlo MCNP”, Journal of NUCLEAR SCIENCE and Technology, Vol. 37, No. 12, p. 1082-1087 (December 2000) .
TANYA JAWAB Pertanyaan: 1. Berapa Persen bahan bakar yang terbakar harus diganti untuk teras yang baku ? (Joko Iman) Jawaban: 1. Secara teoritis bisa sampai 50% tapi pada umumnya kurang dari nilai itu karena core excess reaktor kartini dibuat pada tingkat yang relatif rendah yaitu sekitar 1,5.
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010 ISSN 1978-0176
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
820
Tegas Sutondo