ANALISIS PENGARUH KURS RUPIAH DAN INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) SEKTORAL DI PASAR MODAL
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Inda Yunita Sari 125020107111019
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Artikel Jurnal dengan judul: ANALISIS PENGARUH KURS RUPIAH DAN INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) SEKTORAL DI PASAR MODAL
Yang disusun oleh: Nama
:
Inda Yunita Sari
NIM
:
125020107111019
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 Maret 2016.
Malang, 30 Maret 2016 Dosen Pembimbing,
Tyas Danarti Hascariani., SE., ME. NIP. 19750514 199903 2 001
ANALISIS PENGARUH KURS RUPIAH DAN INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) SEKTORAL DI PASAR MODAL Inda Yunita Sari, Tyas Danarti Hascariani., SE., ME. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 165 Malang
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektoral di pasar modal, dan (2) inflasi terhadap indeks harga saham sektoral di pasar modal. Pada bulan januari 2013 - September 2015. Penelitian ini menggunakan data bulan januari 2013 – September 2015 dengan jumlah 33 data time series untuk setiap sektoral. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi model SUR. Terdapat tiga temuan dalam penelitian ini. Pertama, kurs rupiah menekan Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur, Sektor Property dan Sektor Keuangan sedangkan disisi lain kurs rupiah mendorong Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi dan Sektor Pertambangan. Kedua, inflasi mendorong Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur dan Sektor Keuangan sedangakan disisi lain Inflasi menekan Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi, Sektor Pertambangan dan Sektor Property. Kata kunci: Kurs Rupiah, Inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan Sektoral
A. PENDAHULUAN Krisis keuangan global yang terjadi di Amerika mulai mempengruhi kinerja perekonomian Indonesia yang hingga saat ini penuh dengan ketidakpastian. Meningkatnya perekonomian dapat diindikasikan m4eelalui volume perdagangan yang terjadi di Pasar Modal. Dan sebaliknya pasar modal juga menjadi pandangan yang menunjukkan tingkat kenaikan atau penurunan perekonomian suatu Negara, sehingga membuat Pasar Modal menjadi salah satu instrumen penting dalam perekonomian yang dapat dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasar Modal merupakan salah satu instrumen ekonomi yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu Negara karena menjalankan dua fungsi yaitu, pertama sebagai saran pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan Dana dari masyarakat pemodal atau investor. Kedua menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa Dana dan lain-lain. Kehadiran Pasar Modal di Indonesia menambah alternatif investasi berupa surat-surat berharga kepad apara investor untuk menanamkan kelebihan Dana yang dimilikinya. Investasi sebagai suatu kegiatan yang menempatkan Dana pada satu atau lebih dari satu asset selama periode tertentu dengan mengharapkan keuntungan dan peningkatan nilai investsi. Kegiatan berinvestasi di Pasar Modal merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh masyarakat yang mempunyai Dana berlebihan. Dan ketika melakukan investasi dalam bentuk saham seringkali yang tergolong mempunyai resiko tinggi, karena sifatnya yang peka terhadap perubahan yang terjadi oleh sumber yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Perubahan tersebut dapat berdampak secara positif ataupun negatif terhadap harga saham di Pasar Modal.
Gambar 1: Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2015
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2015 Dari gambar 1 diatas menunjukkan bahwa indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan mulai Mei 2015 hingga September 2015. Dimana fenomena penurunan ini terjadi disebabkan oleh pelemahan kurs rupiah dan kenaikan laju inflasi.
Gambar 2: Data Kurs Rupiah 2015
Sumber: Bank Indonesia, 2015. Dari gambar 2 diatas menunjukkan bahwa mulai Januari 2015 mengalami pelemahan kurs rupiah hingga Maret 2015 kemudian terjadi penguatan kurs pada bulan April 2015, setelah mengalami penguatan kurs rupiah selama satu bulan pada bulan Mei 2015 hingga September 2015 terus mengalami pelemahan kurs rupiah dikarenakan krisis global di Amerika yang berpengaruh terhadap kurs rupiah, sehingga membuat kurs rupiah mengalami pelemahan yang cukup tajam.
Gambar 3: Data Inflasi 2015
Sumber: Bank Indonesia, 2015. Dari gambar 3 diatas menunjukkan bahwa pada Januari 2015 inflasi mengalami penurunan hingga bulan Februari 2015, namun setelah mengalami penurunan selama satu bulan laju inflasi mengalami kenaikan dari bulan maret hingga Juli 2015, dan setelah terjadi kenaikan inflasi mulai mngalami penurunan lagi hingga Sepember 2015 meskipun tidak mengalami penurunan tajam seperti yang terjadi pada bulan Februari Sehingga kesimpulan dari gambar 1, 2, dan 3 yaitu terlihat bahwa ketika terjadi perubahan kurs rupiah dan fluktuasi inflasi maka akan mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Di Pasar Modal karena akan menambah beban perusahaan, dan membuat perusahaan harus menanggung biaya produksi dan jumlah investasi yang dilakukan oleh masyarakat menjadi semakin tinggi. Dan untuk perusahaan yang go public di Pasar Modal yang mempunyai utang luar negeri dalam bentuk valuta asing, ketika terjadi pelemahan nilai kurs rupiah beban yang harus ditanggung perusahaan akan semakin tinggi, karena sebagian besar produknya mengandung impor yang tinggi. Adapun penelitian terdahulu mengenai pengaruh nilai kurs rupiah dan inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sektoral di Pasar Modal. Namun hasil yang diperoleh dari penelitian terdahulu memiliki kesimpulan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Deny Rohmanda, Suhadak, dan Topowijoyo (2013) mendukung teori yang berlaku dimana variabel kurs rupiah dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap pergerakan harga saham dengan arah hubungan negatif. B. TINJAUAN PUSTAKA Dampak Kurs Rupiah Terhadap Pasar Modal Nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap yen dan sebagainya. Kurs sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di Pasar Modal maupun Pasar Uang. Sehingga membuat investor cenderung berhati-hati untuk melakukan investasi. Karena menurunya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan Pasar Modal. Dampak Inflasi Terhadap Pasar Modal Inflasi merupakan suatu peristiwa atau proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Inflasi adalah proses menurunnya nilai mata uang secara berkelanjutan. Inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu inflasi ringan, sedang, berat dan hiperinflasi.
Kenaikan inflasi dapat menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor ketika melakukan investasi di Pasar Modal. Indeks Harga Saham Gabungan Sebagai Indikator Kinerja Pasar Modal Indeks Harga Saham adalah indicator yang menunjukkan pergerakan harga saham dalam kinerja Pasar Modal. Indeks berfungsi sebagai indicator tren pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Dengan adanya indeks kita dapat mengetahui tren pergerakan harga saham saat ini: apakah sedang naik, stabil atau turun. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat. Hipotesis 1.
2.
Diduga bahwa kurs rupiah berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Konstruksi, Sektor Pertambangan, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur, Sektor Property, dan Sektor Keuangan Di Pasar Modal. Diduga bahwa laju inflasi berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Konstruksi, Sektor Pertambangan, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur, Sektor Property, dan Sektor Keuangan Di Pasar Modal.
C. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kurs rupiah dan inflasi terhadap variabel Indeks Harga Saham gabungan sektoral. Unit analisis penelitian ini adalah Sembilan indeks sektoral Pasar Modal, antara lain Indeks Sektor Agroindustri, Indeks Sektor Industri Dasar Kimia, Indeks Sektor Konstruksi, Indeks Sektor Pertambangan, Indeks Sektor Infrastruktur, Indeks Sektor Manufaktur, Indeks Sektor Perdagangan, indeks Sektor Property Dan Indeks Sektor Keuangan. Tabel 1. Variabel Operasional Dan Pengukuran Variabel Variabel Kurs rupiah terhadap dollar Amerika Inflasi
IHSG sektoral
Konsep Variabel Nilai tukar adalah harga mata uang suatu Negara terhadap mata uang Negara lain. Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Saat ini kita menhitung inflasi dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks Harga Saham secara sektoral menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertanian, pertambangan, industry dasar kimia, konstruksi, property, infrastruktur, perdagangan, dan manufaktur
Rumus
Ukuran Rp
%
Satuan poin
Seluruh data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh melalui berbgai sumber dengan teknik dokumentasi. Kurs rupiah dan inflasi diperoleh dari situs web resmi BI, dan Indeks Harga Saham Sektoral dari situs web BEI. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda model Seemigly Unrelated Regression (SUR), uji t-statistik dan koefisien determinan melalui software Eviews 6.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Regresi Dari persamaan regresi yang telah dilakukan dengan menggunakan model Seemigly Unrelated Regression (SUR) untuk sektoral di Pasar Modal dan hasil Uji t-statistik pada dasarnya menunjukkan sebarapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial didalam menerangkan variasi variabel dependen. Tabel 1. Persamaan Regresi dan Uji t-statistik Indeks Sektoral
Variabel
Sektor Agroindustri Kurs Y1= 3413.521 0.113187 X1 + Inflasi 656.9844 X2 Sektor Industri Dasar Kimia Y2 = -39.64431 + 0.033353 X1 + 477.0008 X2
Kurs
Sektor Konstruksi Y3= 134.0103 + 0.054755 X1 + 5707.727 X2
Kurs
Sektor Pertambangan Y4= 4044.100 0.014003 X1 18613.60 X2
Kurs
Inflasi
Inflasi
Inflasi
t-statistik
prob.
-5.193304
0.0000
0.310085
10.72022
1.577135
1.926828
2.066136
-0.298734
-4.08482
Sektor Infrastruktur Kurs Y5 = 993.3736 0.019139 X1 Inflasi 49.43552 X2
-2.421187
Sektor Perdagangan Kurs Y6 = 124.6554 + 0.046292 X1 + Inflasi 3099.014 X2
2.598918
Sektor Manufaktur Kurs Y7 = -41.53576 + 0.056926 X1 Inflasi 1706.333 X2
3.449672
Sektor Property Y8= -1.494019 + 0.026067 X1 1245.834 X2
Kurs
Sektor Keuangan Y9 = 92.55693 + 0.034357 X1 504.8875 X2
Kurs
Inflasi
Inflasi
-0.06433
1.789735
-1.06368
5.23506 -2.57379
5.63369 -0.85162
Sumber: Output Eviews6 Diolah, 2016.
0.7567
0.0000
0.1159
0.0551
0.0398
0.7654
0.0001
0.0161 0.9488
0.0099 0.0746
0.0007 0.2884
0.0000 0.0106
0.0000 0.3952
Keputusan Menolak H0 Menerima H0 Menolak H0 Menerima H0 Menerima H0 Menolak H0 Menerima H0 Menolak H0 Menolak H0 Menerima H0 Menolak H0 Menerima H0 Menolak H0 Menerima H0 Menolak H0 Menolak H0 Menolak H0 Menerima H0
Kesimpulan Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Agroindustri Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Agroindustri Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Industri Dasar Kimia Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Industri Dasar Kimia Tidak ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Konstruksi Ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Konstruksi Tidak ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Pertambangan Ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Pertambangan Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Infrastruktur Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Infrastruktur Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Perdagangan Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Perdagangan Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Manufaktur Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Manufaktur Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Manufaktur Ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Property Ada pengaruh signifikan dari kurs terhadap IHS Sektor Keuangan Tidak ada pengaruh signifikan dari inflasi terhadap IHS Sektor Keuangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Indeks Sektor Agroindustri Model yang terbentuk untuk sektor Agroindutri adalah Y 1= 3413.521 - 0.113187 X1 + 656.9844 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar -5.193304 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Agroindustri. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar 0.310085 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.7567. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Agroindustri. Indeks Sektor Industri Dasar Kimia Model untuk sektor Indutri Dasar Kimia adalah Y2 = -39.64431 + 0.033353 X1 + 477.0008 X2. Dari tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 10.72022 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Industri Dasar Kimia. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar 1.577135 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.1159. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Industri Dasar Kimia. Indeks Sektor Konstruksi Model untuk sektor Konstruksi adalah Y3= 134.0103 + 0.054755 X1 + 5707.727 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 1.926828 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0551. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Konstruksi. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar 2.066136 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0398. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Konstruksi. Indeks Sektor Pertambangan Model untuk sektor Pertambangan adalah Y4= 4044.100 - 0.014003 X1 - 18613.60 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar -0.298734 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.7654. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Pertambangan. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar -4.084821 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0001. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Pertambangan. Indeks Sektor Infrastruktur Model untuk sektor Infrastruktur adalah Y5 = 993.3736 - 0.019139 X1 - 49.43552 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar -2.421187 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0161. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Infrastruktur. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar -0.064332 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.9488. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Infrastruktur. Indeks Sektor Perdagangan Model untuk sektor Perdagangan adalah Y6 = 124.6554 + 0.046292 X1 + 3099.014 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 2.598918 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0099. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Perdagangan. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar 1.789735 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0746. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Perdagangan. Indeks Sektor Manufaktur Model untuk sektor Manufaktur adalah Y7 = -41.53576 + 0.056926 X1 - 1706.333 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 3.449672 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0007. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05
maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Manufaktur. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar -1.063681 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.2884. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Manufaktur. 8. Indeks Sektor Property Model untuk sektor Property adalah Y8= -1.494019 + 0.026067 X1 - 1245.834 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 5.235060 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Property. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar -2.573794 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0106. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Property. 9. Indeks Sektor Keuangan Model untuk sektor Keuangan adalah Y9 = 92.55693 + 0.034357 X1 - 504.8875 X2. Dari regresi tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-hitung dari kurs rupiah adalah sebesar 5.633690 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.0000. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel kurs rupiah terhadap indeks harga saham sektor Keuangan. Dan untuk nilai t-hitung dari inflasi adalah sebesar -0.851624 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.3952. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel inflasi terhadap indeks harga saham sektor Keuangan. Tabel 2. Koefisien Determinan (R square) No. Indeks Sektoral 1 Indeks Sektor Agroindustri 2 Indeks Sektor Konstruksi 3 Indeks Sektor Industri Dasar Kimia 4 Indeks Sektor Pertambangan 5 Indeks Sektor Infrastruktur 6 Indeks Sektor Perdagangan 7 Indeks Sektor Manufaktur 8 Indeks Sektor Property 9 Indeks Sektor Keuangan Sumber: Output Eviews6 Diolah, 2016.
R square 0.458 0.801 0.241 0.358 0.160 0.282 0.265 0.469 0.492
1. Indeks Sektor Agroindustri Hasil dari regresi untuk sektor Agroindustri nilai R 2 adalah 0.458 atau 45.8% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 45.8% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan faktor lain. 2. Indeks Sektor Industri Dasar Kimia Hasil dari regresi untuk sektor Industri Dasar Kimia nilai R2 adalah 0.801 atau 80.1% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Industri Dasar Kimia dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 19.9% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. 3. Indeks Sektor Konstruksi Hasil dari regresi untuk sektor Konstruksi nilai R2 adalah 0.241 atau 24.1% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 75.9% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. 4. Indeks Sektor Pertambangan Hasil dari regresi untuk sektor Pertambangan nilai R2 adalah 0.358 atau 35.8% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Pertambangan dapat dijelaskan oleh variabel
5.
6.
7.
8.
9.
kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 64.2% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. Indeks Sektor Infrastruktur Hasil dari regresi untuk sektor Infrastruktur nilai R 2 adalah 0.160 atau 16.0% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Infrastruktur dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 84% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. Indeks Sektor Manufaktur Hasil dari regresi untuk sektor Manufaktur nilai R 2 adalah 0.282 atau 28.2% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Manufaktur dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 71.8% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. Indeks Sektor Perdagangan Hasil dari regresi untuk sektor Perdagangan nilai R2 adalah 0.265 atau 26.5% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Perdagangan dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 73.5% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. Indeks Sektor Property Hasil dari regresi untuk sektor Property nilai R2 adalah 0.469 atau 46.9% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Property dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 53.1% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain. Indeks Sektor Keuangan Hasil dari regresi untuk sektor Keuangan nilai R2 adalah 0.492 atau 49.2% yang artinya variabel Indeks Harga Saham Sektor Keuangan dapat dijelaskan oleh variabel kurs rupiah dan variabel inflasi sebesar 50.8% sedangkan sisanya sebesar 54.2% dijelaskan oleh faktor lain.
Pembahasan penelitian Berdasarkan hasil dari pengujian statistik dan ekonomi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menerangkan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi Indeks Harga Saham Sektoral di Pasar Modal. 1. Depresiasi Kurs Rupiah menekan Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri karena membuat biaya produksi bahan Baku menjadi mahal. Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur, dan Sektor Property Karena ketika fenomena kurs mengalami depresiasi akan menyebabkan biaya produksi yang memiliki kandungan impor tinggi dan meningkatkan jumlah utang luar negeri perusahaan di Pasar Modal. Dan Sektor Keuangan karena return dan resiko yang diterima akibat depresiasi kurs rupiah membuat keuntungan perusahaan menurun. Sehingga menimbulkan ekspektasi negatif terhadap sektoral di Pasar Modal. 2. Depresiasi kurs rupiah mendorong Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi dan Pertambangan. Karena ketika pelemahan kurs membuat jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan ikut meningkat, dimana asset alokasi (seperti proyek pembangunan jembatan, bandara dan jalan tol) tidak terlalu terganggu ketika kurs terguncang karena tidak memandang nilai kurs melainkan jumlah asset yang telah diinvestasikan, sehingga membuat keuntungan Sektor Konstruksi tetap stabil. Dan ekspor pertambangan tetap naik karena harga jual yang disepakati harga internasional. Sehingga membuat kedua sektor ini tetap mendapatkan keuntungan meski melemahnya kurs. 3. Kenaikan inflasi menekan Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi, Sektor Pertambangan, dan Sektor Property. Karena terjadi kenaikan harga barang-barang menyebabkan biaya bahan Baku mahal dan harga jual menjadi naik. Sehingga berpengaruh terhadap jumlah permintaan yang membuat pendapatan perusahaan mengalami penurunan. Sehingga menimbulkan ekspektasi negatif terhadap ketiga sektoral yang terdaftar di Pasar Modal. 4. Kenaikan inflasi mendorong Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur dan Sektor Keuangan. Karena ketika harga barang-barang meningkat tidak terlalu berdampak pada biaya produksi keenam sektor ini. Dan sektor-sektor tersebut telah mengantisipasi dampak yang muncul ketika terjadi kenaikan inflasi, Sehingga pendapatan dan
keuntungan yang diperoleh tetap stabil dan tidak terlalu besar jumlah yang harus ditanggung untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Sehingga menimbulkan ekspektasi positif pada keenam sektoral di Pasar Modal.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat mengambil kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Depresiasi Kurs Rupiah menekan Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur,Sektor Property, dan Sektor Keuangan. 2. Depresiasi kurs rupiah mendorong Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi dan Pertambangan. 3. Kenaikan inflasi menekan Indeks Harga Saham Sektor Konstruksi, Sektor Pertambangan, dan Sektor Property. 4. Kenaikan inflasi mendorong Indeks Harga Saham Sektor Agroindustri, Sektor Industri Dasar Kimia, Sektor Infrastruktur, Sektor Perdagangan, Sektor Manufaktur dan Sektor Keuangan. Saran 1. Bagi para investor selalu perhatikan perkembangan variabel kurs rupiah dan inflasi yang dapat mempengaruhi perubahan harga saham. Karena hasil yang diperoleh memiliki perbedaan terhadap satu sektor dengan sektor lain yang terdaftar di Pasar Modal. 2. Pemerintah dan Otoritas Kebijakan mempunyai banyak responsif terhadap perubahan kurs rupiah dan inflasi, maka diharapkan dapat menciptakan iklim investasi dalam negeri yang lebih kondusif agar menarik minat investor local untuk berinvestasi di pasar modal. Salah satunya dengan menjaga stabilitas kurs rupiah dan inflasi. Hal ini dimaksudkan agar proporsi investor local dalam pasar modal meningkat supaya pasar modal dalam negeri tidak mudah dikuasai oleh pihak asing.
DAFTAR PUSTAKA Ade Widyaningsih, Made Susilawati, I Wayan Sumarjaya. 2014. Estimasi Model Seemingly Unrelated Regression (SUR) dengan Metode Generalized Least Square (GLS). Jurusan Matematika. FMIPA. Universitas Udayana. Adiningsih, dkk. 1998. Perangkat Analisis dan Teknik analisis Invstasi di Pasar Modal. Jakarta: PT BEJ. Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft Indonesia Ari, Normansyah. 2012. Pengaruh Inflasi Dan Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar As Terhadap Harga Saham Subsector Industry Rokok Yang Terdaftar Di Burs Efek Indonesia. Bandung: Fakultas Ekonomi UNIKOM. Bank Indonesia. 2015. Data Kurs Rupiah. http://www.bi.go.id. Diakses tanggal 6 Oktober 2015. Bank Indonesia. 2015. Data Inflasi. http://www.bi.go.id. Diakses tanggal 6 Oktober 2015. Bayu Seto Sambodo, 2014. Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, Nilai Tukar Rupiah, dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Pertambangan di BEI. Malang: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Bursa Efek Indonesia. 2015. Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia. Jakarta: PT Bursa Efek Indonesia. Deny Rohmanda, Suhadak, Topowijono, 2014. Pengaruh Kurs Rupiah, Inflasi dan BI Rate Terhadap Harga Saham. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Elton, Edwin J. and Gruber, Martin J. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Undip. Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Hooker, M.A. 2004. Macroeconimoc Factors and Emerging Markets Revies 5, pp. 379-387. Husnan, Suad. 2004. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Joven Sugianto Liauw dan Trisnadi Wijaya, 2012. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia. STIE MDP. Kamarudin, Ahmad. 2004. Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Jakarta: Rineka Cipta. Kewal, Suramaya Suci. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Pertumbuhan PDB terhadap Indeks harga saham Gabungan. Jurnal Economia 8:1, pp. 53-64. Kuncoro M. 2001. Manajemen Keuangan Internasional, Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global. Yogyakarta: BPFE. Khamsatul Faizati, Sri Sulistijowati H., Tri Atmojo Kusmayadi. 2012. Estimasi Parameter Model Seemingly Unrelated Regression (SUR) Dengan Residu Berpola Autoregressive Orde Satu (AR(1)) Dengan Metode Park. Jurusan Matematika FMIPA UNS. Madura, Jeff. 2006. Financial Management. Floryda University Express. Mankiw N. Gregory. 2006. Makroekonomi edisi ke-6. Jakarta: Erlangga. Mar’atus Sholihah, 2014. Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Perusahaan Jasa Perhotelan Dan Pariwisata Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Nurdin. 1999. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga, Pertumbuhan Ekonomi, Kebijakan Pemerintah, Struktur Modal, Struktur Aktiva, Liquiditas Terhadap Resiko Sektor Property Di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Putu Fenta Pramudya Cahya dkk, 2014. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti Dan Real Estate Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013. Jurusan Manajemen, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Indonesia. Rahardja, P., dan Manurung, M. 2008. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Rahman, L., dan Uddin, J. 2009. Dynamic Relationship between Stock Price and Exchange Rate. International Business Research 2:2, pp. 167-174. Samuelson & Nordhaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta: Media Global Edukasi. Samsul, Mohammad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Surabaya: Erlangga Siriat dan D. Siagian. 2002. Analisis Keterkaitan Sektor Riil, Sektor Moneter dan Sektor Luar Negeri Dengan Pasar Modal: Stusi Empiris Di Bursa Efeke Indonesia. Jurnal Ekonomi Perusahaan. Vol 9 No 2. Sitinjak, E.L.M, dan Kurniasari, Widuri. 2003. Indikator-indikator Pasar Modal Dan Pasar Uang Yang Saling Berkaitan Ditinjau Dari Psar Saham Sedang Bullish Dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol 3 No 3. Sjahrir. 1995. Tinjauan Pasar Modal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, CV Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sunariyah, 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Kelima. Yogyakarta: UP STIM YKPN.