Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
ANALISIS PENERIMAAN DAN KEPUASAN PENGGUNA TERHADAP APLIKASI E-PURCHASING DENGAN MODEL INTEGRASI Faisal Rahadian1), Achmad Djunaedi2), Addin Suwastono3) 1), 3)
Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jl. Grafika No. 2, Kampus UGM, Yogyakarta, 55281 Email :
[email protected]),
[email protected]),
[email protected])
2)
Abstrak Pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki peran yang cukup penting dalam proses kegiatan pemerintahan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi pemerintah dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut. Salah satu upaya yaitu dengan melakukan pengadaan barang/jasa secara elektronik melalui e-purchasing. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana penerimaan pengguna dan kepuasan pengguna terhadap aplikasi e-purchasing tersebut, menggunakan teori kepuasan dan penerimaan yang dikembangkan oleh Wixom dan Todd. Untuk menganalisis data digunakan motode analisis SEM-PLS dengan menggunakan software SmartPLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan dan kualitas sistem berpengaruh positif terhadap kepuasan pengguna terhadap sistem e-purchasing, yang kemudian mempengaruhi persepsi kemudahaan dalam penggunaan aplikasi sehingga mendorong sikap dan keinginan dari pengguna untuk menggunakan aplikasi epurchasing dalam proses pengadaan barang/jasa. Kata kunci: e-government, e-purchasing, user satisfaction, technology acceptance, model integrasi. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta potensi pemanfaatannya secara luas, pemerintah dituntut untuk bisa mengkuti perkembangan tersebut. Pemerintah telah mencanangkan gerakan guna terlaksananya e-government.[1] Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Salah satu tindak lanjut dari penerapan e-government tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem e-tendering dan epurchasing.[2] Tujuan dari pengadaan barang/jasa secara elektronik adalah untuk : meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses Pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang realtime. Pelaksanaan pengadaan barang tertentu seperti kendaraan, alat kesehatan dan obat-obatan yang selama ini dilakukan dengan metode pelelangan, baik secara manual atau melalui e-procurement, sering mengalami kendala. Pada saat obat-obatan tersebut segera dibutuhkan untuk menangani pasien, kadang-kadang stok tidak tersedia dan harus menunggu dilaksanakan pelelangan yang membutuhkan waktu lama sehingga mengganggu pelayanan pasien. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, pada tahun 2013 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) kemudian meluncurkan aplikasi e-purchasing.[3] Dengan sistem ini pengadaan barang/jasa bisa efektif dan efisien dalam ketepatan serta kecepatan dan lebih menghemat biaya. Sistem ini lebih transparan karena daftar, jenis, spesifikasi teknis serta harga barang dari penyedia ditampilkan secara elektronik dan dapat diakses oleh publik. Aplikasi ini mulai efektif digunakan untuk proses pembelian barang/jasa mulai tahun 2014. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang bisa diambil yaitu perlunya untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari implementasi aplikasi e-purchasing diukur dari tingkat penerimaan pengguna dan kepuasan pengguna pada proses pengadaan barang/jasa di Pemerintah Kabupaten Sleman. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu mengevaluasi sejauh mana tingkat keberhasilan dari implementasi aplikasi e-purchasing diukur dari tingkat penerimaan pengguna dan kepuasan pengguna pada proses pengadaan barang/jasa di Pemerintah Kabupaten Sleman. 1.4. Kajian Pustaka Penelitian tentang penerimaaan pengguna dalam bidang sistem informasi sudah menjadi area yang sering diteliti dalam tiga dekade terakhir. Namun penelitian tersebut
2.3-13
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015
ISSN : 2302-3805
STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
pada tahap awal lebih difokuskan pada organisasi profit dan belum banyak dilakukan pada organisasi pemerintah dan publik.[4] Baru pada era sekarang mulai banyak penelitian tentang penerimaan pengguna dan kepuasan pengguna terhadap sistem informasi e-government. Model TAM banyak digunakan untuk mengevaluasi penerimaan pengguna dan Model Delone & Mclean banyak digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pengguna.[5][6] (Aboelmaged, 2010) melakukan penelitian untuk memprediksi penerapan e-procurement pada negara berkembang dengan mengintegrasikan TAM dan TPB. Penelitian dilakukan di Uni Emirat Arab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang diusulkan memiliki kekuatan penjelas yang baik dengan dukungan empiris yang cukup kuat, dalam memprediksi niat pengguna untuk menggunakan teknologi eprocurement.[7] (Jang, 2010) melakukan penelitian untuk mengukur kesuksesan penerapan e-procurement pada pemerintah di Taiwan. Penelitian menggunakan metode DeLone & McLean update dan menguji efek moderasi Computer Self-efficacy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas informasi, kualitas sistem dan kualitas layanan memiliki efek yang signifikan kepada performa individu melalui penggunaan dan kepuasan terhadap sistem eprocurement. Computer Self-efficacy berperan sebagai berperan menjadi komponen situasional yang memoderasi hubungan antara dimensi kualitas dan persepsi, kepuasan pengguna, penggunaan sistem dan keuntungan bersih.[8] (Zaied, 2012) melakukan penelitian untuk mengevalasi kesuksesan penerapan sistem informasi pada sektor publik di Mesir dengan melakukan modifikasi pada dimensi TAM dan model Delone & McLean serta menambahkan dua dimensi yaitu support dari manajemen dan pelatihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas informasi memiliki pengaruh yang besar terhadap kesuksesan sistem informasi diikuti oleh niat dan persepsi kegunaan. Hasil secara keseluruhan dari penelitian menunjukkan bahwa model yang diusulkan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi penerapan sistem informasi pada suatu organisasi.[9] 1.5. Landasan Teori Istilah e-purchasing atau pembelian secara elektronik menurut (Heijboer dan Telgen) juga dikenal sebagai pemesanan elektronik melalui katalog, merupakan bentuk paling mapan dari e-procurement saat ini, namun masih dalam masa pertumbuhan. Secara teoritis, perubahan dari cara pembelian "tradisional" ke pembelian secara elektronik berdampak pada penghematan biaya yang besar.[10] Dalam definisi yang dituangkan dalam Perka LKPP, epurchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Katalog elektronik atau e-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari penyedia barang/jasa pemerintah.[3] Ketika akan melakukan pengadaan barang-barang yang sudah tercantum dalam katalog elektronik seperti kendaraan bermotor, obat-obatan, alat berat dan lain-lain, maka tidak perlu lagi melakukan pengadaan barang secara lelang, tetapi bisa langsung membeli melalui aplikasi epurchasing ini. Untuk bisa mengakses aplikasi e-purchasing yang dikelola oleh LKPP, maka pengguna harus melakukan log in dahulu ke aplikasi LPSE dengan memasukkan username dan password, kemudian nanti akan ada link untuk masuk ke aplikasi e-purchasing dan e-catalogue. Setelah itu bisa dipilih untuk masuk ke sub-sub menu yang berisi link ke pembelian barang-barang tertentu sesuai dengan yang akan dibeli. Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan oleh (Davis, 1989) merupakan model pendekatan yang banyak digunakan untuk penelitian acceptance suatu sistem teknologi informasi. Model ini sudah banyak dikenal sebagai model untuk menganalisis faktor penerimaan pengguna terhadap suatu sistem teknologi informasi. Model TAM menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap perilaku pengguna dengan dua variabel yaitu kemudahan penggunaan (ease of use) dan kegunaan (usefulness). Model TAM menggunakan lima konstruk yaitu persepsi tentang kemudahan penggunaan (perceived ease of use), persepsi tentang kemanfaatan (perceived usefulness), sikap penggunaan (attitude toward using), perilaku untuk tetap menggunakan (Behavioral Intention of Use), dan kondisi nyata penggunaan sistem (Actual System Use).[11] (DeLone dan McLean, 1992) menemukan kesuksesan sebuah sistem informasi dapat direpresentasikan oleh karakteristik kualitatif dari sistem informasi (system quality), kualitas output dari sistem informasi (information quality), konsumsi terhadap output (use), respon pengguna terhadap sistem informasi (user satisfaction), pengaruh sistem informasi terhadap kebiasaan pengguna (individual impact), dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi (organizational impact).[12] (DeLone dan McLean, 2003) mempublikasikan kembali D&M IS Success Model yang telah di update, dengan memasukkan service quality sebagai salah satu variabel independen selain system quality dan information quality yang mempengaruhi user satisfaction dalam mengukur kesuksesan suatu sistem informasi. Variabel individual impact dan organisational impact diubah menjadi net benefits karena dampak dari sistem informasi sudah meningkat tidak hanya dampaknya pada pemakai individual dan organisasi saja tetapi dampaknya sudah ke group pemakai, ke antar organisasi, konsumer, pemasok, sosial bahkan ke negara. Model dari DeLone dan McLean ini sudah banyak dikenal sebagai model untuk menganalisis faktor kepuasan pengguna terhadap suatu sistem teknologi informasi.[13]
2.3-14
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan untuk mendapatkan hubungan logis secara teori antara kepuasan pengguna dan penerimaan terhadap teknologi. (Wixon dan Todd, 2005) mengembangkan model penelitian yang terintegrasi yang membedakan keyakinan dan sikap tentang sistem (keyakinan dan sikap berbasis obyek) dari keyakinan dan sikap menggunakan sistem (keyakinan perilaku dan sikap) untuk membangun logika teoritis yang menghubungkan kepuasan pengguna dan penerimaan teknologi. Model yang diusulkan memberikan bukti awal bahwa dua perspektif dapat dan harus diintegrasikan. Model yang terintegrasi tersebut membantu menjembatani gab antara karakteristik sistem dan prediksi penggunaan.[14] (Tsai dkk, 2013) melakukan penelitian dengan menggunakan model yang diusulkan Wixom dan Todd yang dimodifikasi dengan menghilangkan variabel karakteristik sistem seperti completeness, flexibility, dan lain-lain serta menambahkan variabel service quality. [15] Penelitian ini menekankan pentingnya integrasi teori kepuasan dan teori penerimaan teknologi untuk secara komprehensif menggambarkan efektivitas The Depot-Logistic Information Management System (DLIMS). 2. Pembahasan 2.1. Model Penelitian dan Hipotesis Penelitian ini menggunakan model penelitian yang diadopsi dari model Wixom dan Todd. (Pitt, dkk 1995) menyatakan bahwa layanan dari sistem informasi adalah menyediakan informasi dan harus memperhatikan kualitas layanan yang diberikan. Dengan demikian efektivitas layanan sistem informasi sebagian dapat dinilai oleh kemampuan untuk memberikan layanan berkualitas kepada para penggunanya. Pengukuran efektivitas umumnya berfokus pada produk daripada fungsi pelayanan sistem informasi. Maka jika peneliti sistem informasi tidak memasukkan pengukuran service quality ke dalam indikator pengukuran, maka tidak akan bisa mengetahui efektivitas sistem informasi berdasarkan persepsi pengguna.[16] (Gorla, dkk 2010) dalam penelitiannya menyatakan pentingnya kualitas layanan bagi kinerja organisasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas layanan menunjukkan dampak yang besar bagi kinerja organisasi dan pentingnya bagi efisiensi internal dan manfaat strategis. Dimensi service quality (reliability, responsiveness, assurance, empathy) berhubungan dengan kemampuan untuk menyediakan layanan yang cepat dan berkualitas tinggi untuk pengguna.[17] Berdasarkan hal itu maka dalam penelitian akan ditambahkan variabel service quality selain information quality dan system quality sebagai variabel independen, dengan variabel dependen yaitu information satusfaction, sysem satisfaction, percieved usefulness,
percieved ease of use, attitude toward usage dan intention to use. Berdasarkan uraian pada landasan teori diatas, maka untuk penelitian ini dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : information quality (Inf.Q) berpengaruh positif terhadap information satisfaction (Inf.S) H2 : service quality (Ser.Q) berpengaruh positif terhadap information satisfaction (Inf.S) H3 : service quality (Ser.Q) berpengaruh positif terhadap system satisfaction (Sys.S) H4 : system quality (Sys.Q) berpengaruh positif terhadap system satisfaction (Sys.S) H5 : information satisfaction (Inf.S) berpengaruh positif terhadap pervieved usefulness (PU) H6 : system satisfaction (Sys.S) berpengaruh positif terhadap percieved ease of use (PEOU) H7 : system satisfaction (Sys.S) berpengaruh positif terhadap information satisfaction (Inf.S) H8 : percieved ease of use (PEOU) berpengaruh positif terhadap pervieved usefulness (PU) H9 : pervieved usefulness (PU) berpengaruh positif terhadap intention to use (ITU) H10 : pervieved usefulness (PU) berpengaruh positif terhadap attitude toward usage (ATU) H11 : percieved ease of use (PEOU) berpengaruh positif terhadap attitude toward usage (ATU) H12 : attitude toward usage berpengaruh positif terhadap intention to use (ITU)
Gambar 1. Model Penelitian 2.2. Metodologi 2.2.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah panitia pengadaan barang/jasa yang bertugas di ULP Kabupaten Sleman maupun di SKPD yang tersebar di Pemerintah Kabupaten Sleman dan yang sudah terdaftar serta memiliki user id pada sistem LPSE Kabupaten Sleman. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu setiap elemen dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Sampel dipilih dalam hubungan dengan beberapa kriteria, yang dianggap penting dan
2.3-15
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
khusus untuk penelitian.[18] Metode ini digunakan karena yang dipilih menjadi sampel dianggap dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Responden yang dipilih adalah personil yang memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa yang pernah melakukan pembelian barang/jasa melalui aplikasi e-purchasing dan personil yang memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa yang pernah mengikuti pelatihan aplikasi e-purchasing. 2.2.2. Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan item-item kuesioner yang digunakan pada penelitian Wixom dan Todd dengan mengadopsi sejumlah 40 item pertanyaan dan disesuaikan dengan konteks penelitian tentang epurchasing. Sedangkan untuk variabel service quality digunakan item pengukuran SERVQUAL berdasarkan penelitian dari (Landrum, dkk, 2009) yang diadopsi sejumlah 12 item pertanyaan yang disesuaikan dengan konteks penelitian tentang e-purchasing.[19] Jawaban responden diukur menggunakan skala Likert dengan pilihan skala 5 (lima). Teknik analisis data menggunakan SEM berbasis varian yang biasa disebut Partial Least Square (PLS) dengan bantuan software Smart PLS versi 2.0.M3.[20] 2.3. Uji Koesioner Sebelum kuesioner dikirim kepada subyek penelitian, dilakukan uji coba kuesioner terhadap 30 responden. Tujuan uji coba kuesioner adalah untuk menyakinkan bahwa item–item kuesioner telah mencukupi dan benar menurut responden dan untuk memberikan penilaian validitas dan reliabilitas awal dari indikator. Rule of thumb yang digunakan untuk uji validitas konvergen adalah loading factor > 0,6 dan Nilai AVE > 0,50. Rule of thumb yang digunakan untuk uji validitas diskriminan adalah nilai loading indikator pada konstruknya harus memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada konstruk yang lain dan nilai akar AVE > korelasi variabel laten. Rule of thumb untuk uji reliabilitas adalah nilai cronbachs alpha dan composite reliability harus lebih besar dari 0,7.[21][22] Dari hasil pengujian koesioner terdapat 7 indikator yang harus dikeluarkan dari model. Indikator InfQ8, InfQ10 dari variabel information quality, indikator SerQ1, SerQ3, SerQ8 dari variabel service quality dan indikator SysQ10 dari variabel system quality memiliki loading factor dibawah 0,6 sehingga harus dikeluarkan dari model. Indikator SerQ2 memiliki nilai cross loading yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai pada konstruk yang lain sehingga tidak memenuhi persyaratan dan dikeluarkan dari model. 2.4. Analisis Data 2.4.1. Karakteristik Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah panitia pengadaan barang/jasa yang memiliki sertifikat
pengadaan barang/jasa dan pernah mengikuti pelatihan aplikasi e-purchasing dan mayoritas pernah melakukan pembelian dengan e-purchasing. Dari 140 koesioner yang disebar, yang kembali sejumlah 112 dan data yang bisa diolah sejumlah 106. Untuk melakukan analisis menggunakan metode SEM-PLS, minimal besar sampel yang direkomendasikan berkisar 30 sampai 100[22], sehingga penggunaan sampel sejumlah 106 sudah memenuhi. Responden dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki sejumlah 74% dan perempuan 26%. Tingkat pendidikan para responden terdiri dari SMA/SMK 7%, D3 10%, S1 43% dan S2 40%. Pengalaman mereka dalam proses pengadaan barang/jasa baik melalui aplikasi atau secara manual adalah : sebanyak 18% berpengalaman selama 02 tahun, sebanyak 37% berpengalaman selama 3-4 tahun, sebanyak 8% berpengalaman selama 5-6 tahun dan sebanyak 37% berpengalaman lebih dari 6 tahun. Sedangkan pengalaman dalam menggunakan aplikasi untuk proses pengadaan barang/jasa secara elektronik baik itu e-tendering atau e-purchasing adalah : sebanyak 35% berpengalaman selama 1 tahun, sebanyak 31% berpengalaman selama 2 tahun, sebanyak 21% berpengalaman selama 3 tahun dan sebanyak 13% berpengalaman lebih dari 3 tahun. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1.Karakteristik Sampel
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan : SMA/SMK D3 S1 S2 Pengalaman dalam kegiatan pengadaan : 0 – 2 tahun 3 – 4 tahun 5 – 6 tahun >6 tahun Pengalaman menggunakan aplikasi : 1 tahun 2 tahun 3 tahun >3 tahun
Frekuensi
Persentase (%)
78 28
74 26
7 11 46 42
7 10 43 40
19 39 9 39
18 37 8 37
37 33 22 14
35 31 21 13
2.4.2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Uji validitas dilakukan dengan melihat validitas konvergen dan validitas diskriminan. Validitas konvergen dilihat dengan nilai loading factor dari indikator yang nilainya harus lebih besar dari 0,6.[22] Saat dilakukan uji alogaritma PLS yang pertama ada 2 indkator yang nilainya dibawah 0,6 yaitu SysQ8 dan
2.3-16
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
SysQ9 sehingga dikeluarkan dari model. Kemudian dilakukan uji alogaritma PLS kedua dan semua nilai loading factor sudah diatas 0,6. Uji selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai AVE yang harus lebih besar dari 0,5.[21] Untuk menilai validitas diskriminan dilakukan dengan melihat nilai cross loading. Nilai loading indikator pada konstruknya harus memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai loading pada konstruk yang lain. Dari hasil analisis didapat nilai loading indikator pada konstruknya sudah memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pada konstruk yang lain. Metode yang lain yaitu dengan melihat nilai akar AVE setiap konstruk yang harus lebih besar dari pada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya.[21] Tabel 2 dibawah ini menunjukkan korelasi variabel laten dengan akar AVE. Tabel 2.Korelasi Variabel Laten dengan Akar AVE AT U
Inf. Q
ITU
Inf.S
PEO U
Ser. Q
PU
Sys. Q
ATU
0,89
ITU
0,71
0,93
Inf.Q
0,24
0,18
0,71
Inf.S PEO U
0,58
0,40
0,55
0,92
0,55
0,48
0,21
0,39
0,89
PU
0,78
0,66
0,38
0,58
0,48
0,86
Ser.Q
0,45
0,45
0,43
0,51
0,39
0,49
0,84
Sys.Q
0,36
0,23
0,58
0,58
0,44
0,38
0,46
0,75
Sys.S
0,66
0,52
0,63
0,78
0,54
0,68
0,54
0,605
Sys. S
Berdasarkan tabel 3 nilai AVE untuk masing-masing konstruk lebih besar dari 0,5 sehingga telah memenuhi validitas. Nilai cronbachs alpha dan nilai composite reliability untuk masing-masing konstruk lebih besar dari 0,7 menunjukkan bahwa instrumen telah memenuhi reliabilitas. 2.4.3. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan dengan analisis inner model pada model struktural. Dalam PLS inner model dievaluasi dengan menggunakan R-squares (R2) dan nilai koefisien pada path (ß) kemudian dinilai signifikansinya berdasarkan nilai t-statistik setiap path. Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan. Nilai koefisien path menunjukkan tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan t-statistik dengan t-tabel. Skor koefisien path yang ditunjukkan t-statistik harus diatas 1,96 (t-tabel) untuk hipotesis dua ekor / two-tailed dengan alpha 5 persen. Bila nilai t-statistik diatas 1,96 maka hipotesis diterima. Hasil analisis dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini.
0,94
Pada tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa nilai akar AVE setiap konstruk sudah lebih besar dari pada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Uji Reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai composite reliability yang harus lebih besar dari 0,7.[21] Selain itu bisa juga dilakukan dengan melihat nilai cronbach alpha yang harus lebih besar dari 0,7 walaupun nilai 0,6 masih bisa diterima.[22] Tabel 3 dibawah ini menunjukkan nilai uji reliabilitas dan AVE. Tabel 3.Hasil Uji Reabilitas dan Nilai AVE AVE
Composite Reliability
Cronbachs Alpha
ATU
0,8049
0,9253
0,8792
ITU
0,8711
0,953
0,926
Inf.Q
0,5059
0,9107
0,8911
Inf.S
0,8596
0,9245
0,8379
PEOU
0,8088
0,9269
0,8818
PU
0,7565
0,903
0,8383
Ser.Q
0,7141
0,9522
0,9423
Sys.Q
0,5723
0,9226
0,9047
Sys.S
0,8923
0,9431
0,8793
Gambar 2. Model Struktural Dari hasil analisis model pada gambar 2 diatas sebagai contoh penjelasan, didapatkan nilai R-Squares variabel System Satisfaction (Sys.S) adalah R2 = 45%. Ini berarti bahwa 45% variasi yang terjadi pada konstruk System Satisfaction (Sys.S) dapat dijelaskan oleh variabel Service Quality (Ser.Q) dan System Quality (Sys.Q). Sedangkan 55% yang lain dijelaskan oleh variabel diluar konstruk. Hasil uji hipotesis pada gambar 2 menunjukkan bahwa H1 dan H2 memiliki nilai t-statistik 0,8106 dan 1,3228 lebih kecil dari t-tabel yaitu 1,96 sehingga hipotesis ditolak. sedangkan H3, H4, H5, H6, H7, H8, H10, H11 dan H12 memiliki nilai t-statistiknya lebih besar dari ttabel yaitu 1,96 sehingga hipotesis diterima. Nilai path coeffisien sebagai contoh dari System Quality (Sys.Q) menuju System Satisfaction (Sys.S) bernilai 0,4475, hal ini membuktikan terdapat hubungan positif yang terjadi antara System Quality (Sys.Q) dan System Satisfaction (Sys.S). Berdasarkan pada penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan hipotesis yang dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
2.3-17
ISSN : 2302-3805
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2015 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 2015
Tabel 5.Kesimpulan Hipotesis Hipotesis
Hasil
H1
Inf.Q -> Inf.S
Ditolak
H2
Ser.Q -> Inf.S
Ditolak
H3
Ser.Q -> Sys.S
Diterima
H4
Sys.Q -> Sys.S
Diterima
H5
Inf.S -> PU
Diterima
H6
Sys.S -> PEOU
Diterima
H7
Sys.S -> Inf.S
Diterima
H8
PEOU -> PU
Diterima
H9
PU -> ITU
Diterima
H10
PU -> ATU
Diterima
H11
PEOU -> ATU
Diterima
H12
ATU -> ITU
Diterima
[6]
[7]
[8]
[9] [10] [11] [12] [13]
3. Kesimpulan Hasil dari hipotesis pada analisis menununjukkan bahwa service quality dan system quality berpengaruh positif terhadap kepuasan pengguna terhadap sistem aplikasi epurchasing. Sedangkan information quality dan service quality tidak berpengaruh positif terhadap information satisfaction. Hal ini kemungkinan terjadi karena penerapan aplikasi e-purchasing ini baru dilaksanakan mulai tahun 2014, sehingga masih ada beberapa kekurangan berkaitan dengan informasi dan data yang disajikan. Berkaitan dengan layanan yang diberikan oleh admin dan petugas LPSE Kabupaten Sleman lebih cenderung kepada layanan berkaitan dengan sistem, karena data dan informasi pada aplikasi e-purchasing ditangani langsung oleh LKPP, sehingga kemungkinan layanan dari petugas LPSE tidak bisa memuaskan pengguna berkaitan dengan data dan informasi pada aplikasi e-purchasing. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, untuk peningkatan layanan kepada pengguna khususnya berkaitan dengan data dan informasi yang disajikan dalam aplikasi maka seharusnya data dan informasi harus selalu diupdate dan keakuratan data harus ditingkatkan. Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4]
[5]
“Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan egovernment,” 2003. “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.” 2012. “Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 Tentang e-Purchasing.” 2012. M. Sambasivan, G. P. Wemyss, and R. C. Rose, “User acceptance of a G2B system: a case of electronic procurement system in Malaysia,” Internet Res., vol. 20, no. 2, pp. 169–187, 2010. N. P. Rana, M. D. Williams, Y. K. Dwivedi, and J. Williams, “Theories and Theoretical Models for Examining the Adoption
[14] [15]
[16] [17] [18] [19]
[20] [21] [22]
of E-Government Services,” e-Service J., vol. 8, no. 2, pp. 26– 56, Jan. 2012. N. P. Rana, Y. K. Dwivedi, and M. D. Williams, “Evaluating alternative theoretical models for examining citizen centric adoption of e-government,” Transform. Gov. People, Process Policy, vol. 7, no. 1, pp. 27–49, 2013. M. G. Aboelmaged, “Predicting e-procurement adoption in a developing country: An empirical integration of technology acceptance model and theory of planned behaviour,” Ind. Manag. Data Syst., vol. 110, no. 3, pp. 392–414, 2010. C.-L. Jang, “Measuring Electronic Government Procurement Success and Testing for the Moderating Effect of Computer Self-efficacy,” Int. J. Digit. Content Technol. its Appl., vol. 4, no. 3, pp. 224–232, Jun. 2010. A. Zaied, “An Integrated Success Model for Evaluating Information System in Public Sectors,” J. Emerg. Trends Comput. Inf. Sci., vol. 3, no. 6, 2012. G. Heijboer and J. Telgen, “Electronic purchasing : determining the optimal roll-out strategy,” pp. 1–33. F. D. Davis, “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology,” MIS Q., vol. 13, no. 3, p. 319, Sep. 1989. W. H. DeLone and E. R. McLean, “Information Systems Success: The Quest for the Dependent Variable,” Inf. Syst. Res., vol. 3, no. 1, pp. 60–95, Mar. 1992. W. H. Delone, Ephraim, R. Mclean, and G. E. S. E. Scholar’s, “The DeLone and McLean model of information systems success: a ten-year update,” J. Manag. Inf. Syst., vol. 19, no. 4, pp. 9–30, 2003. B. H. Wixom and P. A. Todd, “A Theoretical Integration of User Satisfaction and Technology Acceptance,” Inf. Syst. Res., vol. 16, no. 1, pp. 85–102, Mar. 2005. C.-H. Tsai, D.-S. Zhu, Y.-L. Lan, and D.-L. Li, “A Study on the Using Behavior of Depot-Logistic Information System in Taiwan: An Integration of Satisfaction Theory and Technology Acceptance Theory,” J. Multimed., vol. 8, no. 2, Apr. 2013. L. F. Pitt, R. T. Watson, and C. B. Kavan, “Service Quality: A Measure of Information Systems Effectiveness,” MIS Q., vol. 19, no. 2, p. 173, Jun. 1995. N. Gorla, T. M. Somers, and B. Wong, “Organizational impact of system quality, information quality, and service quality,” J. Strateg. Inf. Syst., vol. 19, no. 3, pp. 207–228, Sep. 2010. Y. K. Singh, Fundamental of Research Methodology and Statistics. New Delhi: New Age International (P) Limited, 2006. H. Landrum, V. Prybutok, X. Zhang, and D. Peak, “Measuring IS System Service Quality with SERVQUAL : Users ’ Perceptions of Relative Importance of the Five SERVPERF Dimensions,” vol. 12, 2009. C. M. Ringle, S. Wende, and J.-N. Becker, “SmartPLS2.” SmartPLS, Hamburg, 2005. J. F. Hair, C. M. Ringle, and M. Sarstedt, “PLS-SEM: Indeed a Silver Bullet,” J. Mark. Theory Pract., vol. 19, no. 2, pp. 139– 152, Apr. 2011. I. Ghozali, Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square, 3rd ed. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Biodata Penulis Faisal Rahadian, memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil (S.T), Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, lulus tahun 2000. Saat ini menjadi Mahasiswa S2 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2.3-18