ANALISIS MULTILEVEL PENYEBAB BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG Yulia Nur Khayati1), Adi Prayitno2), Eti Poncorini3) 1) Universitas Ngudi Waluyo 2,3)Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat program PASCASARJANA UNS
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko kematian bayi. Komplikasi BBLR sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Dengan melihat angka kematian yang disebabkan oleh BBLR masih tinggi dan penelitian tentang faktor penyebab BBLR banyak digunakan analisis secara parsial, serta belum dianalisis secara bertingkat maka peneliti melakukan penelitian ini dengan analisis secara multilevel. Subyek dan Metode: Rancangan penelitian ini menggunakan desain case control dan menggunakan analisis multilevel. Teknik pengambilan sampel secara fixed disease sampling. Subyek penelitian ini sebanyak 120 bayi dengan perbandingan 1 : 2 antara kelompok kasus dan kontrol. Hubungan antar variabel dependen dan variabel indepanden diuji dengan analisis regresi logistik dengan pendekatan analisis multilevel menggunakan program STATA 13. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat tiga variabel pada level individu yang berpengaruh dengan kejadian BBLR dan dinyatakan signifikan secara statistik antara lain adalah pendidikan ibu (OR= 0.19; CI= 0.07-0.53; p= 0.001), Riwayat peneriksaan ANC (OR=7.76; CI= 2.18-27.62; p= 0.002), dan status gizi ibu (OR=5.61; CI= 0.21-0.79; p= 0.008) dan variabel yang tidak signifikan secara statistik adalah usia ibu serta pendapatan keluarga dan tidak terdapat peran kontekstual jarak rumah dengan fasilitas kesehatan dengan kejadian BBLR dinyatakan dengan ICC <0.001. Kesimpulan: Terdapat pengaruh antara pendidikan ibu, riwayat pemeriksaan ANC dan status gizi ibu dengan kejadian BBLR, serta tidak terdapat peran kontekstual jarak rumah dengan fasilitas kesehatan dengan kejadian BBLR. Penelitian ini menyarankan kepada tenaga kesehatan untuk meningkatkan cakupan ANC. Kata kunci: Analisis multilevel, Faktor penyebab BBLRPENDAHULUAN
218 |
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko kematian bayi. Komplikasi BBLR sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Persentase BBLR di Jawa Tengah pada tahun 2014 sebanyak (3,9%), meningkat bila dibandingkan tahun 2013 (3,75%)( Kemenkes RI, 2015; Dinkes Jateng , 2015). Faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR antara lain adalah faktor sosial budaya terdiri dari: pendapatan keluarga, pendidikan, lokasi tempat tinggal. Faktor maternal terdiri dari: usia saat melahirkan, tinggi badan, penyakit ibu saat kehamilan, BMI ibu, tinggi badan ibu, jarak antar kehamilan, keteraturan kunjungan ANC. Faktor lingkungan antara lain: penggunaan kayu bakar untuk memasak, cuci tangan dengan air saja, tidak memiliki dapur yang terpisah. Faktor janin, faktor penyakit dan faktor plasenta (Demelash. et al 2015; Wiknjosastro, 2005). Angka kematian bayi (AKB) di wilayah kerja Kabupaten Temanggung pada tahun 2014 sebesar 14.70/ 1000 kelahiran hidup, angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka kematian bayi tahun 2013 yaitu sebesar 15.44 / 1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi terbanyak di Kabupaten Temanggung tahun 2014 adalah BBLR (44,26%) ( Dinkes Temanggung, 2015). Pada hasil SDKI 2012 didapatkan hasil bahwa Daerah perdesaan mempunyai kematian perinatal yang lebih tinggi
daripada daerah perkotaan (33 dibandingkan dengan 20 kematian per 1.000 kehamilan), tetapi hal ini berbeda dengan kejadian yang ada di wilayah kerja dinas kesehatan Temanggung. Di wilayah kerja dinas kesehatan Temanggung terdapat beberapa daerah pedesaan memiliki angka kematian yang lebih rendah daripada didaerah perkotaan. Dengan melihat angka kematian yang disebabkan oleh BBLR masih tinggi dan penelitian tentang faktor penyebab BBLR banyak digunakan analisis secara parsial, serta belum dianalisis secara bertingkat maka peneliti melakukan penelitian ini dengan analisis secara multilevel. Dengan menggunakan analisis multilevel akan dapat diketahui faktor pada level mana yang lebih memberikan kontribusi besar dalam penyebab kejadian BBLR. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah case control dengan menggunakan analisis multilevel. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten Temanggung tahun 2016. Populasi penelitian adalah bayi yang lahir pada bulan November 2015 sampai Januari 2016. Sampel dipilih secara fixed disease sampling, sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 bayi dengan 40 kasus dan 80 kontrol. Analisis data yang dilakukan adalah Univariat, Bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan pendekatan analisis multilevel. HASIL Subyek dalam penelitian ini dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu bayi BBLR pada kelompok kasus (33.3%) dan bayi normal | 219
pada kelompok kontrol (66.7%). Usia ibu dikategorikan menjadi 2 yaitu usia beresiko <20 tahun dan >35 tahun (18.3%) dan usia ibu tidak beresiko 20-35 tahun (81.7%). Pendidikan ibu dikategorikan menjadi 2 yaitu pendidikan dasar (55%) dan pendidikan lanjutan (45%). Pada pendapatan keluarga dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang dari UMR sebanyak (29.2%)
dan UMR (70.8%). Riwayat ANC ibu dikategorikan menjadi 2 yaitu riwayat ANC <4 kali (14.2%) dan ≥ 4 kali (85,8%). Status gizi Ibu dikategorikan menjadi 2 yaitu KEK (20%) dan Tidak KEK (80%). Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan dikategorikan menjadi 2 yaitu dekat dengan fasilitas kesehatan (64,2%) dan jauh dengan fasilitas kesehatan (35,8%).
Tabel 1. Hasil regresi logistik dengan Pendekatan Multilevel pengaruh Usia Ibu, Pendidikan ibu, pendapatan keluarga, Status Gizi Ibu dan Jarak rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap risiko Kejadian BBLR. Variabel Independent OR CI (95%) P Batas Batas Atas Bawah Fixed Effect: - Usia Ibu 1.47 0.42 5.14 0.544 - Pendidikan Ibu 0.19 0.07 0.53 0.001 - Pendapatan Keluarga 1.88 0.66 5.34 0.232 - Riwayat ANC 7.75 2.18 27.61 0.002 - Status Gizi Ibu 5.61 0.21 0.78 0.008 Random Effect: Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan Var (konstanta) < 0.001 Intraclass correlation < 0.1 % Likelihood Ratio -59.9241 P < 0.001
Pengaruh secara multivariat menjelaskan tentang pengaruh lebih dari satu variabel independent Usia Ibu, Pendidikan Ibu, pendapatan keluarga, Riwayat ANC, Status Gizi Ibu dan Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan terhadap satu variabel dependent yaitu risiko kejadian Berat Badan Lahir rendah. Metode yang digunakan adalah regresi logistik dengan pendekatan multilevel menggunakan program STATA 13.
220 |
PEMBAHASAN Terdapat pengaruh antara usia ibu dengan kejadian BBLR namun dinyatakan tidak signifikan secara statistik p=0,544 (OR= 1,473; CI = 0,421-5,146). Usia ibu kurang dari 20 tahun serta lebih dari 35 tahun memiliki risiko untuk mengalami BBLR 1,4 kali lebih besar daripada ibu dengan usia antara 20-35 tahun. Pada usia kurang dari 20 dan lebih dari 35 tahun lebih rentan terjadi penyulit dalam kehamilan, tetapi hal ini akan dapat terkoreksi dengan dilakukannya pengawasan kehamilan dan pemeriksaan kehamilan secara rutin,
sehingga proses kehamilan ibu dan janin akan tumbuh dengan optimal. Freser et.all dalam Cunningham (2006), menyatakan bahwa kehamilan remaja lebih berisiko karena pada kehamilan remaja jarang mendapatkan konseling prakonsepsi, akan tetapi apabila konseling didapatkan pada awal kehamilan kemungkinan masih bermanfaat untuk kehamilannya. Pelayanan dan konseling kesehatan termasuk gizi agar kehamilan berlangsung sehat Merupakan salah satu konsep pelayanan antenatal terpadu. Program pemerintah yaitu pelayanan antenatal terpadu serta adanya kelas ibu hamil yang kedua program ini sudah berjalan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung dan sesuai dengan tujuan program ini adalah untuk memenuhi pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat maka program ini dapat mendeteksi dini adanya ketidaknormalan dalam kehamilan. Usia mempunyai pengaruh dalam kejadian BBLR namun secara statistik tidak signifikan, hal ini dikarenakan sudah adanya intervensi dalam program pencegahan kejadian BBLR. Dengan adanya intervensi ini maka ibu dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan mendapatkan pengawasan yang bagus dan akan mendapatkan penatalaksaan yang tepat agar tidak terjadi persalinan dengan bayi BBLR. Pendidikan kurang dari SMA memiliki risiko 0.2 kali lebih besar melahirkan bayi dengan BBLR dibanding dengan ibu dengan pendidikan SMA dan Perguruan tinggi dan secara statistik
dinyatakan signifikan dengan p= 0,001 (OR= 0,195; CI= 0.072-0.530). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Djaali dan Eriyando (2010), juga didapatkan hasil pendidikan ibu mempengaruhi berat badan bayi yang dilahirkan. Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin rendah kejadian BBLR, hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan ibu maka akan semakin baik pengetahuan ibu dalam perawatan kehamilan. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir ibu dalam mementukan perawatan kehamilannya, semakin tinggi pendidikan ibu maka akan lebih mudah untuk menerima informasi serta melaksanakan perawatan kehamilan yang baik. Pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah akan sulit menerima informasi dan program yang ada untuk perawatan kehamilan. Ibu dengan pendidikan rendah renderung tidak memperhatikan perawatan kehamilan dan tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan, sehingga tidak dapat dideteksi secara dini kelainan yang muncul pada kehamilannya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Demelesh, et.all (2015), yang menyatakan bahwa pendidikan rendah memiliki risiko untuk melahirkan dengan bayi BBLR sebesar 6 kali lebih tinggi daripada ibu dengan pendidikan tinggi (OR = 6; CI 95% : 1.34– 26.90). Terdapat pengaruh pendapatan keluarga dengan kejadian BBLR meskipun secara statistik tidak signifikan. Pendapatan keluarga dibawah UMR mempunyai risiko melahirkan bayi dengan BBLR sebesar 1.8 kali lebih besar dibanding dengan keluarga yang mempunyai pendapatan lebih besar | 221
sama dengan UMR dengan p=0,232 OR 1,886 (CI; 0,66-5,343). Dalam Permenkes No. 28 Th 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN dijelaskan bahwa pada pasien PBI (penerima bantuan iuran) mendapatkan hak untuk memperoleh pelayanan yang sama, dalam hal ini pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi, dan anak balita oleh bidan atau dokter masuk dalam pelayanan primer, oleh karena itu keluarga kurang mampu dalam penelitian disebutkan sebagai keluarga dengan penghasilan kurang dari UMR tetap mendapatkan pelayanan pemeriksaan kemilan sama seperti pasien dari keluarga mampu dengan menggunakan program BPJS BPI. Dengan menggunakan BPJS PBI ini maka keluarga dengan pengahasilan yang kurang tetap mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, dalam hal ini tetap dapat mengakses pelayanan antenatal secara rutin. Pemeriksaan kehamilan mempunyai peran penting dalam memastikan kehamilan dapat berjalan dengan baik dan mendeteksi adanya penyulit dan komplikasi. Dalam pelayanan antenatal terpadu tenaga kesehatan harus dapat memastikan kehamilan berlangsung dengan normal dan mendeteksi dini penyulit serta melakukan penatalaksanaan yang tepat. Dengan adanya kesamaan hak untuk memperoleh pemeriksaan kehamilan maka penghasilan keluarga tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Riwayat pemeriksaan kehamilan tidak sesuai standar (<4 kali) mempunyai risiko 7.7 kali lebih besar untuk melahirkan dengan BBLR dibandingkan dengan pemeriksaan kehamilan sesuai standar. 222 |
Riwayat pemeriksaan kehamilan ini juga dinyatakan signifikan secara statistik dengan p= 0.002 (OR=7.759; CI= 2.18027,616). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ninggsih (2009), yaitu pemeriksaan ANC <4 kali meningkatkan sebesar 10.17 kali untuk melahirkan bayi BBLR dengan p = 0.0002 , (CI 95% ,5.483 -13.419). Kunjungan ANC < 4 kali dapat meningkatkan kejadian BBLR dikarenakan deteksi dini kelainan dan ketidaknormalan kehamilan dalam kehamilan tidak terdeteksi secara awal, sehingga berat badan lahir tidak dapat terkoreksi. Sesuai dengan tujuan pelayanan antenal terpadu yaitu untuk mendeteksi secara dini kelainan/ penyakit/ gangguan yang diderita ibu hamil serta melakukan intervensi terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini mungkin, sehingga apabila ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC secara rutin maka akan dapat dihindari kejadian BBLR. Pemeriksaan ANC yang dilaksanakan sesuai standart yaitu minimal 4 kali selama kehamilan (Kemenkes, 2010). Status gizi ibu selama kehamilan memiliki pengaruh terhadap kejadian BBLR, ibu dengan status gizi kurang memiliki risiko 5,5 kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memiliki status gizi baik dan secara statistik signifikan dengan p= 0.008 (OR=5,61; CI= 0,2130,789). Dalam penelitian ini status gizi kurang dinyatakan dalam LILA kurang dari 23,5 cm menandakan KEK dan lebih dari 23,5 cm menandakan tidak KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ruji (2009), didapatkan hasil ukuran LILA <
23,5 cm mempuyai risiko 4,89 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi BBLR. Status gizi ibu sangat penting untuk kehamilan ibu, pada keadaan gizi kurang, simpanan zat-zat gizi ibu tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin serta kesehatan ibu. Dalam keadan seperti ini plasenta tidak berkembang dengan baik sehingga tidak mampu menyuplai zat-zat gizi dalam jumlah cukup bagi kebutuhan janin. Akibat yang mungkin terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat, bayi cacat sejak lahir, keguguran atau bayi lahir mati, bayi lahir kurang bulan (premature), atau bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Selain itu jika hal ini terjadi pada bayi perempuan, kelak dapat menghambat kemampuannya untuk melahirkan bayi yang sehat (Almatsier, 2011). Hasil penelitian ini didapatkan hasil ICC <0.1%, indikator ini menunjukkan bahwa jarak rumah dengan fasilitas kesehatan tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hasil analisis multilevel dengan ICC lebih kecil dari 8% berarti tidak ada hubungan pada level lingkungan dalam penlitian ini adalah jarak rumah dekat maupun jauh dengan fasilitas kesehatan terhadap kejadian BBLR. Hasil penelitian ini tidak terdapat perbedaan kejadian BBLR pada level lingkungan yaitu Jarak rumah dengan fasilitas kesehatan baik yang dekat maupun jauh. Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung telah memiliki fasilitas jalan dan transportasi yang sudah memadai, baik di wilayah desa maupun kota, sehingga akses ke tempat pelayanan kesehatan semakin terjangkau walupun jarak yang harus ditempuh jauh. Dengan semakin baiknya
keadaan jalan dan transportasi maka pelaksanaan pemeriksaan ANC dan kelas ibu hamil semakin baik. Selain kondisi jalan yang sudah baik, dengan adanya program bidan desa maka masyarakat dapat semakin dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak. KESIMPULAN Terdapat pengaruh antara BBLR dengan Usia ibu (OR= 1.47; CI=0.42-5.15; p=0.544), Pendidikan ibu (OR= 0,195; CI= 0.07-0.53; p= 0,001), Pendapatan Keluarga (OR 1,886, CI; 0,66-5,34; p=0,232), Riwayat ANC (OR=7.76; CI= 2.18-27,62; p= 0.002,), Status gizi ibu (OR=5,61; CI= 0,21-0,79; p= 0.008) dan Jarak rumah dengan tempat fasilitas kesehatan dengan variabel konstanta < 0.001. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta: Gramedia. Cunningham, F. 2006. Obstetri William Edisi 21. Jakarta : EGC. Demelash et al. 2015. Risk factors for low birth weight in Bale zone hospitals, South-East Ethiopia: a case– control study. BMC Pregnancy and Childbirth 15:264 DOI 10.1186/s12884-015-0677-y (diakses pada 5 oktober 2015). Dinkes Jateng. 2015. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2014. Semarang. Dinkes Temanggung. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Temanggung 2014. Temanggung. Djaali., Eriyando. 2010. Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Daerah pasar Rebo dan faktor – | 223
faktor yang berhubungan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 5 (2) (diakses pada 21 Januari 2016). Eryando,T. 2007. Aksesibilitas Kesehatan maternal di kabupaten tengerang, 2006. Makara kesehatan, vol. 11 (2):76-83 (diakses pada tanggal 12 November 2015). Jaya, N. 2009. Analisis Faktor Resiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar. Media Gizi Pangan, Vol. VII(1): 49-54 (diakses pada tanggal 2 November 2015).
224 |
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta. Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta. Misnawatie, R. 2009. Faktor yang berhubungan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) di Kabupaten Kotawaringin Timur. Tesis. Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada. Wiknjosastro, H.2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharo