1
ANALISIS MOTIF PEMBELIAN PRODUK FOTOGRAFI PADA ANGGOTA KOMUNITAS TRENGGALEK STREET PHOTOGRAPHY Bagus Surahmad
[email protected] Ilhamuddin Ika Rahma Susilawati Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Abstract The study aimed to identify buying motive of photography products in Trenggalek Street Photography (TSP) community. This study used qualitative method with phenomenological approach. Data were collected by moderate participative observation, semistructured interviews and supported by data documentation. Selection of subjects used a purposive sampling method. subject consisted of four active member. Data was analyzed by Miles and Huberman’s data reduction. The results showed member always think carefully before purchasing as it part of rationality aspect. Choose online shopping as practical way, and Community could be reference group in considering to buy the photography products. Keyword : Buying Motives, Community
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif pembelian produk fotografi. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur, observasi partisipan moderat dan didukung dengan studi dokumentasi. Penentuan subjek menggunakan teknik purposive sampling. Subjek terdiri dari empat orang anggota komunitas yang aktif. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan model analisis redukdi data dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motif pembelian anggota komunitas selalu berhati-hati saat melakukan pembelian. Kehati-hati saat membeli merupakan penggunaan aspek rasionalitas. Pembelian daring memiliki kepraktisan dalam berbelanja. Kontribusi komunitas TSP sebagai reference group saat melakukan pembelian produk fotografi. Kata Kunci : Motif Pembelian, Komunitas Fotografi
2
LATAR BELAKANG Beberapa tahun ini, fotografi seakan menjadi daya tarik yang kuat bagi sebagian orang di Indonesia. Fotografi adalah suatu proses untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek yang memantulkan cahaya yang kemudian cahaya tersebut di tangkap oleh kamera. Fotografi pertama kali berkembang di Eropa pada tahun 1820-an. Fotografi masuk di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Kahssian Chepas (1845-1912) adalah pribumi pertama yang menekuni fotografi di Indonesia. Bangsa Indonesia benar-benar mengenal fotografi pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942 karena pada masa itu, Jepang melatih orang Indonesia untuk menjadi fotografer di kantor berita Domei demi kebutuhan propaganda. Pasca Kemerdekaan, terbentuk berbagai organisasi atau klub foto amatir seperti Gaperfi, PAF Bandung, LFCN, Majalah Foto Indonesia dan Federasi Perkumpulan-perkumpulan Senifoto Indonesia (FPSI) (Widijanto, 2012). Fotografi banyak dijadikan hobi bagi sebagian orang dan beberapa diantaranya menekuni hobinya hingga menjadi fotografer profesional. Kesamaan hobi ini membuat sebagian masyarakat Indonesia membentuk sebuah komunitas. Menurut Hermawan (Nurazizah, 2011), komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh individu-individu yang kedudukannya setara. Salah satu komunitas fotografi yang terbentuk dari kesamaan hobi adalah Komunitas Trenggalek Street Photography (TSP). Komunitas ini memiliki keunikan karena komunitas ini merupakan gabungan dari berbagai komunitas-komunitas fotografi yang ada di Trenggalek yang bersatu membentuk komunitas bersama. Komunitas TSP memiliki anggota aktif kurang lebih sebanyak 31 orang. Setiap orang memiliki berbagai kebutuhan. Kebutuhan dasar manusia bersifat fisiologis meliputi kebutuhan akan makanan, air, udara, pakaian dan perumahan. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan primer karena semua ini dibutuhkan untuk meneruskan kehidupan biologisnya. Kebutuhan yang dipelajari sebagai jawaban terhadap kebudayaan atau lingkungan kita disebut kebutuhan perolehan (acquired need). Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk memperoleh penghargaan diri, martabat, kasih sayang, kekuasaan dan pengetahuan. Kebutuhan peroleh ini biasanya bersifat psikolgis maka dianggap sebagai kebutuhan sekuder (Schiffman & Kanuk, 2008). Kebutuhan untuk pemenuhan produk fotografi bagi anggota komunitas fotografi termasuk dalam kebutuhan sekunder karena merupakan kebutuhan yang dipelajari sebagai jawaban terhadap lingkungan.
3
Keputusan yang dilakukan konsumen dalam pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh dari lingkungan konsumen atau faktor eksternal maupun dari pengaruh pribadi atau internal. Pengaruh tersebut tidak terlepas dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial dan individu (Engel, Blackwell & Miniard, 1994). Pengaruh pribadi dalam pembelian berasal dari individu konsumen tersebut dan motif merupakan pengaruh internal dari konsumen. Menurut Sperling (Mangkunegara, 2009) motif adalah kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam dirinya (drive) menuju penyesuaian diri untuk memenuhi kebutuhan diri dan rasa puas. Penyesuaian diri ini dikatakan untuk memuaskan motif. Menurut Stanton (Mangkunegara, 2009), suatu motif adalah kebutuhan yang distimuli yang dicari oleh individu dengan berorientasi pada tujuan untuk mencapai rasa puas. Motivasi adalah kondisi yang menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya (Mangkunegara, 2008). Motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang dihasilkan oleh keadaan tertekan sebagai akibat kebutuhan yang belum terpenuhi sehingga memaksa mereka untuk bertindak (Schiffman & Kanuk, 2008). Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan apa yang dinamakan motif rasional dan motif emosional. Motif rasional menyatakan bahwa konsumen memilih produk berdasarkan kriteria yang objektif seperti ukuran, berat atau harga. Motif rasional selalu mencari alternatif tebaik dalam setiap pemilihan produk yang dilakukannya. Motif emosional lebih mendasarkan pilihan pada alasan-alasan yang lebih subjektif seperti kebanggaan, status, kasih sayang atau ketakutan. Asumsi yang mendasari perbedaan tersebut adalah bahwa kriteria emosional tidak memaksimumkan kegunaan atau kepuasan. Perspektif riset positivis memandang semua perilaku konsumen digerakkan secara rasional dan mereka berusaha memisahkan penyebab perilaku tersebut sehingga mereka dapat meramalkan dan mempengaruhi perilaku tersebut di waktu yang akan datang (Schiffman & Kanuk, 2008). Pengaruh lingkungan merupakan pengaruh yang berasal diluar diri individu tersebut. Setiap hari, kebanyakan individu melakukan interaksi dengan orang lain terutama para anggota keluarga mereka sendiri (Schiffman & Kanuk, 2008). Mangkunegara (2002) menyebutkan bahwa suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen disebut dengan reference group. Kelompok acuan disini merupakan kumpulan dari keluarga, kelompok atau organisasi tertentu. Penelitian ini melakukan analisis mengenai motif yang mendasari anggota komunitas Trenggalek Street Photography saat melakukan pembelian produk-produk fotografi baik secara belanja daring maupun secara konvensional dengan mendatangi toko secara langsung
4
serta adakah pengaruh yang diberikan komunitas terhadap anggota komunitas yang akan berbelanja produk-produk fotografi. LANDASAN TEORI A. Motif Menurut Sperling (Mangkunegara, 2009), motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan dalam beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri inilah yang dikatakan untuk memuaskan motif. Menurut Stanton (Mangkunegara, 2009), suatu motif merupakan suatu kebutuhan yang distimuli, dicari oleh individu dengan berorientasi pada tujuan untuk mencapai rasa puas, sehingga motif dapat didefinisikan sebagai suatu dorongan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen konsumen tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Motivasi didefinisikan oleh Stanford (Mangkunegara, 2009) sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Motivasi menurut Baron, dkk (Mangkunegara, 2009) dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya. Motif belanja di ketahui menjadi penyebab yang mendasari mengapa orangorang berbelanja dan di sesuaikan terhadap kesenangan dan kepuasaan individu, pemahaman yang lebih baik dari motif pembeliaan mengarah ke retailer untuk memahami dan dapat meramalkan perilaku pembelian konsumen. Motif belanja yang terkait dengan pilihan media interaksi terasa seperti social, browsing dan situs perbandingan, demikian motif yang berbeda memungkinkan pembeli untuk mengubah perilaku pembelian mereka serta memilih media yang tepat (Suhartini, 2011). Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan antara apa yang dinamakan motif rasional dan motif emosional. Istilah rasionalitas dalam ekonomi tradisional menganggap bahwa konsumen berperilaku rasional jika mereka secara teliti mempertimbangkan semua alternatif dan memilih alternatif yang memberikan keuntungan terbesar. Rasionalitas para konsumen dalam memenuhi kebutuhan menggunakan kriteria yang betul-betul objektif seperti ukuran, berat, harga atau
5
kualitas yang dihasilkan. Motif Emosional sendiri mengandung arti bahwa pemilihan produk untuk pemunuhan kebutuhan lebih bersifat subjektif atau pribadi seperti kebanggan, ketakutan, kasih sayang dan status. Penilaian kepuasan sendiri merupakan proses yang sangat pribadi yang di dasarkan pada kebutuhan konsumen itu sendiri maupun pada pengalaman perilaku dan sosial (yang dipelajari) di waktu lalu (Schiffman & Kanuk, 2008). B. Kelompok Acuan (Reference Group) Mangkunegara (2002) menyebutkan bahwa suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku konsumen disebut dengan reference group. Kelompok acuan disini merupakan kumpulan dari keluarga, kelompok atau organisasi tertentu. Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) reference group adalah setiap orang atau kelompok yang dianggap sebagai dasar perbandingan (atau rujukan) bagi seseorang dalam membentuk nilai-nilai dan sikap umum atau khusus, atau pedoman khusus bagi perilaku. Ada dua macam reference group yaitu : 1. Kelompok Acuan Normatif Kelompok acuan normatif adalah kelompok acuan yang mempengaruhi nilai atau perilaku yang ditentukan secara umum atau luas. 2. Kelompok Acuan Komparatif Kelompok acuan komparatif adalah kelompok yang diperlakukan sebagai tolak ukur bagi sikap atau perilaku yang ditentukan secara khusus atau sempit. Kelompok dan komunitas memiliki arti yang hampir sama. yaitu sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain. Istilah kata komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Menurut Hermawan, komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Proses pembentukannya bersifat horisontal karena dilakukan oleh individu-individu yang kedudukannya setara (Nurazizah, 2011) Tingkat pengaruh yang diberikan reference group pada perilaku perorangan biasanya tergantung pada sifat individu, produk dan faktor sosial tertentu. Berikut ini merupakan dampak reference group terhadap perilaku pembelian yang dilakukan oleh konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2008) :
6
1. Informasi dan Pengalaman Orang yang mempunyai pengalaman langsung dengan suatu produk/jasa atau dengan mudah dapat memperoleh informasi yang lengkap mengenai hal itu, kecil kemungkinan dipengaruhi oleh nasihat atau teladan orang lain. Sebaliknya, seseorang yang sedikit atau sama sekali tidak mempunyai pengalaman dengan suatu produk/jasa dan tidak mengharapkan untuk memperoleh informasi yang obyektif mengenai hal itu, lebih mungkin mencari-cari nasihat atau teladan dari orang lain. 2. Kredibilitas, Daya Tarik, dan Kekuatan Reference Group Reference group yang memiliki faktor kredibilitas, daya tarik dan kekuatan dapat menimbulkan perubahan sikap dan perilaku konsumen. Berikut ini adalah ciri-ciri konsumen yang terpengaruh dari reference group yang memiliki kekuatan, kredibilitas dan daya tarik bagi konsumen, yaitu: a. Jika konsumen ingin sekali memperoleh informasi yang tepat mengenai kinerja atau kualitas suatu produk/jasa mereka mungkin terbujuk oleh orang-orang yang mereka anggap dapat dipercayai dan berpengetahuan yaitu sumber-sumber yang mempunyai kredibilitas tinggi. b. Jika konsumen memperhatikan penerimaan, persetujuan atau yang memberi mereka status, mungkin menggunakan pilihan produk yang sesuai dengan kelompok tersebut. c. Jika konsumen menggunakan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh seseorang maka mereka akan memilih produk/jasa yang sesuai dengan norma kelompok itu agar terhindar dari ejekan atau hukuman. 3. Sifat Menonjol Produk Produk yang menonjol secara visual adalah produk yang mencolok dan diperhatikan (barang mewah). Produk yang menonjol secara verbal dapat digambarkan dengan mudah dibandingkan dengan yang lain. Produk yang sangat menonjol dan mengungkapkan status misalnya mobil dan kamera dibeli dengan memperhatikan reaksi orang lain, sedangkan produk yang dipakai sendiri misalnya sabun mandi dan pasta gigi, kecil kemungkinan dibeli dengan mengacu pada reference group. METODE Partisipan dan Desain Penelitian Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penentuan subjek menggunakan teknik purposive sampling. Subjek terdiri dari empat orang
7
anggota komunitas yang aktif dan pernah melakukan belanja produk fotografi baik secara daring maupun konvensional dengan datang ke toko secara langsung. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model analisis data dari Miles dan Huberman dengan tiga tahap proses yaitu reduksi data, penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Teknik Pengumpulan Data Dan Prosedur Penelitian Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara observasi partisipan moderat, wawancara semi terstruktur dan didukung dengan studi dokumentasi. Data primer pada penelitian adalah empat orang anggota komunitas aktif yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian, sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah hal-hal yang mendukung data primer seperti bukti pembelian dan orang yang mengetahui subjek penelitian. Cara pengambilan data penelitian ini bermula dari penyusunan guide line interview yang kemudian menjadi acuan untuk melakukan wawancara kepada subjek. Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan penelitian pendahuluan untuk membangun rapport dan menghimpun data permulaan tentang komunitas. Penelitian dilakukan sebanyak dua kali pengambilan data. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Hasil Penelitian No 1. 2. 3.
Identitas Subyek Nama Inisial Usia Asal Kota
4. 5.
Jenis Kelamin Status Perkawinan Pekerjaan
6.
6. 7. 8.
9.
Pendidikan Terakhir Status Komunitas Produk yang dibeli
Kontribusi komunitas
Subjek 1 IH 23 tahun Trenggalek Jawa Timur Laki-laki Belum Menikah
Subjek 2 KA 22 tahun Trenggalek, Jawa Timur Laki-laki Belum Menikah
Subjek 3 RKD 18 tahun Trenggalek, Jawa Timur Perempuan Belum Menikah
Subjek 4 ITP 23 tahun Trenggalek, Jawa Timur Laki-laki Belum Menikah
Wirausahawan, fotografer
Pelajar 12)
Karyawan BUMN
D1
Freelancer kantor pemerintah SMA
SMA
S1
Aktif , Pengurus
Aktif, Pengurus
Aktif, Pengurus
Aktif
Kamera, lensa, screen guard, tas, peralatan studio rujukan informasi
Lensa tele, battery grip
Kamera, properti model
Kamera, lensa
media sharing, rujukan informasi
rujukan informasi
(kelas
lensa, untuk
bank
rujukan informasi
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa, ketiga subjek berusia 22 sampai 23 tahun sedangkan seorang subjek berusia 18 tahun. Tiga dari empat subjek diatas berjenis
8
kelamin laki-laki. Saat wawancara berlangsung semua subjek pernah mengenyam pendidikan tingkat SMA. Tiga dari empat subjek pernah menjalani pendidikan lanjutan selepas lulus dari SMA. Seorang subjek bekerja merupakan wirausahawan yang menekuni bidang fotografi. Seorang subjek merupakan pekerja lepas atau biasa disebut freelancer yang bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah kantor Statistik di Trenggalek. Seorang subjek masih bersekolah kelas 12 di tingkat SMA dan seorang subjek bekerja di salah satu bank BUMN terbesar di Indonesia. DISKUSI Berdasarkan hasil penelitian, usia 18 tahun dapat digolongkan dalam fase perkembangan remaja akhir. Menurut Schiffman dan Kanuk (2008), meskipun seorang remaja cenderung melihat teman-temannya untuk menjadi model perilaku konsumen, namun pada akhirnya remaja akan tetap menyukai suatu produk karena alasan sederhana seperti orang tua mereka menyetujui keputusan pembelian produk tersebut. Usia 20-40 merupakan masa dimana seseorang berada dalam fase dewasa. Masa dewasa awal merupakan awal dari pembentukan kemandirian sesorang secara pribadi maupun ekonomi, seperti perkembangan karir, pemilihan pasangan dan memulai keluarga (Santrock, 2002). Dilihat perkembangan kognitifnya, seseorang dalam fase dewasa awal sudah dapat berfikir reflektif dan menekankan pada logika kompleks serta melibatkan intuisi dan emosi (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Beberapa subjek penelitian juga berada dalam fase perkembangan ini. Beberapa diantaranya sudah mendapatkan dan menjalani pekerjaan yang dapat membentuk kemandirian secara ekonomi sehingga membuatnya dapat melakukan pertimbangan dalam pembelian terbaik yang dapat dilakukannya karena telah dapat berfikir dengan logika yang kompleks dengan melibatkan intusi dan emosi. Beragam profesi pekerjaan yang dijalani subjek penelitian mulai dari fotografer, pegawai di bank, freelancer di kantor pemerintah sampai pelajar SMA memunculkan perbedaan dalam ragam pembelian yang dilakukannya. Subjek yang berprofesi sebagai fotografer memiliki ragam pembelian yang paling banyak dibandingkan dengan subjek yang lain. Subjek yang bekerja sebagai pegawai di bank memiliki ragam pembelian yang lebih banyak dibandingkan dengan subjek yang bekerja sebagai freelancer. Perbandingan jumlah pembelian yang beragam diantara profesi dari masing-masing subjek menunjukkan jumlah yang berbeda antar subjek Menurut Schiffman dan Kanuk (2008), Status pekerjaan dan penghasilan memang mempengaruhi dalam hal inovasi pembelian produk. Konsumen yang memiliki penghasilan serta status pekerjaan yang lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk
9
melakukan pembelian yang lebih beragam jenisnya dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan konsumen yang memiliki penghasilan serta status pekerjaan yang lebih rendah. Kelompok menurut Schiffman dan Kanuk (2008) adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran perorangan atau bersama. Tipe kelompok rujukan dari komunitas TSP adalah tipe kelompok persahabatan yang kebetulan memiliki hobi yang sama yaitu fotografi. Komunitas bagi subjek berkontribusi dalam pencarian informasi. Pencarian informasi yang dilakukan subjek tidak langsung bertanya di forum resmi yang dilakukan komunitas, tapi lebih bertanya kepada anggota komunitas yang memiliki kedekatan yang cukup erat dengan subjek. Pencarian informasi terkait pembelian terutama dikhususkan menanyakan lokasi pembelian yang sudah menjadi favorit atau sudah popular dimata anggota komunitas. Hal tersebut merupakan jalan antisipasi yang dilakukan subjek agar terhindar dari kekecewaan setelah melakukan pembelian. Subjek menjadikan komunitas TSP sebagai reference group yang berguna dalam mencari informasi dan pengalaman (Schiffman & Kanuk, 2008). Pencarian informasi terkait kepemilikan produk yang dibeli menjadi salah satu informasi yang dicari. Subjek menjadikan komunitas sebagai reference group sebagai pusat informasi dan pengalaman orang lain. Pengalaman langsung dari teman anggota di komunitas menjadi pertimbangan dan menjadi pilihan karena pengalaman pembelian tersebut menjadi contoh yang baik yang terbukti menghindari kekecewaan setelah pembelian. Komunitas juga dianggap sebagai tempat media sharing. Tempat berbagi ilmu, pekerjaan dan informasi. Komunitas dijadikan sebagai reference group dengan pengaruh oleh tipe kontak interaksi mereka sebagai kelompok persahabatan (Schiffman & Kanuk 2008). Pendapat teman merupakan pengaruh yang penting dalam menentukan produk yang kemungkinan dibeli. Kecenderungan pengaruh komunitas dalam pembelian produk fotografi memang berbeda bagi setiap anggota komunitas. Komunitas sebagai reference group bagi sebagian anggota komunitas ada yang memberikan banyak kontribusi saat melakukan pembelian, ada pula yang sedikit memberikan kontribusinya dalam kegiatan pembelian yang dilakukan anggota komuitas. Komunitas TSP sebagai reference group bagi sebagian anggota komunitas bisa diklasifikasikan menurut jenisnya sebagai kelompok sekunder karena anggota komunitas sering bertatap muka namun intensitasnya terbatas (Engel, Blackwell & Miniard, 1994). Motif konsumen saat membeli suatu produk bisa digolongkan apakah konsumen tersebut masuk dalam motif pembelian yang rasional atau motif pembelian yang emosional dengan memperlihatkan banyak aspek afektif atau perasaan yang dialamai konsumen tersebut. Konsumen dapat dikatakan memiliki motif pembelian yang rasional jika selalu mencari berbagai informasi sebelum melakukan pembelian dan memilih alternatif terbaik saat
10
membelinya. Konsumen dapat dikategorikan memiliki motif pembelian yang emosional jika kriteria yang digunakan subjektif atau pribadi. (Schiffman & Kanuk, 2008) Konsumen yang memiliki kecenderungan dengan motif rasional, setiap pembeliannya, selalu berhati-hati dalam memilih alternatif-alternatif yang terbaik saat membeli. Kecenderungan pembelian yang dilakukan oleh konsumen yang mengedepankan aspek rasionalitas dalam pembelian banyak menggunakan pencarian, hal ini terlihat pada semua subjek penelitian, tetapi, salah satu keputusan pembelian produk yang dilakukan subjek ada yang dipicu oleh emosional yang ingin mendapat produk yang sesuai dengan keinginannya dan berujung pada kekecewaan karena produk tidak sempurna dan mengabaikan saran dari temanteman subjek sehingga aspek afektif terlihat dalam pembelian ini sehingga bisa disebut pembelian tersebut adalah pembelian dengan motif emosional karena pemenuhan kebutuhannya lebih bersifat pribadi (Schiffman & Kanuk, 2008). Pembelian secara langsung maupun daring sebenarnya tidaklah berbeda. Pembeda antara membeli langsung dan daring hanyalah cara mendapatkan produk tersebut, apakah melalui perantara ataukah langsung didapatkan konsumen produk yang dibelinya. Pertimbangan saat membeli secara langsung adalah lokasi pembelian produk tersebut. Lokasi tersebut harus terjangkau oleh subjek. Lokasi yang terlampau jauh dari domisili subjek meskipun bisa dijangkau tentu akan berimbas pada besarnya ongkos perjalanan dan waktu yang lama saat melakukan pembelian, hal ini membuat kemudahan dalam berbelanja tidak terwujud. Pertimbangan pembelian langsung yang dilakukan oleh subjek selain lokasi pembelian adalah memperhatikan garansi jika produk tersebut adalah produk baru, harga produk yang ada kemudian dibandingkan dengan merek tertentu dan kualitas produk kualitas produk biasanya mengikuti harga serta kepopuleran toko tersebut menurut teman-teman anggota komunitas. Mengenai kualitas produk yang berbanding lurus dengan harga dari produk merupakan hal yang tidak bisa disalahkan karena sebenarnya definisi kualitas ditentukan sendiri oleh konsumen tersebut (Suhartini, 2011). Pertimbangan melihat kondisi produk secara langsung merupakan salah satu keunggulan dalam membeli secara langsung di toko. Saat melihat kondisi produk secara langsung, konsumen dapat melihat apakah kelengkapan dari produk tersebut komplit dan apakah ada kecatatan pada produk tersebut dan tidak jarang konsumen juga dapat mencoba langsung produk yang akan dibeli, sehingga konsumen dapat langsung puas setelah melakukan pembelian, berbeda dengan pembelian daring yang mungkin puas mungkin tidak puas saat produk yang dipesan datang. Keuntungan membeli secara langsung adalah dapat melihat kondisi produk secara langsung apakah kelengkapan produk komplit dan ketiadaan kecatatan
11
dari produk. Keuntungan belanja secara langsung di toko menurut Wolfinbarger dan Gilly (2000) antara lain suasana dalam pembelian seperti suara orang lain yang sedang bertransaksi membeli atau suara penjual yang mendagangkan produknya, menyentuh dan mencoba produk yang akan membeli secara langsung, bisa minta pendapat dari penjual produk, kepuasan yang langsung didapat setelah pembelian, jaminan dari produk seperti kualitas dan ketiadaan produk cacat. Pertimbangan
pembelian
daring
setiap
subjek
memiliki
perbedaan
dalam
mempertimbangkan pembeliannya. Secara umum, semua subjek mempertimbangkan keaslian situs dan recommended seller. Pertimbangan nilai rekomendasi penjual yang tinggi ditujukan agar tidak tertipu. Keaslian dari situs penjual toko daring dapat dilihat dari nilai rekomendasi penjual dan kewajaran harga dari produk yang ditawarkan. Nilai rekomendasi penjual memang aspek yang sangat diperhatikan dan membutuhkan perhatian khusus dibandingkan belanja secara langsung (Suhartini, 2011). Pertimbangan melakukan belanja daring adalah kepraktisan saat melakukan pembelian. Pencarian informasi sebelum pembelian selalu dilakukan subjek. Informasi yang menampilkan berita terkini dan produk terbaru akan menambah minat konsumen untuk mengunjungi laman toko daring dan membelinya. Pembelian daring membuat konsumen merasakan praktis sehingga nyaman saat melakukan pembelian. Konsumen tidak akan menghabiskan banyak waktu untuk membeli produk dengan mendatangi toko satu per satu. Pembayaran dipermudah dengan mendatangi ATM atau menggunakan mobile banking yang tentu saja akan memudahkan dalam bertransaksi. Menentukan pilihan pada pembelian daring ataupun pembelian langsung yang dilakukan oleh konsumen tentu menimbang keuntungan atau kekurangan saat membeli produk tersebut. Menurut Wolfinbarger dan Gilly (2000) keuntungan berbelanja secara daring adalah kenyamanan dalam berbelanja. Konsumen tidak harus berpakaian rapi untuk berbelanja, tidak harus berjalan dari satu toko ke toko lain, ketersediaan informasi di website yang lengkap, kemudahan dalam mengakses website 24 jam sehari dan kemudahan membandingkan produk di berbagai atribut, termasuk harga produk tersebut. Kerugian jika membeli secara daring adalah tidak bisa menyentuh atau mencoba produk tersebut dan tidak dapat bertanya langsung kepada penjual ketika membutuhkan bantuan atau mendapat respon yang lambat untuk balasan surel, sehingga resiko dalam membeli daring cukup tinggi. Pada dasarnya pemahaman persepsi risiko dalam perilaku konsumen menyiratkan konsumen akan meminimalkan risiko yang dirasakan pertama untuk menghindari aspek negatif dan konsumen mengalami ketidakpastian pra-pembelian dan jenis kerugian yang dihasilkan dari pembelian serta penggunaan produk (Naiyi, 2004)
12
DAFTAR PUSTAKA Engel, F. J. Blackwell R.D dan Miniard P.W. (1994). Perilaku Konsumen. Jakarta : Binarupa Aksara Iskandar. ( 2009). Metodologi penelitian kualitatif : aplikasi untuk penelitian pendidikan, hukum, ekonomi dan manajemen, sosial, humaniora, politik, agama dan filsafat. Jakarta : Rineka Cipta Li, H., Kuo, C., dan Rusell M.A. (2006). The Impact of Perceived Channel Utilities, Shopping Orientations, and Demographics on the Consumer's Online Buying Behavior. Journal of Computer-Mediated Communication Volume 5, Issue 2 diunduh dari http://www.citeulike.org/user/m884/article/4828018 Mangkunegara, A.P. (2009). Perilaku Konsumen. Bandung : Rafika Aditama Moleong, I. J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Naiyi, Y. E. (2004). Dimensions of Consumer’s Perceived Risk in Online Shopping. Journal of Electronic Science and Technology of China vol. 2 No.3 diunduh dari mgmt.uestc.edu.cn/.../2Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2009). Human Development : Perkembangan Manusia (Edisi 10, buku 2). Jakarta : Salemba Humanika Said, E.F. (2012). Interaksi Manusia dan Komputer – Pengertian dan Sejarah Fotografi. Diakses tanggal 7 Maret 2012 dari http://fairuzelsaid.wordpress.com/2011/10/31/interaksi-manusia-dan-komputerpengertian-dan-sejarah-fotografi/ Santrock, J. W. (2002). Psikologi Perkembangan, jilid 2. Jakarta: Erlangga Schiffman, Leon dan Kanuk L.L. (2008). Perilaku Konsumen. Jakarta : Indeks Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Suhartini. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motif Belanja Secara Online Di Komunitas Kaskus Semarang. Jurnal Universitas Diponegoro Semarang di unduh dari http://eprints.undip.ac.id/29296/1/JURNAL_SKRIPSI.pdf Tjiptono, Fandy, Candra, G. dan Andriana, D. (2008). Pemasaran Strategik. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta Widijanto, T. P. (2012). Cephas Kahssian Ikut Menanamkan Jejak-jejak Fotografi Indonesia. Diakses tanggal 8 Agustus 2012 dari www.kompas.com/news/read/2012/07/27/1112292/Cephas.Kahssian.Ikut.Menanamka n.Jejak.jejak.Fotografi.Indonesia.htm
13
Wolfinbarger, Mary dan Gilly, M. (2000). Consumer Motivations for Online Shopping. Journal Consumption of Markets & Culture Volume 4, Number 2. United States diunduh tanggal 7 januari 2013 dari http://www.crito.uci.edu/noah/CMC%20Website/CMC%20PDFs/CMC4_2.pdf