1
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KELURAHAN SAKO BARU KECAMATAN SAKO KOTA PALEMBANG SETELAH PEMEKARAN Oleh. Drs. Mudasir, M. Si. M.Pd. Penulis : Koordinator Widyaiswara Provinsi Sumsel. ABSTRAK Sebagai wilayah Kelurahan baru, Sako Baru masih terus berupaya untuk memberikan pelayanan secara prima kepada publik meskipun masih dibutuhkannya beberapa sarana penunjang guna memenuhi kebutuhan administratif di Kantor, salah satunya yaitu pelayanan umum. Melalui penelitian ini akan dilihat bagaimana kualitas pelayanan umum di Kantor Kelurahan Sako Baru, serta kendala yang dihadapi. Berkenaan dengan hasil penelitian terlihat bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru setelah diadakannya pelayanan, secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik. Hal tersebut terlihat dari bobot untuk keseluruhan indikator yaitu 135,83 dimana berdasarkan gradasi yang dibuat skor tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru berada dalam kategori baik. Lebih lanjut dapat dilihat dari 10 indikator dengan 17 item yang diukur, 15 diantaranya termasuk dalam kategori baik. Sedangkan dua lainnya berada dalam kategori tidak baik, yaitu berkenan dengan ketepatan waktu penyelesaian produk pelayanan dan tingkat kedisiplinan pegawai yang masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kasimpulan bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru setelah diadakan pelayanan secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik, kendala yang dihadapi dalam pelayanan berkenan dengan kedisiplinan pegawai dan kepastian waktu pelayanan. Adapun saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian antara lain: pengadaan kegiatan kerja dengan memanfaatkan sambungan secara on-line ke tiap Kantor, mengadakan peningkatan keterampilan pegawai, penerapan sanksi yang tegas untuk setiap pegawai guna mewujudkan kualitas pelayanan bagi masyarakat setempat. Kata kunci : Kualitas pelayanan dan disiplin A. Latar Belakang Pemerintahan daerah merupakan bagian yang sangat penting dalam sendi negara kesatuan dan negara kesatuan republik Indonesia sangat memahami
2
pentingnya pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat pada pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamademen, lebih lanjut pasal 18 ini menyebut bahwa negara kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi lagi atas Kabupaten dan kota. Setiap Kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur Undang-undang, jadi pada hakekatnya negara kesatuan republik Indonesia sangat menghargai pemerintahan daerah dan setiap pemerintah daerah diberikan otonomi daerah yang nantinya otonomi daerah tersebut pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri, baik dalam melaksanakan pembangunan maupun memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seiring dengan perubahan zaman dan dinamika kehidupan masyarakat harus dilayani dan terselenggaranya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan tanggung jawab, maka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah harus senantiasa terus meningkat. Beitu juga pada
Kota Palembang, sehingga mambawa
konsekuensi untuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan oleh sebab itu dalam penyelenggaraan pemerintahan harus direspon dengan berbagai kebijaksanaan pemerintahan yang tepat dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah merupakan tema lama yang nampaknya selalu menemukan 1 aktualitas dan relevansinya. Dikatakan tema lama karena Undang-undang Dasar 1945 telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah. Seiring dengan ditetapkannya UUD 1945, sejak itu pengaturan tentang pemerintahan daerah dalam Undang-undang sebagai penjabaran pasal 18 mulai
3
ramai diperdebatkan, adapun Undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang komite nasional daerah, 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang pemerintah daerah, 3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang pemerintahan negara Indonesia Timur, 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jelas negara pada hakekatnya sangat menghargai hak-hak usul daerah yang telah di otonom sepenuhnya dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Sedarmayanti (2003 : 3) menyebutkan bahwa : Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, yang pada hakekatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang adil dan makmur, pemberian, pelimpahan dan penyerapan tugas-tugas kepada kepala daerah. Berdasarkan pendapat di atas maka otonomi daerah bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, selnjutnya Logeman (dalam Koswara, 2001 : 59) menyatakan otonomi
4
sebagai berikut : Bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik kekuasaan tindakan mereka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang memerintah sendiri daerahnya adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri. Berdasarkan hal-hal di atas maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan kurang dapat menjalankan hal-hal tersebut. Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 dinilai tidak sesuai lagi dengan jiwa Undangundang Dasar 1945 negara perlu mengakui serta menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Seiring dengan berjalannya reformasi dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dilengkapi dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menyangkut pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung pada keadaan dianggap penting. Namun demikian keluarnya Undang-undang otonomi daerah tersebut tidak akan berarti apa-apa apabila aspirasi masyarakat daerah tetap kurang diperhatikan, karena semangat dari kedua Undang-undang tersebut pada hakekatnya adalah sebagaimana pemerintah pusat merespon keinginan dan aspirasi masyarakat daerah sehingga pembangunan didaerah sesuai dengan kebutuhan kondisi daerah
5
tersebut. Untuk itu masyarakat diberikan dalam bentuk kewenangan dalam mengatur urusan rumah tangga sendiri, sehingga diharapkan akan terbentuk masyarakat yang bermartabat, sejahtera, dan merata diseluruh wilayah Indonesia. Sadu Wasistiono (2001 : 49) menyebut bahwa : Adanya perubahan kebijakan otonomi daerah perlu diikuti dengan penataan kembali organisasi pemerintahan daerah secara mendasar. Penataan daerah tersebut dapat berupa : a. Pembentukan unit organisasi baru. b. Penggabungan organisasi yang sudah ada. c. Penghapusan unit-unit yang sudah ada dan perubahan bentuk unit-unit yang telah ada. Berdasarkan hal di atas penyelenggaraan otonomi daerah dapat dengan penataan organisasi pemerintahan daerah agar otonomi daerah dapat berjalan dengan baik. Pasal 120 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Sedangkan menurut bab I Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 Keluaraha adalah sebagai berikut : Kelurahan atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut kelurahan adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.serta kelurahan lebih lanjut diatur dalam pasla 127 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai
6
berikut : 1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan perda berpedoman pada peraturan pemerintah, 2. Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di pimpin oleh Lurah yang adalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari bupati/walikota, 3. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 lurah mempunyai tugas : a. Pelaksanaan kegiata pemerintahan kelurahan b. Pemberdayaan masyarakat c. Pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum dan d. Pemeliharaan sarana dan fasilitas pelayanan umum. 4. Lurah sebagaimana di maksud pada ayat 2 diangkat oleh bupati/walikota atas usul xamat dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 5. Dalam melaksnakan tugas sebagaimana dimakdus pada ayat 3 lurah bertanggung jawab kepada bupati atau walikota melalui camat, 6. Lurah dalam melaksnakan tugas sebagaimana dimakdus pada ayat 3 dibantu perangkat kelurahan, 7. Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada aya 6 bertanggung jawab pada lurah, 8. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah sebagaimana pada ayat 3 dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang di tetapkan Perda, 9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 6 dan ayat 7 ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan perundang-undangan.
Saat berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemetintahan daerah desa-desa yang berada dalam wilayah kota secara otomatis berubah statusnya menjadi kelurahan, setelah Undang-undang Nomor 22 taun 1999 tentang pemerintahan daerah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 seketika berubah dengan pembentukan daerah otonom kota, begitu pula dengan desa yang berada diperkotaan dalam pemerintahan kabupaten dan kota secara bertahap dapat diubah statusnya menjadi kelurahan dan kelurahan ada yang
7
di keluarkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu peraturan menteri dalam negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang kelurahan. Selanjutnya dari keluarahab-kelurahan yang ada di Kota Palembang tersebut beberapa kelurahan menurut pengamatan penulis memang sudah layak untuk dilakukan perubahan status dari 1 kelurahan menjadi 2 kelurahan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Serta dengan wilayah yang luas yang terdiri dari 16 kecamatan, maka pemerintah daerah Kota Palembang Selatan sanga dituntut keefktifannya dalam melaksanakan otonomi daerah khususnya untuk melaksnakan pelayanan dan pembangunan daerah, apalagi dikaitkan dengan prinsip organisasi abad 21 yaitu lebih kecil, lebih cepat, lebih terbuka dan lebih melebar. Seiring dengan dinamika masyarakat yang menuntut dapat memperoleh pelayanan yang baik, maka dilakukanlah perubahan kelurahan menjadi beberapa kelurahan oleh pemerintah daerah Kota Palembang, perubahan menjadi beberapa kelurahan juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Wacana perubahan status perubahan menjadi beberapa kelurahan memang sudah lama berkembang dimasyarakat. Selanjutnya dari kelurahankelurahan yang ada di Kota Palembang tersebut beberapa kelurahan menurut pengamatan penulis memang sudah layak untuk dilakukan perubahan pemekaran menjadi 2 kelurahan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan
Kota
Palembang
sangat
di
tuntut
keefektifannya
dalam
melaksnakan otonomi daerah khususnya untuk melaksanakan pelayanan dan pembangunan di daerah, apabila dikaitkan denga prinsip organisasi abad 21 yaitu
8
lebih kecil, lebih capat, lebih terbuka dan lebih melebar. Seiring dengan dinamikan masyarakat yang menuntut untuk dapat emperoleh pelayanan yang baik, maka dilakukan perubahan kelurahan oleh Pemerintahan Daerah Kota Palembang, perubahan Keluraha Sako dan Sako Baru menjadi 2 kelurahan juga diharapkan dapat meingkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Perubahan kelurahan juga telah diatur secara tegas didalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Terutama pada pasal 5 juga menyebutkan bahwa persyaratan pemekaran kelurahan sebagai berikut : a) b) c) d) e)
Luas wilayah; Jumlah penduduk; Prasarana dan sarana pemerintahan; Potensi ekonomi; dan Kondisi sosial budaya masyarakat.
Selanjutnya perubahan desa menjadi kelurahan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negari Nomor 31 Tahun 2006 tentang pembentukan, pemekaran,penghapusan, penggabungan kelurahan. Adapun pemekaran kelurahan dalam Peraturan Menteri Dalam Negari adalah sebagai berikut : (1) Luas wilayah tidak berubah; (2) Jumlah penduudk paling sedikit 400 jiwa atau 900 KK untuk wilayah Jawa dan Bali serta paling sedikit 2000 jiwa atau 400 KK untuk diluar wilayah Jawa dan Bali; (3) Prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan kelurahan; (4) Potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian; (5) Kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa industri; dan (6) Meningkatnya volume pelayanan. Menurut Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007 tersebut,
9
disebutkan
bahwa
”pemekaran
menjadi
2
kelurahan
bertujuan
untuk
meningkatkan pelayanan publik masyarakat perkotaan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan kebutuhan pelayanan dan pembangunan”. Salah satu Kelurahan yang di mekarkan di Kota Palembang adalah Kelurahan Sako Baru, Kelurahan ini merupakan salah satu Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Sako . Kelurahan ini remi dimekarkan pada tahun 2007, dan salah satu hal yang menarik untuk diteliti sebagai dampak dari pemekaran itu. Penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul , ”ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DIKELURAHAN SAKO BARU
KECAMATAN
SAKO
KOTA
PALEMBANG
SETELAH
PEMEKARAN”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut : 1. Pemerintah Kota Palembang belum siap dalam melaksanakan kebijakan pembentukan kelurahan baru, sehingga penetapan kebijakan pembentukan kelurahan baru terkesan dipaksakan. 2. Pengisian
aparatur
kelurahan
atau
perangkat
kelurahan
belum
dilaksanakan dnegan baik, sehingga kebijakan perubahan pemekaran kelurahan yaitu Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2007 belum meningkatkan pelayanan masyarakat. 3. Prasarana dan sarana kelurahan baru tersebut masih minim.
10
4. Pelayanan umum kepada masyarakat setempat kurang maksimal.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan berpijak pada pembatasan masalah penelitian ini, maka perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Bagaimanakah dampak kebijakan pemekaran Kelurahan Sako Baru, terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik ? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dampak kebijakan pemekaran Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako, terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik.
E. Kegunaan Penelitian a). Aspek Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk pengembangan serta
memperkaya
Pemerintahan
kajian
Daerah,
Ilmu khususnya
Pengetahuan mengenai
Administrasi kebijakan
perubahan/pemekaran kelurahan. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemikiran penulis mengenai Ilmu Pemerintahan, khususnya mengenai Ilmu Pengetahuan Administrasi Pemerintahan Daerah dan kebijakan perubahan/pemekaran kelurahan.
11
b). Aspek Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, masukan dan informasi bagi Pemerintahan Daerah Kota Palembang dalam rangka memantapkan langkah dalam menentukan kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan/pemekaran kelurahan. 2. Pada saatnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi peneliti yang akan datang. E. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah adalah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut Santoso (2003 : 1) mengemukakan, otonomi daerah adalah suatu ”kondisi antara” untuk memungkinkan terwujudnya suatu idealitas tertentu. Dengan demikian otonomi daerah bukanlah tujuan sebenarnya, melainkan perantara atau jembatan dalam mencapai tujuan yang sebenarnya. (Ermaya Suradinata : 1993-192). Selanjutnya Santoso (2003 : 1) mengatakan : Bahwa otonomi daerah diguliskan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan bersifat kontekstual, sesuai dengan variasi lokal. Keberhasilan kebijakan otonomi daerah tidak hanya diukur dari sejauh mana ketentuan perundang-undangan tentang otonomi daerah, baik UU 22 Tahun 1999 yang telah berlaku maupun UU 32 Tahun 2004 yang menggantikannya berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya terimplementasikan. Salah satu ukuran penting yang tidak boleh dilupakan adalah sejauh mana penyelenggaraan pemerintah bersifat konstektual. Seandainya suatu daerah tersebut sebagian besar penduduknya adalah petani, maka keberhasilan otonomi daerah pada daerah tersebut diukur dari sejauh mana pemerintahan setempat hirau (concern) terhadap nasib petani, menyesuaikan diri terhadap kehidupan bertani, dan menfasilitasi
12
perkembangan di sektor pertanian dan sebagainya. Pernyataan diatas mengisyartkan dalam pemberian hak otonomi kepada daerah, pemerintah harus memperhatikan karakteristik khusus atau kekhasan suatu daerah. Otonomi daerah tidak bisa disamaratakan antar daerah dan oleh karenanya kekhususan dan kekhasan suatu daerah harus menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dalam memberikan format otonomi daerah yang pas bagi daerah 11
tersebut.
Dalam otonomi daerah yang mandiri dengan tingkat kemandirian iturunkan dari tingkat desentralisasi yang diselenggarakan. Semakin tinggi derajat desentralisasi semakin tinggi tingkat otonomi daerah. Daerah otonom itu sendiri merupakan konsekuensi logis dari kebijaksanaan desentralisasi. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, memberikan definisi : ”daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah
yang
berwenang
mengatur
dan
mengurus
urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurt prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom tersebut untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah merupakan perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang membagi kekuasaan secara vertikal. Undangundang 32 Tahun 2004 pasal 1 (7) menyeburtkan, bahawa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
13
mengatur urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Oentarto dkk (2004:1) mengemukakan : Desentralisasi semula hanya dikenal sebagai teori pendistribusian urusan pemerintah yang ditempuh oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan yang digunakan agar penyelenggaraan urusan ini dapat lebih efektif, efisien dan akuntabel. Dalam prakteknya ternyata teori ini berkembang sedemikian pesat, sehingga diskursus mengenai desentralisasi sudah sampai tahap bagaimana membangun tata pemerintahan yang baik. Selanjutnya Rondinelli (dalam Oentarto dkk, 2004:19) menyatakan desentralisasi diharapkan dapat mengurangi beban kerja di pemerintah pusat. Desentralisasi juga dipandang akan meningkatkan daya tangap pemerintah kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan pemerintah kepada rakyatnya. Desentralisasi juga akan meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan cara medelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutiuhan dan kondisi setempat. Berdasarkan pandangan yang diuraikan oleh para ahli yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan adminstratif dari pemerintah pusat kepada organiasasinya di lapangan, unit administratif lokal dan semi otonom. Desentralisasi diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintah antara lain adalah untuk merangkas birokrasi yang rumit, mendekatkan pemerintah dengan masyarakat lokal sehingga masyarakat lebih terlibat dan berperan aktif dalam pembangunan serta memberi kesempatan kepada daerah untuk membuat kebijaksanaan di daerah yang sesuai dengan kebuthan dan kekhasan masyarakat di
14
daerah. Sedangkan otonomi daerah adalah wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, yang memberikan kekuasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Makna dan Fungsi Pemerintah Pemerintah adalah bagian dari negara, seperti banyak tercantum dalam teori mengenai negara, unsur-unsur suatu negara umumnya terdiri dari wilayah, rakyat, pemerintah dan kedaulatan. Dalam konteks itu, menurut Plato (dalam Hamdi, 2002:2) bahwa “Negara dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kebaikan bagi warga negara secara keseluruhan”. Machiavelli (dalam Hamdi, 2002:2) menyatakan bahwa “Negara menjadi suatu wahana bagi Negara untuk memperoleh kebajikan sosial dari perdamaian dan memperoleh kebebasan dari serangan pribadi”. Selain itu juga Hobbes (dalam Hamdi, 2002:2) menyatakan bahwa ”negara juga merupakan bentuk kontrak sosial, baik untuk menghindari hidup yang kasar dan keji”. Tujuan untuk menjadikan negara sebagai sarana sekaligus penjamin terwujudnya kebajikan dan ketertiban sosial tersebut membuat David Hume (dalam Hamdi, 2002:2) bahwa negara dan pemerintahan adalah persoalan “kenyamanan”. Menurutnya orang-orang lebih suka keadaan tertib dari pada keadaan kacau, dan mereka akan memberikan hampir semua hal bagi terwujudnya keadaan tertib tersebut. Dengan pemikiran itu, negara meskipun dibentuk oleh warga negara akan diikuti oleh semua negara sebagai acuan nilai dan kekuasaan.
15
Warga negara memerintah dan pada gilirannya diperintah. Dalam konteks negara ataupun pemerintahan, Hobes (dalam Mclver, 1985:29) mengemukakan : Pemerintah adalah yang lebih baik diantara dua hal yang buruk, yaitu sesuatu yang terpaksa di gunakan manusia untuk dapat lari keadaan alami yang tidak menyenangkan dan tidak menentu. Pemerintah merupakan sesuatu yang merampas kemerdekaan mereka yang mengekang segala nafsu dan keinginan alam mereka. Berbagai pendapat di atas keberadaan pemerintahan yang bernada negatif ataupun positif it dan terlepas dari berbagai perdebatan ternyata keberadaan pemerintahan masih sangat diperlukan oleh umat manusia sampai saat ini serta tak ada bangunan atau lembaga lain yang dapat sebagai pengganti negara. Sementara itu menurut Larson (dalam Budiman, 1996:84) negara dalah “sebuah konsep inklusif yang meliputi semua pembuiatan kebijakan yang melaksanakan kebijakan dan sanksi hukumnya”. Pemerintah adalah “cuma sekedar agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam masyarakat publik”. Lebih spesifik Ndraha (1997:2) mengemukakan bahwa pemerintahan adalah gejala sosial, artinya terjadi di dalam huungan anggota masyarakat, baik individu dengan kelompok. Sementara itu David Easton (dalam Sunario, 1989:150) mengartikan pemerintahan atau proses memerintah merupakan kegiatan lembaga-lembaga untuk : 1. Mengutarakan kepentingan dan tuntutan masyarakat; 2. Membuat keputusan-keputusan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, peraturanperaturan, perintah-perintah; 3. Melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan, peraturan-peraturan, perintah-perintah. 4. mencari pertemuan antara pendapat-pendapat yang bertentangan antar anggota masyarakat; 5. Memelihara kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum.
16
Sehubungan dengan hal itu Ndraha (1998:4-5) mengemukakan bahwa: Personifikasi pemerintah itu sendiri adalah birokrasi dengan aparat birokrasinya. Oleh karena itu, pemerintahan dalam menjalankan organisasinya didasarkan atas prinsip birokrasi, karena organisasi pemerintahan disamping fungsin politik juga memerlukan fungsi manajemen dan fungsi operasional. Untuk menjalankan fungsi operasional itu, birkrasi peerintah terdiri dari beberapa unit kerja teknis sesuai bidang yang ditetapkan yang memproduksi, mendistribusikan, mentrafer atau menjual alat pemenuhan kebutuhan sovereign dan kebutuhan consumer. Menurut Ndaraha (2000:6), bahwa “pemerintah merupakan sebuah sisitem multiproses yang bertujuan melayani dan melindungi kebutuhan dan tuntunan yang akan diperintah akan barang, jasa public dan layanan sipil”. Pada dasarnya pemerintah berperan menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan tujuan Negara, sebagaimana Rasyid (1996:13) menyatakan bahwa “tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu system ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya yang wajar”. Dengan kata lain pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara luas. Pelaksanaan pemerintahan haruslah diprioritaskan dan diorientasikan untuk maksud kesejahteraan masyarakat melalui fungsi pelayanan civil dan public, termasuk penyelenggaraan fungsi administrasi pemerintahan oleh aparatur yang disebut dengan birokrasi. Tugas-tugas pemerintah itu menurut Rasyid (1996:48), dapat diringkas menjadi tiga fungsi hakikih pemerintahan, yaitu : pelayanan
(service),
pemberdayaan
(empowerment)
dan
pembangunan
(development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat,
17
prmberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Ndarah (2000:78-79) membedakan fungsi pemerintah yaitu “fungsi primer dan fungsi sekunder”, yang menjelaskan lebih lanjut dari kedua fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Fungsi primer yaitu fungsi yang terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan keberdayaan yang diperintah pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa public yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Fungsi sekunder pemerintah berhubungan negative dengan tingkat keberdayaan yang diperintah pemerintah berfungsi sekunder sebagai provider kebutuhan dan tuntunan yang diperintahakan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. Bardasarkan pendapat-pendapat ahli di atas maka fungsi dan tugas pokok yang melekat dalam diri pemerintah menuntut untuk dapat diselesaikan secara cepat dan tiba pada saat dibutuhkan. Berkaitan dengan hal ini pemerintahjuga harus dapat melakukan/memenuhi ketiga fungsi tersebut sesuai dengan tuntunan dan harapan masyarakat. Kepincangan dalam melakukan fungsi-fungsi tersebut akan berakibat pada munculnya berbagai masalah baru yang pada akhirnya akan menyulitkan pemerintah untuk menjalankan fungsinya.
3. Konsep Perubahan Operasional Perubahan mengandung arti sebagai suatu proses. Proses ini mengalami beberapa transisi,. Hasil dari suatu proses ialah adanya kemajuan atau kemunduran, integrasi atau disentegrasi. Bintarto (1993:71) mengemukakan bahwa segala apa yang hidup mengalami perubahan. Perubahan baik bersifat material maupun non material, dapat positif atau negative, tergantung pada
18
pengarugh luar yang diterima dan diolah penduduk setempat. Perubahan dapat menghasilkan social change, economical change, technological change, cultural change dan sebagainya. Istilah evolusi pada penngertian proses yang lambat, ada kontinuitas dan arah tertentu yang menuju kearah kemajuan atau kemunduran. Di dalam istilah proses ada arah tertentu dalam suatu yang lebih pasti, yaitu suatu perubahan yang mengarah kepada tujuan yang nyata. Bintarto (1993:71:75) mengelompokkan perubahan sebagai berikut : 1. Perubahan yang lambat atau cepat, tetapi terus maju; 2. Perubahan kearah kemajuan, tetapi pada suatu saat terjadi kemunduran yang tidak terduga; 3. Perubahan yang kadang-kadang maju, kadang-kadang mundur; 4. Manusia dan lingkungan berpengaruh terhadap perubahan, Manusia dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dalam usaha mengelola lingkungan dapat terjadi beberapa perubahan sebagaimana di kemukakan Binarto (1993:71-75) a. perubahan perkembangan, yakni perubahan yang terjadi setempat dimana perubahan-perubahan itu masih dapat dilaksanakan di tempat itu dengan tidak usah mengadakan perpindahan. Jadi, perencanaan pengembangan daerah masih dapat dilaksanakan didaerah itu sendiri, mengingat masih adanya ruang dan fasilitas dan sumber-sumber setempat. b. Perubahan lokasi dari suatu unit kegiatan, yakni perubahan yang terjadi disuatu tempat yang mengakibatkan adanya suatu rencana atau gejala perpindahan suatu bentuk aktivitas atau perpindahan sejumlah penduduk dari daerah itu kedaerah lain, karena daerah itu sendiri tidak mampu lagi mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan swadaya yang ada. c. Perubahan tata laku, perubahan ini merupakaan sikap, perilaku atau tata laku dari penduduksetempat dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi didaerah tersebut. Dalam hal ini dilaksanakan restrukturisasi dari seluruh pola kegiatan dalam daerah tersebut. Perlu diketahui bahwa persepektif organisasi beberapa pengertian mengenai perubahan. Sedarmayanti (2003:48)mengemukakan sebagai berikut : 1. perubahan adalah sebuah fenomena alami. 2. perubahan adalah berkesinambungan dn terus berlanjut.
19
3. tujuan perubahan adalah untuk membantu kelangsungan hidup dan pertumbuhan. 4. kelangsungan hidup dan pertumbuhan tergantung pada adaptasi terhadap sebuah lingkungan yang berubah. 5. Lingkungan dan dapat disedang di pengaruhi dan di bentuk oleh tindakantindakan dan keputusan-keputusan organisasi. 6. belajar dari pengalaman adalah penting untuk proses adaptasi dan perubahan yang sukses. 7. individu-individu baik kea rah yang sama maupun yang unik.
Organisasi mengalami perubahan dalam rangka mencapai tujuan. Perubahan ini terjadi bukan saja karena lingkungan dimana organisasi itu sendiri berubah. Perubahan tujuan organisasi ini merupakan suatu keharusan agar organisasi dapat menyesuaikan dengan tuntunan dan keinginan masyarakat. Hammer dan Champy dalam Sedarmayanti (2004:172) memberikan batasan mengenai perubahan sebagai reengineering. Lengkapnya dikemukakan bahwa “reengineering is fundamental rethinking and radical redesign of business to achieve dramatic improvement in criticial contemporary of performance, such as cost quality, service and speed.” Berdasarkan defenisi di atasSedarmayanti (2004:172-173) memberikan empat kata kunci, yaitu : a. fundamental, mengandung arti bahwa perubahan yang dilakukan dalam organisasi bisnis (organisasi apapun, termasuk pemerintahan0 harus dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat mendasar, misalnya visi, misi, tujuan organisasi, serta aturan yang mendasari beroperasinya organisasi dan lainnya. b. Radical, mengandung arti bahwa proses perekayasaan ulang organisasi harus mengenai akar permasalahannya dan bukan “bedah muka” agar organisasi tersebut terlihat baik c. Dramatical, mengandung arti bahwa perubahan tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan yang sifatnya marjinal atau bertahap, sebaliknya justru menghasilkan perubahan yang sifatnya merupakan terobosan baru yang berorientasi ke masa depan.
20
d. Process, artinya adalah sekumpulan kegiatan yang membutuhkan satu atau beberapa jenis masukan untuk menghasilkan kelurahan yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Selanjutnya Ermaya Suradinata (1996:10) menyatakan bahwa “ada tiga pilar dalam rangka penyempurnaan administrasi yaitu penyempurnaan sumber daya manusia,
penyempurnaan
ketatalaksanaan
(metode
manajemen)
dan
penyempurnaan kelembagaan (struktur organisasi)”. Barhubung dengan penyempurnaan kelembagaan, suatu organisasi perlu menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi itu sendiri. Karena organisasi merupakan tempat atau wahana proses kegiatan kumpulan orang-orang yang bekerja sama, mempunyai fungsi dan wewenang untuk mengerjakan usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan (Suradinata, 1996:26). Perlu dicermati
bahwa pada dasarnya
pengembangan
organisasi
merupakan upaya yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh organisasi dengan tujuan agar organisasi selalu mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntunan lingkungan, sedangkan sasaran dari pengembangan organisasi tersebut terutama adalah struktur organisasi. Sasaran organization development (OD) menurut Alexander Winn (dalam Gibson, 1996:584) adalah “merubah sikap atau nilai, memodifikasi perilaku, serta merubah
struktur
dan
kebijakan”,
sedangkan
menurut
Robinns
(1996:428),”sasaran organization development (OD) adalah manusia, struktur, teknologi dan proses organisasi. Klasifikasi struktur termasuk perubahan yang mempengaruhi
distribusi
kewenangan,
alokasi
imbalan,
tambahan
dan
21
penghapusan posisi, departemen dan divisi” Menurut Leavit dalam Sutarto (2000:415), segi-segi dalam organisasi yang dapat diubah dalam struktur, teknologi dan orang. Lebih lanjut dikatakan :
Merubah struktur yaitu menambah satuan, mengurangi satuan, merubah kedudukan satuan, menggabung beberapa satuan menjadi satuan yang lebih besar, memecah satuan besar menjadi satuan-satuan kecil, merubah system sentralisasi menjadi system desentralisasi atau sebaliknya, meubah luas sempitnya rentang control, merinci kembali kegiatan atau tugas, menambah pejabat, mengurangi pejabat. Pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara bertahap baik dalam usaha meningkatkan kemampuan, memecahkan persoalan, maupun dalam rangka meningkatkan kemampuan adaptasi dan terhadap tuntunan perubahan dan masa depan. Organisasi mengalami perubahan dikarenakan factor-faktor penyebab yang berupa tantangan baik dari dalam maupun dari luar organisasi itu sendiri. Sebagaimana yang dilakukan oleh Sutarto (2000:414) bahwa : Tantangan penyebab perubahan yang berasal dari dalam diri organisasi misalnya volume kegiatan bertambah, adanya peralatan baru, perubahan tujuan, perluasan wilayah kegiatan, tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, sikap serta perilaku para pegawai. Sedangkan tantangan perubahan yang berasal dari lingkungan misalanya adanya peralatan baru, perubahan kebijaksanaan dari organisasi tingkat yang lebih tinggi, perubahan selera masyarakat, perubahan mode, dan perubahan gaya hidup masyarakat. Berdasarkan pendapat diatas maka dalam menghadapi berbagai tantangan penyebab perubahan tersebut, organisasi dapat menyesuaikan diri dengan jalan merubah struktur organisasi, merubah tata kerja, merubah orang dalam pengertiansikap, tingkah laku, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dan merubah peralatan kerja. Adapun tujuan utama dari perubahan organisasi
22
menurut Siagian (1997:206) adalah “untuk meningkatkan kemampuan operasional dari setiap dan semua orang di dalam organisasi secara keseluruhan”. Lebih lanjut Siagian (1997:207) mengemukkan bahwa perubahan organisasi diperlukan dengan beberapa pertimbangan seperti : 1. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menampung akibat daripada perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan dan terjadi di luar organisasi. 2. Meningkatkan peranan organisasi dalam turut menentukan arah perubahan yang mungkin terjadi; 3. melakukan penyesuaian-penyesuain secara imtern demi peningkatan kemampuan melakukan kedua hal tersebut di atas; 4. Meningkatkan daya tahan organisasi, bukan saja untuk mampu tetap bertahan akan tetapi juga untuk terus tumbuh dan berkembang; 5. Mengendalikan tetap merasa aman dan terjamin meskipun terjadi perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi. Dari uraian di atas dapat di peroleh bahwa perubahan organisasi tidak hanya dimaksud untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang terjadi, akan tetapi lebih jauh dari itu yaitu untuk mengetahui arah perubahan dan mengantisipasikan kemungkinan yang terjadi organisasi dapat terus bertahan, tumbuh dan berkembang. Beberapa teori perkembangan orang yang dikemukakan disini berkaitan dengan pengembangan organisasi pengembangan organisasi pemerintah daerah, antara lain yang dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yaitu Reinventing Government. Osborne dan Gaebler mengajukan sepuluh prinsip pemerintahan wirausaha, yaitu sebagai berikut : (a) Stering rather than rowing, pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator daripada langsung melakukan kegiatan operasional. (b) Empowering rather than seving, memberdayakan masyarakat lebih baik dari pada memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat. (c) Infecting competition into service delivery, pelayanan masyarakat harus diusahakan agar tidak bersifat monopolitetapi harus bersaing.
23
(d) Transforming rule –driven organization, pemerintah berorientasi pada visi dan misi bukan pada peraturan. (e) Funding outcomes, not inputs, penilaian terhadap kinerja instansi pemerintah harus didasarkan pada hasil yang di capai bukan pada sumber daya yang diperoleh. (f) Meeting the need of the costumer, not the bureaucracy, pelayanan kepada masyarakat harus berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat (kebutuhan riil/nyata). (g) Earning rather than spending, pemerintah jangan hanya melakukan pengeluaran anggaran saja tetapi harus menggalakkan usaha swadana, sehingga dapat meringankan beban pemerintah. (h) Prevention rather than cure, pemerintah harus sedini mungkin mengantisipasikan masalah-masalah public dengan cara melakukan tindakan pencegahan (preventif). Hal ini jauh mudah dan murah dari pada mengatasi masalah yang sudah ada. (i) From hierarchy to participation and teamwork, perlunya desentralisasi dalam pemerintahan untuk memudahkan partisipasi masyarakat, serta perlunya diciptakan suasana kerja berbentuk tim. (j) Livering change through the market, kebijakan pemerintah harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar (public) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya Osborne dan Plastik (1996) mengemukakan bahwa : Lima strategi yang lebih dikenal denagn 5 C dalam rangka mendukung pelaksanaan kesepuluh prinsip tersebut, yakni 1) strategi inti (core strategy); 2) strategi konsekuensi (consequences starategi); 3) starategi pelanggan (costumer strategy); 4)strategi pengendalian (control strategy) dan 5) strategi kebudayaan (culture strategy). Teori pengembangan organisasi yang lain juga dikemukakan oleh Goillart dan Kelly dalam bukunya yang berjudul “transforming the Organization” (1995). Teori ini memandang suatu organisasi (corporation) sebagai makhluk hidup yang hidup dalam suatu lingkungan terbuka dan terus mengalami perubahan, tumbuh dan berkembang. Bahkan organisasi dapat mati apabila tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Ada empat pola perubahan yang dilakukan agar organisasi dapat tetap hidup. Keempat pola tersebut yaitu : 1. Refarming (pengubahan kerangka berfikir) yaitu suatu dimensi tranformasi organisasi dalam peningkatan konsepsi perusahan tentang sesuatu masalah
24
yang dihadapi dan bagaimana langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mengatasinya. Organisasi sering memperoleh cara tertentu dari pemikiran yang kurang tepat dan kehilangan kemampuan untuk mengembangkan model-model pemikiran baru tentang masalah demikian, organisasi selalu berusah membuat pikiran dan memasukkannya dalam visi baru dalam rangka mengantisipasikan masalah-masalah internal dan ekternal organisasi yang terus-menerus berubah. 2. Restructuring (pengubahan struktur), yaitu suatu dimensi tranformasiorganisasi pada saat organisasi menghadapi persaingan kinerja dengan cara mengubah besaran agar organisasi dapat berjalan dengan cara mengubah besaran agar organisasi dapat berjalan dengan lancer. Dalam hal ini organisasi selalu menggunakan keunggulan untuk menerapkan dalam program-program perubahan dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Revitalization (pembahuruan),yaitu suatu dimensi tranformasi organisasi dimana organissi memelihara pertumbuhannya dengan cara mengaitkan besaran organisasi terhadap lingkungan organisasi. 4. Renewal (pembaharuan), yaitu suatu tranformasi organisasi yang berorientasi pada tranformasi orang dan jiwa dari perusahaan dengan cara membangun keahlian dan tujuan baru, sehingga perusahaan dapat mengatasi dirinya sendiri. Berdasarkan beberapa teori pembangunan organisasi diatas, dapat dikatakan bahwa perubahan atau pengembangan organisasi mutlak diperlukan dalam rangka menyesuaikan diri terhadap tuntunan perubahan lingkungan strategis, terutama yang berkaitan dengan perubahan paradigma pemerintahan yang salah satunya adalah peningkatan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat dan berorientasi pada kepuasan masyarakat. Seperti organisasi Pemerintahan Desa dapat dilakukan perubahan dengan cara perubahan statusnya, penghapusan dan penggabungan beberapa desa.
4. Konsep Status Roucek dan Warren (dalam Sekanto, 2005:239) membedakan pengertian kedudukan (status), dengan kedudukan sosial (sosial status) sebagai berikut: Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok social. Kedudukan social artinya adalah tempat seseorang secara umum
25
kelompok dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Selanjutnya Ralph Linton (dalam Sekanto, 2005:239) menyebutkan bahwa: Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Kemudian Giroth (2004:26) mengartikan status sebagai kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya, menurut status adalah posisi obyektif yang memberikan hak dan kewajibannya kepada orang yang menempati kedudukan tadi. Merujuk pada Weber yang dikutip Garna (dalam Giroth, 2004:26) menyebutkan bahwa status social adalah kedudukan social seseorang dalam suatu system social. Status dapat tercapai karena ada kesamaan dalan tingkah laku pada orang mempunyai wewenang tertentu. Hal ini mudah sekali terjadi, karena biasanya orang yang mempunyai pengaruh tertentu akan bertindak sesuai dengan tindakan yang nyata. Berdasarkan uraian di atas, maka kata status bila dikatakan dengan kata desa atau kelurahan mempunyai pengertian bahwa keadaan atau kedudukan desa atau kelurahan dalam hubungannya dengan unit-unit lain pada tingkatan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu desa sebagai kesatuan masyarakat hukum memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul adapt istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan kedudukan kelurahan
merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam
26
wilayah kerja kecamatan. 5. Konsep Desa dan Kelurahan Manusia dikodratkan sebagai makhluk social, yaitu makhluk yang hidup saling berhubungan antara satu dengan yang lain, memiliki sifat saling membutuhkan dan ketergantungan yang bisa disebut dengan homo homini socius. Disadari atau tidak, manusia sebagai makhluk senantiasa memelihara, membina dan mengembangkan hubungan antara manusia. Adanya sifat ketergantungan yang timbal balik tersebut telah mendorong manusiahidup dan bertempat tinggal bersama-sama secara berkelompok dan saling bekerja sama. Suryaningrat (dalam ramadhan,2003:15) menjelaskan bahwa : Tempat tinggal bersama yang sekarang disebut desa,ditimbulkan oleh berbagai unsure sebagai berikut : 1. sift manusia sebagai makhluk social; 2. Unsur kewajiban; 3. Alam sekeliling; 4. Kepentingan yang sama; 5. Bahaya dari luar. Kaitannya
dengan
pembentukan
desa
ini,
Widjaja
(2002:45-46)
mengemukakan : Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan masyarakat yang paling ditentukan sesuai kondisi social budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa karena pembentukan desa diluar desa yang telah ada atau sebagai akibat pemecahan desa. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan, dapat dihapus atau digabung. Dengan berdasarkan adapt istiadat dan asal usul desa, dimungkinkan adanya pembagian wilayah yang merupakan lingkungan kerja dan pelaksanaan pemerintahan desa. Sebutan bagian wilayah sebagaimana tersebut diatas disesuaikan dengan kondisi social budaya masyarakat setempat. Pembentukan, penghapusan dan penggabungan desa tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten. Desa merupakan istilah dalam bahasa jawa menunjukkan pada suatu Janis
27
masyarakat hukum adapt Jawa. Sedangkan di luar Jawa digunakan istilah yang berbeda pula, seperti “Nagari” dengan Kampung dan Jorong di Sumatera Barat, “Marga”dengan Kampung, Dusun, dan Tiuh di Sumatera Selatan, Huta dan Kesain di Tanah Batak, yang kesemuanya menunjukan pada suatu jenis masyarakat hukum pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa desa adalah persekutuan hukum. Berdasarkan pengertian desa di atas maka dimungkinkan bagi daerah untuk menyebut desa dengan nama lain yang sesuia dengan kebiasaan masyarakat setempat. Pengertian tersebut adalah pengertian desa secara administrative yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Berkaitan dengan persekutuan-persekutuan hukum dalam desa, Purba (dalam ramadhan 2003:16) menyebut bahwa persekutuan tersebut dapat dibagi atas 2(dua) golongan menurut dasar sesamanya, yaitu : a. Berdasarkan petalian keturunan (genelogis0, yaitu persekutuan hukum yang berbentuk atas pertalian keturunan (darah), baik menurut garis ibu (matrilineal) maupunmenurut pertalian darah garis ibu dan bapak (parental). b. Berdasarkan
lingkungan
daerah
(territorial).
Persekutuan
hukum
berdasarkan territorial ini terbagi atas persekutuan desa, persekutuan daerah dan perserikatan desa-desa. Sedangakan sunardjo (dalam Ramadhan, 2003:16) membagi kesatuan masyarakat hukumsecara garis ke dalam tiga sebagai berikut :
28
1) Tipe
kesatuan
masyarakat
hukum
berdasarkan
kepda
territorial.
Masyarakat pada kelompok ini menjadikan wilayah tempat tinggal sebagai dasar utama; 2) Tipe kesatuan masyarakat hukum kesamaan keturunan/genetic (suku, marga atau klan). Mereka menjadikan factor kesamaan genetic sebagai dasar utama untuk bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu; 3) Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asas campuran (territorial dan keturunan). Perlu ketahui adanya pertumbuhan dan perkembangan fisik desa dan masyarakat,
hendaknya
diimbangi
juga
dengan
penyesuaian
organisasi
pemerintahan yang mengelolanya. Apabila tidak ada penyesuaian dikhawatirkan organisasi pemerintah desa tidak akan berfungsi secara optimal dan pada gilirannya justru akan menghambat perkembangan, pertumbuhan dan kemajuan desa itu sendiri. Selanjutnya menurut peraturan pemerintahan Nomor 73 tahun 2005 tentang kelurahan, disebut bahwa untuk meningkatkan pelayanan dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan di perkotaan, perlu dibentuk kelurahan untuk mempercepatterwujudnya kesejahteraan masyarakat. Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 73 tahun 2005 tentang kelurahan, merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. Perubahan status atau pemekaran kelurahan merupakan upaya yang ditempuh
29
pemerintahan dalam rangka meningkat. Implikasi dari perubahan status tersebut adalah kewenangan sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat berubah menjadi kewenangan yang dilimpahkan oleh kecamatan. Selanjutnya defenisi kota kemukakan oleh Bintarto dalam Asy‟ari (1993:19) yang menyebutkan bahwa : Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam dan alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan daerah belakang. Asy‟ari (1993:21) menyebutkan karakteristik kota sebagai berikut : a) Aspek morfologi, antara lain terdapat bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan bercakar langit (tinggi) dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai karena banyak kita temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya dipinggiran kota. b) Aspek jumlah penduduk, secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakin kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. c) Aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari gejala-gejala hubungan sosial (social interation dan social interaction) di antara penduduk atau warga kota yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal sepintas lalu berkotak-kotak sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang lain bebas memilih hubungan sendiri. d) Aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari mata pencarian warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencarian pokoknya, tetapi dari bidang lain seperti bidang produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan kegiatan-kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan yang lain. Ciri khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan.
30
Costande (dalam Muchtar, 2004:42) membedakan desa dan kota sebagai berikut : (1) (2) (3) (4)
(5)
Kota bersifat besar dan memberikan gambaran yang jelas sedangkan pedesaan itu kecil dan bercampur-campur tanpa gambaran yang tegas. Kota mengenal pembagian tugas yang luas, (pedalaman) tidak. Struktur sosial di kota mengenal referensi yang luas sedangkali pedesaan relatif sederhana. Individualisme memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedasaan orang mgnhayati hidupnya terutama dalam kelompok primer. Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada tradisi dan cenderung pada konservatisme.
Berkaitan dengan kehidupan keagamaan masyarakat kota, Asy‟ari (dalam Muchtar, 2004:42) mengemukakan bahwa kehidupan keagamaan warga kota lebih semarak dari pada kehidupan pedesaan. Di kota-kota besar kita jumpai kelompokkelompok keagamaan yang aktif membina anggotanya dalam berbagai kegiatan rutin jauh lebih aktif dari pada mareka yang tinggal di desa.
6. Pelayanan Masyarakat Sebagai Fungsi Utama Pemerintahan
Pelayanan publik menurut Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor PER/26/M.PAN/05/2006, adalah: “Kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-bak sipil warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.
Pelayanan kepada masyarakat merupakan pelayanan publik. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat (Nurcholis, 2007: 287).
31
Sebuah organisasi publik dalam hal ini pemerintahan daerah mempunyai tugas pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kelangsungan pembangunan di berbagai bidang/sektor dalam rangka mencapai tujuan nasional. Salah satu tujuan pembangunan yang ingin dicapai adalah tercapainya kesejahteraan rakyat. Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut dapat melalui pemberian pelayanan publik. Hakekat dan pelayanan publik adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwuju dan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat (LAN RI, 2006: 6). Pelayanan publik diberikan terutama yang berhubungand engan hal-hal yang sifatnya mendasar sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat / publik. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan publik dan para aparatur atau organisasi publik sebagai abdi negara yang melaksanakan salah satu fungsi pokok yaitu pemberian pelayanan kepada masyarakat. Terlebih organisasi pelayanan publik rnempunyai ciri public ability, yaitu setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Oleh karena itu, organisasi pelayanan publik dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang prima yaitu pelayanan yang memuaskan atau memenuhi harapan masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai organisasi publik mempunyai tiga fungsi utarna, yaitu: 1) memberikan pelayanan / service baik pelayanan perorangan maupun pelayanan publik / khalayak; 2) melakukan pembangunan fasilitas ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (development for economic growth); dan 3) memberikan perlindungan / protective kepada
32
masyarakat (Nurcholis, 2007: 292). Dengan demikian, pemberian pelayanan publik merupakan salah satu agenda pembangunan bagi pemerintah termasuk pemerintah daerah dalam mewujudkan tujuan negara, bangsa, dan masyarakat yaitu mencapai kesejahteraan rakyat. Pemberian pelayanan tidak sekedar sebagai upaya untuk menggugurkan tanggungjawabnya sebagai abdi negara sehingga kepuasan publik akan sedikit terabaikan. Akan tetapi, pelayanan harus berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga aspek kualitas tidak dapat diabaikan. Kualitas pelayanan dapat dijelaskan dengan bermula dan kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan tentang pelayanan tersebut. Berarti kualitas pelayanan tidaklah dipandang dan sisi pemberi pelayanan, tetapi dari persepsi pelanggan. Oleh karena itu faktor kepuasan pelanggan tidak dapat diabaikan jika ingin menghasilkan pelayanan yang berkualitas baik. Menurut A. Parasuraman, Valarie A. Zeithami, dan Leonard L. Berry (dalam Semil, 2005: 38), kualitas pelayanan (servqual) dapat didefinisikan sebagai tingkat kesenjangan antara harapan-harapan atau keingiran-keinginan konsumen dengan kenyataan yang mereka alarm. Harapan masyarakat (pelanggan) mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang atau jasa. Jika dilihat dan konteks pelanggan/konsumen, kualitas menunjukkan harapan masyarakat tentang apa yang harus diterimanya dan pelayanan yang diberikan oleh Pegawai Kelurahan Sako Baru. Menurut Moenir (2006:41), perwujudan pelayanan yang didambakan oleh pihak yang ingin memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan adalah:
33
a. Adanya kemudahan dalam pengurusan dan kepentingan dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadang-kadang dibuat-buat b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto kopi), atau alasan untuk kesejahteraan. c. Mendapatkan perlakuaan yang sama dalam pelayanan teradap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang bulu. d. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu sesuatu yang tidak menentu.
Sernentara itu. A. Parasuraman, Valarie A. Zeithami, dan Leonard L. Berry (dalarn LAN, 2006:24 1) mengernbangkan indikator kualitas pelayanan yang, terdiri dan lima dimensi menurut apa yang dikatakan konsumen. Indikator tersebut berkembang pesat di era Service Quality („Servqual,) yang menjelaskan tentang bagaimana pelayanan itu disajikan dan mampu memenuhi keinginan atau kepuasan pelanggan. Kelima dimensi tersebut antara lain: a. Tangibles (kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik) b. Reliability (kemampuan dan keandala untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya). c. Responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen). d. Assurance (kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen). e. Emphaty ( sikap tegas tetapi penuh perhatian dan pegawai tehadap konsumen).
Kelima dimensi Servqual tersebut lebih banyak dipakai di dunia bisnis, akan tetapi telah diadopsi oleh pemberi pelayanan publik, khususnya instansi
34
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanannya dengan tetap mendasarkan pada peraturan yang ada. Sehubungan dengan hal itulah, pelayanan publik oleh instansi pemerintah termasuk Pegawai Kelurahan Sako. Berlandaskan pada Kepmen PAN No. 25 Tahun 2004. Peraturan tersebut mendefinisikan pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang isinya: “Menginstruksikari diantaranya kepada seluruh gubernur dan bupati/walikota untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, baik dalam bentuk jasa atau perijinan melalui transparansi, dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan, target waktu penyelesaian, dan biaya yang harus dibayarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta senantiasa berupaya mencegah, mengurangi bahkan rnenghapuskan pungutan tidak resmi”. Hak untuk mendapatkan pelayanan adalah hak bagi siapapun, baik ia anggota organisasi yang berkewajiban rnelayani atau orang luar yang memang harus dilayani. Jadi hak atas pelayanan ini sifatnya sudah universal herlaku terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak itu. Bagi para penyelenggara pelayanan, dituntut baginya untuk menunjukkan kompetensinya dan profesionalitasnya dalam memberikan pelayanan yang transparan, bersih, dan adil kepada masyarakat. Layanan yang diberikan harus mencerminkan kepuasari masyarakat sebagai pelanggan jika ingin menghendaki suatu kinerja pelayanan yang berkualitas karena kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama semua organisasi pemberi
35
pelayanan, baik pemerintah maupun swasta. Hal ini berarti pemberian layanan kepada publik oleh pemerintah daerah termasuk Kelurahan tidak hanya berprinsip pada pemberian pelayanan yang prima. Akan tetapi berkenaan pula dengan good governance. Good governance artinya tata pemerintahan yang baik yaitu tata pemerintahan yang menaati hukum, menghormati HAM, menghargai nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat, secara sadar dan sistematis membangun fasilitas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat, bersikap egaliter, dan menghormati keragaman termasuk etnis, agama suku, dan budaya lokal (Nurcholis, 2005: 300). Hal tersebut mesti menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk Kelurahan. Sebagaimana di dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kelurahan, Lurah sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekononii, dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah. sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun integritas kesatuan wilayah. Oleh karena itulah aspek-aspek good governance perlu dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya termasuk dalam hal pemberian pelayanan masyarakat. Menurut UNDP karakteristik good governance antara lain: a.
Participation. Setiap warga negara diberi kesempatan untuk ikut serta dalam proses
36
pengambilan keputusan politik / kebijakan publik. b.
Rule of law. Pemerintah menjamin tegaknya hukum dan terjaminnya hak-hak asasi manusia.
c.
Transparency Semua kebijakan publik harus transparan mulai dan proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Arus informasi tidak boleh terhalang.
d.
Responsiveness Semua lembaga pemerintahan harus memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dan stakeholder.
e.
Concensus Orientation Kebijakan yang diambil didasarkan pada pilihan-pilihan yang terbaik, berdasarkan kesepakatan semua unsur masyarakat.
f.
Equity Adanya kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk meningkatkan kesejahteraannya.
g.
Effectiveness dan EffIciency Proses-proses dan kegiatan lembaga harus menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang digariskan dengan sumber daya yang sebaik mungkin.
h.
Accountability Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, lembaga swasta dan
37
masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholder. i.
Strategic Vision
Para pemimpin dan publik memiliki visi strategi jauh ke depan, membangun masa depan yang lebih baik bedasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan mensejahterakan. (Nurcholis, 2005: 300) Jelaslah bahwa pelayanan pemerintah daerah merupakan tugas dan fungsi utama pemerintahan daerah dalam mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan tujuan negara menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu pelaksanaannya harus berprinsip pada peraturan serta prinsipprinsip pemberian pelayanan dan penyelenggaraan pemerintah yaitu prinsip pelayanan prima dan good governance.
7. Fungsi dan Peran Pelayanan Masyarakat Menurut kamus Besar bahasa Indonesia, fungsi adalah “pekerjaan yang dilakukan”, sedangkan peran adalah “bagian dan tugas utama yang harus dilaksanakan”. Menurut Soekanto (2001: 268), peranan adalah aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia dikatakan menjalankan peranan. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan –kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peranan berkaitan dengan perilaku. Setiap posisi dalam organisasi pemerintah
38
mempunyai ketentuan tentang cara berperilaku. cara bagaimana aparatus bertingkah laku yang disebut “peranan”. Menurut Napitupulu (2007: 1 85), peranan itu dibatasi oleh otoritas, perintah, kontrol, evaluasi, peraturan dan anggaran. Setiap aparat pelayanan dituntut untuk dapat menjalankan peranannya masing-masing sebagaimana dirumuskan dalarn peraturan atau tugas pokok dan fungsinya. Aturan tersebut pada intinya berisi pola sikap dan perilaku yang diizinkan, sesuai norma, nilai, keinginan dan harapan masyarakat. Menurut Bidle dan Thomas (dalam Napitupulu, 2007: 185), interaksi antara peran pemerintah sebagai subjek pelayanan dan rakyat sebagai objek pelayanan melibatkan empat dimensi peranan yang menghasilkan respon tertentu. Dimensi peran yang dimaksud yaitu: 1) orang yang mengambil bagian dalam interaksi; 2) perilaku yang muncul dalam interaksi itu; 3) kedudukan orang-orang dalam perilaku; 4) kaitan antara orang dan perilaku. Dengan demikian, fungsi dan peranan berkenaan dengan interaksi, berupa pelaksanaan tanggungjawab seseorang atas kedudukan yang dimilikinya. Tanggung
jawab
tersebut
berupa
kewajiban
atau
tugas
yang
harus
dilaksanakannya sebagai bentuk pertanggungjawabnnya kepada pihak yang memberikan langsung wewenang dan tanggung jawab tersebut kepadanya, maupun pertanggungjawabannya kepada pihak-pihak yang mendapat dampak dan pelaksanaan tanggung jawabnya itu. Dalam mengemban tugasnya itu ia dituntut untuk dapat berperilaku sesuai aturan yang melegalkan kedudukannya itu, serta memperhatikan aspek nilai, norma, kinerja, dan harapan publik.
39
Menurut Sarlito (dalam Napitupulu, 2007: 186), dalam proses pelayanan perlu diperhatikan kriteria hubungan antara rakyat dengan pemerintah yaitu derajad kesamaan dan saling kebergantungan antara dua pihak pelayanan, konsensus, keseragaman, spesialisasi dan konsistensi dalam proses pelayanan sehingga akhirnya menghasilkan kenfornitas, kesesuaian dan kecermatan pelayanan. Peran dan hubungan antara pemerintah sebagai pelayanan dan rakyat sebagai pelanggan memperlihatkan bahwa rakyat sebagai konsumen, pelanggan, atau penerima produk serta penanaggung dampak. Sedangkan pemerintah dapat pula menjadi
konsumen
dan
produk
rakyat
sebagaimana
esensi
hubungan
pemerintahan yaitu berupa kepercayaan (legitimitas) untuk selanjutnya dapat terus menjalankan perannya. Lurah sebagai abdi masyarakat, tentunya memiliki tanggung jawab untuk menjalankan fungsi dan peranannya. Adapun tugas Lurah secara keseluruhan yang merupakan tugas umum pemerintahan, meliputi: a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat. b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangan. d. Mengkoordinasikan pemeliharaan sarana dan prasarana fasilitas umum. e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan. f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan / atau kelurahan.
40
Merujuk pada tugas Lurah tersebut, pada intinya fungsi dan perannya dapat digolongkan kedalam tiga tugas, yaitu: 1) tugas penyelenggaraan pemerintah; 2) tugas pelayanan masyarakat; dan 3) tugas pembinaan wilayah. Dalam pelaksanaan tugasnya itu, Lurah perlu menerapkan prinsip-prinsip pelayanan prima dan good governance agar dapat menjalankan fungsi dan perannya secara maksirnal. Akan tetapi. good governance dan pelayanan prima dapat diwujudkan jika pemerintah daerah menerapkan prinsip-prinsip reinventing governance (Osborne dan Gaebler). Osborne dan Gaebler menjelaskan, pemerintah hendaknya diselenggarakan dengan jiwa wirausaha, yaitu bersifat partisipatif, kompetitif, berorientasi pelanggan, antisipatif, dan terdesentralisasi. Sifat-sifat tersebut sekaligus dapat menjelaskan peran-peran apa yang dijalankannya sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya. Untuk itu, pemerintahan perlu diselenggarakan dengan menggunakan 10 prinsip berikut (Osborne dan Gaebler, dalam Sumartono, 2007: 11) yang intiintinya sebagai berikut:
a. Catalytic Government: steering rather than rowing (Pemerintah katalis: lebih banyak mengarahkan daripada mengayuh). Pemerintah harus mengambil peran sebagai katalisator dalam memenuhi/memberikan pelayanan public, pemerintah lebih berperan sebagai pengarah. Dengan konsep tersebut. maka: 1)
pemerintah harus menghasilkan kebijakan
yang efektif yang lebih banyak rnengarahkan daripada sebagai pelaksana;
41
2) pemerintah harus memotivasi pihak swasta untuk terlihat dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat; 3) dengan melibatkan swasta berarti pemerintah bisa lebih efektif dan efisien. b. Community-Owned Government: empowering rather than serving (Pemerintah Milik Masyarakat: memberi wewenang daripada melayani). Pemerintah yang dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat dengan melibatkan masyarakat maka masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keputusan tersebut. Dengan konsep tersebut maka: 1) adanya pemberdayaan masyarakat; 2) memanusiakan masyarakat: 3) meningkatkan rasa handarbeni; 4) keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan masyarakat. c. Competitive Government: in/ecting competition into service delivery (Pemerintahan yang kompetitif menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan). Pemerintah menumbuhkan semangat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan melalui persaingan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan konsep tersebut, maka: 1) pelayanan bisa lebih baik; 2) tidak ada monopoli pemberian pelayanan; 3) aparat menjadi kreatif, inovatif, dan imajinatif. d. Mission-Driven Government: transforming rule-driven organizations (Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan). Tugas-tugas yang dilaksanakan aparat pemerintah lebih berorientasi kepada misi. Pelaksanaan program harus lebih fleksibel. Dengan konsep ini, maka: 1) misi organisasi pemerintahan
42
harus jelas; 2) misi harus diketahui setiap aparat; 3) memberi keleluasaan kepada aparat untuk mencapai misi tersebut; 4) pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat. e. Result Oriented Government; funding outcome, not inputs ( Pemerintah yang berorientasi pada hasil: membiayai hasil bukan masukan). Pemerintah yang menekankan kepada hasil menekankan pentingnya untuk berorientisi pada hasil atau kinerja yang dicapai. Dengan konsep ini, maka: 1) misi harus jelas; 2) Tujuan harus jelas; 3) efisiensi pembiayaan diarahkan pada pencapaian hasil; 4) ukuran prestasi atau kinerja harus jelas. f. Customer-Driven Government: meeting the needs of the customer, not the bureaucracy (Pemerintahan berorientasi pada pelanggan; memenuhi kebutuhan pelanggan bukan kebutuhan birokrasi). Pemerintah melayani kebutuhan masyarakat atau memberi pelayanan kepada masyarakat. sebaikbaiknya baik secara kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat. Bukan sebaliknya masyarakat yang memberikan pelayanan kepada pemerintah (birokrasi). Dengan konsep ini, maka: 1) peran pemerintah sebagai abdi masyarakat dapat dilaksanakan; 2) pemerintah harus mengidentifikasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat; 3) perlu pemberdayaan masyarakat; 4) pelayanan dengan sebaik mungkin. g. Enterprising Government: earning rather than spending ( Pemerintahan wirausaha: menghasilkan daripada membelanjakan). Pemerintah harus pandai menghasilkan dana bukan hanya pandai dalam menghabiskan dana.
43
Dengan konsep ini, maka: 1) pemerintah harus kreatif dan inovatif dalam menggali dana; 2) meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi; 3) pandai menarik investor. h. Anticipatory Government: prevention rather than cure ( Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati). Pemerintah harus berorientasi pada masa depan. Pemerintah tidak hanya mengatasi masalah-masalah yang telah terjadi tapi juga mengantisipasi kemungkinan masalah-masalah yang muncul di masa depan. Dengan konsep ini, maka: 1) pemerintah dituntut untuk mempunyai kemampuan memecahkan masalah; 2) peka terhadap situasi internal dan eksternal; 3) Mampu mengidentifikasi situasi internal dan eksternal; 4) mampu menganalisis situasi; 5) dituntut mempunyai kemampuan mencegah timbulnya masalah. i. Decentralized Government: from hierarchy to participation and teamwork (Pemerintahan desentralisasi: dan system hirarki menuju partisipasi dari tim kerja). Pemberian pelayanan kepada masyarakat dengan proses melalui tingkatan-tingkatan yang banyak tidak efektif dan efisien serta menyebabkan ketidakpuasan. Sistem desentralisasilah yang efektif dan efisien. Dengan konsep ini, maka: 1) pendelegasian wewenang; 2) melaksanakan manajemen partisipatif; 3) pelayanan yang efektifdan efisien.
j. Market Oriented Gobernment: leveraging change through the markct (Pemerintah yang berorientasi pasar). Pemerintah harus berorientasi pasar
44
dalam arti berusaha menggunakan mekanisme pasar daripada mekanisme birokrasi. Dengan konsep ini, maka: 1) tingkat hirarki birokrasi cukup pendek; 2) pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan masyarakat; 3) pemerintah harus peka terhadap kebutuhan masyarakat; 4) pemerintah bisa merestrukturisasi pasar. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut, dapat diidentifikasikan fungsi dan peran pemerintah, yaitu: a. Pemerintahanan yang katalis, berarti pemerintah berperan sebagai katalisator dan pengarah dalam pemberian pelayanan. b. Pemerintahan milik masyarakat, berarti pemerintah berperan sebagai pemberi wewenang dalam pemberian pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. c. Pemerintahan yang kompetitif, berarti pemerintah berperan sebagai kompetitor dalam meningkatkan kualitas pelayanan. d. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi, berarti pemerintah berperan sebagai pengendali organisasi/aparat dalam rangka mencapai misi pelayanan kepada masyarakat.. e. Pemerintahan yang berorientasi pada hasil, berarti pemerintah berperan sebagai pengendali kinerja agar pelayanan terfokus pada hasil. f. Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan, berarti pemerintah berperan sebagai abdi masyarakat. g. Pemerintahan yang Wirausaha, berarti pemerintah berperan sebagai inovator, pembentuk iklim atau kondisi yang mendukung pemberian
45
pelayanan masyarakat. h. Pemerintahan antisipatif, berarti pemerintah berperan sebagai antisipator terhadap permasalahan yang mungkin timbul dalam pemberian pelayanan. i. Pemerintahan
desentralisasi,
berarti
pemerintah
berperan
sebagai
pendelegasi wewenang dan partisipator dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. j. Pemerintahan yang berorientasi pasar, berarti pemerintah berperan sebagai penumbuh/pembentuk dan pemberi pelayanan yang berorientasi pasar, sesuai dengan permintaan masyarakat. Pemerintah termasuk lurah berkewajiban memenuhi hak-hak sipil dan politik masyarakat melalui pelaksanaan fungsi dan peranan tersebut. Konsekuensinya, penilaian masyarakat atas baik tidaknya pelaksanaan fungsi dan peranan tersebut akan menghasilkan suatu kesimpulan mengenai komitmen dan keberasilan aparat dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Dalam hal pelayanan masyarakat, maka Standar Pelayanan Minimal menjadi ukuran baik tidaknya kualitas layanan yang diberikan pemerintah. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal (Nurcholis, 2005: 308). F. Kelurahan Sako Baru Secara umum kelurahan Sako Baru merupakan wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kota.Palembang, Status kelurahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bukan lagi sebagai perangkat daerah
46
kabupaten/kota begitu pula dengan Kelurahan Sako Baru Pemekaran kelurahan dapat dimaknai sebagai pelimpahan wewenang terhadap suatu daerah untuk membentuk wilayah kelurahan dengan berdasarkan asas desentralisasi. Sebelumnya termasuk di dalam Kelurahan Sako, lalu pada 27 Juli tahun 2007 Kelurahan Sako Baru mekar menjadi kelurahan tersendiri. Pembentukan kelurahan Sako Baru ditetapkan dengan peraturan daerah Kota Palembang Nomor 19 tahun 2007, dengan luas wilayah 513 Ha, dengan batas batas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin. 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sialang. 3. Sebelah barat berpatasan dengan Kelurahan Sukamaju. 4. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sako. Selain menangani urusan otonomi daerah, Lurah juga menyelenggarakan tugas umum pemerintah yang meliputi: a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundang; d. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kelurahan; e. Membina penyeienggaraan pemerintahan f. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
47
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan
G. Kepegawaian Dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi, kecamatan yang dimanifestasikan oleh Lurah melakukan hubungan kerja dengan berbagai instansi antara lain: 1. Camat melalui Sekretaris 2. Lembaga Teknis Daerah Iainnya 3. Rukun Warga 4. Rukun Tetangga 5. Instansi vertikal yang ada di Kecamatan Hubungan kerja Lurah dengat Camat sifatnya hierarkis, karena Lurah dan Camat dan
Lembaga Teknis Daerah bersifat koordinatif dan teknis
fungsional. Terlebih di dalam organisasi Kelurahan terdapat seksi-seksi yang menjalankan fungsi
teknis dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Hubungan Lurah dengan Pemerintah Daerah bersifat koordinatif dan fasilitatif. Hubungan Lurah dengan insatansi vertikal yang ada di Kecamatan sifatnya hubungan biasa. Selanjutnya penjelasan mengenal kepegawaian di Kelurahan Sako Baru berdasarkan daftar urut kepangkatan Pegawai Negeri Sipil tahun 2007:
Tabel 2 Daftar Urut Kepangkatan PNS Kantor Kelurahan Sako Baru Tahun 2012
48
No
Nama / NIP
Pangkat Gol/Ruang
1
TMT
Achmadi Irianto SH,
Penata Tk.
1-10-
NIP.196604271988031005
I
2005
Jabatan Nama Lurah
TMT 18-082007
III / D 2
Yessy May E. S. STP
Penata
NIP. 19820608200112002
Muda
1-4-2007
Seklur
18-082007
III / B 3
4
Aunah, S. Sos
Penata
1-04-
Kasi Pem
8-08-2007
Nip. 197012071992032003
III / C
2006
Yayuk Marsinah
Penata
1-04-
Kasi
18-08-
NIP.
/III C
2005
Kesos
2007
M. Teddy Effendy
Penata
1-04-
Kasi
18-08-
NIP.195512171977031001
/III C
2000
PMK
2007
M. Azis Sonzi
Penata
1-04-
Kasi
18-08-
2005
Trantib
2007
1957081719811042005 5
6
NIP.1959040419800031008 /III C
Sumber : Arsip Kantor Kelurahan Sako Baru tahun 2012
H. Hasil Penelitian Bab ini akan menjelaskan mengenai bahasan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak adanya pemekaran Kelurahan Sako Baru terhadap kualitas pelayanan kepengurusan umum. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dan hasil jawaban kuesioner yang telah disebarkan kepada 50 orang. Selain itu, data juga diperoleh dari hasil pengamatan dan observasi di lapangan.
49
Hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan Kelurahan Sako baru ini didasarkan pada 10 indikator yang ada dalam penelitian ini. Ke- 10 indikator tersebut adalah indikator kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, keramahan, dan kejujuran, serta kenyamanan. Masingmasing
indikator
terdiri
dari
beberapa
item
(sub
indikator)
yang
keseluruhannya berjumlah 17 item (sub Indikator dan setiap item tendiri dari satu pertanyaan/pernyataan. Analisis tentang kualitas pelayanan ini dimulai dengan menganalisis setiap item (sub indikator) yang ada dalam setiap indikator. Setelah setiap item dalam satu indikator dianalisis, kemudian skor keseluruhan item (bobot) dalam satu indikator tersebut dicari rata-rata untuk menganalisis kualitas pelayanan. umum dari setiap indikator yang ada. Setelah semua indikator diukur kinerjanya kemudian total skor keseluruhan dar 10 indikator yang ada dalam penelitian ini dicari rata-ratanya untuk menentukan kualitas pelayanan pengurusan Kartu .umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan sako Palembang. Jumlah skor tertinggi untuk setiap item = 4 x 50 = 200. Jumlah skor terendah untuk setiap item = 1 x 50 = 50. Untuk menentukan kualitas pelayanan umum setiap item adalah pertama dengan menentukan intervalnya terlebih dahulu. Rumus yang digunakan untuk menentukan interval ini adalah:
I
Range K
Keterangan: I
:Interval/Rentang kelas
50
Range : Skor tertinggi - skor terendah K
: Banyak kelas yang ada
Berdasarkan rumus tersebut , maka interval untuk setiap item adalah sebagai berikut:
I
200 50 150 37,5 4 4
Jadi untuk setiap item dalam indikator gradasi efektivitas pelayanan Umum dapat diukur sebagai berikut: Bobot
50 - 87,5
= Sangat tidak baik
Bobot
88-125
= Tidakbaik
Bobot
125,5 – 163
= Baik
Bobot
> 163
= Sangat baik.
Pengukuran kualitas pelayanan umum kelurahan Sako baru di lakukan dengan menyebar kuesioner kepada 50 orang responden, yang diikuti wawancara. Kegiatan tersebut dilakukan mulai dan tanggal 1 sampai dengan 6 Februari 2010 Berikut informasi tentang responden dalam penelitian ini:
TABEL 3 Identitas Responden No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase
1
SD
-
-
51
2
SMP
-
-
3
SMA
34
68%
4
S1
16
38%
Berdasarkan data pada tabel 3 dijelaskan bahwa masyarakat yang menjadi responden di Kecamatan Sako Baru mayoritas memiliki latar belakang pendidikan pada tingkat SMU yaitu 48%, selanjutnya SI 38%. Sedangkan yang Iainnya memiliki latar belakang pendidikan SD, SMP, DIII, Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa mayoritas responden yang mewakili penduduk di daerah tersebut tingkat pendidikannya SMU. Berikut identitas responden berdasarkan jenis pekerjaannya yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
TABEL 4 Identitas Responden No
Status Responden
Jumlah(orang)
Persentase (%)
1
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
14
28
2
Swasta
5
10
3
Wiraswasta/Dagang
8
16
Jumlah
27
54
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data pada tabel 4, terlihat bahwa terdapat 5 kategori responden dalam penelitian berdasarkan jenis pekerjaannya. Sebagian besar
52
dan mereka yaitu sebanyak 38 % bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, 28 % lainnya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sedangkan responden lainnya bekerja sebagai wiraswasta, swasta dan Petani Berdasarkan penejelasan tersebut terlihat bahwa mayoritas responden yang mewakili mayoritas bekerja sebagai Ibu rumah tangga yaitu sebanyak 38 %. Berikut akan dijelaskan hasil penelitian mengeni kualitas pelayanan kepadatan masyarakat di kelurahan sako baru. 1. Analisis Indikator Kesederhanaan Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui kesederhanaan prosedur pelayanan di Kecamatan Sako. Indikator kesederhanaan terdiri dan 1 item (sub indikator). Item tersebut adalah kesederhanaan prosedur atau alur layanan. Indikator kesederhanaan ini terdiri dan 1 yaitu pernyataan nomor 1. Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian.
a. Tingkat Kesederhanaan Pelayanan Berikut tabel yang memuat data dan hasil jawaban responden mengenai tingkat kesederhanaan prosedur pelayanan. Jawaban tersebut diperoleh dari pemyataan nomor 1 yaitu berkenaan dengan kesederhanaan prosedur pelayanan KS
Tabel 5 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kesederhanaan Prosedur Pelayanan Umum
53
Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
3
12
Baik
30
90
Cukup
17
34
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
136
Sumber: Data primer yang diolah dari pernyataan no.1 Berdasarkan data pada tabel 5, skor untuk kesederhanan prosedur pelayanan di KSB adalah sebesar 136. Ditinjau dari rentang skor (bobot) yang ada untuk setiap item dapat dikatakan bahwa tingkat kesederhanaan prosedur berkenaan dengan alur layanan dalam kategori baik.
Berdasarkan penjelasan kebanyakan warga mengetahui alur yang harus dilakukan sebagai tahapan dalam Pelayanan Umum yang dimulai dari pengantar diberikan oleh RT setempat. Dalam hal ini masyarakat tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan surat pengantar tersebut.
2. Analisis Indikator Kejelasan Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejelasan dalam pengurusan Pelayanan Umum. Indikator ini terdiri dari 2 item (sub indikator). Kedua item tersebut adalah tingkat kejelasan persyaratan, tingkat kejelasan petugas pemberi layanan.
54
Indikator kejelasan terdirii dari 2 pernyataan. Pemyataan pertama untuk tingkat kejelasan persyaratan yang harus dipenuhi untuk Pelayanan Umum. Pernyataan kedua untuk tingkat kejelasan keberadaan petugas yang berwenang pemberi layanan dalam pengurusan Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako. Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian.
a. Tingkat Kejelasan Persyaratan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kejelasan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengurusan Pelayanan Umum. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 2 yaitu berkenaan dengan tingkat kejelasan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengurusan Pelayanan Umum. Tabel 6 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kejelasan Persyaratan Dalam Pelayanan Umum Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
1
4
Baik
39
117
Cukup
10
20
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
141
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data path tabel 6, skor untuk tingkat kejelasan persyaratan
55
yang harus dipenuhi dalam mengurus Pelajanan Umum adalah sebesar 141. Berdasarkan rentang skor yang ada untuk setiap item dapat dikatakan bahwa tingkat kejelasan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengurusan Pelayanan Umum berada pada kategori baik.
b. Tingkat Kejelasan Petugas Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kejelasan petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Jawaban tersebut diperoleh dan pernyataan nomor 3 yalta berkenaan dengan tingkat kejelasan petugas yang menangani pengurusan Pelajanan Umumu di Kantor Kecamatan Sako. Tabel 7 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kejelasan Petugas Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
1
4
Baik
33
99
Cukup
16
32
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
135
Sumber : Diolah dari data primer Data pada table 7, menunjukkan skor untuk tingkat kejelasan petugas yang mengurusi Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako adalah 135. Berdasarkan rentang skor yang ada untuk setiap item, dapat dikatakan bahwa tingkat kejelasan
56
petugas yang mengurusi Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako berada pada kategori baik. Keseluruhan item dalam indikator tersebut
apabila
dijumlahkan
maka akan diperoleh total skor 276. Maka rata-rata dari kedua item tersebut adalah 138. Berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan kualitas pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako berkenaan dengan tingkat kejelasannya prosedur dan petugas yang menangani pengurusan tersebut, berada dalam keadaan baik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan responden nomor 5 diperoleh informasi sebagai berikut “pertama kita harus punya KK (Kartu Keluarga, lalu foto dan tanda tangan” Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dibawa/dipenuhi untuk membuat Kartu Tanda Penduduk, antara lain: Model A, tanda tangan, foto ukuran 2x3 dengan latar foto yang disesuaikan dengan tahun kelahiran. Dalam hal ini masyarakat sering kali dibingungkan dengan warna latar yang ada. Sebagaimana yang diketahui bahwa latar merah diperuntuhkan untuk warga dengan tahun kelahiran ganjil (misal tahun 1977), sedangkan latar biru diperuntuhkan untuk warga dengan tahun kelahiran genap (misal 1986). Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi lebih lanjut dari pihak kecamatan mengenai hal ini. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dan produk (KTP) yang dihasilkan.
57
3. Analisis Indikator Kepastian Waktu Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepastian waktu dalam penyelesaian Pelayanan Umum. Indikator ini terdiri dari satu item (sub indikator). Item tersebut adalah tingkat kepastian waktu dalam penyelesaian Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako. Indikator kepastian waktu ini terdiri dan 1 pernyataan. Pemyataan yang berkaitan dengan indikator kepastian waktu ini adalah pernyataan nomor 4. Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian. Berikut data hasil penelitian mengenai kepastian waktu pelayanan. a. Tingkat Kepastian Waktu Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kepastian waktu pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako. Jawaban tersebut diperoleh dari pemyataan nomor 4 Tabel 8 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepastian Waktu Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
0
0
Baik
24
72
Cukup
26
52
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
124
Sumber: Diolah dan data primer
58
Berdasarkan data pada tabel 8, dijelaskan bahwa skor untuk tingkat kepastian waktu dalam penyelesaian Pelayanan Umum di Kantor Kecamatan Sako adalah sebesar 124. Berdasarkan rentang skor yang ada untuk setiap item, menunjukkan bahwa item ini berada dalam kondisi tidak baik. Kondisi tersebut mengindikasikan adanya ketidaktepatannya waktu penyelesaian produk pelayanan atau dalam hal ini Pelayanan Umum. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu seorang warga yang menjadi responden. Ibu itu menjelaskan “lama selesainya padahal ini lagi benar-benar mepet dibutuhkan”. Terjadinya hal tersebut tentu dapat merugikan waktu bagi masyarakat dan akan memunculkan indikasi „adanya cara cepat‟ agar dapat selesai tepat waktu. Padahal penyelesaian Pelayanan Umum dapat diselesaikan dalam waktu 3 hari. Hal tersebut tentu dapat menjadi perhatian bagi pegawai stempat untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, misalnya dengan meningkatkan kinerja dari tiap pegawai yang ada.
4. Analisis Indikator Akurasi Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi dalam pelayanan Umum. Akurasi dalam hal ini berkenaan dengan ketepatan produk pelayanan yang diberikan (Pelayanan Umum) dalam data-data yang tercantum dalam Pelayanan Umum. Indikator akurasi terdiri dari satu item (sub indikator). Item tersebut adalah tingkat akurasi/ketepatan produk pelayanan (data-data yang terdapat dalam
59
Pelayanan Umum seperti nama, tempat tanggal lahir, alamat, golongan darah, status, dsb) Indikator ini terdiri dari 1 pernyataan. Pernyataan yang berkaitan dengan indikator akurasi adalah pernyataan nomor 5. Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian. Berikut data hasil penelitian mengenai akurasi produk pelayanan. a. Tingkat Akurasi/Ketepatan Produk Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat akurash/ketepatan produk pelayanan (data-data yang terdapat di Pelayanan Umum si pemilik). Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 5 yaitu tingkat akurasi/ketepatan produk pelayanan (data-data yang terdapat dalam Pelayanan Umum seperti nama, tempat tanggal lahir, alamat, golongan darah, status, dsb) Tabel 9 Jawaban Responden Tingkat Ketepatan Produk Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
0
0
Baik
32
96
Cukup
18
36
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
132
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 9, skor untuk tingkat akurasi/ketepatan produk pelayanan (data-data yang terdapat dalam Pelayanan Umum seperti nama,
60
tempat,tanggal lahir, alamat, golongan darah, status, dsb) adalah sebesar 132. Apabila ditinjau dari rentang skor untuk tiap item, maka tingkat akurasi atau ketepatan produk pelayanan, maka kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang ditinjau dari akurasi/ketepatan produk pelayanan termasuk dalam kategori baik. Ketepatan produk berkenaan dengan ketepatan data yang diisikan dalam Pelayanan Umum dari orang yang bersangkutan. Kesalahan yang terkadang terjadi adalah kesalahan penulisan nama. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat hal yang harus diperhatikan agar dapat menghindari terjadinya kesalahan yaitu ketepatan pengisian data saat pembuatan Pelayanan Umum.. 5. Analisis Indikator Keamanan Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator keamanan bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan dalam pelayanan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Indikator ini terdiri dari 2 item (sub indikator). Masing-masing item tersebut adalah tingkat keamanan lingkungan tempat pelayanan dan keamanan pengguna layanan pada saat menerima pelayanan kesehatan (secara psikis) Indikator tersebut terdiri dari 2 pernyataan. Pernyataan nomor 6 untuk tingkat keamanan lingkungan dan pernyataan nomor 7 untuk tingkat keamanan peugguna layanan berkenaan dengan keabsahan produk layanan. Berikut data basil penelitian kualitas pelayanan berkenaan dengan kualitas pelayanan. a. Tingkat Keamanan Lingkungan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat
61
keamanan lingkungan pelayanan. Jawaban tersebut diperoleh dari jawaban pernyataan nomor 6 yaitu tingkat keamanan lingkungan tempat Pelayanan Umum (keadaan lingkungan Kantor Camat Setempat) Tabel 10 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Keamanan Lingkungan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
2
8
Baik
45
135
Cukup
3
6
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
149
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 10, dijelaskan bahwa skor untuk tingkat keamanan/rasa lingkungan tempat pengurusan Pelayanan Umum (keadaan lingkungan Kantor Camat setempat) adalah sebesar 149. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk setiap item, maka dapat dikatakan bahwa tingkat keamanan lingkungan berkenaan dengan kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada keadaan baik. Keamanan lingkungan berkenaan dengan keadaan disekitar Kantor Kecamatan sebagai tempat pelayanan. Kondisi yang aman terkait dengan rasa nyaman pengguna layanan. b. Tingkat Keamanan Saat Menerima Produk Layanan Tabel berikut memuat data hasil jawaban responden mengenai tingkat
62
keamanan pengguna layanan saat menerima produk pelayanan. Jawaban tersebut diperoleh dari hasil jawaban pernyataan nomor 7 yaitu berkenaan dengan tingkat keamanan pengguna layanan saat menerima produk pelayanan (Umum) berkenaan dengan keaslian produk pelayanan.
Tabel 11 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Keamanan Penggunaan Layanan Saat Menerima Produk Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
2
8
Baik
37
111
Cukup
10
20
Sangat tidak baik
1
1
Jumlah
50
140
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 11, skor untuk tingkat keamanan pengguna layanan saat menerima produk pelayanan adalah sebesar 140, Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk setiap item yang ada, maka tingkat keamanan pengguna layanan saat menerima produk pelayanan dalam penelitian ini berada pada kategori baik. Keseluruhan item dalam indikator (a dan b) tersebut apabila dijumlahkan maka akan diperoleh total skor 289. Maka rata-rata dari kedua item tersebut adalah 144,5. Berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan bahwa kualitas
63
pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada keadaan baik. Secara keseluruhan item pada indikator keamanan baik untuk keamanan pada saat menerima layanan maupun keamanan lingkungan tempat pelayanan setempat, keduanya berada pada kategori baik. Berdasarkan rangkuman dari jawaban para responden sebagian besar mereka merasa bahwa mereka telah merasa aman dalam menerima produk layanan (Umum) yang diurus di Kantor tersebut. Mengenai keamanan lingkungan pun, sebagian besar dari mereka mengakui lokasi Kelurahan Sako Baru Camat di Sako Palembang tersebut termasuk pada kondisi yang aman.
6. Analisis Indikator Tanggung Jawab Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator tanggung jawab bertujuan untuk mengetahui tingkat tanggung jawab petugas pemberi kecamatan dalam melaksanakan tugasnya termasuk dalam hal penanganan keluhan atau permasalahan layanan. Indikator ini hanya terdiri dari satu item (sub indikator). Item tersebut adalah tingkat tanggung jawab petugas kecamatan dalam menyelesaikan keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan Umum. Indikator ini hanya terdiri dari 1 pernyataan. Pernyataan yang berkenaan dengan indikator tanggung jawab dalam penelitian ini dijelaskan pada pernyataan nomor 8 (delapan). Berikut data data hasil penelitian mengenai tanggung jawab petugas pemberi layanan dalam penyelesaian keluhan/permasalahan pelayanan.
64
a. Tingkat Tanggung Jawab Petugas Terhadap Keluhan Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat tanggung jawab petugas terhadap keluhan pelayanan. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 8 (delapan) yaitu berkenaan dengan tingkat tanggung jawab petugas kecamatan terhadap penanganan keluhan/permasalahan dalam layanan pengurusan Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Tabel 12 Jawaban Responden Tingkat Tanggung Jawab Petugas Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
2
8
Baik
32
96
Cukup
16
32
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
136
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 12, dijelaskan bahwa skor untuk tingkat tanggung jawab petugas dalam menangani keluhan atau permasalahan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 136. Apabila ditinjau dari rentang skor untuk tiap item pemyataan, maka tingkat tanggung jawab petugas kecamatan dalam menangani keluhan atau permasalahan di
65
Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori baik.
7. Analisis Indikator Kelengkapan Sarana dan Prasarana Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelengkapan sarana dan prasarana di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Indikator kelengkapan sarana dan prasarana ini terdiri dari dua item (sub indikator). Item pertama adalah mengenai tingkat kelengkapan sarana dan prasarana bagi penerima layanan seperti komputer, mesin tik, dan alat kerja lainnya. Indikator ini terdiri dari 2 pernyataan. Pernyataan yang berkaitan dengan indikator kelengkapan sarana dan prasarana adalah pemyataan nomor 9 (sembilan) dan pernytaan nomor 10 yaitu berkenaan dengan ketersediaan sarana pelayanan. Dalam penelitian ini, pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden. Berikut data hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan berkenaan dengan kelengkapan sarana dan prasarana.
a. Tingkat Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tabel berikut memuat data dan hasil jawaban responden mengenai tingkat kelengkapan sarana dan prasarana seperti komputer, mesin tik, alat kantor, dsb. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 9 (sembilan) yaitu berkenaan dengan tingkat kelengkapan sarana dan prasarana.
66
Tabel 13 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kelengkapan Sarana dan Prasarana Pelayanan
Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
3
12
Baik
33
99
Cukup
14
28
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
139
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 13, dijelaskan bahwa skor untuk tingkat kelengkapan sarana dan prasarana di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 139. Apabila ditinjau dari rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap item, maka indikator kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori baik.
b. Tingkat Ketersediaan Sarana dan Prasarana Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti komputer, mesin tik, alat kantor berkenaan dengan jumlah sarana yang ada. Jawaban tersebut diperoleh dari
67
pernyataan nomor 10 (sepuluh) yaitu berkenaan dengan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana Tabel 14 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
1
4
Baik
36
108
Cukup
13
26
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
138
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 14, dijelaskan bahwa skor untuk tingkat ketersediaan sarana dan prasarana di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 138. Apabila ditinjau dari rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap item, maka indikator ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori baik. Keseluruhan item dalam indikator (a dan b) tersebut apabila dijumlahkan maka akan diperoleh total skor 277. Maka rata-rata dan kedua item tersebut adalah 138,5. Berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang dilihat dari kelengkapan sarana dan sarana yang tersedia berada pada keadaan baik.
68
Salah seorang responden mengungkapkan “saya rasa cukup, peralatan yang ada di sini sudah memadai”. (responden nomor 25). Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa sarana dan prasarana pelayanan seperti komputer, mesin tik, dan alat kerja lainnya yang terdapat di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada dalam kategori baik.
8. Analisis Indikator Kemudahan Akses Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan dalam mengakses lokasi tempat pelayanan yang dalam hal ini Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Indikator kemudahan akses tempat pelayanan ini hanya terdiri dan 1 (satu) item. Item tersebut adalah tingkat kemudahan dalam mengakses tempat pelayanan (Kelurahan Sako Baru Camat Sako Palembang) dapat dengan mudah dijangkau, baik kendaraan pribadi maupun dilalui kendaraan umum lainnya. Indikator ini terdiri dari 1 (satu) pernyataan. Pernyataan yang berkaitan dengan indikator kemudahan akses tempat adalah pernyataan nomor 11 (sebelas). Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian. Berikut data hasil penelitian mengenai kemudahan akses tempat pelayanan. a. Tingkat Kemudahan Akses Tempat Pelayanan Tabel berikut memuat data dan hasil jawaban responden mengenai tingkat kemudahan dalam mengakses tempat pelayanan (Kelurahan Sako Baru Camat Sako Palembang) dapat dengan mudah dijangkau, baik kendaraan pribadi maupun
69
dilalui kendaraan umum lainnya. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 11 (sebelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kemudahan akses atau kemudahan dalam menjangkau lokasi Tabel 15 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemudahan Dalam Mengakses Tempat Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
2
8
Baik
37
111
Cukup
10
20
Sangat tidak baik
0
1
Jumlah
50
140
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 15, dijelaskan bahwa skor untuk jawaban dari indikator kemudahan dalam mengakses tempat Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap kemudahan mengakses tempat pelayanan termasuk dalam kategori baik. Lokasi Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang yang berada di dekat jalan utama memudahkan masyarakat menuju ke kantor tersebut. Kantor tersebut dapat ditempuh dengan jalan kaki, maupun kendaraan lainnya hanya saja kendaraan umum angkutan desa belum terlalu banyak.
70
9. Analisis Indikator Kedisiplinan, Kesopanan, Kejujuran (Sikap Pegawai) Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kedisiplian, kesopanan, dan kejujuran petugas pemberi layanan. Indikator ini hanya terdiri dari 3 (tiga) item (sub indikator). Item pertama adalah berkenaan dengan tingkat kedisplinan pegawai pemberi layanan. Item kedua adalah mengenai tingkat kesopanan pegawai, dan item ketiga dalah tingkat kejujuran pegawai dalam kegiatan pelayanan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Indikator tersebut terdiri dari 3 pernyataan. Pernyataan nomor 12 (duabelas) untuk tingkat kedisiplinan pegawai kecamatan. Pernyataan nomor 13 (tigabelas) untuk tingkat kesopanan pegawai kecamatan, dan pernyataan nomor 14 (empatbelas) untuk tingkat kejujuran pegawai kecamatan dalam kegiatan pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Dalam penelitian ini, pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden Berikut data hasil penelitian mengenai kedisiplinan, kesopanan, dan kejujuran pegawai di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang.
a. Tingkat Kedisiplinan Pegawai Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kedisiplinan pegawai. Jawaban tersebut diperoleh dan pernyataan nomor 12 (duabelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kedisiplinan pegawai atau petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang.
71
Tabel 16 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kedisiplinan Petugas Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
0
0
Baik
20
60
Cukup
30
60
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
120
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 16, skor untuk tingkat kedisiplinan petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 120. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk setiap item yang ada, maka tingkat kedisiplinan pegawai atau petugas kecamatan yang terdapat di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori tidak baik. b. Tingkat Kesopanan dan Keramahan Pegawai Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kesopanan dan keramahan pegawai. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 13 (tigabelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kesopanan dan keramahan pegawai atau petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang.
72
Tabel 17 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kesopanan dan Keramahan Petugas Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
0
0
Baik
33
99
Cukup
17
34
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
133
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 17, skor untuk tingkat kesopanan dan keramahan petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 133. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk setiap item yang ada, maka tingkat kesopanan dan keramahan pegawai atau petugas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori baik. c. Tingkat Kejujuran Pegawai Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kejujuran pegawai. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 14 (empatbelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kejujuran pegawai atau petugas dalam memberikan pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang
73
Tabel 18 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kejujuran Petugas Dalam Memberikan Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
1
4
Baik
39
117
Cukup
10
20
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
141
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 18, skor untuk tingkat kejujuran petugas atau pegawai dalam memberikan pelayanan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 141. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk setiap item yang ada, maka tingkat kejujuran petugas atau pegawai di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori baik. Keseluruhan item dalam indikator (a, b, dan c) tersebut apabila dijumlahkan maka akan diperoleh total skor 394. Maka rata-rata dan ketiga item tersebut adalah 131,3. Berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan berdasarkan kedisiplinan, keramahan dan kesopanan serta kejujuran petugas dalam pelayanan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang termasuk dalam kategori baik meskipun skor tersebut hanya berbeda tipis dengan keadaan tidak baik. Hal tersebut menandakan perlunya perbaikan dari kinerja aparatur setempat. Terutama berkenaan dengan tingkat kedisiplinan
74
pegawai yang berdasarkan basil penelitian berada pada kategori tidak baik. Adanya pemberian sanksi yang tegas untuk setiap pegawai diharapkan mampu meningkatkan kinerja pegawai terutama berkenaan dengan permasalahan kedisiplinan. Secara keseluruhan item pada indikator kedisiplinan, keramahan dan kesopanan serta kejujuran pegawai dalam memberikan pelayanan, satu item diantaranya berada pada kategori tidak baik dan dua item lainnya berada pada kategori baik. Item yang berada pada kategori tidak baik adalah item yang berkenaan dengan tingkat kedisiplinan pegawai. Berdasarkan hasil kutipan wawancara dengan salah seorang responden (responden no.7) beliau menjelaskan: “kadang harus menunggu petugasnya”. Sedangkan mengenai tingkat keramahan dan kejujuran pegawai di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang tersebut berdasarkan hasil jawaban responden kedua item tersebut berada dalam kategori baik. Dalam hal ini perlu adanya penanganan mengenai kedisiplinan pegawai, karena hal tersebut akan mempengaruhi kualitas pelayanan.
10. Analisis Indikator Kenyamanan Berkenaan dengan Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Analisis indikator ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan berkenaan dengan pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Indikator kenyamanan terdiri dari 3 (tiga) item. Item pertama adalah untuk tingkat kebersihan lingkungan kantor kecamatan. Item kedua untuk tingkat ketertiban tempat layanan (seperti penataan ruang tunggu, dsb). Sedangkan item
75
ketiga adalah untuk tingkat kelengkapan fasilitas di tempat layanan (toilet, tempat ibadah, tempat parkir, dsb). Indikator ini terdiri dari 3 (tiga) pernyataan. Pernyataan yang berkaitan dengan tingkat kebersihan tempat pelayanan adalah pernyataan nomor 15 (limabelas). Item yang berkenaan dengan tingkat kebersihan tempat pelayanan adalah pernyataan nomor 16 (enambelas). Sedangkan item yang berkenaan dengan tingkat kelengkapan fasilitas yang terdapat Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah pernyataan nomor 17 (tujuhbelas). Pernyataan tersebut diajukan kepada 50 orang responden dalam penelitian. Berikut data hasil penelitian:
a. Tingkat Kebersihan Lingkungan Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kebersihan lingkungan pelayanan atau dalam hal ini Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 15 (limabelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kebersihan lingkungan kantor kecamatan setempat sebagai tempat pelayanan.
76
Tabel 19 Jawaban Responden Mengenai Kebersihan Linkungan Pelayanan
Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
1
4
Baik
39
117
Cukup
10
20
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
141
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 19, dijelaskan bahwa skor untuk jawaban dari indikator kenyamanan berkenaan dengan tingkat kebersihan lingkungan adalah sebesar 141. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap item, maka indikator kenyamanan berkenaan dengan kebersihan lingkungan di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang sebagai tempat pelayanan kesehatan berada dalam kategori baik. b. Tingkat Ketertiban Tempat Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat ketertiban tempat pelayanan. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 16 (enambelas) yaitu berkenaan dengan tingkat ketertiban tempat pelayanan (penataan ruang tunggu, dsb).
77
Tabel 20 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Ketertiban Tempat Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
3
12
Baik
38
114
Cukup
9
18
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
144
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 20, dijelaskan bahwa skor untuk jawaban dari indikator kenyamanan berkenaan dengan tingkat ketertiban lingkungan kantor kecamatan sebagai tempat pelayanan adalah sebesar 144. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap item, maka indikator kenyamanan dilihat dari kebersihan lingkungan Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada dalam kategori baik. c. Tingkat Kelengkapan Fasilitas di Tempat Pelayanan Tabel berikut memuat data dari hasil jawaban responden mengenai tingkat kelengkapan fasilitas di tempat pelayanan atau dalam hal indikator kelengkapan. Jawaban tersebut diperoleh dari pernyataan nomor 17 (tujuhbelas) yaitu berkenaan dengan tingkat kelengkapan fisilitas yang terdapat di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang seperti (toilet, tempat ibadah, tempat parkir, dsb).
78
Tabel 21 Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kelengkapan Fasilitas Tempat Pelayanan Tingkat Persetujuan
Frekuensi
Bobot
Sangat baik
4
16
Baik
30
90
Cukup
16
32
Sangat tidak baik
0
0
Jumlah
50
138
Sumber : Diolah dari data primer Berdasarkan data pada tabel 21, dijelaskan bahwa skor untuk jawaban dari indikator kenyamanan berkenaan dengan kelengkapan fasilitas di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang adalah sebesar 138. Berdasarkan rentang skor yang telah ditetapkan untuk tiap item, maka indikator kenyamanan berkenaan dengan tingkat kelengkapan fasilitas yang ada di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada dalam kategori baik. Keseluruhan item dalam indikator (a, b, dan c) tersebut apabila dijumlahkan maka akan diperoleh total skor 423. Maka rata-rata dan ketiga item tersebut adalah 141. Berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan bahwa kualitas kenyamanan dalam pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang termasuk dalam kategori baik.
79
I.Pembahasan Hasil Penelitian Setelah menganalisis per indikator, berikut akan dianalisis mengenai kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang dari keseluruhan indikator. Secara keseluruhan jumlah bobot dari 10 indikator (17 item) apabila dirata-rata akan diperoleh bobot sebesar 135,83 (rangkuman lihat tabel 22) Tabel 22 Hasil Pengukuran Kualitas Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang Secara Keseluruhan Aspek yang Diukur
Hasil pengukuran
Bobot
1. Kesederhanaan a. Tingkat Kesederhanaan Prosedur Rata-rata indikator 1
Baik Baik
136 136
2. Kejelasan a. Tingkat Kejelasan Persyaratan b. Tingkat Kejelasan Petugas Rata-rata indikator 2
Baik Baik Baik
141 135 138
3. Kepastian waktu a. Tingkat Kepastian Waktu Pelayanan Rata-rata indikator 3
Baik Tidak Baik
124 124
4. Akurasi Pelayanan a. Tingkat Akurasi Produk Pelayanan Rata-rata indikator 4
Baik Baik
132 132
5. Keamanan a. Tingkat Keamanan Lingkungan b. Tingkat Keamanan Saat Menerima Layanan Rata-rata indikator 5
Baik Baik Baik
149 140 144,5
6. Tanggung Jawab a. Tingkat Tanggung jawab Petugas Terhadap Keluhan Rata-rata indikator 6
Baik Baik
136 136
7. Kelengkapan Sarana-Prasarana a. Tk. Kelengkapan Sarana-Prasarana Pelayanan b. Tk. Ketersediaan Sarana Pelayanan Rata-rata indikator 7
Baik Baik Baik
139 138 138,5
8. Kemudahan a. Tk. Kemudahan Akses Tempat Pelayanan Rata-rata indikator 8
Baik Baik
140 140
9. Kedisplinan, Kesopanan dan
80
Keramahan, serta Kejujuran Petugas a. Tingkat Kedisiplinan b. Tingkat Kesopanan dan Keramahan c. Tingkat Kejujuran Rata-rata indikator 9
Tidak Baik Baik Baik Baik
120 133 132 128,3
9. Kenyamanan a. Tingkat Kebersihan b. Tingkat Ketertiban c. Tingkat Kelengkapan Fasilitas Layanan Rata-rata indikator 10
Baik Baik Baik Baik
141 144 138 141
Baik
135,83
Rata-rata keseluruhan indikator (1-10) Sumber : Diolah dari data primer
Berkenaan dengan hasil penelitian terlihat bahwa kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang setelah diadakannya pemekaran kecamatan, secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik. Hal tersebut terlihat dari bobot untuk keseluruhan indikator yaitu 135,83 dimana berdasarkan gradasi yang dibuat skor tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada dalam kategori baik. Lebih lanjut dapat dilihat dari 10 indikator dengan 17 item yang diukur, 15 indikator diantaranya termasuk dalam kategori baik. Sedangkan dua lainnya berada dalam kategori tidak baik yaitu item nomor 4 yang berkenaan dengan kepastian waktu penyelesaian produk pelayanan dan nomor 12 yaitu kedisiplinan pegawai. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ketepatan waktu dalam penyelesaian produk pelayanan yang dalam penelitian ini adalah Pelayanan Umum dirasa belum baik. Adanya penguluran waktu penyelesaian sering kali membuat warga selalu menanti Pelayanan Umum yang diperlukan. Oleh karena itu hendaknya kinerja pegawai di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang setempat dapat lebih ditingkatkan, karena skor yang diperoleh hampir pada gradasi yang menyatakan keadaan baik.
81
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari staf di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang, terjadinya keterlambatan penyelesaian lebih disebabkan jarak tempuh kota kabupaten dengan kecamatan yang relatif jauh. Jadi pengiriman data dalam Pelayanan Umum akan dikumpulkan sampai beberapa pengurus, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan tidak terbuang hanya untuk mengirim satu atau dua data Pelayanan Umum. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keahlian pegawai dalam penyelesaian pekerjaan seperti pengadaan pelatihan keterampilan dan sebagainya, selain itu adanya penumbuhan sikap profesionalisme dalam pelaksanaan kerja dengan. Selain itu adanya penambahan sarana transportasi kantor diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan mengingat jarak tempuh antara kota kabupaten dan wilayah kecamatan Sako Palembang yang jauh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa tingkat kedisiplinan pegawai di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang berada pada kategori tidak baik. Adanya sikap negatif dan kurangnya disiplin pegawai tentu akan berpengaruh pada kualitas pelayanan di kantor tersebut. Tingkat kehadiran yang kurang maupun keterlambatan yang terjadi tentu harus segera dibenahi dengan adanya penegakan sanksi secara keras dan tegas. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa masyarakat yang akan melakukan Pelayanan Umum harus melengkapi beberapa persyaratan yang dibutuhkan seperti model A Kartu Keluaraga, foto, biodata dan tanda tangan. Sebagaian besar masyarakat merasa bahwa Pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang sudah baik. Hal tersebut terlihat dari
82
kemudahan prosedur yang ditetapkan, kejelasan yang ada, hingga sarana dan prasarana yang tersedia pun diketahui dapat menunjang pelayanan tersebut dengan baik. Ditambah lagi dengan adanya program dari pemerintah yaitu berupa pembuatan Pelayanan Umum secara gratis, dengan itu masyarakat menyambut dengan baik program tersebut. A. Diskusi Sebagai ketetapan pemerintah mengenai ukuran dari kualitas pelayanan, Kepmen PAN No. 63 Tahun 2003 menyatakan beberapa prinsip pelayanan Publik di Indonesia saat ini, di mana prinsip pelayanan ini dapat dijadikan beberapa dimensi dalam mengukur kualitas pelayanan suatu organisasi publik di Indonesia. Beberapa pninsip-prinsip tersebut antara lain adalah : a. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, rnudah dipahami dan mudah dilaksanakan b. Kejelasan 1) Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik 2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; 3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
83
a. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. b. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. c. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. d. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi. e. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. f. Kedisiplinan, Keramahan,dan Kesopanan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
g. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
84
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainlain. Sikap dan perhatian dalam melakukan pelayanan yang baik adalah dasar melakukan pemberian layanan. Zeithaml, Parasuraman dan Berry (dalam Semil, 2005) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan yang baik adalah pertemuan atau melebihi apa yang diharapkan konsumen dari pelayanan yang diberikan. Tinggi rendahnya kualitas pelayanan tergantung pada kinerja pelayanan yang diberikan dalam konteks pelayanan tergantung pada kinerja pelayanan yang diberikan dalam konteks apa yang mereka harapkan. Pengukuran kualitas suatu pelayanan tentu akan berhubungan dengan kualitas dari kinerja pegawai maupun kinerja organisasi pemberi layanan secara keseluruhan. Semakin tinggi kinerja organisasi, semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan organisasi (Keban, dalam Tangkilisan:2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Kantor Kecamatan Sako Palembang berkenaan dengan Pelayanan Umum dengan menggunakan indikator berkenaan dengan kualitas pelayanan berdasarkan Kep.Men PAN No.63 Tahun 2003, dan 10 indikator dengan 17 item pertanyaan/pernyataan, diperoleh hasil bahwa terdapat 15 item diantaranya berada pada kategori baik, sedangkan dua lainnya berada pada kategori tidak baik. Dua item yang berada pada kategori tidak baik yaitu ketepatan waktu penyelesaian dan tingkat kedisiplinan pegawai. Apabila kinerja pelayanan dikaitkan dengan harapan (expectation) dan kepuasan (satisfaction) dari pengguna layanan atau dalam penelitian ini
85
masyarakat pengguna jasa layanan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Barata (2003:38) maka gambarannya adalah sebagai berikut: a. Kinerja < Harapan (Performance < Expectation) Apabila kinerja layanan menunjukkan keadaan di bawah harapan pelanggan, maka pelayanan kepada pelanggan dapat dikatakan tidak memuaskan. b. Kinerja = Harapan (Performance = Expectation) Apabila kinerja layanan sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap memuaskan, tetapi tingkat kepuasannya adalah minimal karena pada keadaan ini dapat dianggap belum ada keistimewaan layanan. c. Kinerja > Harapan (Performance > Expectation) Apabila kinerja layanan menunjukkan lebih dari yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat memuaskan karena pelayanan yang diberikan ada pada tahap yang optimal. Sebagaimana yang dikatehui bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yakni “keanekaragaman dalam kesatuan” serta dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, disarankan dalam pendelegasian sebagaian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat digunakan pola II yaitu “seragam untuk kewenangan tertentu yang bersifat umum ditambah dengan kewenangan spesifik yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan penduduknya”. Pola ini akan lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat melalui prinsip “close to the customer”, terutama apabila Pemerintah Daerah memang memiliki keinginan politis untuk menempatkan kecamatan sebagai pusat pelayanan.
86
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa kinerja pegawai yang dilihat dari kedisiplinan dan ketepatan waktu penyelesaian dapat berpengaruh pada kualitas pelayanan. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan. Kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan meningkatkan keahlian pegawai dalam penyelesaian pekerjaan seperti pengadaan pelatihan keterampilan dan sebagainya, selain itu adanya penumbuhan sikap profesionalisme dalam pelaksanaan kerja diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan, dan secara tidak langsung hal tersebut dengan kurangnya disiplin pegawai di kantor tersebut. Tingkat kehadiran yang kurang maupun keterlambatan yang terjadi tentu harus segera dibenahi dengan adanya penegakan sanksi secara keras dan tegas.
J.Kesimpulan 1. Kualitas Pelayanan Umum Setelah Adanya Pemekaran di Kecamatan Sako Palembang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kualitas pelayanan Umum di Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang setelah dibentuk menjadi Kelurahan Sako Baru kecamatan Sako kualitas pelayanan yang diberikan berada masyarakat pada kategori baik. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata bobot yaitu 135,83 yang apabila didasarkan pada gradasi yang ada termasuk diam kategori baik. Penelitian ini diukur dengan menggunakan 10 indikator. Kesepuluh indikator tersebut adalah kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi pelayanan, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan
87
sarana dan prasarana, kemudahan, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, kejujuran petugas, dan kenyamanan. Namun keadaan tersebut masih perlu diperbaiki karena hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa 10 indikator yang terdiri 17 item (sub indikator) 15 item diantaranya berada pada kategori baik, sedangkan 2 item lainnya berda dalam kategori tidak baik, berikut gambarannya: 15 Item yang tergolong baik:
Tingkat kesederhanaan prosedur
Tingkat kemudahan mendapatkan pelayanan
Tingkat kejelasan persyaratan.
Tingkat kejelasan petugas
Tingkat akurasi penanganan pelayanan
Tingkat keamanan lingkungan
Tingkat tanggung jawab petugas terhadap keluhan
Tingkat kelengkapan sarana dan prasarana
Tingkat kemudahan akses tempat pelayanan
Tingkat kesopanan dan keramahan
Tingkat kejujuran
Tingkat kebersihan
Tingkat ketertiban
Tingkat kelengkapan fasilitas di tempat pelayanan
2 Item lainnya yang termasuk dalam kategori tidak baik
Tingkat kedisiplinan petugas
88
Tingkat kepastian waktu pelayanan.
2. kendala yang dihadapi Kendala yang dihadapi dalam pemberian pelayanan umum berdasarkan hasil penelitian berkenan dengan 2 item yang termasuk dalam kategori tidak baik yaitu kedisiplinan pegawai dan kepastian waktu pelayanan dalam hal ini dipengaruhi oleh kurangnya motivasi dan dedikasi Staf Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako Palembang. Kurangnya kedisiplinan pegawai tentu pada akhirnya berpengaruh pada kualitas pelayanan. Hal tersebut perlu menjadi perhatian karena pegawai yang terdapat di Kelurahan Sako Baru yang merupakan unsure penting pelaksana kegiatan pelayanan. Hal tersebut juga tentu menjadi salah satu penyebab kurang pastinnya waktu pelayanan dalam penyelesaian Pelayanan Umum. Padahal sebagaimana yang diketahui bahwa hal utama yang diinginkan pengguna layanan adalah kecepatan dan itu berhubungan dengan kepastian waktu pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Edisi vi, Rieneka Cipta, Jakarta. 2002. Barata, Atep Ady. Dasar-Dasar Pelayanan Prima, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta. Depdiknas. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Jakarta, 1994. Gerson, Richard F. Mengukur Kepuasan Pelanggan, PPM. Jakarta. 2005.
89
Hamidi. Metode Penelitian Sosial di Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Juliantara,Dadang. Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik, Gravindo Persada, Jakarta, 2006. Keban, Jeremias. Enam Dimensi Strategi Administrasi Publik, Gramedia, Yogyakarta, 2004. Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2004. Moernir,H.A.S. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. 2006. Nurcholis, Pemerintahan di Daerah, Rieneka Cipta, Jakarta, 2005. Riawan T.w, dkk. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik, Pembaharuan, Yogya, 2005.
Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survei, LP3ES, Yogyakarta, 1987. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Ban dung, 2003.
Tangkilisan, Hussel Nogi S. Manajemen Publik, Grasindo, Jakarta, 2003.
90