ANALISIS KUALITAS HIDUP PETANI PANGAN DI DESA DRINGU KECAMATAN DRINGU KABUPATEN PROBOLINGGO
Nina Nuraini Pembimbing I : Dr. Achmad Amirudin, M,Pd Pembimbing II : Dr. Budijanto, M.S Jalan Semarang No 5 Malang 65145 Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Pertanian merupakan salah satu bagian penting dari Indonesia karena pertanian adalah mata pencaharian pokok dari penduduk Indonesia, karena Indonesia sangat potensial untuk pertanian sehingga sebagian besar penduduk di Indonesia merupakan petani. Namun saat ini petani di Indonesia masih belum merdeka terbukti dengan masih banyaknya petani miskin di Indonesia khususnya petani pangan. Sehingga sampai saat ini kualitas hidup petani di Indonesia masih belum meningkat, maka dari itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas hidup petani di Indonesia. Kata kunci: pendapatan keluarga, beban tanggungan keluarga, pendidikan, pola konsumsi keluarga, kualitas hidup, kesejahteraan keluarga petanian.
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Negara kita karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa ditengah prahara krisis yang memporak-porandakan perekonomian nasional, sektor pertanian memperlihatkan pertumbuhan positif yaitu sebesar 0,26% (Dillon. 2004:27). Kesulitan dalam meningkatkan luas lahan pertanian dan menurunkan jumlah rumah tangga, menjadikan sempitnya lahan garapan per RTP tetap menjadi penyebab rendahnya pendapatan petani tanaman pangan (padi dan palawija). Pada tahun 2010 tinggal 12,870 juta hektar, menyusut 0,1% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 12,883 juta hektar. Luas lahan pertanian secara keseluruhan termasuk non-padi pada 2010 diperkirakan berjumlah 19,814 juta hektar, menyusut 13 % dibanding tahun 2009 yang mencapai 19,853 juta ha ( BPS Indonesia, 2011). Apabila kepemilikan lahan pertanian jelas milik petani penggarap maka dampaknya akan positif bagi pembangunan pertanian. Namun bila tanah tersebut hanya dikuasai saja tanpa dikelola dan digarap sendiri maka proses tersebut akan menambah jumlah petani penyewa atau pemaro saja, bukan menjadi petani pemilik dan penggarap.
Probolinggo juga merupakan daerah pertanian karena secara keseluruhan penggunaan tanah di Probolinggo didominasi oleh tanah permukiman dan pertanian. Luas pertanian di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2011 seluas 60.107 ha dengan produksi padi 308.371 ton dan produksi jagung sebesar 247.298 ton, produksi padi dan jagung mengalami kenaikan 1,14% dan 2,64% (Kabupaten Probolinggo Dalam Angka Tahun 2012: 169-170). Salah satu daerah yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas adalah Kecamatan Dringu meskipun ada beberapa daerah yang sudah kehilangan lahan pertaniannya karena sudah dialih fungsikan sebagai perumahan. Kecamatan Dringu merupakan bagian dari kabupaten yang terletak berbatasan dengan kota. Masyarakat Kecamatan Dringu sebagian besar juga bermatapencaharian sebagai petani dan produk unggulan Kecamatan Dringu adalah padi dan jagung. Kecamatan Dringu selama tahun 2011 telah memproduksi 2 (kw) jagung 109,656 kg, padi 79,229 kg. Beberapa petani di kecamatan Dringu hanya memiliki 75 m2 lahan pertanian. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua petani memiliki lahan yang luas dan kepemilikan lahan sendiri sehingga kualitas hidup petani juga akan berbeda. Penelitian ini juga memperkaya materi geografi di SMA/MA karena penelitian ini termasuk materi antroposfer di kelas 2 SMA/MA semester satu, sehingga penelitian ini bisa digunakan untuk bahan belajar siswa di tingkat SMA. Penelitian ini juga memperkaya materi di Perguruan Tinggi khususnya di Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Sosial karena penelitian ini termasuk materi matakuliah Demografi, Geografi Pertanian, Geografi Sosial, dan Geografi Ekonomi. METODE Penelitian ini dilakukan di Desa Dringu Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo yang merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif disajikan secara lugas, obyektif dan apa adanya. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode survei, yang bertujuan untuk mengumpulkan data dalam waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah petani pangan dengan jumlah 518 orang yang terhimpun dalam 6 dusun di desa Dringu Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo. Sampel diambil dengan menggunakan teknik proportional random sampling, sedangkan penentuan responden menggunakan teknik systematic ramdom sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman observasi dan lembar kuisioner sedangkan teknik pengumpulan data yang dmaksudkan untuk mengumpulkan data primer menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahapan akhir dari suatu penelitian adalah untuk menjawab tujuan dari penelitian.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik tabulasi. Data hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan, baik yang diperoleh dari hasil observasi dan kuesioner dianalisis kemudian dijelaskan atau dideskripsikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian dapat diketahui bahwa kualitas hidup petani di Desa Dringu dapat diketahui melalui umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan sampingan, kepemilikan lahan, pengeluaran dan kesehatan. Karakteristik umur petani di Desa Dringu menunjukkan bahwa 58% petani pangan di Desa Dringu berumur 41-50 tahun. Umur merupakan salah satu faktor penting menentukan dalam keberhasilan usaha tani. Selain itu umur juga berpengaruh terhadap daya tangkap petani dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan pertanian. Umur merupakan salah satu indikator untuk mengetahuai karakteristik petani responden, umur juga menentukan keahlian atau pengetahuan petani dalam bertani selain itu semakin tinggi usia maka keputusan dalam bertindak juga akan semakin baik. Pendidikan petani pangan di Desa Dringu 34% yang tersebar di enam merupakan lulusan SMP, dan terbanyak kedua sebesar 32% menamatkan pendidikan Sekolah Dasar. Pendidikan ini tentu akan berpengaruh terhadap ketrampilannya sehingga petani dengan pendidikan rendah cenderung tidak dapat bersaing dalam mengembangkan usaha lain diluar pertanian untuk meningkatkan pendapatan. Petani yang memiliki pendidikan tinggi mampu bersaing dalam dunia kerja, sehingga petani yang tamatan SMA dan SMP untuk mendapatkan pekerjaan sampingan akan lebih mudah karena kesempatan kerja yang ada untuk lulusan SMA dan SMP lebih banyak dibandingkan dengan petani yang hanya lulusan SD. Kesempatan kerja ini akan berpengaruh terhadap pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh petani, karena jika petani hanya lulusan SD maka ketrampilan yang bisa dilakukan juga terbatas dan biasanya hanya mengandalkan tenaga seperti narik becak dan buruh nelayan. Pengahasilan yang didapatkan juga akan berbeda sehingga pemenuhan kebutuhan keluarga juga berbeda. Pendidikan petani pangan di Desa Dringu dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut: Tabel 5.1 Pendidikan petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No
Pendidikan
1 Tidak Tamat sekolah 2 SD 3 SMP/MTS 4 SMA/MA 5 Akademi/PT Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
10 32 34 24 0 100
10 32 34 24 0 100
Pendapatan akan berpengaruh terhadap pengeluaran keluarga tani, semakin tinggi pendapatan akan semakin baik pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder sehingga keluarga tersebut dapat dikatakan mampu memenuhi kebutuhannya. Pendapatan ini juga dipengaruhi luas lahan yang dimiliki oleh petani dan kepemilikan lahan, petani dengan luas lahan kecil tentu pendapatannya lebih sedikit dibandingkan petani yang memiliki luas lahan yang luas, maka dari itu petani kecil harus memiliki pekerjaan tambahan agar mampu mencukupi kebutuhan keluarga.
Tabel 5.2 Pendapatan hasil usaha tani petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 Jumlah
Pendapatan
Frekuensi
Persentase (%)
<10 10-20 20-30 30-40 >40
80 9 5 3 3 100
80 9 5 3 3 100
Hasil analisis pendapatan hasil panen 80% petani di Desa Dringu yang tersebar di enam berpengahasilan kurang dari 10 juta setiap kali panen atau /3 bulan sekali dan jumlah ini sudah sangat mencukupi kebutuhan keluarga tapi tergantung pada jumlah keluarga dan pola konsumsi keluarga. Petani yang berpenghasilan lebih dari 40 juta setiap kali panen atau /3-4 bulan sekali terdapat 3 orang di dusun Tambak Sari dan di dusun tambak pesisir. Penghasilan yang didapatkan oleh petani tersebut tergantung pada luas lahan garapan petani, jika lahan garapannya luas maka penghasilannyapun akan tinggi begitu juga sebaliknya. Pola konsumtif keluarga petani akan berpengaruh terhadap meningkatnya pengeluaran keluarga yang tidak seimbang dengan jumlah pendapatan yang diterima keluarga. Maka perlu menambah pengahsilan dari sektor lain untuk menambah pendapatan keluarga petani yang luas lahannya kecil untuk memenuhi kebutuhan pokok. Tabel 5.3 Beban tanggungan petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No
Jumlah Keluarga
Frekuensi
Persentase (%)
1 2 3 Jumlah
< 5 orang 5 sampai 10 orang >10 orang
60 33 7 100
60 33 7 100
Hasil nalisis 60% petani di Desa Dringu yang tersebar di enam dusun hanya memiliki beban tanggungan dengan jumlah kurang dari 5 orang. Sedangkan 33% petani memiliki beben tanggungan 5-10 orang dimana angka ini masih cukup tinggi yang menunjukkan bahwa beberapa keluarga petani masih belum menerapkan sistem keluarga berencana, atau sistem keluarga berencana. Jumlah anggota keluarga petani bisa menjadi beban tanggungan apabila keluarga masih dalam usia sekolah dan masih tidak bekerja, namun apabila anggota keluarga ada yang bekerja maka hal itu dapat meringankan beban petani sehingga pendapatan keluarga bertambah. Pekerjaan sampingan akan menambah penghasilan keluarga petani sehingga meskipun pekerjaan utamanya adalah bertani namun untuk memenuhi kebutuhan pokok tidak perlu menggantungkan pada hasil tani saja namun bisa dari hasil kerja sampingan yang dijalankan oleh keluarga petani. Maka dari itu petani ataupun keluarga petani seharusnya memiliki pekerjaan sampingan agar memiliki pengahasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap anggota keluarga.
Tabel 5.4 Pekerjaan sampingan petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No 1 2 3 4 Jumlah
Jenis Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
Buruh Jasa Dagang Tidak Ada
17 19 10 54 100
17 19 10 54 100
Hasil analisis 54% petani di Desa Dringu yang tersebar di enam tidak memiliki pekerjaan sampingan sedangkan 19% lainnya bekerja di bidang jasa seperti penjahitan dan lain sebagainya. Pekerjaan sampingan ini dilakukan oleh petani itu sendiri maupun oleh keluarga petani yang bekerja dalam bidang dagang seperti toko sembako dan lain sebagainya. Petani yang tidak memiliki pekerjaan sampingan dikarenakan petani tidak memiliki keahlian lainnya dan tidak memiliki modal untuk membuka usaha sehingga petani merasa tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan selain itu petani juga merasa bahwa pekerjaan disawah sudah sangat banyak sehingga akan menguras tenaga apabila melakukan pekerjaan lainnya. Kepemilikan lahan pertanian akan menguntungkan bagi petani yang memilikinya karna tidak perlu mengeluarkan biaya sewa seperti petani penyewa, sehingga kepemilikan lahan juga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima petani saat masa panen. Tabel 5.5 Kepemilikan lahan petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No
Status Lahan
1 Milik Sendiri 2 Maro 3 Sewa Jumlah
Frekuensi 65 6 29 100
Persentase (%) 65 6 29 100
Status kepemilikan lahan sangat penting untuk memperjelas lahan siapa yang dipakai untuk pertanian, karena apabila lahannya sewa maka petani akan menambah pengeluaran lagi. Hasil analisis 65% petani di Desa Dringu yang tersebar di enam dusun memiliki lahan sendiri/hak milik sendiri sedangkan 29% merupakan lahan sewa. Lahan garapan yang merupakan sewa akan menambah pengeluaran seperti dijelaskan di atas, umumnya saat ini sewa lahan pertanian di Desa Dringu 15 juta/tahun untuk 1 hektar lahan pertanian, jadi selain untuk pengeluaran teknis penggarapan lahan petani juga perlu pengeluaran untuk sewa lahan. Jika petani hanya memiliki lahan sewa maka pendapatan yang akan diterima oleh petani tidak sampai 50 persen setelah dipotong untuk modal, sedangkan jika lahan milik sendiri maka petani akan menerima lebih banyak penghasilan pada akhir masa panen. Petani yang memiliki lahan sendiri hanya 65% dengan luas lahan 35% kurang dari 1 hektar dan 20% lebih dari 1 hektar. Meskipun petani tersebut memiliki
sawah sendiri namun bagi petani yang kaya akan memperluas lahan garapannya dengan cara menyewa lahan orang lain untuk menambah pendapatan dari pertanian. Pengeluaran merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran selalu dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima keluarga dan jumlah anggota anggota keluarga. Tabel 5.6 Pengeluaran petani pangan di Desa Dringu dalam memenuhi kebutuhan pokok Tahun 2013 No 1 2 3 4 5
Pengeluaran < 1 Juta 1-2 Juta 2-3 juta 3-4 juta > 5 Juta Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
58 23 P9 4 6 100
58 23 9 4 6 100
Hasil analisis pengeluaran keluarga petani di Desa Dringu yang tersebar di enam dusun untuk pengeluaran kebutuhan pokok 58% pengeluarannya hanya kurang dari 1 juta rupiah /bulan, hal ini dikarenakan untuk makanan sehari-hari petani tidak selalu menggunakan beras sebagai nasi namun petani di Desa Dringu makan nasi jagung atau nasi mpok dengan lauk ikan asin atau tempe tahu untuk makanan seharihari sudah termasuk enak bagi para petani di desa sehingga pengeluarannya hanya sedikit saja. Petani yang pengeluarannya lebih dari 5 juta hanya 6%, pengeluaran ini sesuai dengan pendapatan hasil tani dan luas lahan pertania yang dimiliki selain itu pengeluaran ini juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota keluarga petani dan makanan yang dikonsumsi sehari-hari lebih mewah dibandingkan petani yang pengeluarannya kurang dari 1 juta rupiah perbulan.. Semakin banyak jumlah anggota keluarga/beban tanggungan maka akan semakin banyak pula kebutuhan yang diperlukan yang akan menambah pengeluaran keluarga petani, maka dari itu anggota keluarga yang berusia produktif harus bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Pengeluaran juga bisa berupa pengeluaran untuk kebutuhan sekunder seperti uang jajan anak, baju, dan listrik petani Desa Dringu yang tersebar di enam dusun didapatkan 90% hanya pengeluarannya kurang dari 500 ribu rupiah /bulan, hal ini dikarenakan pengeluaran ini hanya untuk listrik dan uang sekolah anak, untuk pembelian pakaian petani di Desa Dringu hanya membeli pakaian saat hari raya saja. Sedangkan 4% lainnya pengeluarannya lebih dari 1 juta rupiah /bulan karena ada beberapa petani yang menyekolahkan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi dan bagi petani biaya untuk perguruan tinggi sangat banyak sekali maka dari itu pengeluarannya lebih banyak dibandingkan petani lainnya. Kesehatan petani pangan di Desa Dringu dapat dilihat pada tabel 5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7 Tempat berobat petani pangan di Desa Dringu Tahun 2013 No
Tempat berobat
Frekuensi
Persentase (%)
1 2 3 4
Dokter Bidan Dukun Tradisional Jumlah
46 11 35 8 100
46 11 35 8 100
Setiap orang pasti pernah mengalami sakit apabila badannya sudah tidak mampu untuk bertahan, maka dari itu perlunya mejaga pola makan dan kesehatan agar terhindar dari sakit. Hasil analisis tempat berobat petani di Desa Dringu ketika sakit petani pergi berobat ke dokter sebanyak 46%, hal ini dikarenakan petani mulai percaya pada obat modern meskipun biayanya mahal namun petani lebih memilih berobat kedokter karena lebih terpercaya dibandingkan kedukun dan 11% petani pergi ke bidan untuk berobat ketika sakit. Dalam hal ini yang dimaksud berobat kedukun adalah pengobatan yang menggunakan jampi-jampi dan obat tradisional lebih ke obat-obatan tradisional seperti jamu. Hasil analisis 35% petani masih berobat ke dukun, hal ini dikarenakan masyarakat masih mempercayai bahwa kekuatan magis yang paling ampuh untuk mengobati berbagai penyakit dan baiayanya yang murah membuat petani lebih memilih berobat kedukun ketika sakit dan 8% lainnya masih menggunakan pengobatan tradisonal seperti jamu dan lain sebagainya, hal ini dikarenakan petani perjacaya bahwa jamu merupakan obat yang paling berkhasiat dan efek sampingnya tidak berbahaya. Selain itu alasan petani memilih jamu sebagai obat karena jamu bisa dibuat sendiri dengan biaya yang sangat murah. Kemanapun petani berobat asalkan percaya bahwa akan sembuh mungkin hal itu akan terjadi. Setelah dianalisis seluruh indikator yang ada pada keluarga sejahtera maka dapat disimpulkan bahwasannya indikator yang paling berpengaruh terhadap kondisi kesejahteraan keluarga adalah pendapatan dan pengeluaran. Namun kedua indikator ini tidak hanya berdiri sendiri karena semua indikator yang ada saling mempengaruhi satu sama lain, misalnya pengeluaran keluarga akan dipengaruhi oleh beban tanggungan atau jumlah keluarga yang dimiliki semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin banyak pula pengeluaran yang dibutuhkan. Apabila pendapatan tidak mencukupi kebutuhan pokok maka keluarga akan berada pada kondisi kekurangan atau sering disebut miskin. Tabel 6.1 Katagori Kesejahteran Keluarga Petani di Desa Dringu No Tahap-Tahap Keluarga Sejahtera Kategori Jumlah Persentase 1 Keluarga Pra Sejahtera 10 10 2 Keluarga Sejahtera I 33 33 3 Keluarga Sejahtera II 28 28 4 Keluarga Sejahtera III 26 26 5 Keluarga Sejahtera III Plus 3 3 Jumlah 100 100
Hasil Analisis kesejahteraan petani di Desa Dringu yang tersebar di enam dusun yaitu dusun Gandeaan, Bandaran, Krajan, Ngemplak, Tambak Sari dan dan dusun Tambak Pesisir 10% petani masih berada di tahap keluarga pra sejahtera hal ini dikarena petani dan keluarga petani masih belum bisa memenuhi kebutuhan pokok, sandang, papan, pengobatan dan pendidikan secara maksimal. Hal ini dikarenakan pendapatan yang dimiliki oleh petani masih belum bisa mencukupi kebutuhankebutuhan tersebut sehingga kesejahteraan keluarga sulit meningkat. Hasil analisis 33% petani di Desa Dringu berada pada tahapan Keluarga Sejahtera Tahap I. Kebutuhan akan pakaian (petani dan keluarga mampu membeli pakaian dalam jangka waktu satu tahun sekali ) dan makanan sudah mampu dipenuhi dengan baik, selain itu petani pada tahap ini sudah bisa melakukan interaksi dengan keluarga, lingkungan dan lain-lain dengan baik meskipun belum maksimal. Selain itu luas lantai untuk per jiwa sudah memenuhi standart yaitu 4 meter untuk setiap anggota keluarga sehingga kenyamanan bagi seluruh anggota keluarga dapat terjaga. Hasil analisis 28% petani di Desa Dringu merupakan keluarga sejahtera tahap 2 dan merupakan keluarga petani yang sudah mampu memenuhi indikator seperti upaya menambah ilmu agama dan upaya mendapatkan informais dari sebuah media. Petani di Desa Dringu sebagai besar memeperoleh pengetahuan agama dari pengajian dan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi petani memilki televisi dirumahnya sehingga informais-informasi umum dapat terus terpenuhi. Selain itu petani juga sudah bisa melakukan rekreasi bersama keluarga setiap sebulan sekali, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh petani cukup besar karena sudah mampu memenuhi kebutuhan rekreasi maka dengan begitu kebutuhan akan makanan dan pakaian pasti terpenuhi. Hasil analisis 26% petani di Desa Dringu berada ditahap keluarga sejahtera tahap 3. Petani yang berada pada tahap ini sudah bisa memenuhi kebutuhan dari keluarga sejahtera tahap 1 dan keluarga sejahtera tahap 2, namun pada tahap ini petani juga mampu memberikan pada beberapa pihak sebagai kegiatan sosialnya. Jika petani sudah bisa menyisihkan hartanya untuk amal maka petani ini tergolong mampu dan pada tahap ini juga petani memiliki kehidupan yang lebih baik dari tahap-tahap sebelumnya. Hasil analisis 3% petani merupakan petani keluarga sejahtera tahap 3 plus, dimana petani ini mampu memenuhi kebutuhan dari keluarga sejahtera tahap 1 sampai keluarga sejahtera tahap 3. Kualitas hidup petani ini tergolong sangat baik karena segala kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dengan baik. Hasil pengklasifikasian keluarga sejahtera petani Desa Dringu di atas didapat dari indikator-indikator sebagai berikut: Indikator yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan ini tidak lepas dari faktor pendapatan dan erat kaitannya dengan faktor pengeluaran.Ada suatu hubungan antara konsumsi rumah tangga untuk suatu barang atau golongan barang dengan pengahasilan rumah tangga. Proporsi dari penghasilan yang dikeluarkan untuk membeli makanan berkurang dengan naiknya penghasilan (Engel, Bunga rampai ekonomi. 1976:25 dalam Sumardi dan Evers. 2004:91).
Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa tingkat penghasilan suatu rumah tangga sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi, dan dengan demikian juga berpengaruh terhadap kebutuhan pokok mereka. Memang banyak pengaruh lain seperti jumlah anggota rumah tangga, komposisi umum dan jenis kelamin, letak geografis, asal ususl agama mereka, jumlah aktiva lancer yang dipegang dan harga dari barang-barang (Hali Ismail dalam Budono, 1976:26 dalam Sumardi dan Evers. 2004:41 ). Setelah mengetahui kesejahteraan petani di Desa Dringu maka dapat diketahui bahwa keluarga petani responden yang berada dikategori keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera tahap satu berada di garis kemiskinan, maka dapat dikatakan kualitas hidupnya buruk. Sedangkan keluarga petani responden yang merupakan keluarga sejahtera tahap 2, keluarga sejahtera tahap 3 dan keluarga sejahtera tahap 3 plus kualitas hidupnya dapat dikatakan baik karena sudah memenuhi semua indikator dengan baik. Namun keluarga petani responden yang masih berada digaris kemiskinan pelu meningkatkan kualitas hidupnya dengan menambah pendapat baik dari pengembangan hasil pertanian atau dari pekerjaan lain agar mampu memenuhi kebutuhan keluarga. PENUTUP Kesimpulan Penelitian mengenai analisis kualitas hidup petani pangan di desa Dringu Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo, dapat ditarik kesimpulan: 1. Karakteristik sosial ekonomi petani pangan di desa Dringu pendidikan petani pangan 66% tamatan SD dan SMP, pendidikan ini berkaitan dengan kesempatan kerja yang dimiliki oleh petani melihat bahwa 54% tidak memiliki pekerjaan sampingan. Padahal dengan pekerjaan sampingan petani dapat menambah pendapatan keluarga. Pendapatan petani pangan di desa Dringu 80% berpenghasilan <10 juta/masa panen, hal ini berkaitan pula dengan kepemilikan lahan yang 65% petani memiliki lahan sendiri dengan rata-rata luas lahan <1 hektar. Pendapatan tersebut juga berhubungan dengan beban tanggungan keluarga karna 60% petani memiliki beban tanggungan <5 orang dan 33% petani beban tanggungannya 5-10 orang, sehingga semakin banyak anggota keluarga yang tidak produktif makan semakin besar beban tanggungan kepala keluarga. 2. Kualitas hidup petani pangan di desa Dringu 57% keluarga petani pangan kualitas hidupnya termasuk baik karena merupakan golongan keluarga sejahtera tahap 2, 3 dan 3 plus. 3. Kualitas hidup petani pangan di desa Dringu 43% masih buruk karena berada pada garis kemiskinan dan tidak memenuhi semua indikator kesejahteraan yang digunakan dalam mengukur kualitas hidup. 4. Pola konsumsi atau pengeluaran per rumah tangga petani masih di bawah garis kemiskinan, Idealnya pengeluaran rumah tangga petani adalah 21.000 kkal/kapita/hari. Namun pengeluaran petani perbulannya masih di bawah 1 juta rupiah.
Saran Berdasarkan analisis data serta beberapa kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran untuk objek penelitian sebagai berikut: 1. Sebagian petani didesa Dringu kualitas hiidupnya masih buruk (43%) maka dari itu petani harus meningkatkan kualitas hidupnya dengan cara; (1) keluarga yang berusia produktif 15-64 tahun harus memiliki pekerjaan agar menambah pendapatan keluarga, (2) petani harus meningkatkan ketrampilan usaha dengan cara mengikuti semua penyuluhan yang diadakan oleh pemerintahan, (3) memiliki kebutuhan pengembangan (investasi) melalui pendidikan anak dan tabungan. 2. Pemerintah perlu menambah pembangunan gedung sekolah baik sekolah TK, SD atau SMP di desa Dringu untuk meningkatkan kualitas pendidikan keluarga petani di desa Dringu dan pemerintah perlu melaksanakan kegiatan sosialisasi pertanian dan keterampilan untuk petani pangan secara berkelanjutan agar petani pangan di desa Dringu semakin maju. DAFTAR RUJUKAN Abdurachman .A, dkk. 2011. Kondisi Dan Antisipasi Keterbatasan Lahan Pertanian Di Pulau Jawa1. Bogor:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Adiratma, Roekasah. 2004. Stop Tanam Padi?, Kondisi Petani Padi di Indonesia dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraannya. Jakarta: Penebar Swadaya. Ananta, Aris. 1993. Ciri Demografi Kualiatas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Demografi dan Fakultas Ekonomi UI Anjar. 2011. Kualiatas Perumahan. (Online), (Http : // Pemkot. Pontianak. Go. Id / Fileperda/ Doc/ Perijinan, diakses tanggal 15 Maret 2013) Andriyani, Kiki Fitri, dkk. 2011. Distribution Of Income And Welfare Level Of Kkpa Farmers In Petalabumi Seberida Indragiri Hulu District. Riau: Fakultas Pertanian Universitas Riau. Apriyantono, Anton. 2011. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Jakarta: BPS. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi VI. Jakarta: PT rineka Cipta. Arief, Amiruddin. 1981. Sanitasi Lingkungan. Malang: IKIP Malang. Bappeda. 2012. Execitive Summary Laporan Fakta dan Analisa, Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo Tahun 2014-2033. Probolinggo: Bappeda Kabupaten Probolinggo. Biro Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Probolinggo Dalam Angka Tahun 2012. Probolinggo: BPS Kabapaten Probolinggo. ___ ____________. 2012. Kecamatan Dringu Dalam Angka Tahun 2012. Probolinggo: BPS Kabupaten Probolinggo. _____ __________. 2012. Teknik Pengambilan Sampel dan Pengujian Hipotesis. Bandar lampung: BPS Lampung. (Online). (http//home.unpar.ac.id, diakses tanggal 30 November 2013)
Chairil Anwar, Rustini. 1984. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga I. Jakarta: Percetakan Negara RI. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2001. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:Pusat Study Wanita dan Kemasyarakatan UMM Malang. Mulyana, Mochammad. 2000. Pengaruh Program Siban Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Desa Pasir Telaga Kecamatan Telaga Sari Kabupaten Karawang Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Purnomo, Heri. 2012. Tehnik Penetapan Garis Kemiskinan untuk Menghitung Jumlah Penduduk Miskin. Jakarta: BPS Seksi Statistik Ketahanan Sosial. Sajogyo dan Sajogyo, Pudjiwati. 2011. Sosiologi Pedesaan Jilid 1. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. Salaim, Muhammad. 2011. Perumahan. (Online), (Http : // Www. Go. Id / Dinas Perumahan, diakses tanggal 14 Juli 2013) Selviana, Siti. 2009. Pengaruh Tingkat Pendapatan Keluarga, Beban Tanggunngan Keluarga, Dan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kebiasaan Mengemis (Studi Kasus Di Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep). Malang: Universitas Negeri Malang. Soemitro Remi, Sutyasty dan Tjiptoherijanto, Prijono. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia (Suatu Analisis Awal). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sumardi, Mulyanto dan Dieter Evers, Hans. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali Jakarta. S.Sirait, Lilis. 2009. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja, Produktivitas dan Pendapatan Petani Sayur Mayur di Kabupaten Karo (Kasus: Wortel, Tomat atau Kol di Desa Merdeka Kecamatan Merdeka).Medan: UniversitasSumatera Utara. Widhy Handari . Mf Anita. 2012 Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Magelang. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. Yudo Husodo, Siswono. Dkk. 2004. Pertanian Mandiri, Pandangan Strategi Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.